Anda di halaman 1dari 34

Penatalaksanaan Ulkus Diabetikum Fendi Christia Putra (406118006)

BAB I
PENDAHULUAN

I.A. Latar belakang

Diabetes sudah dikenal sejak berabad-abad sebelum Masehi. Pada Papyrus Ebers
di Mesir kurang lebih 1500 SM, digambarkan adanya penyakit dengan tanda-tanda
banyak kencing. Kemudian Celcus atau Paracelcus 30 tahun SM juga menemukan
penyakit itu, tetapi baru 200 tahun kemudian, Aretaeus menyebutnya sebagai penyakit
aneh dan menamai penyakit itu diabetes dari kata diabere yang berarti siphon atau tabung
untuk mengalirkan cairan dari satu tempat ke tempat lain. Dia menggambarkan penyakit
itu sebagai melelehnya daging dan tungkai ke dalam urin. Cendekiawan India dan China
pada abad 3 sampai dengan 6 Masehi juga menemukan penyakit ini, malah dengan
mengatakan bahwa urin pasien-pasien ini rasanya manis.
Tahun 1674 Willis melukiskan urin tadi seperti digelimangi madu dan gula. Oleh
karena itu sejak saat itu nama penyakit ini ditambah dengan kata mellitus (mellitus =
madu) yang pada makalah ini dieja menjadi melitus dengan satu huruf l, sesuai dengan
kaidah penerjemahan kata asing yang lazim. Ibnu Sina pertama kali melukiskan gangren
diabetik pada tahun 1000. Pada tahun 1889 Von Mehring dan Minowski mendapatkan
gejala diabetes pada anjing yang diambil pankreasnya. Kemudian akhirnya pada abad 20,
tepatnya tahun 1921 dunia dikejutkan dengan penemuan insulin oleh seorang ahli bedah
muda Frederick Grant Banting dan Charles Herbert Best asistennya yang masih
mahasiswa saat itu di Toronto. Untuk penemuan itu pada tahun 1923 hadiah Nobel
diserahkan pada mereka.
Pada masa kini, sekitar 200 juta orang di seluruh dunia dan 20 juta orang di
Amerika menderita diabetes melitus. Sedangkan jumlah penderita penyakit diabetes
melitus dengan penyakit kardiovaskular pada tahun 2000 diperkirakan sebesar 171 juta
(2,8 % populasi dunia) yang akan terus meningkat pada tahun 2030 menjadi 366 juta (6,5
%), 298 juta diantaranya tinggal di negara berkembang.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah 1


RSUD Ketileng Periode 17 Januari 2012 23 Februari 2013
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara, Jakarta
Penatalaksanaan Ulkus Diabetikum Fendi Christia Putra (406118006)

Ancaman diabetes melitus terus membayangi kehidupan masyarakat. Sekitar 12


20 % penduduk dunia diperkirakan mengidap penyakit ini dan setiap 10 detik di dunia
orang meninggal dunia akibat komplikasi yang ditimbulkan. Komplikasi diabetes melitus
juga sering dihubungkan dengan vaskulopati yang merupakan kelainan vaskular yang
terjadi pada penderita diabetes melitus, digolongkan menjadi dua yaitu mikrovaskular
dan makrovaskular.
Di antara berbagai komplikasi menahun diabetes, komplikasi pada kaki kiranya
yang paling mengesalkan. Kasusnya pun paling banyak, sekitar sepertiga kasus diabetes
mengalami masalah dengan kakinya. Di Amerika diperkirakan dilakukan amputasi
sebanyak 30-40 ribu setiap tahunnya.
Menurut Federasi Diabetes Internasional (IDF), terdapat sekitar 40 juta orang
dengan diabetes di India pada tahun 2007 dan jumlah ini diperkirakan meningkat menjadi
hampir 70 juta orang pada tahun 2025. Di India hampir 40.000 kaki diamputasi setiap
tahunnya akibat diabetes sendirian.
Indonesia termasuk urutan tertinggi jumlah diabetesi di dunia. Angka kematian
akibat kaki diabetik (ulkus atau gangren diabetes) di Indonesia sekitar 17-32%, sedang
angka laju amputasi berkisar 15-30%. Cepatnya pertumbuhan diabetes melitus di
Indonesia, dapat dilihat pula dari peningkatan prevalensi pengidap diabetes melitus di
Desa Pekajangan, Kabupaten Pekalongan. Dari studi Fakultas Kedokteran Universitas
Diponegoro diketahui prevalensi pengidap diabetes melitus pada 1979 sebesar 2,3 persen.
Sementara, pada 2003 prevalensi sudah mencapai 9,2 persen.
Dengan masih tingginya prevalensi diabetes melitus baik di negara maju
maupun negara berkembang, maka penting sekali untuk memperhatikan pengelolaan
pasien diabetes yang mengalami ulkus diabetikum. Pengobatan terpadu diperlukan
sehingga angka kesembuhan pasien dengan ulkus diabetikum dapat diperbesar.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah 2


RSUD Ketileng Periode 17 Januari 2012 23 Februari 2013
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara, Jakarta
Penatalaksanaan Ulkus Diabetikum Fendi Christia Putra (406118006)

I.B. Diabetes melitus

I.B.1. Definisi

Penyakit diabetes melitus (DM) yang kita kenal sebagai penyakit kencing manis
adalah kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang disebabkan oleh karena adanya
peningkatan kadar gula (glukosa) darah akibat kekurangan insulin baik absolut maupun
relatif. DM merupakan salah satu penyakit degeneratif dengan sifat kronis yang
jumlahnya terus meningkat dari tahun ke tahun.
Menurut American Diabetes Association (ADA) 2005, diabetes melitus
merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang
terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Sedangkan
menurut WHO 1980 dikatakan bahwa diabetes melitus merupakan sesuatu yang tidak
dapat dituangkan dalam satu jawaban yang jelas dan singkat tapi secara umum dapat
dikatakan sebagai suatu kumpulan problema anatomik dan kimiawi yang merupakan
akibat dari sejumlah faktor dimana didapat defisiensi insulin absolut atau relatif dan
gangguan fungsi insulin.
Sebenarnya penyakit diabetes tidaklah menakutkan bila diketahui lebih awal.
Kesulitan diagnosis timbul karena kadang-kadang dia datang tenang dan bila dibiarkan
akan menghanyutkan pasien ke dalam komplikasi fatal. Oleh karena itu mengenal tanda-
tanda awal penyakit diabetes ini menjadi sangat penting.

I.B.2. Patofisiologi

Pankreas, yang disebut kelenjar ludah perut, adalah kelenjar penghasil insulin
yang terletak di belakang lambung. Di dalamnya terdapat kumpulan sel yang berbentuk
seperti pulau pada peta, karena itu disebut pulau-pulau Langerhans yang berisi sel beta
yang mengeluarkan hormon insulin yang sangat berperan dalam mengatur kadar glukosa
darah.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah 3


RSUD Ketileng Periode 17 Januari 2012 23 Februari 2013
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara, Jakarta
Penatalaksanaan Ulkus Diabetikum Fendi Christia Putra (406118006)

Gambar 1. Anatomi pankreas

Gambar 2. Pembentukan insulin pada pankreas

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah 4


RSUD Ketileng Periode 17 Januari 2012 23 Februari 2013
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara, Jakarta
Penatalaksanaan Ulkus Diabetikum Fendi Christia Putra (406118006)

Gambar 3. Pemecahan glukosa oleh insulin dalam darah

Insulin yang dikeluarkan oleh sel beta tadi dapat diibaratkan sebagai anak kunci
yang dapat membuka pintu masuknya glukosa ke dalam sel, untuk kemudian di dalam sel
glukosa tersebut dimetabolisasikan menjadi tenaga. Bila insulin tidak ada, maka glukosa
dalam darah tidak dapat masuk ke dalam sel dengan akibat kadar glukosa dalam darah
meningkat. Keadaan inilah yang terjadi pada diabetes melitus tipe 1.
Pada keadaan diabetes melitus tipe 2, jumlah insulin bisa normal, bahkan lebih
banyak, tetapi jumlah reseptor (penangkap) insulin di permukaan sel kurang. Reseptor
insulin ini dapat diibaratkan sebagai lubang kunci pintu masuk ke dalam sel. Pada
keadaan DM tipe 2, jumlah lubang kuncinya kurang, sehingga meskipun anak kuncinya
(insulin) banyak, tetapi karena lubang kuncinya (reseptor) kurang, maka glukosa yang
masuk ke dalam sel sedikit, sehingga sel kekurangan bahan bakar (glukosa) dan kadar
glukosa dalam darah meningkat. Dengan demikian keadaan ini sama dengan keadaan DM
tipe 1, bedanya adalah pada DM tipe 2 di samping kadar glukosa tinggi, kadar insulin
juga tinggi atau normal. Pada DM tipe 2 juga bisa ditemukan jumlah insulin cukup atau
lebih tetapi kualitasnya kurang baik, sehingga gagal membawa glukosa masuk ke dalam
sel. Di samping penyebab di atas, DM juga bisa terjadi akibat gangguan transport glukosa
di dalam sel sehingga gagal digunakan sebagai bahan bakar untuk metabolisme energi.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah 5


