Anda di halaman 1dari 21

SID BANGUNAN PENGAMAN PANTAI

Draft Laporan Pertengahan PULAU BUKIDE, PULAU NIPA, PULAU BEENG

4.1. PEMODELAN HIDRODINAMIKA


Perangkat lunak yang akan digunakan dalam pemodelan ini adalah Surface-Water
Modeling System (SMS) versi 8.0 (Environmental Modeling Research Laboratory
(ERML), 2002) yang dikembangkan oleh US Army Corps of Engineers. SMS adalah
prosesor pra dan pasca untuk pemodelan elemen hingga dan elemen beda hingga.
Program inti dari SMS ini adalah program pemodelan hidrodinamika yang dapat
menghitung elevasi muka air dan kecepatan aliran untuk suatu masalah aliran.
Dalam program SMS terdapat beberapa modul program penting untuk membuat
pemodelan. Terkait dengan pekerjaan ini modul yang akan digunakan adalah:

1. GFGEN (Geometri File Generation) adalah file untuk membuat geometri


dan file mesh elemen hingga untuk menjadi masukan sistem pemodelan
SMS. Program ini melakukan pemeriksaan rutin mesh dan menyusun
kembali mesh. Program GFGEN ini hanya membutuhkan file geometri
ASCII sebagai input.

2. RMA2 (Resources Management Associates-2) adalah program inti dari


SMS. RMA2 adalah program elemen hingga dua dimensi untuk
menyelesaikan masalah hidrodinamika. RMA2 dapat digunakan untuk
menghitung elevasi muka air dan kecepatan aliran pada titik-titik node
dalam suatu mesh elemen hingga yang mewakili badan air di daerah
studi, seperti sungai, kolam, muara, atau pelabuhan.

3. CGWAVE adalah model peramalan gelombang dengan penggunaan yang


luas dan yang saat ini paling dapat diandalkan. Program ini dapat
diaplikasikan untuk mensimulasikan kondisi gelombang di daerah
pelabuhan, pantai terbuka, inlet, daerah sekitar pulau, dan daerah
sekitar struktur tetap atau terapung. Selain mensimulasikan efek
kombinasi dari refraksi-difraksi gelombang yang diperhitungkan dalam
basic mild slope equation, modul ini juga memasukkan efek disipasi
gelombang akibat friksi, gelombang pecah, dispersi amplitudo nonlinear,
dan penurunan tinggi gelombang akibat mulut pelabuhan.
Asumsi yang digunakan dalam pemodelan ini antara lain :
Mild slope : perubahan kedalaman dan arus dalam satu panjang
gelombang sangat kecil.

Bab IV - 1
SID BANGUNAN PENGAMAN PANTAI
Draft Laporan Pertengahan PULAU BUKIDE, PULAU NIPA, PULAU BEENG

Depth-averaged : persamaan pengatur diselesaikan dengan


intergrasi terhadap kedalaman.

Tujuan dari pemodelan CGWAVE ini adalah melakukan simulasi secara


detil untuk mendapatkan kontur gelombang di sekitar lokasi yang
ditinjau. Dari kontur tersebut dapat terlihat titik mana di sepanjang
pantai yang terkena terjangan ombak tertinggi.

Berikut adalah lampiran hasil pemodelan hidrodinamika pada masing-


masing lokasi studi.

Bab IV - 2
SID BANGUNAN PENGAMAN PANTAI
Draft Laporan Pertengahan PULAU BUKIDE, PULAU NIPA, PULAU BEENG

PANTAI BEENG

Tabel 4.9 Gambar 7. 1 Pembuatan mesh pemodelan eksisting untuk


lokasi Pantai Beeng

Gambar 7. 2 kontur bathimetri lokasi pemodelan P. Beeng

Bab IV - 3
SID BANGUNAN PENGAMAN PANTAI
Draft Laporan Pertengahan PULAU BUKIDE, PULAU NIPA, PULAU BEENG

Bab IV - 4
SID BANGUNAN PENGAMAN PANTAI
Draft Laporan Pertengahan PULAU BUKIDE, PULAU NIPA, PULAU BEENG

Gambar 7. 3 sebaran kontur tinggi muka air laut Lokasi P. Beeng

Gambar 7. 4 sebaran kontur tinggi gelombang Lokasi P. Beeng

Bab IV - 5
SID BANGUNAN PENGAMAN PANTAI
Draft Laporan Pertengahan PULAU BUKIDE, PULAU NIPA, PULAU BEENG

