BAB I
PENDAHULUAN
Diabetes sudah dikenal sejak berabad-abad sebelum Masehi. Pada Papyrus Ebers
di Mesir kurang lebih 1500 SM, digambarkan adanya penyakit dengan tanda-tanda
banyak kencing. Kemudian Celcus atau Paracelcus 30 tahun SM juga menemukan
penyakit itu, tetapi baru 200 tahun kemudian, Aretaeus menyebutnya sebagai penyakit
aneh dan menamai penyakit itu diabetes dari kata diabere yang berarti siphon atau tabung
untuk mengalirkan cairan dari satu tempat ke tempat lain. Dia menggambarkan penyakit
itu sebagai melelehnya daging dan tungkai ke dalam urin. Cendekiawan India dan China
pada abad 3 sampai dengan 6 Masehi juga menemukan penyakit ini, malah dengan
mengatakan bahwa urin pasien-pasien ini rasanya manis.
Tahun 1674 Willis melukiskan urin tadi seperti digelimangi madu dan gula. Oleh
karena itu sejak saat itu nama penyakit ini ditambah dengan kata mellitus (mellitus =
madu) yang pada makalah ini dieja menjadi melitus dengan satu huruf l, sesuai dengan
kaidah penerjemahan kata asing yang lazim. Ibnu Sina pertama kali melukiskan gangren
diabetik pada tahun 1000. Pada tahun 1889 Von Mehring dan Minowski mendapatkan
gejala diabetes pada anjing yang diambil pankreasnya. Kemudian akhirnya pada abad 20,
tepatnya tahun 1921 dunia dikejutkan dengan penemuan insulin oleh seorang ahli bedah
muda Frederick Grant Banting dan Charles Herbert Best asistennya yang masih
mahasiswa saat itu di Toronto. Untuk penemuan itu pada tahun 1923 hadiah Nobel
diserahkan pada mereka.
Pada masa kini, sekitar 200 juta orang di seluruh dunia dan 20 juta orang di
Amerika menderita diabetes melitus. Sedangkan jumlah penderita penyakit diabetes
melitus dengan penyakit kardiovaskular pada tahun 2000 diperkirakan sebesar 171 juta
(2,8 % populasi dunia) yang akan terus meningkat pada tahun 2030 menjadi 366 juta (6,5
%), 298 juta diantaranya tinggal di negara berkembang.
I.B.1. Definisi
Penyakit diabetes melitus (DM) yang kita kenal sebagai penyakit kencing manis
adalah kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang disebabkan oleh karena adanya
peningkatan kadar gula (glukosa) darah akibat kekurangan insulin baik absolut maupun
relatif. DM merupakan salah satu penyakit degeneratif dengan sifat kronis yang
jumlahnya terus meningkat dari tahun ke tahun.
Menurut American Diabetes Association (ADA) 2005, diabetes melitus
merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang
terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Sedangkan
menurut WHO 1980 dikatakan bahwa diabetes melitus merupakan sesuatu yang tidak
dapat dituangkan dalam satu jawaban yang jelas dan singkat tapi secara umum dapat
dikatakan sebagai suatu kumpulan problema anatomik dan kimiawi yang merupakan
akibat dari sejumlah faktor dimana didapat defisiensi insulin absolut atau relatif dan
gangguan fungsi insulin.
Sebenarnya penyakit diabetes tidaklah menakutkan bila diketahui lebih awal.
Kesulitan diagnosis timbul karena kadang-kadang dia datang tenang dan bila dibiarkan
akan menghanyutkan pasien ke dalam komplikasi fatal. Oleh karena itu mengenal tanda-
tanda awal penyakit diabetes ini menjadi sangat penting.
I.B.2. Patofisiologi
Pankreas, yang disebut kelenjar ludah perut, adalah kelenjar penghasil insulin
yang terletak di belakang lambung. Di dalamnya terdapat kumpulan sel yang berbentuk
seperti pulau pada peta, karena itu disebut pulau-pulau Langerhans yang berisi sel beta
yang mengeluarkan hormon insulin yang sangat berperan dalam mengatur kadar glukosa
darah.