RSUD Ketileng Periode 17 Januari 2012 23 Februari 2013
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara, Jakarta
Penatalaksanaan Ulkus Diabetikum Fendi Christia Putra (406118006)

I.B.3. Faktor resiko

Faktor genetik merupakan penyebab utama timbulnya penyakit diabetes di


samping penyebab lain seperti infeksi, kehamilan dan obat-obatan. Tetapi meskipun
demikian, pada orang dengan riwayat keluarga diabetes belum menjamin timbulnya
penyakit diabetes. Masih mungkin bibit ini tidak menampakkan diri secara nyata sampai
akhir hayatnya.
Faktor resiko diabetes melitus:
o Usia di atas 45 tahun
o Kegemukan (IMT > 25 kg/m)
o Hipertensi (TD 140/90 mmHg)
o Riwayat keluarga DM
o Riwayat melahirkan bayi dengan BB > 4000 gram
o Riwayat DM pada kehamilan (DM gestasional)
o Kadar lipid (kolesterol HDL 35 mg/dl dan atau trigliserida 200 mg/dl)

I.B.4. Klasifikasi

Klasifikasi atau jenis diabetes ada bermacam-macam, tetapi di Indonesia yang


paling banyak ditemukan adalah DM tipe 2. Jenis diabetes yang lain ialah DM tipe 1,
diabetes kehamilan atau gestasional (DMG) dan diabetes tipe lain. Ada juga kelompok
individu lain dengan toleransi glukosa abnormal tetapi kadar glukosanya belum
memenuhi syarat masuk ke dalam kelompok diabetes melitus, disebut toleransi glukosa
terganggu (TGT).
Klasifikasi diabetes melitus :
o Tipe 1 Destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut
- Autoimun
- Idiopatik
o Tipe 2 Bervariasi, mulai yang dominan resistensi insulin disertai
defisiensi insulin relatif sampai yang dominan defek sekresi insulin
disertai resistensi insulin

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah 6


RSUD Ketileng Periode 17 Januari 2012 23 Februari 2013
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara, Jakarta
Penatalaksanaan Ulkus Diabetikum Fendi Christia Putra (406118006)

o Tipe lain - Defek genetik fungsi sel beta


- Defek genetik kerja insulin
- Penyakit eksokrin pankreas (pankreatitis, pankreatektomi)
- Endokrinopati (akromegali, Cushing Syndrome, hipertiroidisme)
- Obat atau zat kimia (glukokortikoid, hormon tiroid)
- Infeksi (cytomegalovirus, rubella kongenital)
- Sebab imunologi yang jarang (antibodi anti insulin)
- Sindroma genetik lain (Downs Syndrome, Kleinefelter, Turner)
o Diabetes melitus gestasional

I.B.5. Gejala dan tanda

Beberapa keluhan dan gejala yang perlu mendapat perhatian adalah :


1. Keluhan klasik
a) Banyak kencing (poliuria)
Karena sifatnya, kadar glukosa darah yang tinggi akan menyebabkan
banyak kencing. Kencing yang sering dan dalam jumlah banyak akan sangat
mengganggu penderita, terutama pada waktu malam hari.
b) Banyak minum (polidipsi)
Rasa haus amat sering dialami oleh penderita karena banyaknya cairan
yang keluar melalui kencing. Keadaan ini justru sering disalahtafsirkan.
Dikiranya penyebab rasa haus ialah udara yang panas atau beban kerja yang
berat. Untuk menghilangkan rasa haus itu penderita minum banyak.
c) Banyak makan (polifagia)
Kalori dari makanan yang dimakan, setelah dimetabolisasikan menjadi
glukosa dalam darah tidak seutuhnya dapat dimanfaatkan, penderita selalu
merasa lapar.
d) Penurunan berat badan (BB) dan rasa lemah
Penurunan BB yang berlangsung dalam waktu relatif singkat harus
menimbulkan kecurigaan. Rasa lemah hebat yang menyebabkan penurunan
prestasi di sekolah dan lapangan olahraga juga mencolok. Hal ini disebabkan
glukosa dalam darah tidak dapat masuk ke dalam sel, sehingga sel kekurangan
Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah 7
RSUD Ketileng Periode 17 Januari 2012 23 Februari 2013
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara, Jakarta
Penatalaksanaan Ulkus Diabetikum Fendi Christia Putra (406118006)

bahan bakar untuk menghasikan tenaga. Untuk kelangsungan hidup, sumber


tenaga terpaksa diambil dari cadangan lain yaitu sel lemak dan otot. Akibatnya
penderita kehilangan jaringan lemak dan otot sehingga menjadi kurus.
2. Keluhan lain
a) Gangguan saraf tepi atau kesemutan
Penderita mengeluh rasa sakit atau kesemutan terutama pada kaki di waktu
malam, sehingga mengganggu tidur.
b) Gangguan penglihatan
Pada fase awal penyakit diabetes sering dijumpai gangguan penglihatan
yang mendorong penderita untuk mengganti kacamatanya berulang kali agar
ia tetap dapat melihat dengan baik.
c) Gatal atau bisul
Kelainan kulit berupa gatal. Sering pula dikeluhkan timbulnya bisul dan
luka yang lama sembuhnya. Luka ini dapat timbul akibat hal sepele seperti
luka lecet karena sepatu atau tertusuk peniti.
d) Gangguan ereksi
Gangguan ereksi menjadi masalah tersembunyi karena sering tidak secara
terus terang dikemukakan penderitanya. Hal ini terkait dengan budaya
masyarakat yang masih merasa tabu membicarakan masalah seks, apalagi
menyangkut kemampuan atau kejantanan seseorang.

I.B.6. Komplikasi

Dalam perjalanan penyakit DM, dapat terjadi komplikasi akut dan menahun.

I.B.6.1.Komplikasi akut

Komplikasi akut yang dapat ditimbulkan oleh penyakit DM adalah :


1. Ketoasidosis diabetikum
2. Hiperosmolar non ketotik
3. Hipoglikemia

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah 8


RSUD Ketileng Periode 17 Januari 2012 23 Februari 2013
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara, Jakarta
Penatalaksanaan Ulkus Diabetikum Fendi Christia Putra (406118006)

I.B.6.2.Komplikasi menahun

Komplikasi menahun yang dapat ditimbulkan oleh penyakit DM adalah :


1. Makroangiopati (pembuluh darah jantung, pembuluh darah tepi dan pembuluh
darah otak)
2. Mikroangiopati (retinopati diabetikum, nefropati diabetikum)
3. Neuropati (neuropati perifer)

I.C. Ulkus diabetikum

I.C.1. Definisi

Ulkus adalah hilangnya jaringan kulit epidermis dan sebagian dari dermis, Ulkus
juga dapat didefinisikan sebagai luka terbuka pada permukaan kulit atau selaput lendir
yang disertai kematian jaringan yang luas dan invasif kuman. Adanya kuman tersebut
menyebabkan ulkus berbau.