Gambar 7. 5 Pola Sebaran vektor arah arus lokasi P. Beeng

Bab IV - 6
SID BANGUNAN PENGAMAN PANTAI
Draft Laporan Pertengahan PULAU BUKIDE, PULAU NIPA, PULAU BEENG

PANTAI BUKIDE

Tabel 4.10 Gambar 7. 6 Pembuatan mesh pemodelan eksisting untuk


lokasi Pantai Bukide

Bab IV - 7
SID BANGUNAN PENGAMAN PANTAI
Draft Laporan Pertengahan PULAU BUKIDE, PULAU NIPA, PULAU BEENG

Gambar 7. 7 kontur bathimetri lokasi pemodelan P. Bukide

Bab IV - 8
SID BANGUNAN PENGAMAN PANTAI
Draft Laporan Pertengahan PULAU BUKIDE, PULAU NIPA, PULAU BEENG

Gambar 7. 8 sebaran kontur tinggi muka air laut Lokasi P. Bukide

Gambar 7. 9 sebaran kontur tinggi gelombang Lokasi P. Bukide

Bab IV - 9
SID BANGUNAN PENGAMAN PANTAI
Draft Laporan Pertengahan PULAU BUKIDE, PULAU NIPA, PULAU BEENG

Gambar 7. 10 Pola Sebaran vektor arah arus lokasi P. Bukide

Bab IV - 10
SID BANGUNAN PENGAMAN PANTAI
Draft Laporan Pertengahan PULAU BUKIDE, PULAU NIPA, PULAU BEENG

PANTAI NIPA

Tabel 4.11 Gambar 7. 11 Pembuatan mesh pemodelan eksisting untuk


lokasi Pantai Nipa

Gambar 7. 12 kontur bathimetri lokasi pemodelan P. NIpa

Bab IV - 11
SID BANGUNAN PENGAMAN PANTAI
Draft Laporan Pertengahan PULAU BUKIDE, PULAU NIPA, PULAU BEENG

Gambar 7. 13 sebaran kontur tinggi muka air laut Lokasi P. Nipa

Bab IV - 12
SID BANGUNAN PENGAMAN PANTAI
Draft Laporan Pertengahan PULAU BUKIDE, PULAU NIPA, PULAU BEENG

Gambar 7. 14 sebaran kontur tinggi gelombang Lokasi P. Nipa

Bab IV - 13
SID BANGUNAN PENGAMAN PANTAI
Draft Laporan Pertengahan PULAU BUKIDE, PULAU NIPA, PULAU BEENG

Gambar 7. 15 Pola Sebaran vektor arah arus lokasi P. Nipa

Bab IV - 14
SID BANGUNAN PENGAMAN PANTAI
Draft Laporan Pertengahan PULAU BUKIDE, PULAU NIPA, PULAU BEENG

5.1. PEMODELAN GENESIS (PERUBAHAN GARIS PANTAI)

Model perubahan garis pantai yang digunakan pada kajian ini adalah GENESIS
(GENEralized Model for SImulating Shoreline Change). GENESIS mensimulasikan
perubahan garis pantai yang terjadi dalam periode bulanan sampai tahunan yang
disebabkan terutama oleh gelombang. Model tersebut dapat digunakan untuk
mensimulasikan perubahan garis pantai dengan susunan beberapa bangunan pantai.
GENESIS tidak dapat digunakan untuk menghitung perubahan garis pantai pada
kondisi-kondisi berikut: perubahan pantai pada inlet atau daerah yang didominasi
pasang surut; perubahan pantai yang disebabkan oleh arus yang dibangkitkan oleh
angin, erosi pantai oleh badai yang didominasi oleh angkutan sedimen tegak lurus
pantai dan gerusan di sekitar bangunan. Pada kondisi tersebut perubahan pantai tidak
berhubungan dengan bangunan pantai, kondisi batas atau angkutan sedimen sepanjang
pantai karena induksi gelombang.

