Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Merujuk dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang Kesehatan, Pasal 23


dinyatakan bahwa upaya Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) harus diselenggarakan di
semua tempat kerja, khususnya tempat kerja yang mempunyai risiko bahaya kesehatan,
mudah terjangkit penyakit atau mempunyai karyawan paling sedikit 10 orang. Jika
memperhatikan isi dari pasal di atas maka jelaslah bahwa Rumah Sakit (RS) termasuk
dalam kriteria tempat kerja dengan berbagai ancaman bahaya yang dapat menimbulkan
dampak kesehatan, tidak hanya terhadap para pelaku langsung yang bekerja di RS, tapi
juga terhadap pasien maupun pengunjung RS. Sehingga sudah seharusnya pihak yang
mengelola RS menerapkan upaya-upaya K3 di RS.
Potensi bahaya di RS, selain penyakit-penyakit infeksi juga ada potensi bahaya-
bahaya lain yang mempengaruhi situasi dan kondisi di RS, yaitu kecelakaan
(peledakan, kebakaran, kecelakaan yang berhubungan dengan instalasi listrik, dan
sumber-sumber cidera lainnya), radiasi, bahan-bahan kimia yang berbahaya, gas-gas anastesi,
gangguan psikososial dan ergonomi. Semua potensi bahaya tersebut di atas, jelas
mengancam jiwa dan kehidupan bagi para karyawan di RS, para pasien maupun para
pengunjung yang ada di lingkungan RS.
Hasil laporan National Safety Council (NSC) tahun 2008 menunjukkan bahwa
terjadinya kecelakaan di RS 41% lebih besar dari pekerja di industri lain. Kasus yang sering
terjadi adalah tertusuk jarum, terkilir, sakit pinggang, tergores/terpotong, luka bakar, dan
penyakit infeksi dan lain-lain. Sejumlah kasus dilaporkan mendapatkan kompensasi
pada pekerja RS, yaitu sprains, strains : 52%;contussion, crushing, bruising : 11%;
cuts, laceration, punctures: 10.8%; fractures: 5.6%; multiple injuries: 2.1%; thermal
burns: 2%; scratches, abrasions: 1.9%; infections: 1.3%; dermatitis: 1.2%; dan lain-lain:
12.4% (US Department of Laboratorium, Bureau of Laboratorium Statistics, 1983).
Khusus di Indonesia, data penelitian yang berhubungan dengan bahaya-bahaya di
RS belum tergambar dengan jelas dan belum diketahui jumlah pastinya, namun diyakini
bahwa banyak keluhan-keluhan dari para petugas di RS, tentang adanya berbgai bahaya-
bahaya yang ada di RS.

1
Selain itu, tercatat bahwa terdapat beberapa kasus penyakit kronis yang diderita
petugas RS, yakni hipertensi, varises, anemia (kebanyakan wanita), penyakit ginjal dan
saluran kemih (69% wanita), dermatitis dan urtikaria (57% wanita) serta nyeri tulang
belakang dan pergeseran diskus intervertebrae.
Dari berbagai potensi bahaya tersebut maka, perlu upaya untuk
mengendalikan,meminimalisasi dan juga meniadakannya.caranya yaitu dengan dibuatnya
kebijakan k3 di RS oleh pemerintah.
Makalah ini akan membahas lebih lanjut tentang pengertian k3, tujuan dari kebijakan
k3, bentuk-bentuk kebijakan k3, nilai yang mendasari pembuatan kebijakan k3, aktor
pemangku kepentingan yang ada dalam kebijakan k3, aplikasi dan konsekuensi dari
kebijakan k3.

1.2 Tujuan
1. Untuk memenuhi pembuatan tugas makalah dari dosen
2. Untuk menambah wawasan tentang kebijakan k3 yang ada di RS

1.3 Manfaat
1. Mahasiswa dapat memenuhi tugas yang di berikan oleh dosen
2. Mahasiswa dapat menambah wawasan tentang kebijakn k3 yang ada di RS

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian
1. Kesehatan kerja menurut WHO/ILO (1995)
Kesehatan kerja bertujuan untuk peningkatan dan pemeliharaan derajat kesehatan
baik secara fisik, mental dan sosial yang setinggi-tingginya bagi pekerja di semua jenis
pekerjaan, pencegahan terhadap gangguan kesehatan pekerja yang disebabkan oleh
kondisi pekerjaan, perlindungan bagi pekerja dalam pekerjaannya dari resiko akibat
faktor yang merugikan kesehatan, dan penempatan serta pemeliharaan pekerja dalam
suatu lingkungan kerja yang disesuaikan dengan kondisi fisiologi dan psikologinya.
Secara ringkas merupakan penyesuaian pekerjaan kepada manusia dan setia manusia kepada
pekerjaannya atau jabatan yang dimilikinya.
2. Kesehatan dan keselamatan kerja
Upaya untuk memberikan jaminan kesehatan dan meningkatkan derajak kesehatan
para pekerja/buruh dengan cara pencegahan kecelakaan dan penyakit akibat kerja,
pengendalian bahaya di tempat kerja, promosi, kesehatan, pengobatan dan rehabilitasi.
3. Manajemen K3 di RS
Suatu proses kegiatan yang dimulai dari tahap perencanaan, pengorganisasian,
pelaksanaan, dan pengendalian yang bertujuan untuk membudayakan K3 di RS dalam
rangka mencegah, mengurangi kecelakaan dan penyakit akibat kerja serta terciptanya
tempat kerja yang aman, efisien, dan produktif