Gambar 4. Gambaran ulkus

Ulkus diabetikum merupakan salah satu gejala klinik dan perjalanan penyakit DM
dengan neuropati perifer. Ulkus diabetikum adalah salah satu komplikasi diabetes melitus
berupa kematian jaringan akibat kekurangan aliran darah, biasanya di bagian ujung kaki.
Ulkus diabetikum termasuk luka kronik, yaitu luka yang berlangsung lama atau sering
timbul kembali (rekuren) dimana terjadi gangguan pada proses penyembuhan yang
biasanya disebabkan oleh masalah multifaktorial dari penderita. Luka gagal sembuh pada
waktu yang diperkirakan, tidak berespon baik terhadap terapi dan punya tendensi untuk
timbul kembali.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah 9


RSUD Ketileng Periode 17 Januari 2012 23 Februari 2013
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara, Jakarta
Penatalaksanaan Ulkus Diabetikum Fendi Christia Putra (406118006)

Gambar 5. Ulkus diabetikum dorsum pedis

I.C.2. Patogenesis

Ulkus diabetikum dapat terjadi melalui 3 faktor, yaitu:


1. Sistem saraf
Neuropati diabetikum melibatkan baik saraf perifer maupun sistem saraf pusat.
Penelitian terbaru menunjukkan bahwa neuropati perifer pada pasien DM disebabkan
karena abnormalitas metabolisme intrinsik sel schwan yang melibatkan lebih dari satu
enzim. Nilai ambang proteksi kaki ditentukan oleh normal tidaknya fungsi saraf
sensoris kaki. Pada keadaan normal, rangsang nyeri yang diterima kaki cepat
mendapat respon dengan cara merubah posisi kaki untuk mencegah terjadinya
kerusakan yang lebih besar.
Pada penderita DM, adanya neuropati diabetikum akan menyebabkan seorang
penderita DM kurang atau tidak merasakan adanya trauma, baik mekanis, kemis
maupun termis. Keadaan ini memudahkan terjanya lesi atau ulserasi yang kemudian
masuknya mikroorganisme menyebabkan infeksi terjadilah selulitis atau gangren.
Perubahan yang terjadi yang mudah ditunjukkan pada pemeriksaan rutin adalah
penurunan sensasi (rasa raba, panas, dingin, nyeri), nyeri radikuler, hilangnya refleks
tendon, anhidrosis, pembentukan callus pada daerah tekanan, perubahan bentuk kaki
karena atrofi otot, perubahan tulang dan sendi.
2. Sistem vaskular
Iskemia merupakan penyebab berkembangnya gangren pada pasien DM. Dua
kategori kelainan vaskuler yaitu:

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah 10


RSUD Ketileng Periode 17 Januari 2012 23 Februari 2013
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara, Jakarta
Penatalaksanaan Ulkus Diabetikum Fendi Christia Putra (406118006)

a. Makroangiopati
Makroangiopati yang berupa oklusi pembuluh darah ukuran sedang maupun
besar menyebabkan iskemia dan gangren. Dengan adanya DM, proses
aterosklerosis berlangsung cepat dan lebih berat dengan keterlibatan pembuluh
darah multiple. Sembilan puluh persen pasien mengalami tiga atau lebih oklusi
pembuluh darah dengan oklusi yang segmental serta lebih panjang dibanding non
DM. Aterosklerosis biasanya proksimal namun sering berhubungan dengan oklusi
arteri distal bawah lutut, terutama arteri tibialis anterior dan posterior, metatarsalis
serta arteri digitalis.
Faktor yang menerangkan terjadinya akselerasi aterogenesis meliputi kelainan
metabolisme lipoprotein, hipertensi, merokok, faktor genetik dan ras, serta
meningkatnya trombosit.
Proses makroangiopathy menyebabkan sumbatan pembuluh darah, sedang
secara akut emboli akan memberikan gejala klinik 5P, yaitu: Pain (nyeri),
Paleness (kepucatan), Paresthesia (kesemutan), Pulselessness (denyut nadi
hilang), Paralisis (lumpuh), kadang ditambah P ke 6 yaitu Prostration (kelesuan).
Dan bila terjadi sumbatan kronik, akan timbul gambaran klinik menurut pola dari
Fontaine, yang pada referat ini akan dibahas di Bab II.
b. Mikroangiopati
Mikroangiopati berupa penebalan membrana basalis arteri kecil, arteriola,
kapiler dan venula. Kondisi ini merupakan akibat hiperglikemia menyebabkan
reaksi enzimatik dan non enzimatik glukosa ke dalam membrana basalis.
Penebalan membrana basalis menyebabkan penyempitan lumen pembuluh darah.

3. Sistem imun
Status hiperglikemi dapat mengganggu berbagai fungsi netrofil dan monosit
(makrofag) meliputi proses kemotaksis, perlekatan (adherence), fagositosis dan
proses-bunuh mikroorganisme intraseluler. Semua proses ini terutama penting untuk
membatasi invasi bakteri piogenik dan bakteri lainnya. Empat tahapan tersebut
diawali dengan kemotaksis kemudian fagositosis, dan mulailah proses intraseluler
untuk membunuh kuman tersebut oleh radikal bebas oksigen dan hidrogen peroksida.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah 11


RSUD Ketileng Periode 17 Januari 2012 23 Februari 2013
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara, Jakarta
Penatalaksanaan Ulkus Diabetikum Fendi Christia Putra (406118006)

I.C.3. Proses pembentukan ulkus

Ulkus diabetikum merupakan suatu ulkus yang dicetuskan oleh adanya


hiperglikemi. Tak satupun faktor yang bisa berdiri sendiri menyebabkan terjadinya ulkus.
Kondisi ini merupakan akumulasi efek hiperglikemi dengan akibatnya terhadap saraf,
vaskuler, imunologis, protein jaringan, traums serta mikroorganisme saling berinteraksi
menimbulkan ulserasi dan infeksi kaki.
Ulkus diabetikum terdiri dari kavitas sentral biasanya lebih besar dibanding pintu
masuknya, dikelilingi kalus keras dan tebal. Awalnya proses pembentukan ulkus
berhubungan dengan hiperglikemi yang berefek terhadap saraf perifer, kolagen, keratin
dan suplai vaskuler. Dengan adanya tekanan mekanik terbentuk keratin keras pada daerah
kaki yang mengalami beban terbesar. Neuropati sensoris perifer memungkinkan
terjadinya trauma berulang mengakibatkan terjadinya kerusakan jaringan di bawah area
kalus. Selanjutnya terbentuk kavitas yang membesar dan akhirnya ruptur sampai
permukaan kulit menimbulkan ulkus. Adanya iskemia dan penyembuhan luka abnormal
menghalangi resolusi. Mikroorganisme yang masuk mengadakan kolonisasi di daerah ini.
Drainase yang inadekuat menimbulkan closed space infection. Akhirnya sebagai
konsekuensi sistem imun yang abnormal, bakteria sulit dibersihkan dan infeksi menyebar
ke jaringan sekitarnya.

I.C
.4. Klasifikasi

Menurut berat ringannya lesi, ulkus diabetikum dibagi dalam enam derajat
menurut Wagner, yaitu :
Derajat 0 : resiko tinggi, tak ada ulkus, pembentukan kalus.
Derajat 1 : ulkus superfisial terbatas pada kulit, klinis tidak ada infeksi.
Derajat 2 : ulkus dalam, sering dengan selulitis, tidak ada abses atau infeksi tulang.
Derajat 3 : ulkus dalam yang melibatkan tulang atau pembentukan abses.
Derajat 4 : gangren lokal (ibu jari atau tumit).
Derajat 5 : gangren seluruh kaki.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah 12


RSUD Ketileng Periode 17 Januari 2012 23 Februari 2013
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara, Jakarta
Penatalaksanaan Ulkus Diabetikum Fendi Christia Putra (406118006)

Gambar 6. perkembangan ulkus


A. Pembentukan plak keratin keras sebagai kalus
B. Kerusakan jaringan jauh di dalam kalus
C. Ruptur permukaan kavitas, terbentuk kalus
D. Blokade ulkus oleh keratin, bakteri terperangkap, infeksi berkembang

Klasifikasi lesi kaki diabetik juga dapat didasarkan pada dalamnya luka dan
luasnya daerah iskemik yang dimodifikasi oleh Brodsky dari klasifikasi kaki diabetik
menurut Wagner sebagai berikut :
Derajat 0 : Kaki berisiko, tanpa ulserasi
Derajat 1 : Ulserasi superfisial, tanpa infeksi
Derajat 2 : Ulserasi yang dalam sampai mengenai tendon
Derajat 3 : Ulserasi yang luas/abses
Penderita yang beresiko tinggi terkena ulkus DM adalah :
Penderita DM lama
Kadar gula darah tinggi
Umur
Perokok

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah 13


RSUD Ketileng Periode 17 Januari 2012 23 Februari 2013
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara, Jakarta
Penatalaksanaan Ulkus Diabetikum Fendi Christia Putra (406118006)

Hipertensi
Kegemukan
Hiperkolesterolemia
Kurang gerak

I.C.5. Penilaian ulkus diabetikum

Melakukan penilaian ulkus diabetikum merupakan hal yang sangat penting karena
berkaitan dengan keputusan dalam penatalaksanaan. Penilaian ulkus dimulai dengan
anamnesis kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.