Insulin yang dikeluarkan oleh sel beta tadi dapat diibaratkan sebagai anak kunci
yang dapat membuka pintu masuknya glukosa ke dalam sel, untuk kemudian di dalam sel
glukosa tersebut dimetabolisasikan menjadi tenaga. Bila insulin tidak ada, maka glukosa
dalam darah tidak dapat masuk ke dalam sel dengan akibat kadar glukosa dalam darah
meningkat. Keadaan inilah yang terjadi pada diabetes melitus tipe 1.
Pada keadaan diabetes melitus tipe 2, jumlah insulin bisa normal, bahkan lebih
banyak, tetapi jumlah reseptor (penangkap) insulin di permukaan sel kurang. Reseptor
insulin ini dapat diibaratkan sebagai lubang kunci pintu masuk ke dalam sel. Pada
keadaan DM tipe 2, jumlah lubang kuncinya kurang, sehingga meskipun anak kuncinya
(insulin) banyak, tetapi karena lubang kuncinya (reseptor) kurang, maka glukosa yang
masuk ke dalam sel sedikit, sehingga sel kekurangan bahan bakar (glukosa) dan kadar
glukosa dalam darah meningkat. Dengan demikian keadaan ini sama dengan keadaan DM
tipe 1, bedanya adalah pada DM tipe 2 di samping kadar glukosa tinggi, kadar insulin
juga tinggi atau normal. Pada DM tipe 2 juga bisa ditemukan jumlah insulin cukup atau
lebih tetapi kualitasnya kurang baik, sehingga gagal membawa glukosa masuk ke dalam
sel. Di samping penyebab di atas, DM juga bisa terjadi akibat gangguan transport glukosa
di dalam sel sehingga gagal digunakan sebagai bahan bakar untuk metabolisme energi.
I.B.4. Klasifikasi
I.B.6. Komplikasi
Dalam perjalanan penyakit DM, dapat terjadi komplikasi akut dan menahun.
I.B.6.1.Komplikasi akut
I.B.6.2.Komplikasi menahun
I.C.1. Definisi
Ulkus adalah hilangnya jaringan kulit epidermis dan sebagian dari dermis, Ulkus
juga dapat didefinisikan sebagai luka terbuka pada permukaan kulit atau selaput lendir
yang disertai kematian jaringan yang luas dan invasif kuman. Adanya kuman tersebut
menyebabkan ulkus berbau.
Ulkus diabetikum merupakan salah satu gejala klinik dan perjalanan penyakit DM
dengan neuropati perifer. Ulkus diabetikum adalah salah satu komplikasi diabetes melitus
berupa kematian jaringan akibat kekurangan aliran darah, biasanya di bagian ujung kaki.
Ulkus diabetikum termasuk luka kronik, yaitu luka yang berlangsung lama atau sering
timbul kembali (rekuren) dimana terjadi gangguan pada proses penyembuhan yang
biasanya disebabkan oleh masalah multifaktorial dari penderita. Luka gagal sembuh pada
waktu yang diperkirakan, tidak berespon baik terhadap terapi dan punya tendensi untuk
timbul kembali.
I.C.2. Patogenesis
a. Makroangiopati
Makroangiopati yang berupa oklusi pembuluh darah ukuran sedang maupun
besar menyebabkan iskemia dan gangren. Dengan adanya DM, proses
aterosklerosis berlangsung cepat dan lebih berat dengan keterlibatan pembuluh
darah multiple. Sembilan puluh persen pasien mengalami tiga atau lebih oklusi
pembuluh darah dengan oklusi yang segmental serta lebih panjang dibanding non
DM. Aterosklerosis biasanya proksimal namun sering berhubungan dengan oklusi
arteri distal bawah lutut, terutama arteri tibialis anterior dan posterior, metatarsalis
serta arteri digitalis.
Faktor yang menerangkan terjadinya akselerasi aterogenesis meliputi kelainan
metabolisme lipoprotein, hipertensi, merokok, faktor genetik dan ras, serta
meningkatnya trombosit.