2.2 Tujuan Kebijakan

1. Terciptanya cara kerja yang optimal


2. Lingkungan kerja yang sehat, aman, nyaman, dan
3. Dalam rangka peningkatan derajat kesehatan karyawan RS

2.3 Manfaat Kebijakan

1. Bagi RS
a. Meningkatkan mutu pelayanan
b. Mempertahankan kelangsungan operasional RS
c. Meningkatkan citra RS

3
2. Bagi Karyawan RS
a. Melindungi karyawan dari penyakit akibat kerja
b. Mencegah terjadinya kecelakaan akibat kerja
3. Bagi Pasien dan Pengunjung
a. Mutu layanan yang baik
b. Kepuasan pasien dan pengunjung

2.4 Bentuk Kebijakan


1. Regulatory Policy ( Kebijakan Regulatif )

Kebijakan yang menetapkan hal-hal yang dibatasi dan hal-hal yang dibebaskan dari
perilaku seseorang
a) Kompetitif Regulatory adalah kebijakan untuk membatasi suatu pihak untuk
dapat akses atau mendapatkan barang dan jasa tertentu.
b) self regulatory adalah kebijakan yang dirumuskan untuk pelakunyasendiri dan
atas nama organisasi.
c) Protektif Regulatory adalah kebijakan pemerintah yang memberikan proteksi
(perlindungan) pada pihak/masyarakat dari tindakan pihak lain yang
membahayakan masyarakat secara luas.

2.5 Nilai Kebijakan


1. Adanya nilai etika yang dibentuk untuk melaksanakan K3 di RS
2. Adanya nilai sosial yang dibentuk karena adanya perlindungan HAM
3. Adanya nilai keadilan bagi seluruh karyawan RS

2.6 Steakholder
1. Pemerintah
2. Menteri Kesehatan
3. Direktur RS
4. Manajer dan Staf RS
5. Tenaga Medis dan Non Medis RS
6. Pasien
7. Pengunjung

2.7 Keterkaitan dengan Kebijakan Lain


1. UU No 21 tahun 2000 tentang Serikat Pekerja / Serikat Buruh
Pasal 1 :
Serikat pekerja/serikat buruh adalah organisasi yang dibentuk dan, oleh, dan untuk
pekerja / buruh baik diperusahaan maupun diluar perusahaan, yang bersifat bebas, terbuka,

4
mandiri, demokratis, dan bertanggung jawab guna memperjuangkan, membela serta
melindungi hak dan kepentingan pekerja/buruh serta meningkatkan kesejahteraan
pekerja/buruh dan keluarganya.
2. UU No 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
Pasal 67 :
Ayat (1) : Pengusaha yang mempekerjakan tenaga kerja penyandang cacat wajib memberikan
perlindungan sesuai dengan jenis dan derajat kecacatannya.
Ayat (2) : Pemberian perlindungan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) harus
dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku
3. PERMENKES No 63 tahun 2000 tentang Keselamatan dan Kesehatan Terhadap
Pemanfaatan Radiasi Pengion
Pasal 33 :
Ayat (1) : Dalam hal terjadi kecelakaan radiasi, instalasi harus melakukan upaya
penanggulangan.
Ayat (2) : Dalam upaya penanggulangan kecelakaan radiasi sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) keselamatan manusia harus diutamakan.
4. UU No 36 tahun 2009 tentang Kesehatan
Pasal 164 :
Ayat (1) : Upaya kesehatan kerja ditujukan untuk melindungi pekerja agar hidup sehat dan
terbebas dari gangguan kesehatan serta pengaruh buruk yang di akibatkan oleh pekerjaan.

2.8 Pelaksanaan Kebijakan


Pelayanan kesehatan kerja diselenggarakan secara paripurna, terdiri dari
pelayanan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif yang dilaksanakan dalam suatu
sistem yang terpadu.
1) Pelayanan preventif kesehatan kerja.
Pemeriksaan kesehatan awal, berkala dan khusus
Imunisasi
Kesehatan Lingkungan Kerja.
Pelindung diri terhadap bahaya - bahaya pekerjaan
Penyerasian manusia dengan mesin alat kerja (ergonomi)
Pengendalian bahaya lingkungan kerja.
2) Pelayanan promotif kesehatan kerja