I.C.5.1. Anamnesis

Informasi penting adalah pasien telah mengidap DM sejak lama, oleh karena itu
perlu ditanyakan durasi menderita DM. Keluhan neuropati berupa kesemutan, rasa panas
di telapak kaki, kram dan seluruh tubuh sakit terutama malam hari. Gejala neuropati
menyebabkan hilang atau menurunnya rasa nyeri pada kaki, sehingga apabila penderita
mendapat trauma akan sedikit atau tidak merasakan nyeri sehingga mengakibatkan luka
pada kaki. Selain itu juga ditanyakan aktivitas harian, sepatu yang digunakan,
pembentukan kalus, deformitas kaki, nyeri tungkai saat beraktivitas, penyakit komorbid,
kebiasaan merokok dan minum alkohol, obat-obat yang sedang dikonsumsi, riwayat
menderita ulkus atau amputasi sebelumnya.

I.C.5.2. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik diarahkan untuk mendapatkan deskripsi karakter ulkus,


menentukan ada tidaknya infeksi, menentukan hal yang melatarbelakangi terjadinya
ulkus (neuropati, obstruksi vaskuler perifer, trauma atau deformitas), klasifikasi ulkus dan
melakukan pemeriksaan neuromuskular untuk menentukan ada tidaknya deformitas.
Pada inspeksi akan tampak kesan kulit kaki yang kering dan pecah-pecah akibat
berkurangnya produksi keringat. Hal ini disebabkan karena denervasi struktur kulit.
Tampak pula hilangnya rambut kaki atau jari kaki, penebalan kuku, kalus pada daerah
yang mengalami penekanan seperti pada tumit, plantar aspek kaput metatarsal. Pada
Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah 14
RSUD Ketileng Periode 17 Januari 2012 23 Februari 2013
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara, Jakarta
Penatalaksanaan Ulkus Diabetikum Fendi Christia Putra (406118006)

daerah yang mengalami penekanan tersebut merupakan lokasi ulkus diabetikum karena
trauma yang berulang tanpa atau sedikit dirasakan pasien. Tergantung dari derajatnya saat
kita temukan, ulkus yang terlihat mungkin hanya suatu ulkus superfisial yang hanya
terbatas pada kulit dengan dibatasi kalus yang secara klinis tidak menunjukkan tanda-
tanda infeksi. Pada derajat 3 tampak pus yang keluar dari ulkus. Gangren tampak sebagai
daerah kehitaman yang terbatas pada jari atau melibatkan seluruh kaki.
Dengan palpasi, kulit yang kering serta pecah-pecah mudah dibedakan dengan
kulit yang sehat. Oklusi arteri akan menyebabkan perabaan dingin serta hilangnya pulsasi
pada arteri yang terlibat. Kalus di sekeliling ulkus akan teraba sebagai daerah yang tebal
dan keras. Deskripsi ulkus harus jelas karena sangat mempengaruhi prognosis serta
tindakan yang akan dilakukan. Apabila pus tidak tampak maka penekanan pada daerah
sekitar ulkus sangat penting untuk mengetahui ada tidaknya pus. Pintu masuk harus
dibuka lebar untuk melihat luasnya kavitas serta jaringan bawah kulit, otot, tendo serta
tulang yang terlibat.

Gambar 7. Kaki diabetes

Resiko pembentukan ulkus sangat tinggi pada penderita neuropati sehingga


apabila belum tampak adanya ulkus namun sudah ada neuropati sensorik maka proses
pembentukan ulkus dapat dicegah. Cara termudah dan murah adalah dengan pemakaian
nilon monofilamen 10 gauge. Tes positif apabila pasien tidak mampu merasakan sentuhan
monofilamen ketika ditekankan pada kaki walau monofilamennya sampai bengkok.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah 15


RSUD Ketileng Periode 17 Januari 2012 23 Februari 2013
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara, Jakarta
Penatalaksanaan Ulkus Diabetikum Fendi Christia Putra (406118006)

Gambar 8. Pemeriksaan
sensorik

Disamping gejala serta tanda adanya kelainan vaskuler, perlu diperiksa dengan tes
vaskuler noninvasif yang meliputi pengukuran oksigen transkutaneus, ankle-brachial
index (ABI), dan absolute toe systolic pressure. ABI didapat dengan cara membagi
tekanan sistolik betis dengan tekanan sistolik lengan. Apabila didapat angka yang
abnormal perlu dicurigai adanya iskemia. Arteriografi perlu dilakukan untuk memastikan
terjadinya oklusi arteri.
Pemeriksaan radiologis akan dapat mengetahui apakah didapat gas subkutan,
benda asing serta adanya osteomielitis.
Pemeriksaan darah rutin menunjukkan angka leukosit yang meningkat bila sudah
terjadi infeksi. Gula darah puasa dan 2 jam pp harus diperiksa untuk mengetahui kadar
gula dalam darah. Albumin diperiksa untuk mengetahui status nutrisi pasien.

I.C.6. Penatalaksanaan

Untuk penatalaksanaan ulkus diabetikum akan dibahas lebih dalam di Bab II.

I.C.7. Pencegahan

Beberapa hal yang penting diperhatikan setiap pasien diabetes untuk mencegah
komplikasi pada kaki antara lain :

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah 16


RSUD Ketileng Periode 17 Januari 2012 23 Februari 2013
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara, Jakarta
Penatalaksanaan Ulkus Diabetikum Fendi Christia Putra (406118006)

Memeriksa kaki setiap hari barangkali terjadi luka, perdarahan di antara jari-jari,
sobek, lecet atau melepuh. Gunakan cermin untuk melihat telapak kaki dan tumit.
Membersihkan kaki secara rutin, cuci dan keringkan kaki secara hati-hati,
terutama di antara jari.
Mengoleskan pelembab pada kulit yang kering.
Merawat kuku kaki secara teratur dan menggunting kuku secara lurus.
Selalu memakai alas kaki dan memilih sepatu yang baik.
Segera mengobati luka kecil dan mewaspadai jika terdapat tanda-tanda radang.
Segera ke dokter bila kaki terluka.
Jangan lupa membuka sepatu serta kaos kaki setiap ke dokter dan meminta dokter
memeriksa kaki si sakit.
Gunakan bedak antijamur.
Jangan merokok.
Adapun tujuh larangan yang sebaiknya dipatuhi para pasien diabetes, yaitu:
1. Jangan merendam kaki.
2. Jangan mempergunakan botol panas atau peralatan listrik untuk memanaskan kaki.
3. Jangan sekali-kali berjalan tanpa alas kaki.
4. Jangan menggunakan sepatu dan kaos kaki yang sempit.
5. Jangan menggunakan obat di pasaran untuk mengatasi mata ikan, karena dapat
menghambat penyembuhan luka.
6. Jangan menggunakan silet atau pisau dalam merawat kaki.
7. Jangan menganggap remeh luka pada kaki, sekecil apapun luka itu.

I.C.8. Prognosis

Prognosis penderita ulkus diabetikum sangat tergantung dari usia karena semakin
tua usia penderita diabetes melitus semakin mudah untuk mendapatkan masalah yang
serius pada kaki dan tungkainya, lamanya menderita diabetes melitus, adanya infeksi
yang berat, derajat kualitas sirkulasi, dan keterampilan dari tenaga medis atau paramedis.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah 17


RSUD Ketileng Periode 17 Januari 2012 23 Februari 2013
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara, Jakarta
Penatalaksanaan Ulkus Diabetikum Fendi Christia Putra (406118006)

BAB II
PENATALAKSANAAN ULKUS DIABETIKUM

II.A. Penatalaksanaan

Penanganan kaki diabetes merupakan permasalahan yang masih menjadi kendala


dalam penanganan pasien diabetes melitus dengan hasil yang kurang memuaskan baik
dari sudut dokter maupun dari pasien. Permasalahan semakin berat setelah timbul ulkus
dengan berbagai macam komplikasinya dengan akhir suatu kecacatan dan kematian.
Pasien kronis DM dengan gula darah tidak terkontrol diikuti dengan faktor resiko
yang lain seperti perokok, hipertensi dan dislipidemia akan menyebabkan lebih cepat
timbul komplikasi ataupun permasalahan khususnya yang berhubungan dengan kaki
diabetes yaitu vaskularisasi yang menurun, neuropati dengan deformitasnya dan ulkus
yang sulit disembuhkan.
Sudah banyak penelitian mengenai kaki diabetes yang disimpulkan menjadi suatu
konsensus yang didasari dari literatur research cockrane analysis, dokumen konsensus
lainnya dan opini dari ahli yang intinya membagi menjadi tiga kelompok kerja untuk
menyimpulkan mengenai:
o Diagnosis dan terapi infeksi pada kaki diabetes
o Penyembuhan luka dan terapi pasien ulkus diabetikum
o Sistem klasifikasi ulkus diabetikum untuk penelitian