Model GENESIS tersusun dari dua buah bagian model utama. Bagian model yang
pertama menghitung laju perpindahan sedimen sepanjang pantai. Bagian model
kedua berupa model gelombang yang menghitung tinggi dan arah gelombang pecah
sepanjang pantai berdasarkan nilai tinggi gelombang yang diberikan di lepas pantai.

a. Asumsi dasar
Perubahan posisi garis pantai digambarkan oleh satu garis kontur, sedangkan akresi
dan erosi pantai digambarkan dengan volume suatu sedimen. Sedimen dipindahkan
sepanjang pantai di antara dua batas elevasi profil yang tertentu. Batas ke arah pantai
terletak pada bagian atas berm aktif dan batas ke arah laut terletak pada kedalaman
yang sudah tidak terjadi perubahan yang berarti (significant). Pembatasan
perpindahan profil di antara dua batas tersebut untuk menentukan parameter
perubahan volume pada tampang melintang pantai. Angkutan sedimen sepanjang
pantai semata-mata hanya dihasilkan oleh gelombang datang, tidak memperhitungkan
angkutan yang dihasilkan oleh arus pasang surut, angin atau sumber gaya lainnya.

b. Persamaan perubahan garis pantai


Untuk memperkirakan perubahan garis pantai diperlukan dua persamaan dasar yaitu
persamaan kontinyuitas sedimen dan persamaan laju angkutan sedimen sejajar pantai.
Persamaan kontinyuitas sedimen pembentuk posisi garis pantai adalah:
x s 1 Q
q 0
t Ds y

dengan:
q = qs + q0
Q : resultan laju volume angkutan sedimen sejajar pantai (m3/dt)
Q : laju sedimen yang masuk dan keluar profil dari darat dan laut
(m3/dt/m)
qs : laju sedimen yang masuk atau keluar selebar unit garis pantai
(m3/dt/m)
q0 : laju sedimen dari arah laut (m3/dt/m)

Bab IV - 15
SID BANGUNAN PENGAMAN PANTAI
Draft Laporan Pertengahan PULAU BUKIDE, PULAU NIPA, PULAU BEENG

Pada model perubahan garis pantai tunggal, asumsi dasar yang digunakan adalah
bahwa profil pantai aktif berpindah secara pararel sampai suatu kedalaman tertentu,
Ds, atau sampai profil tidak berubah lagi. Laju perubahan volume adalah
, dan perubahan ini dikontrol oleh laju bersih pasir yang masuk dan keluar dari
keempat sisi seperti ditunjukkan pada gambar sebagai berikut.

Gambar 5. 1 Skematisasi perubahan garis pantai


(sumber : Horikawa, 1988)

Resultan laju angkutan sedimen sepanjang pantai, Q, adalah faktor utama yang
mengontrol evolusi jangka panjang garis pantai. Prediksi Q biasanya ditunjukkan pada
kondisi gelombang di garis pecah (Hanson, 1986) dengan persamaan:

H B

Q H 2cg B a1 sin BS a 2 cos BS
y

dengan cg kecepatan group gelombang (m/dt), BS sudut puncak gelombang


terhadap garis pantai, subskrip B menunjukkan kondisi pecah, dan parameter non
dimensi a1 dan a2 adalah
K1
a1
s 5
16 1 1 p 1.416 2

K2
a2
s 5
8 1 1 p tan .1.416 2

dengan K1 dan K2 adalah parameter kalibrasi, s dan rapat massa sedimen dan
air (kg/m3), p adalah porositas sedimen dan tan adalah kemiringan dasar rerata.
Faktor 1.416 digunakan untuk konversi dari HS ke HRMS. Bagian pertama

Bab IV - 16
SID BANGUNAN PENGAMAN PANTAI
Draft Laporan Pertengahan PULAU BUKIDE, PULAU NIPA, PULAU BEENG

persamaan (4.15) menunjukkan laju angkutan sedimen sepanjang pantai karena


gelombang yang datang miring. Bagian kedua menghitung laju angkutan sedimen
sepanjang pantai yang disebabkan oleh variasi tinggi gelombang pecah sepanjang
pantai.

Kedalaman angkutan DS, pada persamaan model garis pantai, persamaan (4.18),
berhubungan dengan batas ke arah laut dari zona aktif angkutan sedimen sejajar
pantai. Hal ini berbeda dengan kedalaman kritik untuk awal gerak sedimen, yang
lebih memperhatikan angkutan sedimen melintang pantai. Nilai DS lebih besar
daripada rerata kedalaman pecah. Pada kondisi gelombang datang yang sama,
kedalaman kritik untuk awal gerak sedimen akan mempunyai nilai lebih besar.

