Konsep Dasar
I. Pengertian
Thypoid fever/demam tifoid atau thypus abdominalis merupakan penyakit infeksi akut
pada usus halus dengan gejala demam satu minggu atau lebih disertai gangguan pada
saluran pencernaan dan dengan atau tanpa gangguan kesadaran (T.H. Rampengan dan
I.R. Laurentz, 1995). Penularan penyakit ini hampir selalu terjadi melalui makanan dan
minuman yang terkontaminasi.
II. Etiologi
Penyakit ini disebabkan oleh infeksi kuman Samonella Thposa/Eberthela Thyposa
yang merupakan kuman negatif, motil dan tidak menghasilkan spora, hidup baik sekali
pada suhu tubuh manusia maupun suhu yang lebih rendah sedikit serta mati pada suhu
700C dan antiseptik. Salmonella mempunyai tiga macam antigen, yaitu Antigen O=
Ohne Hauch=somatik antigen (tidak menyebar) ada dalam dinding sel kuman, Antigen
H=Hauch (menyebar), terdapat pada flagella dan bersifat termolabil dan Antigen
V1=kapsul ; merupakan kapsul yang meliputi tubuh kuman dan melindungi O antigen
terhadap fagositosis. Ketiga jenis antigen ini di manusia akan menimbulkan tiga macam
antibodi yang lazim disebut aglutinin.
III. Patofisiologi.
Kuman salmonella masuk bersama makanan/minuman yang terkontaminasi,
setelah berada dalam usus halus mengadakan invasi ke jaringan limfoid usus halus
(terutama plak peyer) dan jaringan limfoid mesenterika. Setelah menyebabkan
peradangan dan nekrosis setempat kuman lewat pembuluh limfe masuk ke darah
(bakteremia primer) menuju organ retikuloendotelial sistem (RES) terutama hati dan
limpa. Di tempat ini kuman difagosit oleh sel-sel fagosit RES dan kuman yang tidak
difagosit berkembang biak. Pada akhir masa inkubasi 5-9 hari kuman kembali masuk
ke darah menyebar ke seluruh tubuh (bakteremia sekunder) dan sebagian kuman masuk
ke organ tubuh terutama limpa, kandung empedu yang selanjutnya kuman tersebut
dikeluarkan kembali dari kandung empedu ke rongga usus dan menyebabkan reinfeksi
usus. Dalam masa bakteremia ini kuman mengeluarkan endotoksin. Endotoksin ini
merangsang sintesa dan pelepasan zat pirogen oleh lekosit pada jaringan yang
2
Bakteremia primer
Usus Splenomegali
Hepatomegali
VI. Komplikasi.
Perdarahan intestinal, perforasi intestinal, ileus paralitik, renjatan septik, pielonefritis,
kolesistisis, pneumonia, miokarditis, peritonitis, meningitis, ensefalopati, bronkitis,
karir kronik.
4
VII. Penatalaksanaan
1. Tirah baring atau bed rest.
2. Diit lunak atau diit padat rendah selulosa (pantang sayur dan buahan),
kecuali komplikasi pada intestinal.
3. Obat-obat :
a. Antimikroba :
- Kloramfenikol 4 X 500 mg sehari/iv
- Tiamfenikol 4 X 500 mg sehari oral
- Kotrimoksazol 2 X 2 tablet sehari oral (1 tablet =
sulfametoksazol 400 mg + trimetoprim 80 mg) atau dosis yang sama iv,
dilarutkan dalam 250 ml cairan infus.
- Ampisilin atau amoksisilin 100 mg/kg BB sehari oral/iv,
dibagi dalam 3 atau 4 dosis.
Antimikroba diberikan selama 14 hari atau sampai 7 hari bebas demam.
b. Antipiretik seperlunya
c. Vitamin B kompleks dan vitamin C
4. Mobilisasi bertahap setelah 7 hari bebas demam.
Asuhan Keperawatan
I. Pengkajian
1. Riwayat : makan daging, telur yang tidak dimasak, atau minuman yang
terkontaminasi.
2. Gastrointestinal : awal mual dan muntah, nyeri abdomen dan diare, distensi
abdomen, pembesaran limpa.
3. Suhu tubuh : pada fase akut demam 39-400C, meningkat hingga 410C.
4. Kulit : rose spot dimana hilang dengan tekanan, ditemukan pada dada, perut
setelah minggu pertama.
5. Neurologis : delirium hingga stupor, perubahan kepribadian, katatonia,
aphasia.
6. Pernapasan : batuk non produktif.
7. Muskuloskeletal : nyeri sendi
8. Kardiovaskuler : takikardi, hipotensi, dan shock jika perdarahan, infeksi
senkunder atau septikemia.
salmonella pada vital dalam batas 2. Atur pemberian diberikan untuk mencegah
tinja dan urine. normal, kultur darah, agen antiinfeksi sesuai penyebaran ke pekerja, pasien
urine dan feses order. lain dan kontak pasien.
negatif, hitung jenis Mencegah transmisi kuman
darah dalam bataas 3. Pertahankan enteric patogen
normal, tidak ada precaution sampai 3
perdarahan. kali pemeriksaan feses
negatif terhadap S. Membatasi terpaparnya pasien
Thypi pada kuman patogen lainnya.
4. Cegah pasien
terpapar dengan Meyakinkan bahwa pasien
pengunjung yang diperiksa dan diobati.
terinfeksi atau petugas,
batasi pengunjung Mencegah infeksi berulang
5. Terlibat dalam
perawatan lanjutan
pasien
6. Ajarkan pasien
mencuci tangan,
kebersihan diri,
kebutuhan makanan
dan minuman, mencuci
tangan setelah BAB
atau memegang feses.
Resiko tinggi Keseimbangan 1. Kaji tanda-tanda Intervensi lebih dini
kekurangan cairan dan elektrolit dehidrasi Mempertahankan intake yang
cairan tubuh dipertahankan 2. Berikan minuman adekuat
berhubungan dengan kriteria per oral sesuai toleransi
muntah dan turgor kulit normal, 3. Atur pemberian Melakukan rehidrasi
diare. membran mukosa cairan per infus sesuai
lembab, urine output order. Meyakinkan keseimbangan
normal, kadar darah 4. Ukur semua cairan antara intake dan ouput
sodium, kalium, output (muntah, diare,
magnesium dna urine. Ukur semua
kalsium dalam batas intake cairan.
normal.
Konstipasi Pasien bebas dari 1. Observasi feses Mendeteksi adanya darah
berhubungan konstipasi dengan 2. Monitor tanda- dalam feses
dengan invasi kriteria feses lunak tanda perforasi dan Untuk intervensi medis segera
salmonella pada dan keluar dengan perdarahan
mukosa mudah, BAB tidak 3. Cek dan cegah Distensi yang tidak membaik
intestinal. lebih dari 3 hari. terjadinya distensi akan memperburuk perforasi
abdominal pada intestinal
8
Daftar Pustaka
Grimes, E.D, Grimes, R.M, and Hamelik, M, 1991, Infectious Diseases, Mosby Year Book,
Toronto.
Rampengan dan Laurentz, 1995, Penyakit Infeksi Tropik Pada Anak, cetakan kedua, EGC,
Jakarta.
Lab/UPF Ilmu Penyakit Dalam, 1994, Pedoman Diagnosis dan Terapi, RSUD Dr. Soetomo
Surabaya.
Lyke, Merchant Evelyn, 1992, Assesing for Nursing Diagnosis ; A Human Needs
Approach,J.B. Lippincott Company, London.