II.B. Non farmakologis

II.B.1. Kontrol nutrisi dan metabolik

Faktor nutrisi merupakan salah satu faktor yang berperan dalam penyembuhan
luka. Adanya anemia dan hipoalbuminemia akan berpengaruh dalam proses
penyembuhan. Perlu memonitor Hb di atas 12 gr/dl dan pertahankan albumin di atas 3,5
gr/dl.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah 18


RSUD Ketileng Periode 17 Januari 2012 23 Februari 2013
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara, Jakarta
Penatalaksanaan Ulkus Diabetikum Fendi Christia Putra (406118006)

Diet pada penderita DM dengan selulitis atau gangren perlu disesuaikan untuk mencapai
dan mempertahankan berat badan ideal dengan komposisi energi :
60 70 % dari karbohidrat
10 15 % dari protein
20 25 % dari lemak
Ada beberapa cara untuk menentukan jumlah kalori yang dibutuhkan oleh
penderita diabetes :
1. Memperhitungkan berdasarkan kebutuhan kalori basal sebesar 25 30
kal/kgBB ideal, ditambah dan dikurangi bergantung pada beberapa faktor yaitu
jenis kelamin, umur, aktivitas, kehamilan, laktasi, adanya komplikasi dan berat
badan.
2. Dengan pegangan kasar, yaitu :
Kurus : 2300 2500 kalori
Normal : 1700 2100 kalori
Gemuk : 1300 1500 kalori
Kebutuhan kalori dihitung dengan menggunakan perhitungan menurut Brocca,
dimana BBI = 90 % x (TB dalam cm 100) x 1 kg. Sedangkan untuk laki-laki dengan
tinggi badan kurang dari 160 cm atau wanita dengan tinggi badan kurang dari 150 cm
digunakan rumus BBI = (TB dalam cm 100) x 1 kg.
Jumlah kalori yang diperlukan dihitung dari berat badan idaman dikalikan
kebutuhan kalori basal (30 kal/kgBB untuk laki-laki dan 25 kal/kg BB untuk wanita),
kemudian ditambah kalori berdasarkan presentasi kalori basal.
Kerja ringan, ditambah 10 % dari kalori basal
Kerja sedang, ditambah 20 % dari kalori basal
Kerja berat, ditambah 40-100 % dari kalori basal
Pasien kurus, masa tumbuh-kembang, infeksi, kehamilan atau menyusui,
ditambah 20 30 % dari kalori basal
Faktor-faktor yang menentukan kebutuhan kalori adalah jenis kelamin, umur, aktivitas
fisik dan pekerjaan, kehamilan infeksi, adanya komplikasi dan berat badan.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah 19


RSUD Ketileng Periode 17 Januari 2012 23 Februari 2013
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara, Jakarta
Penatalaksanaan Ulkus Diabetikum Fendi Christia Putra (406118006)

II.B.2. Kontrol stres mekanik

Perlu meminimalkan beban berat (weight bearing) pada ulkus. Modifikasi weight
bearing meliputi bed rest, memakai crutch, kursi roda, sepatu yang tertutup dan sepatu
khusus. Semua pasien yang istirahat di tempat tidur, tumit dan mata kaki harus dilindungi
serta kedua tungkai harus diinspeksi setiap hari. Hal ini diperlukan karena kaki pasien
sudah tidak peka lagi terhadap rasa nyeri, sehingga akan terjadi trauma berulang di
tempat yang sama menyebabkan bakteri masuk pada tempat luka.

II.C. Farmakologis

Sarana pengendalian secara farmakologis pada diabetes melitus dapat berupa :


1. Pemberian Insulin.
2. Pemberian Obat Hipoglikemik Oral (OHO) :
Golongan Sulfonilurea
Golongan Biguanid
Golongan Inhibitor alfa glukosidase
Golongan Insulin sensitizing

II.D. Tindakan Bedah

Tahapan yang perlu diperhatikan dalam penerapan ulkus diabetikum ataupun


pencegahan timbulnya ulkus adalah :
Debridemen dan pembersihan luka
Mengistirahatkan
Pembalutan
Kontrol infeksi
Revaskularisasi
Tindakan amputasi
Flap dan rekonstruksi
Terapi tambahan

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah 20


RSUD Ketileng Periode 17 Januari 2012 23 Februari 2013
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara, Jakarta
Penatalaksanaan Ulkus Diabetikum Fendi Christia Putra (406118006)

Rehabilitasi dan edukasi


Sebelum tindakan bedah, kondisi yang harus diperhatikan adalah keadaan umum
yang meliputi serum protein > 6,2 g/dl, serum albumin > 3,5 g/dl, total limfosit > 1500
sel/mm. Pemeriksaan kultur diperlukan terutama pada ulkus yang dalam dan diambil
dari jaringan yang dalam.

II.D.1. Debridemen dan pembersihan luka

Debridemen adalah suatu proses usaha menghilangkan jaringan nekrotik atau


jaringan non vital dan jaringan yang sangat terkontaminasi dari bed luka dengan
mempertahankan secara maksimal struktur anatomi yang penting seperti saraf, pembuluh
darah, tendo dan tulang.
Merupakan tahap yang penting dalam proses penyembuhan luka. Buang jaringan
mati, jaringan hiperkeratosis dan membuat drainase yang baik, dan jika diperlukan
lakukan secara berulang. Perlu disadari bahwa setelah tindakan ini luka menjadi lebih
besar dan berdarah. Harus diketahui bahwa tidak ada obat topikal yang dapat
menggantikan debridement yang baik dengan teknik yang benar dan proses penyembuhan
luka selalu dimulai dari jaringan yang bersih.
Setelah luka dibersihkan dari jaringan nekrotik, eksudat dan waste metabolic
diharapkan akan memperbaiki dan mempermudah proses penyembuhan luka. Timbunan
jaringan nekrotik biasanya terjadi akibat buruknya suplai darah pada luka atau dari
peningkatan tekanan interstitiel.

Gambar 9. Debridemen dan pembersihan luka pada ulkus diabetikum

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah 21


RSUD Ketileng Periode 17 Januari 2012 23 Februari 2013
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara, Jakarta
Penatalaksanaan Ulkus Diabetikum Fendi Christia Putra (406118006)

Tujuan dasar debridemen adalah mengurangi kontaminasi pada luka untuk


mengontrol dan mencegah infeksi. Jika jaringan nekrotik tidak dihilangkan akan
berakibat tidak hanya menghalangi penyembuhan luka, tetapi juga dapat terjadi
kehilangan protein, osteomielitis, infeksi sistemik dan kemungkinan terjadi sepsis,
amputasi tungkai atau kematian. Setelah debridemen membuang jaringan nekrotik akan
terjadi perbaikan sirkulasi dan terpenuhi pengangkutan oksigen yang adekuat ke luka.
Teknik debridemen dapat dibagi mulai dari yang kurang invasif sampai yang
paling invasif dimana irigasi merupakan tindakan yang paling sedikit mencederai
jaringan, sedangkan pembedahan merupakan prosedur yang paling ablative.18 Berikut
adalah beberapa teknik debridemen :
Autolytic debridement
Enzymatic debridement
Mechanical debridement
Surgical debridement
Autolytic debridement adalah suatu proses usaha tubuh untuk melakukan
pembuangan jaringan mati. Keadaan ini perlu dibantu dengan mempertahankan suasana
luka supaya tetap lembab. Produk yang dapat dipakai adalah hydrogels.
Enzymatic debridement merupakan suatu teknik debridemen menggunakan
topikal ointment. Topikal ointment yang populer saat ini adalah kolagenase (Santyl) yang
telah dilakukan studi dan telah dipakai secara luas. Enzim kolagenase adalah hasil
fermentasi dari Clostridium histolyticum yang mempunyai kemampuan unik mencerna
kolagen dalam jaringan nekrotik, dapat membersihkan luka dari jaringan mati dan
menjadikan bed luka siap untuk penyembuhan. Enzim kolagenase terutama efektif untuk
luka ulkus kronis seperti diabetes ulcers, pressure ulcers, arterial ulcers, venous ulcers
dan juga untuk luka bakar.
Mechanical debridement disebut juga gauze debridemen, prinsip kerjanya adalah
wet to dry dressing. Luka ditutup dengan kasa yang telah dibasahi normal saline, setelah
kering kasa akan melekat dengan jaringan mati. Saat mengganti balut jaringan mati ikut
terbuang. Tindakan ini dilakukan berulang 2 sampai 6 kali per hari. Biasanya tindakan ini

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah 22


RSUD Ketileng Periode 17 Januari 2012 23 Februari 2013
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara, Jakarta
Penatalaksanaan Ulkus Diabetikum Fendi Christia Putra (406118006)

sebagai pelengkap surgical debridement. Prosedur ini membuat tidak nyaman penderita
saat mengganti balutan dan potensial merusak epitel yang masih fragile.
Surgical debridement adalah tindakan menggunakan scapel, gunting, kuret an
instrumen lain disertai irigasi untuk membuang jaringan nekrotik lain dari luka. Teknik
ini merupakan cara debridement yang paling cepat dan efisien.
Debridemen yang adekuat merupakan langkah awal tindakan bedah. Debridemen
harus meliputi seluruh jaringan nekrotik dan kalus yang mengelilinginya sampai tampak
tepi luka yang sehat dengan ditandai adanya perdarahan. Pasien bahkan dokter kadang
ragu terhadap tindakan ini, namun akan terkejut saat melihat munculnya jaringan baru
yang tumbuh.

