Demam, ditandai dengan peningkatan suhu tubuh, merupakan
manifestasi paling menonjol pada respons fase akut. Demam timbul sebagai respons terhadap substansi pirogen yang terjadi melalui stimulasi sintesa prostaglandin di sel vaskular dan perivaskular di hipotalamus. Produk bakteri, misalnya liposakarida (LPS) (disebut pirogen eksogen), menstimulasi leukosit untuk menghasilkan sitokin seperti IL-1 dan TNF (disebut pirogen endogen), yang akan meningkatkan kadar siklooksigenase yang mengubah AA menjadi prostaglandin. Di hipotalamus prostaglandin, terutama PGE2, akan menstimulasi produksi neurotransmitor, yang berfungsi mengatur ulang titik suhu pada tingkat lebih tinggi. NSAID, termasuk aspirin, menurunkan demam dengan mencegah siklooksigenase dan dengan demikian menghentikan sintesa prostaglandin. Walaupun demam telah dikenal sebagai tanda infeksi beberapa ratus tahun yang lalu, tidak jelas tujuan timbulnya reaksi ini. Peningkatan suhu tubuh pada amfibi dapat menghalau infeksi mikrobakteri, dan diperkirakan demam juga memberi pengaruh yang sama pada mamalia, walaupun mekanisme tidak diketahui Peningkatan kadar protein fase akut plasma. Protein plasma terutama disintesa di hati, dan pada radang akut, konsentrasi akan meningkat sampai beberapa ratus kali lipat. Tiga jenis protein terpenting kelompok ini ialah protein C-reaktif (CRP), fibrinogen, dan protein amiloida serum (SAA). Sintesa molekul ini oleh sel hati akan menstimulasi sitokin, terutama IL-6. Banyak protein fase akut, misalnya CRP dan SAA, akan melekat pada dinding sel mikroba, dan berfungsi sebagai opsonin dan komplemen tetap, sehingga meningkatkan eliminasi mikroba. Fibrinogen akan mengikat butir darah merah sehingga terbentuk tumpukan (rouleaux) yang akan mengendap lebih cepat ke dasar dibanding butir darah merah yang terlepas lepas. Hal ini menjadi dasar pengukuran laju endap darah (ESR) sebagai tes sederhana untuk mengetahui respons sistemik inflamasi, yang disebabkan oleh berbagai jenis stimulus, termasuk LPS. Pemeriksaan serial ESR dan CRP dipakai untuk menilai respons pengobatan pada penderita dengan gangguan inflamasi misalnya artritis rematoid. Peningkatan kadar serum CRP dipakai sebagai petanda untuk meramalkan peningkatan risiko infark miokardium atau stroke pada pasien dengan penyakit vaskular aterosklerotik. Diperkirakan inflamasi berperan pada timbulnya aterosklerosis (Bab 9), dan peningkatan CRP merupakan tanda inflamasi. Leukositosis merupakan reaksi radang yang umum dijumpai. Khususnya apabila disebabkan oleh infeksi bakteri (lihat Tabel 11-6, Bab 11). Jumlah leukosit biasanya meningkat menjadi 15.000 hingga 20.000 sel/mL, tetapi pada keadaan tertentu dapat mencapai 40.000 hingga 100.000 sel/mL. Peningkatan ekstrem ini disebut reaksi leukemoid karena mirip seperti yang terlihat pada leukemia. Leukositosis biasanya terjadi karena pengeluaran sel yang dipercepat (di bawah pengaruh sitokin, termasuk TNF dan IL-1) dari tempat cadangan pasca mitosis sumsum tulang. Kedua jenis neutrofil matur dan imatur dapat dijumpai di darah; dijumpainya sel imatur yang beredar disebut sebagai "pergeseran ke kiri". Infeksi yang berkelanjutan juga merangsang faktor stimulasi koloni (CSF), yang akan meningkatkan output leukosit, untuk mengkompensasi pemakaian sel tersebut pada reaksi radang. Infeksi bakteri umumnya akan menimbulkan peningkatan jumlah neutrofil darah, disebut neutrofilia. Infeksi virus, misalnya mononuldeosis infeksiosa, parotitis, dan German measles, dikaitkan dengan peningkatan limfosit (limfositosis). Asma bronkial, hay fever, dan infestasi parasit semua melibatkan naiknya jumlah eosinofil absolut, menyebabkan eosinofilia. Beberapa infeksi (demam tifus dan infeksi yang disebabkan oleh beberapa virus, riketsia, dan protozoa tertentu) dikaitkan dengan situasi berlawanan yaitu menurunnya jumlah sel darah putih yang beredar (lekopenia), agaknya karena sekuestrasi limfosit di kelenjar getah bening akibat induksi sitokin. Manifestasi lain dari respons fase akut termasuk meningkatnya denyut jantung dan tekanan darah, keringat menurun, terutama karena akibat aliran darah semula dari daerah permukaan berubah mengalir ke daerah vaskular yang letaknya lebih dalam, untuk mengurangi panas yang hilang keluar dari kulit: dan rigor (gemetar), menggigil (persepsi rasa dingin karena hipotalamus mengubah suhu tubuh), anoreksia, somnolen, dan malaise, terjadi sekunder karena kerja sitokin pada sel otak. Pada infeksi bakteri yang berat (sepsis), terdapatnya jumlah besar produk bakteri di darah dan jaringan ekstravaskular menstimulasi produksi beberapa sitokin, yaitu TNF, juga IL-12 danlL-1. TNF menyebabkan koagulasi intravaskular diseminata (KID), gangguan metabolit termasuk asidosis, dan syok hipotensif. Trias klinis ini disebut syok septik.