Proses makroangiopathy menyebabkan sumbatan pembuluh darah, sedang
secara akut emboli akan memberikan gejala klinik 5P, yaitu: Pain (nyeri),
Paleness (kepucatan), Paresthesia (kesemutan), Pulselessness (denyut nadi
hilang), Paralisis (lumpuh), kadang ditambah P ke 6 yaitu Prostration (kelesuan).
Dan bila terjadi sumbatan kronik, akan timbul gambaran klinik menurut pola dari
Fontaine, yang pada referat ini akan dibahas di Bab II.
b. Mikroangiopati
Mikroangiopati berupa penebalan membrana basalis arteri kecil, arteriola,
kapiler dan venula. Kondisi ini merupakan akibat hiperglikemia menyebabkan
reaksi enzimatik dan non enzimatik glukosa ke dalam membrana basalis.
Penebalan membrana basalis menyebabkan penyempitan lumen pembuluh darah.
3. Sistem imun
Status hiperglikemi dapat mengganggu berbagai fungsi netrofil dan monosit
(makrofag) meliputi proses kemotaksis, perlekatan (adherence), fagositosis dan
proses-bunuh mikroorganisme intraseluler. Semua proses ini terutama penting untuk
membatasi invasi bakteri piogenik dan bakteri lainnya. Empat tahapan tersebut
diawali dengan kemotaksis kemudian fagositosis, dan mulailah proses intraseluler
untuk membunuh kuman tersebut oleh radikal bebas oksigen dan hidrogen peroksida.
I.C
.4. Klasifikasi
Menurut berat ringannya lesi, ulkus diabetikum dibagi dalam enam derajat
menurut Wagner, yaitu :
Derajat 0 : resiko tinggi, tak ada ulkus, pembentukan kalus.
Derajat 1 : ulkus superfisial terbatas pada kulit, klinis tidak ada infeksi.
Derajat 2 : ulkus dalam, sering dengan selulitis, tidak ada abses atau infeksi tulang.
Derajat 3 : ulkus dalam yang melibatkan tulang atau pembentukan abses.
Derajat 4 : gangren lokal (ibu jari atau tumit).
Derajat 5 : gangren seluruh kaki.
Klasifikasi lesi kaki diabetik juga dapat didasarkan pada dalamnya luka dan
luasnya daerah iskemik yang dimodifikasi oleh Brodsky dari klasifikasi kaki diabetik
menurut Wagner sebagai berikut :
Derajat 0 : Kaki berisiko, tanpa ulserasi
Derajat 1 : Ulserasi superfisial, tanpa infeksi
Derajat 2 : Ulserasi yang dalam sampai mengenai tendon
Derajat 3 : Ulserasi yang luas/abses
Penderita yang beresiko tinggi terkena ulkus DM adalah :
Penderita DM lama
Kadar gula darah tinggi
Umur
Perokok
Hipertensi
Kegemukan
Hiperkolesterolemia
Kurang gerak
Melakukan penilaian ulkus diabetikum merupakan hal yang sangat penting karena
berkaitan dengan keputusan dalam penatalaksanaan. Penilaian ulkus dimulai dengan
anamnesis kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
I.C.5.1. Anamnesis
Informasi penting adalah pasien telah mengidap DM sejak lama, oleh karena itu
perlu ditanyakan durasi menderita DM. Keluhan neuropati berupa kesemutan, rasa panas
di telapak kaki, kram dan seluruh tubuh sakit terutama malam hari. Gejala neuropati
menyebabkan hilang atau menurunnya rasa nyeri pada kaki, sehingga apabila penderita
mendapat trauma akan sedikit atau tidak merasakan nyeri sehingga mengakibatkan luka
pada kaki. Selain itu juga ditanyakan aktivitas harian, sepatu yang digunakan,
pembentukan kalus, deformitas kaki, nyeri tungkai saat beraktivitas, penyakit komorbid,
kebiasaan merokok dan minum alkohol, obat-obat yang sedang dikonsumsi, riwayat
menderita ulkus atau amputasi sebelumnya.
daerah yang mengalami penekanan tersebut merupakan lokasi ulkus diabetikum karena
trauma yang berulang tanpa atau sedikit dirasakan pasien. Tergantung dari derajatnya saat
kita temukan, ulkus yang terlihat mungkin hanya suatu ulkus superfisial yang hanya
terbatas pada kulit dengan dibatasi kalus yang secara klinis tidak menunjukkan tanda-
tanda infeksi. Pada derajat 3 tampak pus yang keluar dari ulkus. Gangren tampak sebagai
daerah kehitaman yang terbatas pada jari atau melibatkan seluruh kaki.