II.D.2. Mengistirahatkan

Yang dimaksud adalah kita mencegah trauma pada daerah ulkus dan
memindahkan tekanan ke tempat yang lain, jika perlu dengan mengistirahatkan penderita
di tempat tidur. Perlu diingat bahwa latihan gerakan kaki sebagai perangsang pompa otot
harus tetap dilakukan untuk mempertahankan aliran balik darah, jika perlu tungkai
ditinggikan.

II.D.3. Pembalutan

Banyak teknik dan macam jenis pembalut yang digunakan saat ini, tapi yang
terpenting pembalut ideal mempunyai karakteristik sebagai berikut:
Menjaga dan melindungi kelembaban jaringan
Merangsang penyembuhan luka
Melindungi dari suhu luar
Melindungi dari trauma mekanis
Tidak memerlukan penggantian sering
Aman digunakan, tidak toksik, tidak mensensitisasi dan hipoalergik
Bebas dari zat yang mengotori
Tidak melekat di luka

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah 23


RSUD Ketileng Periode 17 Januari 2012 23 Februari 2013
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara, Jakarta
Penatalaksanaan Ulkus Diabetikum Fendi Christia Putra (406118006)

Mudah dibuka tanpa nyeri dan merusak luka


Mempunyai daya serap terhadap eksudat
Mudah untuk melakukan monitor luka
Memudahkan pertukaran udara
Tidak tembus mikroorganisme
Nyaman untuk pasien
Mudah penggunaannya
Biaya yang terjangkau
Seperti kita ketahui bahwa penggunaan zat kimia baik hidrogen peroksida,
hiperclorit, kalium permanganas atau lainnya pada prinsipnya mempunyai efek toksik
dan mengganggu proses penyembuhan luka, zat-zat tersebut hanya dianjurkan pada luka
yang banyak mengandung nanah dan koloni kuman. Kita juga harus hati-hati dalam
penggunaan antibiotika topikal, dan biasanya hanya digunakan untuk ulkus yang dangkal
dengan waktu penggunaan tidak boleh lebih dari 2 minggu.

II.D.4. Kontrol infeksi

Pada penanganan infeksi, debridement merupakan langkah awal yang sangat


bermanfaat untuk mengurangi lama pemberian antibiotika dan mengurangi angka
amputasi. Kultur sebaiknya dilakukan setelah atau sewaktu dilakukan debridement.
Kultur yang didapat dari usapan luar luka, sudah dibuktikan mempunyai korelasi yang
buruk dengan kuman patogen yang sebenarnya.
Jenis antibiotika yang diberikan sebelum hasil kultur ada, berdasarkan keputusan
klinis yang didasari data kultur dari kasus-kasus sebelumnya. Pada ulkus dangkal dapat
diberikan antibiotika topikal atau oral pada pasien rawat jalan dan atau harus dievaluasi
apakah ada perbaikan atau memberat yang memerlukan tindakan pembersihan luka atau
mengubah antibiotika dan cara pemberiannya.

II.D.5. Perbaikan vaskularisasi

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah 24


RSUD Ketileng Periode 17 Januari 2012 23 Februari 2013
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara, Jakarta
Penatalaksanaan Ulkus Diabetikum Fendi Christia Putra (406118006)

Pasien DM kronis harus dipikirkan adanya gangguan aliran darah ke tungkai


sampai dibuktikan tidak ada kelainan. Pemeriksaan klinis dan pemeriksaan vaskuler non
invasif menjadi dasar untuk dilakukan pemeriksaan lanjutan jika diperlukan.
Fontaine membagi derajat penyakit pembuluh darah perifer (Perifer Vascular
Disease / PVD) menjadi:
Derajat 1 : PVD asimptomatik atau gejala tidak khas
(kesemutan, geringgingan)
Derajat 2 : Intermittent claudication (rasa sakit yang timbul baik
siang atau
malam hari, biasanya pada telapak kaki setelah berjalan beberapa
saat dan segera hilang bila istirahat disertai perasaan terbakar, kebas
dan dingin), a > 200 m, dan b < 200 m
Derajat 3 : Ischemia rest pain (nyeri saat istirahat)
Derajat 4 : ulkus atau gangren akibat kerusakan jaringan karena anoksia
Akan tetapi pembagian menurut Fontaine ini sering tidak dapat diterapkan pada
kaki diabetes karena gejala klinis yang sering tidak ada disebabkan oleh gangguan
neuropati perifer.
Rutherford juga membagi derajat iskemi pada Critical Limb Ischemia (CLI)
menjadi tiga kelompok:
Tungkai masih vital dan akan kembali walau tanpa terapi intervensi
Tungkai dapat ditangani dan memerlukan revaskularisasi
Tungkai iskemi irreversibel
Yang menjadi permasalahan adalah kondisi bagaimana yang memerlukan
tindakan perbaikan vaskularisasi. Disepakati bahwa revaskularisasi hanya dikerjakan
pada pasien yang mempunyai keluhan baik berupa intermittent claudicatio, ischemic rest
pain maupun ulkus. Jadi hanya derajat 1 pada kriteria Fontaine yang tidak memerlukan
revaskularisasi. Rekomendasi yang disepakati adalah setiap pasien dengan keluhan harus
dilakukan pemeriksaan mulai klinis sampai arteriografi yang memperlihatkan pembuluh
darah di kaki (perdarahan arterial).

II.D.6. Amputasi

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah 25


RSUD Ketileng Periode 17 Januari 2012 23 Februari 2013
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara, Jakarta
Penatalaksanaan Ulkus Diabetikum Fendi Christia Putra (406118006)

Banyak hal yang harus dipertimbangkan sebelum mengambil keputusan


melakukan amputasi. Pada dasarnya amputasi dibagi menjadi amputasi minor, yaitu
amputasi sendi midtarsal atau di bawahnya dan amputasi mayor, yaitu amputasi di atas
midtarsal.
Indikasi untuk dilakukan amputasi :
Febris terus menerus
Regulasi diabetes melitus sulit dicapai (kadar glukosa darah lebih dari 300 mg %)
Osteomyelitis pada gambaran radiologi
Selulitis cenderung ke atas
Infeksi pada gangren yang menyebabkan keadaan umum semakin memburuk
Faal ginjal semakin menurun.
Hal-hal yang diperhatikan selain dari sudut sosioekonomi adalah fungsi ujung
amputasi untuk mempergunakan protesa atau alat bantu, sehingga pasien tetap dapat
berjalan. Perlu diperhatikan apakah perfusi di daerah amputasi sudah baik, kontrol gula
darah dan nutrisi baik, kontrol infeksi sehingga kemungkinan reamputasi (amputasi di
atasnya karena luka tidak sembuh) menjadi berkurang.
Pasien yang sudah dilakukan amputasi kemungkinan untuk dilakukan amputasi
baru pada tungkai yang sama ataupun pada tungkai sebelahnya lebih tinggi dibandingkan
pasien yang tidak dilakukan amputasi. Hal ini disebabkan kemungkinan timbulnya ulkus
pada pasien pasca amputasi lebih tinggi dibandingkan pasien tanpa amputasi.
Pada prinsipnya amputasi dilakukan pada ulkus kaki diabetes yang iskemik dan
tidak dapat dilakukan tindakan rekonstruksi vaskuler, atau pada infeksi yang
membahayakan nyawa penderita. Banyak tingkat amputasi dengan target ujung amputasi
yang baik mulai dari jari sampai disartikulasi sendi panggul.
Secara teknis amputasi kaki atau mutilasi jari dapat dilakukan menurut tingkatan
sebagai berikut:
Jari nekrotik : disartikulasi (tanpa pembiusan)
Mutilasi jari terbuka (pembiusan setempat)
Osteomioplasti : memotong bagian tulang di luar sendi
Amputasi miodesis (dengan otot jari atau kaki)
Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah 26
RSUD Ketileng Periode 17 Januari 2012 23 Februari 2013
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara, Jakarta
Penatalaksanaan Ulkus Diabetikum Fendi Christia Putra (406118006)