5
Pelayanan ini diberikan kepada tenaga kerja yang sehat dengan tujuan untuk
meningkatkan kegairahan kerja, mempertinggi efesiensi dan produktivitas kerja. Kegiatannya
antara lain meliputi:
Pendidikan dan penyuluhan tentang Kesehatan Kerja.
Pemeiiharaan berat badan ideal
Perbaikan gizi, menu seimbang dan pemilihan makanan yang sehat dan aman.
Pemeiiharaan lingkungan kerja yang sehat.
Olah Raga.
3) Pelayanan kuratif.
Pelayanan diberikan kepada pekerja yang sudah mengalami gangguan kesehatan
karena pekerjaan.
Pelayanan diberikan meliputi penghobatan terhadap penyakit umum maupun
penyakit akibat kerja.
4) Pelayanan rehabilitatif
Pelayanan diberikan kepada pekerja yang telah menderita cacat sehingga
menyebabkan ketidak mampuan bekerja secara permanen baik sebagian maupun
seluruh. Kemampuan bekerjanya. Kegiatannya antara lain:
Latihan dan pendidikan pekerja untuk dapat menggunakan kemampuannnya
yang masih ada secara maksimal.
Penempatan kembali pekerja yang cacat secara selektif sesuai kemampuannya

2.9 Konsekuensi Kebijakan


Konsekuensi Industrialisasi
Penggunaan pengetahuan dan teknologi maju
Keterlibatan banyak tenaga kerja
Peningkatan bahaya potensial
Peningkatan Produktivitas
Peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia :
Tingkat pengetahuan dan ketrampilan yang sesuai dan didukung oleh derajat
kesehatan yang tinggi
Pentingnya K3
Kelompok tenaga kerja dengan jumlah >100
Masalah spesifik dengan resiko kematian, cacat dan sakit yang berdampak luas
Memerlukan upaya kedokteran yang profesional
Tantangan
Era globalisasi yang menghendaki penerapan K3
Standard Internasional

6
Jumlah Tenaga Kerja
Jumlah tenaga kerja di sektor industri 8.583.000 atau 10.7 %
Penciptaan lapangan kerja baru dalam jumlah dan kualitas yang memadai untuk
menyerap tambahan angkatan kerja baru.
Angkatan kerja 2000 = 101 juta
Terus meningkat menjadi 148 juta orang pada 10 tahun mendatang
Sektor Kesehatan
Di banyak negara industri, penerapan program K3 telah dilakukan sejak akhir abad
18, kecuali disektor kesehatan, karena :
Akreditasi fokus pada kualitas pelayanan pasien. Pengawas kurang menguasai aspek
K3
Pekerja lebih banyak perempuan -> dianggap "aman"
Fokus pada kuratif -> bukan preventif
Tidak aktif diserikat pekerja
perhatian kurang dari pemerintah

7
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah salah satu bentuk upaya untuk
menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari pencemaran lingkungan,
sehingga dapat mengurangi dan atau bebas dari kecelakaan kerja dan penyakit akibat
kerja yang pada akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja
Bahaya yang dihadapi dalam rumah sakit, Bahaya kebakaran dan ledakan
Dari zat/bahan yang mudah terbakar atau meledak (obat obatan), Bahan
beracun,korosif dan kaustik , Bahaya radiasi, Luka bakar ,Syok akibat aliran listrik
,Luka sayat akibat alat gelas yang pecah dan benda tajam & Bahaya infeksi dari
kuman,virus atau parasit.

3.2 Saran
Kondisi keselamatan dan kesehatan kerja (K3) khususnya di Indonesia secara
umum diperkirakan termasuk rendah. Pada tahun 2008 Indonesia menempati posisi
yang buruk jauh di bawah Singapura, Malaysia, Filipina dan Thailand. Kondisi tersebut
mencerminkan kesiapan daya saing pelayanan dan kualitas saranan kesehatan Indonesia
di dunia internasional masih sangat rendah. Indonesia akan sulit menghadapi persaingan
global karena mengalami ketidakefisienan pemanfaatan tenaga kerja (produktivitas kerja
yang rendah). Padahal kemajuan pelayanan tersebut sangat ditentukan peranan mutu
tenaga kerjanya. Karena itu disamping perhatian instansi itu sendiri, pemerintah juga
perlu memfasilitasi dengan peraturan atau aturan perlindungan Keselamatan dan
Kesehatan Kerja. Nuansanya harus bersifat manusiawi atau bermartabat. Keselamatan kerja
telah menjadi perhatian di kalangan pemerintah dan bisnis sejak lama. Faktor
keselamatan kerja menjadi penting karena sangat terkait dengan kinerja karyawan dan
pada gilirannya pada kinerja pelayanan kesehatan.Semakin tersedianya fasilitas
keselamatan kerja semakin sedikit kemungkinan terjadinya kecelakaan kerja.

8
Daftar Pustaka

Keputusan Mentri Kesehatan Republik Indonesia, Pedoman Manajemen Kesehatan dan


Keselamatan Kerja di Rumah Sakit, 2007
Jayarasati, Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja, 2008
Inolva, Feris, Kesehatan dan Keselamatan Kerja, 2013

Anda mungkin juga menyukai