Dengan palpasi, kulit yang kering serta pecah-pecah mudah dibedakan dengan
kulit yang sehat. Oklusi arteri akan menyebabkan perabaan dingin serta hilangnya pulsasi
pada arteri yang terlibat. Kalus di sekeliling ulkus akan teraba sebagai daerah yang tebal
dan keras. Deskripsi ulkus harus jelas karena sangat mempengaruhi prognosis serta
tindakan yang akan dilakukan. Apabila pus tidak tampak maka penekanan pada daerah
sekitar ulkus sangat penting untuk mengetahui ada tidaknya pus. Pintu masuk harus
dibuka lebar untuk melihat luasnya kavitas serta jaringan bawah kulit, otot, tendo serta
tulang yang terlibat.
Gambar 8. Pemeriksaan
sensorik
Disamping gejala serta tanda adanya kelainan vaskuler, perlu diperiksa dengan tes
vaskuler noninvasif yang meliputi pengukuran oksigen transkutaneus, ankle-brachial
index (ABI), dan absolute toe systolic pressure. ABI didapat dengan cara membagi
tekanan sistolik betis dengan tekanan sistolik lengan. Apabila didapat angka yang
abnormal perlu dicurigai adanya iskemia. Arteriografi perlu dilakukan untuk memastikan
terjadinya oklusi arteri.
Pemeriksaan radiologis akan dapat mengetahui apakah didapat gas subkutan,
benda asing serta adanya osteomielitis.
Pemeriksaan darah rutin menunjukkan angka leukosit yang meningkat bila sudah
terjadi infeksi. Gula darah puasa dan 2 jam pp harus diperiksa untuk mengetahui kadar
gula dalam darah. Albumin diperiksa untuk mengetahui status nutrisi pasien.
I.C.6. Penatalaksanaan
Untuk penatalaksanaan ulkus diabetikum akan dibahas lebih dalam di Bab II.
I.C.7. Pencegahan
Beberapa hal yang penting diperhatikan setiap pasien diabetes untuk mencegah
komplikasi pada kaki antara lain :
Memeriksa kaki setiap hari barangkali terjadi luka, perdarahan di antara jari-jari,
sobek, lecet atau melepuh. Gunakan cermin untuk melihat telapak kaki dan tumit.
Membersihkan kaki secara rutin, cuci dan keringkan kaki secara hati-hati,
terutama di antara jari.
Mengoleskan pelembab pada kulit yang kering.
Merawat kuku kaki secara teratur dan menggunting kuku secara lurus.
Selalu memakai alas kaki dan memilih sepatu yang baik.
Segera mengobati luka kecil dan mewaspadai jika terdapat tanda-tanda radang.
Segera ke dokter bila kaki terluka.
Jangan lupa membuka sepatu serta kaos kaki setiap ke dokter dan meminta dokter
memeriksa kaki si sakit.
Gunakan bedak antijamur.
Jangan merokok.
Adapun tujuh larangan yang sebaiknya dipatuhi para pasien diabetes, yaitu:
1. Jangan merendam kaki.
2. Jangan mempergunakan botol panas atau peralatan listrik untuk memanaskan kaki.
3. Jangan sekali-kali berjalan tanpa alas kaki.
4. Jangan menggunakan sepatu dan kaos kaki yang sempit.
5. Jangan menggunakan obat di pasaran untuk mengatasi mata ikan, karena dapat
menghambat penyembuhan luka.