Bila daerah gangren menyebar lebih kranial, maka dilakukan amputasi bawah
lutut atau bahkan amputasi atas lutut. Tujuan amputasi atau mutilasi adalah:
Membuang jaringan nekrotik
Menghilangkan nyeri
Drainase nanah dan penyembuhan luka sekunder
Merangsang vaskularisasi baru
Rehabilitasi yang terbaik

II.D.7. Flap dan rekonstruksi

Flap adalah pemindahan kulit dan atau jaringan di bawahnya untuk menutup
defek dengan menyertakan pedikel untuk vaskularisasi. Free flap adalah pemindahan flap
dengan teknik bedah mikro.
Sebelum melakukan tindakan flap ataupun rekonstruksi harus dipastikan bahwa
perfusi ke arah tungkainya baik. Tindakan flap atau flap bebas lebih ditekankan untuk
menutup defek yang luas dan terutama di daerah yang tertekan sehingga memerlukan
bantalan yang cukup tebal.
Sedangkan tindakan rekonstruksi diharapkan untuk mencegah terbentuknya ulkus
pada tungkai yang sudah mengalami perubahan bentuk seperti pada kaki charcott ataupun
melakukan artrodesis sendi yang tidak stabil atau terinfeksi.
Tindakan yang sering dilakukan seperti:
Arthroplasti
Sesamoid reduksi atau ektomi
Kondilektomi
Metatarsal osteotomi

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah 27


RSUD Ketileng Periode 17 Januari 2012 23 Februari 2013
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara, Jakarta
Penatalaksanaan Ulkus Diabetikum Fendi Christia Putra (406118006)

Reseksi sendi metatarsofalangeal atau


Fusi sendi interfalangeal
Pada prinsipnya tindakan ini bertujuan untuk memperbaiki dan menstabilkan sendi
sehingga beban tubuh dapat diterima oleh bagian yang luas pada telapak kaki.

II.D.8. Terapi tambahan

Yang dimaksud dengan terapi tambahan dalam hal ini adalah modalitas yang ada
di luar terapi di atas. Dalam hal ini termasuk pemberian obat-obatan (Cilostazol), growth
factor (EGF, KGF, PDGF), terapi gen, terapi stem cell, terapi ozon atau terapi oksigen
hiperbarik, ataupun modalitas lain yang sampai saat ini masih dalam penelitian.

II.D.8.1. Terapi ozon

Penggunaan terapi ozon telah diawali sejak beberapa dekade yang lalu.
Ditemukan pada abad 19 dan digunakan pertama kali oleh A. Wolff di Jerman pada tahun
1915, selama Perang Dunia I, sebagai antiseptik.
Sebagai molekul yang memiliki energi yang sangat besar, ozon dapat
menginaktivasi bakteri, virus, jamur dan beberapa jenis protozoa sehingga dapat
digunakan sebagai pilihan terapi dalam pengobatan beberapa penyakit dan sebagai terapi
tambahan pada penyakit lain.
Di Indonesia, terapi ozon sebenarnya sudah lama digunakan, yaitu sejak tahun
1992 sebagai terapi komplementer atau alternatif dan suportif. Pada tanggal 6 April 2003,
Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Wilayah Jakarta bekerja sama dengan Russian Association
of Ozone Therapy mengadakan diskusi dan evaluasi ilmiah terbatas dengan topik
Apakah Teknologi Terapi Ozon Rusia Dapat Dimanfaatkan di Indonesia? di hotel
Shangri-La Jakarta, dan dari hasil diskusi ini dikeluarkan rekomendasi untuk ijin
pengoperasian terapi ozon dalam lingkungan wilayah DKI Jakarta dengan surat IDI
Wilayah Jakarta no. 465/K/IV/03.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah 28
RSUD Ketileng Periode 17 Januari 2012 23 Februari 2013
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara, Jakarta
Penatalaksanaan Ulkus Diabetikum Fendi Christia Putra (406118006)

Terapi ozon dalam bidang medis antara lain digunakan untuk mengatasi diabetes
melitus, karena ozon dianggap berpotensi menghambat dan mengatasi gejala-gejala
diabetes dengan menurunkan kadar glukosa dalam darah dan meningkatkan suplai
oksigen ke dalam jaringan.
Untuk menurunkan kadar glukosa, ozon berperan dalam dua cara. Pertama,
dengan menstimulasi terjadinya proses enzimatik dalam tubuh, yakni siklus pentosa
fosfat dan glikolisis aerob, dimana kedua proses ini tidak terjadi pada penderita diabetes.
Kedua, dengan memicu glutation, yang berfungsi membentuk glikogen dan lemak dari
glukosa. Sementara itu proses pembentukan glukosa dari protein dan pemecahan
glikogen sendiri dihambat, sehingga seluruh proses ini menurunkan kadar glukosa darah.
Selain perannya dalam pengaturan kadar gula darah, ozon di berbagai literatur
dinyatakan memiliki efek potensial dalam mengobati ulkus-gangren diabetikum. Hal ini
dihubungkan dengan sifat ozon sebagai bakterisida, dapat membersihkan luka dan
imunoaktifasi sehingga dapat mempercepat penyembuhan luka.
Manfaat ozon terhadap diabetes melitus ini ditemukan pada hasil penelitian yang
banyak dilakukan terutama di Jerman, Itali dan Rusia. Berikut beberapa penelitian
tentang efek terapi ozon pada diabetes melitus:
Pavlovskaya dkk. dari Rusia melakukan penelitian mengenai manfaat terapi ozon
pada pasien DM. Penelitian ini melibatkan 20 pasien DM tipe 1, 18 pasien tipe 2 dan
tanpa kontrol. Terapi ozon diberikan dalam bentuk larutan fisiologis terozonisasi IV.
Dinyatakan bahwa terapi ozon memberikan efek positif berupa penurunan glukosa darah,
hilangnya rasa sering haus, perbaikan poliuria, hilangnya gatal-gatal pada kulit dan badan
lemas, serta dapat menurunkan penggunaan obat antidiabetik hingga 25%.
Telah diketahui bahwa pasien DM mengalami stres oksidatif. Dalien dkk.
melakukan penelitian mengenai efek terapi ozon pada stres oksidatif yang berhubungan
dengan DM. Penelitian ini melibatkan 20 pasien DM dengan ulkus pada ekstremitas
bawah, yang dibagi secara acak dalam 2 grup terapi: (1) grup kontrol, yang diterapi
dengan antibiotika sistemik dan lokal dengan metode konvensional (2) grup ozon, yang
diterapi dengan ozon setiap hari, sebanyak 20 sesi dengan insuflasi rektal dan aplikasi
lokal. Untuk aplikasi lokal, dilakukan dengan menggunakan kantung plastik yang
dipasang pada tungkai dengan lesi, dibuat kedap udara dan kemudian diisi dengan ozon