Zone angkutan yang berhubungan dengan model perubahan garis pantai, memanjang
dari batas tinggi berm (upwash) ke kedalaman di mana profil pantai terpindahkan.
Kedalaman angkutan DS, yang digunakan dalam model garis pantai dirumuskan
sebagai berikut:
DS = Db + Dc
dengan:
Db : adalah tinggi berm dari MSL (ditentukan dari data tinggi karakteristik
di lapangan)
Dc : kedalaman dari MSL ke kedalaman profil yang terpindahkan
(diperkirakan dari data survei profil)

Kraus dan Harikai (1983) mengasumsikan bahwa Dc DSH dengan:


H
DSH 2.28 10.9 0 H 0
L0

dengan:
H0 dan L0 : tinggi dan panjang gelombang di laut dalam
Dalam melakukan pemodelan garis pantai dilakukan selama kurun waktu estimasi
selama 10 tahun kedepan, sehingga pada analisa ini diketahui prediksi perubahan
garis pantai jika tidak dilakukan peanganan. Berikut adalah gambaran perubahan garis
pantai dari hasil pemodelan.

Bab IV - 17
SID BANGUNAN PENGAMAN PANTAI
Draft Laporan Pertengahan PULAU BUKIDE, PULAU NIPA, PULAU BEENG

Gambar 5. 2 Prediksi Perubahan Posisi P. Beeng

Gambar 5. 3 Prediksi Perubahan garis P. Beeng

Bab IV - 18
SID BANGUNAN PENGAMAN PANTAI
Draft Laporan Pertengahan PULAU BUKIDE, PULAU NIPA, PULAU BEENG

5.2. ANGKUTAN SEDIMEN

Persamaan empiris dalam GENESIS yang digunakan untuk menghitung laju angkutan
sedimen sepanjang pantai diberikan oleh persamaan berikut. Laju angkutan sedimen
diperoleh sebagai fungsi arah gelombang dan garis pantai/kontur pada setiap langkah
waktu dan pada setiap titik grid, kecuali pada batas pantai terbuka. Laju angkutan
sedimen hasil keluaran model dinyatakan dalam laju angkutan kotor Qg (gross) dan
laju angkutan bersih Qn (netto).

Laju angkutan kotor Qg, ditetapkan sebagai jumlah angkutan ke kanan dan ke kiri
melewati suatu titik pada garis pantai pada suatu periode yang ditentukan.
Qg = Qrt + Q lt.
dengan:
Qrt : angkutan sedimen ke arah kanan
Q lt : angkutan sedimen ke arah kiri

Arah angkutan sedimen ke kanan dan ke kiri ditetapkan berdasarkan arah kanan dan
kiri pengamat yang berdiri di tepi pantai menghadap ke arah laut.
Laju angkutan bersih, Qn adalah perbedaan antara pergerakan angkutan ke kiri dan ke
kanan melewati suatu titik pada garis pantai pada suatu periode waktu yang
ditentukan. Nilai Qn didefinisikan sebagai berikut:
Qn = Qrt Qlt.
dengan:
Qrt : angkutan sedimen ke arah kanan
Q lt : angkutan sedimen ke arah kiri

Laju angkutan bersih adalah merupakan jumlah vektor laju angkutan sedimen dan
besarnya diperlukan untuk menentukan apakah suatu bagian pantai mengalami erosi
atau akresi. Laju Q digunakan oleh GENESIS untuk menghitung perubahan garis
pantai melalui perbedaan bersih laju angkutan sedimen sepanjang pantai.

Model GENESIS tidak memiliki fasilitas untuk memperhitungkan angkutan sedimen


yang berasal dari sungai/saluran. Untuk memodelkan fenomena tersebut digunakan
fasilitas dalam GENESIS yang dianggap paling mendekati, yaitu penimbunan pantai
(beach fill). Asumsi yang digunakan dalam penimbunan pantai adalah sebagai berikut:
a. timbunan berupa pasir asli dengan ukuran butir rerata sama,
b. profil timbunan yang ditunjukkan dalam model mempunyai bentuk seimbang
yang berkaitan dengan ukuran butirnya,
c. tinggi berm pantai yang ditimbun sama dengan pantai aslinya.

Berikut adalah gambaran hasil pemodelan genesis selama 10 tahun.

Bab IV - 19
SID BANGUNAN PENGAMAN PANTAI
Draft Laporan Pertengahan PULAU BUKIDE, PULAU NIPA, PULAU BEENG

Gambar 5. 4 Grafik Arah dan Volume Sedimen P. Beeng

Bab IV - 20
SID BANGUNAN PENGAMAN PANTAI
Draft Laporan Pertengahan PULAU BUKIDE, PULAU NIPA, PULAU BEENG

Bab IV - 21

Anda mungkin juga menyukai