6. Jangan menggunakan silet atau pisau dalam merawat kaki.
7. Jangan menganggap remeh luka pada kaki, sekecil apapun luka itu.
I.C.8. Prognosis
Prognosis penderita ulkus diabetikum sangat tergantung dari usia karena semakin
tua usia penderita diabetes melitus semakin mudah untuk mendapatkan masalah yang
serius pada kaki dan tungkainya, lamanya menderita diabetes melitus, adanya infeksi
yang berat, derajat kualitas sirkulasi, dan keterampilan dari tenaga medis atau paramedis.
BAB II
PENATALAKSANAAN ULKUS DIABETIKUM
II.A. Penatalaksanaan
Faktor nutrisi merupakan salah satu faktor yang berperan dalam penyembuhan
luka. Adanya anemia dan hipoalbuminemia akan berpengaruh dalam proses
penyembuhan. Perlu memonitor Hb di atas 12 gr/dl dan pertahankan albumin di atas 3,5
gr/dl.
Diet pada penderita DM dengan selulitis atau gangren perlu disesuaikan untuk mencapai
dan mempertahankan berat badan ideal dengan komposisi energi :
60 70 % dari karbohidrat
10 15 % dari protein
20 25 % dari lemak
Ada beberapa cara untuk menentukan jumlah kalori yang dibutuhkan oleh
penderita diabetes :
1. Memperhitungkan berdasarkan kebutuhan kalori basal sebesar 25 30
kal/kgBB ideal, ditambah dan dikurangi bergantung pada beberapa faktor yaitu
jenis kelamin, umur, aktivitas, kehamilan, laktasi, adanya komplikasi dan berat
badan.
2. Dengan pegangan kasar, yaitu :
Kurus : 2300 2500 kalori
Normal : 1700 2100 kalori
Gemuk : 1300 1500 kalori
Kebutuhan kalori dihitung dengan menggunakan perhitungan menurut Brocca,
dimana BBI = 90 % x (TB dalam cm 100) x 1 kg. Sedangkan untuk laki-laki dengan
tinggi badan kurang dari 160 cm atau wanita dengan tinggi badan kurang dari 150 cm
digunakan rumus BBI = (TB dalam cm 100) x 1 kg.
Jumlah kalori yang diperlukan dihitung dari berat badan idaman dikalikan
kebutuhan kalori basal (30 kal/kgBB untuk laki-laki dan 25 kal/kg BB untuk wanita),
kemudian ditambah kalori berdasarkan presentasi kalori basal.
Kerja ringan, ditambah 10 % dari kalori basal
Kerja sedang, ditambah 20 % dari kalori basal
Kerja berat, ditambah 40-100 % dari kalori basal
Pasien kurus, masa tumbuh-kembang, infeksi, kehamilan atau menyusui,
ditambah 20 30 % dari kalori basal
Faktor-faktor yang menentukan kebutuhan kalori adalah jenis kelamin, umur, aktivitas
fisik dan pekerjaan, kehamilan infeksi, adanya komplikasi dan berat badan.
Perlu meminimalkan beban berat (weight bearing) pada ulkus. Modifikasi weight
bearing meliputi bed rest, memakai crutch, kursi roda, sepatu yang tertutup dan sepatu
khusus. Semua pasien yang istirahat di tempat tidur, tumit dan mata kaki harus dilindungi
serta kedua tungkai harus diinspeksi setiap hari. Hal ini diperlukan karena kaki pasien
sudah tidak peka lagi terhadap rasa nyeri, sehingga akan terjadi trauma berulang di
tempat yang sama menyebabkan bakteri masuk pada tempat luka.
II.C. Farmakologis
sebagai pelengkap surgical debridement. Prosedur ini membuat tidak nyaman penderita
saat mengganti balutan dan potensial merusak epitel yang masih fragile.
Surgical debridement adalah tindakan menggunakan scapel, gunting, kuret an
instrumen lain disertai irigasi untuk membuang jaringan nekrotik lain dari luka. Teknik
ini merupakan cara debridement yang paling cepat dan efisien.
Debridemen yang adekuat merupakan langkah awal tindakan bedah. Debridemen
harus meliputi seluruh jaringan nekrotik dan kalus yang mengelilinginya sampai tampak
tepi luka yang sehat dengan ditandai adanya perdarahan. Pasien bahkan dokter kadang
ragu terhadap tindakan ini, namun akan terkejut saat melihat munculnya jaringan baru
yang tumbuh.
II.D.2. Mengistirahatkan
Yang dimaksud adalah kita mencegah trauma pada daerah ulkus dan
memindahkan tekanan ke tempat yang lain, jika perlu dengan mengistirahatkan penderita
di tempat tidur. Perlu diingat bahwa latihan gerakan kaki sebagai perangsang pompa otot
harus tetap dilakukan untuk mempertahankan aliran balik darah, jika perlu tungkai
ditinggikan.
II.D.3. Pembalutan
Banyak teknik dan macam jenis pembalut yang digunakan saat ini, tapi yang
terpenting pembalut ideal mempunyai karakteristik sebagai berikut:
Menjaga dan melindungi kelembaban jaringan
Merangsang penyembuhan luka
Melindungi dari suhu luar
Melindungi dari trauma mekanis
Tidak memerlukan penggantian sering
Aman digunakan, tidak toksik, tidak mensensitisasi dan hipoalergik
Bebas dari zat yang mengotori
Tidak melekat di luka
II.D.6. Amputasi
Bila daerah gangren menyebar lebih kranial, maka dilakukan amputasi bawah
lutut atau bahkan amputasi atas lutut. Tujuan amputasi atau mutilasi adalah:
Membuang jaringan nekrotik
Menghilangkan nyeri
Drainase nanah dan penyembuhan luka sekunder
Merangsang vaskularisasi baru
Rehabilitasi yang terbaik
Flap adalah pemindahan kulit dan atau jaringan di bawahnya untuk menutup
defek dengan menyertakan pedikel untuk vaskularisasi. Free flap adalah pemindahan flap
dengan teknik bedah mikro.
Sebelum melakukan tindakan flap ataupun rekonstruksi harus dipastikan bahwa
perfusi ke arah tungkainya baik. Tindakan flap atau flap bebas lebih ditekankan untuk
menutup defek yang luas dan terutama di daerah yang tertekan sehingga memerlukan
bantalan yang cukup tebal.
Sedangkan tindakan rekonstruksi diharapkan untuk mencegah terbentuknya ulkus
pada tungkai yang sudah mengalami perubahan bentuk seperti pada kaki charcott ataupun
melakukan artrodesis sendi yang tidak stabil atau terinfeksi.
Tindakan yang sering dilakukan seperti:
Arthroplasti
Sesamoid reduksi atau ektomi
Kondilektomi
Metatarsal osteotomi
Yang dimaksud dengan terapi tambahan dalam hal ini adalah modalitas yang ada
di luar terapi di atas. Dalam hal ini termasuk pemberian obat-obatan (Cilostazol), growth
factor (EGF, KGF, PDGF), terapi gen, terapi stem cell, terapi ozon atau terapi oksigen
hiperbarik, ataupun modalitas lain yang sampai saat ini masih dalam penelitian.
Penggunaan terapi ozon telah diawali sejak beberapa dekade yang lalu.
Ditemukan pada abad 19 dan digunakan pertama kali oleh A. Wolff di Jerman pada tahun
1915, selama Perang Dunia I, sebagai antiseptik.
Sebagai molekul yang memiliki energi yang sangat besar, ozon dapat
menginaktivasi bakteri, virus, jamur dan beberapa jenis protozoa sehingga dapat
digunakan sebagai pilihan terapi dalam pengobatan beberapa penyakit dan sebagai terapi
tambahan pada penyakit lain.
Di Indonesia, terapi ozon sebenarnya sudah lama digunakan, yaitu sejak tahun
1992 sebagai terapi komplementer atau alternatif dan suportif. Pada tanggal 6 April 2003,
Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Wilayah Jakarta bekerja sama dengan Russian Association
of Ozone Therapy mengadakan diskusi dan evaluasi ilmiah terbatas dengan topik
Apakah Teknologi Terapi Ozon Rusia Dapat Dimanfaatkan di Indonesia? di hotel
Shangri-La Jakarta, dan dari hasil diskusi ini dikeluarkan rekomendasi untuk ijin
pengoperasian terapi ozon dalam lingkungan wilayah DKI Jakarta dengan surat IDI
Wilayah Jakarta no. 465/K/IV/03.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah 28
RSUD Ketileng Periode 17 Januari 2012 23 Februari 2013
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara, Jakarta
Penatalaksanaan Ulkus Diabetikum Fendi Christia Putra (406118006)
Terapi ozon dalam bidang medis antara lain digunakan untuk mengatasi diabetes
melitus, karena ozon dianggap berpotensi menghambat dan mengatasi gejala-gejala
diabetes dengan menurunkan kadar glukosa dalam darah dan meningkatkan suplai
oksigen ke dalam jaringan.
Untuk menurunkan kadar glukosa, ozon berperan dalam dua cara. Pertama,
dengan menstimulasi terjadinya proses enzimatik dalam tubuh, yakni siklus pentosa
fosfat dan glikolisis aerob, dimana kedua proses ini tidak terjadi pada penderita diabetes.
Kedua, dengan memicu glutation, yang berfungsi membentuk glikogen dan lemak dari
glukosa. Sementara itu proses pembentukan glukosa dari protein dan pemecahan
glikogen sendiri dihambat, sehingga seluruh proses ini menurunkan kadar glukosa darah.
Selain perannya dalam pengaturan kadar gula darah, ozon di berbagai literatur
dinyatakan memiliki efek potensial dalam mengobati ulkus-gangren diabetikum. Hal ini
dihubungkan dengan sifat ozon sebagai bakterisida, dapat membersihkan luka dan
imunoaktifasi sehingga dapat mempercepat penyembuhan luka.
Manfaat ozon terhadap diabetes melitus ini ditemukan pada hasil penelitian yang
banyak dilakukan terutama di Jerman, Itali dan Rusia. Berikut beberapa penelitian
tentang efek terapi ozon pada diabetes melitus:
Pavlovskaya dkk. dari Rusia melakukan penelitian mengenai manfaat terapi ozon
pada pasien DM. Penelitian ini melibatkan 20 pasien DM tipe 1, 18 pasien tipe 2 dan
tanpa kontrol. Terapi ozon diberikan dalam bentuk larutan fisiologis terozonisasi IV.
Dinyatakan bahwa terapi ozon memberikan efek positif berupa penurunan glukosa darah,
hilangnya rasa sering haus, perbaikan poliuria, hilangnya gatal-gatal pada kulit dan badan
lemas, serta dapat menurunkan penggunaan obat antidiabetik hingga 25%.
Telah diketahui bahwa pasien DM mengalami stres oksidatif. Dalien dkk.
melakukan penelitian mengenai efek terapi ozon pada stres oksidatif yang berhubungan
dengan DM. Penelitian ini melibatkan 20 pasien DM dengan ulkus pada ekstremitas
bawah, yang dibagi secara acak dalam 2 grup terapi: (1) grup kontrol, yang diterapi
dengan antibiotika sistemik dan lokal dengan metode konvensional (2) grup ozon, yang
diterapi dengan ozon setiap hari, sebanyak 20 sesi dengan insuflasi rektal dan aplikasi
lokal. Untuk aplikasi lokal, dilakukan dengan menggunakan kantung plastik yang
dipasang pada tungkai dengan lesi, dibuat kedap udara dan kemudian diisi dengan ozon
konsentrasi 80 mg/l selama 1 jam. Setelah itu, lesi dioles dengan minyak bunga matahari
yang telah diozonisasi. Pada akhir terapi dinyatakan terjadi peningkatan aktifitas katalase
dan penurunan lipid peroksidase yang bermakna.
Kulikov dkk. melakukan penelitian mengenai efikasi berbagai metode terapi
ozon pada komplikasi vaskular pada DM. Penelitian ini melibatkan 21 pasien DM tipe 1
dan 97 pasien DM tipe 2 yang memiliki komplikasi angiopati ekstrimitas bawah dan
retinopati diabetikum. Mereka menerima obat penurun gula serta terapi ozon-oksigen.
Terapi ozon-oksigen diberikan dalam 3 teknik, metode eksternal, sistemik dan kombinasi
keduanya. Metode eksternal dan kombinasi dinyatakan memberi hasil yang lebih baik
pada kelainan trofik pada regio distal ekstrimitas bawah. Sedangkan metode sistemik dan
kombinasi dinyatakan memberi hasil yang lebih baik untuk komplikasi lain diabetes
seperti angiopati, retinopati serta parameter fungsional serta biokimia.
Namun demikian, walaupun ozon telah digunakan sebagai desinfektan yang poten
selama hampir satu abad, dan telah digunakan sebagai terapi alternatif selama 4 dekade,
kegunaannya dalam dunia kedokteran masih kontroversial. Pihak yang pro meyakini
bahwa terapi ozon merupakan pengobatan yang sangat baik sedangkan pihak yang kontra
menyatakan bahwa ozon bersifat toksik dan tidak boleh digunakan dalam dunia
kedokteran.
Belum ditemukan penelitian berupa uji klinis mengenai keamanan penggunaan
ozon dalam pengobatan berbagai penyakit dan kondisi yang diklaim dapat diterapi
dengan ozon. Pembahasan toksisitas pada umumnya membahas tentang toksisitas ozon
terhadap paru-paru.
Kontraindikasi untuk terapi ozon meliputi intoksikasi akut alkohol, infark
miokard akut, perdarahan dari berbagai organ, kehamilan, hipertiroid, trombositopenia,
alergi ozon serta pasien yang menjalani heparinisasi.
II.D.9. Rehabilitasi
Pada dasarnya penderita kaki diabetes harus dapat merawat sendiri dan dapat
mencegah timbulnya ulkus dengan cara yang baik. Dengan pengetahuan yang baik angka
timbulnya ulkus dapat ditekan sampai setengahnya. Hal ini akan menekan biaya
pengobatan yang cukup besar, di samping fungsi sosial pasien juga menjadi baik.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah 30
RSUD Ketileng Periode 17 Januari 2012 23 Februari 2013
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara, Jakarta
Penatalaksanaan Ulkus Diabetikum Fendi Christia Putra (406118006)
BAB III
KESIMPULAN
Sebelum dilakukan terapi, seorang dokter yang akan menangani pasien dengan
ulkus kaki diabetik sebaiknya dapat melakukan penilaian kaki diabetik secara
menyeluruh, menilai ada tidaknya infeksi, melakukan identifikasi penyebab terjadinya
ulkus dan faktor penyulit penyembuhan luka. Lebih dari 90% ulkus akan sembuh apabila
diterapi secara komprehensif dan multidisipliner.
Manajemen kaki diabetes dilakukan secara tim, yang melibatkan banyak keahlian,
seperti: penyakit dalam (endokrinologi, nefrologi, kardiologi, infeksi), bedah (vaskular,
podiatrik, plastik, orthopedi), ahli gizi, fisioterapi, perawat, ahli sepatu dan sebagainya.
Berdasarkan pengalaman di lapangan penanganan kaki diabetik masih bersifat
terfragmentasi, belum dilakukan secara multidisipliner.
Tanpa pendekatan secara tim, dokter spesialis tertentu cenderung melakukan
terapi yang berfokus pada spesialisasinya sendiri. Contohnya, dokter bedah tulang lebih
memfokuskan debridemen atau amputasi saja dan kurang memikirkan pengendalian
metabolik, kebutuhan nutrisi, perawatan luka, pencegahan terjadinya ulkus berulang,
bentuk sepatu sesuai dengan kebutuhan pasien. Oleh karena itu manajemen ulkus
diabetikum perlu dilakukan secara multidisipliner dan komprehensif melalui upaya,
seperti mengatasi penyakit komorbid, menghilangkan atau mengurangi tekanan beban
(off loading), perawatan luka dan menjaga luka agar selalu lembab (moist), penanganan
infeksi, debridemen, revaskularisasi dan tindakan bedah elektif, profilaktik, kuratif atau
emergensi.
DAFTAR PUSTAKA