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah 29


RSUD Ketileng Periode 17 Januari 2012 23 Februari 2013
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara, Jakarta
Penatalaksanaan Ulkus Diabetikum Fendi Christia Putra (406118006)

konsentrasi 80 mg/l selama 1 jam. Setelah itu, lesi dioles dengan minyak bunga matahari
yang telah diozonisasi. Pada akhir terapi dinyatakan terjadi peningkatan aktifitas katalase
dan penurunan lipid peroksidase yang bermakna.
Kulikov dkk. melakukan penelitian mengenai efikasi berbagai metode terapi
ozon pada komplikasi vaskular pada DM. Penelitian ini melibatkan 21 pasien DM tipe 1
dan 97 pasien DM tipe 2 yang memiliki komplikasi angiopati ekstrimitas bawah dan
retinopati diabetikum. Mereka menerima obat penurun gula serta terapi ozon-oksigen.
Terapi ozon-oksigen diberikan dalam 3 teknik, metode eksternal, sistemik dan kombinasi
keduanya. Metode eksternal dan kombinasi dinyatakan memberi hasil yang lebih baik
pada kelainan trofik pada regio distal ekstrimitas bawah. Sedangkan metode sistemik dan
kombinasi dinyatakan memberi hasil yang lebih baik untuk komplikasi lain diabetes
seperti angiopati, retinopati serta parameter fungsional serta biokimia.
Namun demikian, walaupun ozon telah digunakan sebagai desinfektan yang poten
selama hampir satu abad, dan telah digunakan sebagai terapi alternatif selama 4 dekade,
kegunaannya dalam dunia kedokteran masih kontroversial. Pihak yang pro meyakini
bahwa terapi ozon merupakan pengobatan yang sangat baik sedangkan pihak yang kontra
menyatakan bahwa ozon bersifat toksik dan tidak boleh digunakan dalam dunia
kedokteran.
Belum ditemukan penelitian berupa uji klinis mengenai keamanan penggunaan
ozon dalam pengobatan berbagai penyakit dan kondisi yang diklaim dapat diterapi
dengan ozon. Pembahasan toksisitas pada umumnya membahas tentang toksisitas ozon
terhadap paru-paru.
Kontraindikasi untuk terapi ozon meliputi intoksikasi akut alkohol, infark
miokard akut, perdarahan dari berbagai organ, kehamilan, hipertiroid, trombositopenia,
alergi ozon serta pasien yang menjalani heparinisasi.

II.D.9. Rehabilitasi

Pada dasarnya penderita kaki diabetes harus dapat merawat sendiri dan dapat
mencegah timbulnya ulkus dengan cara yang baik. Dengan pengetahuan yang baik angka
timbulnya ulkus dapat ditekan sampai setengahnya. Hal ini akan menekan biaya
pengobatan yang cukup besar, di samping fungsi sosial pasien juga menjadi baik.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah 30
RSUD Ketileng Periode 17 Januari 2012 23 Februari 2013
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara, Jakarta
Penatalaksanaan Ulkus Diabetikum Fendi Christia Putra (406118006)

Diperlukan kerjasama multidisipliner dan waktu konsultasi yang cukup untuk


mendapatkan hasil yang baik dari segi pengetahuan pasien dalam perawatan kaki.

BAB III
KESIMPULAN

Di antara berbagai komplikasi menahun diabetes melitus, komplikasi pada kaki


kiranya yang paling mengesalkan. Kasusnya pun paling banyak, sekitar sepertiga kasus
diabetes mengalami masalah dengan kakinya. Indonesia termasuk urutan tertinggi jumlah
diabetesi di dunia. Angka kematian akibat kaki diabetik (ulkus atau gangren diabetes) di
Indonesia sekitar 17-32%, sedang angka laju amputasi berkisar 15-30%.
Dengan masih tingginya prevalensi diabetes melitus baik di negara maju maupun
negara berkembang, maka penting sekali untuk memperhatikan pengelolaan pasien
diabetes yang mengalami ulkus diabetikum. Pengobatan terpadu diperlukan sehingga
angka kesembuhan pasien dengan ulkus diabetikum dapat diperbesar.
Penanganan kaki diabetes merupakan permasalahan yang masih menjadi kendala
dalam penanganan pasien diabetes melitus dengan hasil yang kurang memuaskan baik
dari sudut dokter maupun dari pasien. Permasalahan semakin berat setelah timbul ulkus
dengan berbagai macam komplikasinya dengan akhir suatu kecacatan dan kematian.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah 31


RSUD Ketileng Periode 17 Januari 2012 23 Februari 2013
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara, Jakarta
Penatalaksanaan Ulkus Diabetikum Fendi Christia Putra (406118006)

Sebelum dilakukan terapi, seorang dokter yang akan menangani pasien dengan
ulkus kaki diabetik sebaiknya dapat melakukan penilaian kaki diabetik secara
menyeluruh, menilai ada tidaknya infeksi, melakukan identifikasi penyebab terjadinya
ulkus dan faktor penyulit penyembuhan luka. Lebih dari 90% ulkus akan sembuh apabila
diterapi secara komprehensif dan multidisipliner.
Manajemen kaki diabetes dilakukan secara tim, yang melibatkan banyak keahlian,
seperti: penyakit dalam (endokrinologi, nefrologi, kardiologi, infeksi), bedah (vaskular,
podiatrik, plastik, orthopedi), ahli gizi, fisioterapi, perawat, ahli sepatu dan sebagainya.
Berdasarkan pengalaman di lapangan penanganan kaki diabetik masih bersifat
terfragmentasi, belum dilakukan secara multidisipliner.
Tanpa pendekatan secara tim, dokter spesialis tertentu cenderung melakukan
terapi yang berfokus pada spesialisasinya sendiri. Contohnya, dokter bedah tulang lebih
memfokuskan debridemen atau amputasi saja dan kurang memikirkan pengendalian
metabolik, kebutuhan nutrisi, perawatan luka, pencegahan terjadinya ulkus berulang,
bentuk sepatu sesuai dengan kebutuhan pasien. Oleh karena itu manajemen ulkus
diabetikum perlu dilakukan secara multidisipliner dan komprehensif melalui upaya,
seperti mengatasi penyakit komorbid, menghilangkan atau mengurangi tekanan beban
(off loading), perawatan luka dan menjaga luka agar selalu lembab (moist), penanganan
infeksi, debridemen, revaskularisasi dan tindakan bedah elektif, profilaktik, kuratif atau
emergensi.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah 32


RSUD Ketileng Periode 17 Januari 2012 23 Februari 2013
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara, Jakarta
Penatalaksanaan Ulkus Diabetikum Fendi Christia Putra (406118006)

DAFTAR PUSTAKA

1. Suyono S. Patofisiologi Diabetes Melitus. Dalam: Penatalaksanaan Diabetes


Melitus Terpadu, edisi kedua, cetakan ketujuh, tahun 2009.
2. Pascal KE, Albert G.B, Jean-Claude M. Cardiovascular complications of diabetes
mellitus in Sub-Saharan Africa. Circulation 2005; 112:3592-3601
3. Sidartawan S. Diabetes, the silent killer. Medicastore 2007. Available from: URL:
http//www.medicastore.com/med/index.php
4. Sidartawan S. Kiat Merawat Kaki Penderita Diabetes. Tabloid Senior no. 33, 18
Februari 2000. Available from: URL:
http://groups.yahoo.com/group/pelita/messages
5. Ashok J. Diabetes di India. Available from: URL:
http://www.indianidiots.com/f203/foot-care-important-diabetics
6. Sidartawan S. Diabetesi di Indonesia. Available from: URL:
http://www.wawasandigital.com/index.php
7. NN. Ulkus Diabetikum. Available from: URL:
http://internisjournal.blogspot.com/2009/02/ulkus-diabetikum.html
Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah 33
RSUD Ketileng Periode 17 Januari 2012 23 Februari 2013
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara, Jakarta
Penatalaksanaan Ulkus Diabetikum Fendi Christia Putra (406118006)

8. Sidartawan S. Pengelolaan Diabetes Melitus Tipe 2. Dalam: Konsensus


Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia, 2006.
Pengurus Besar Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PB.PERKENI).
9. NN. Diabetes Care, volume 32. On: The Reports of The Expert Committee on The
Diagnosis and Classification of Diabetes. American Diabetes Association, 2009.
Available from: URL: http://creativecommons.org/licenses/by-nc-nd/3.0/
10. Mirzanie H, Slamet AW, Leksana, Kartika D, Widasari DI. Diabetes Melitus.
Dalam: Buku Saku Internoid, edisi re-package, tahun 2005. editor: Leksana,
Mirzanie H. Tosca Enterprise.
11. Prasetyo Y. Ulkus Kaki Diabetes. Available from: URL:
http://dokteryudabedah.com/ulkus-kaki-diabetes
12. Moreau D, ed, 2003. Wound Care Made Incredible Easy. Philadelphia: Lippincott
Williams & Wilkin, pp. 71, 126.
13. NN. Ulkus Diabetikum. Available from: URL:
http://www.bedahugm.net/tag/mikroangiopati/
14. Sultanova I. Penggunaan Medis Ozon. Available from: URL:
http:/www.scribd.com/terapi-ozon.pdf
15. Djuanda A, 2001. Morfologi Kulit. Dalam: Ilmu Kulit dan Kelamin, Bagian Ilmu
Penyakit Kulit dan Kelamin, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah 34


RSUD Ketileng Periode 17 Januari 2012 23 Februari 2013
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai