Anda di halaman 1dari 13

BAB II

AKUNTANSI ISLAM

A. Pengertian Akuntansi

Dalam dunia usaha, dunia pendidikan, dunia perbankan, dunia bisnis dan lain jenis usaha
tentunya kita sudah tak asing lagi dengan kata akuntansi.sebagaimana perkembanagan zaman,
akuntansi juga mengalami perkembangan. Akuntansi juga memiliki beberapa pengertian. definisi
akuntansi ini yang selalu berubah mengikuti perubahan dan perkembangan dunia bisnis.
Kata akuntansi berasal dari bahasa Inggris to account yang berarti memperhitungkan
atau mempertangung jawabkan dan kata accountancy yang berarti hal-hal yang bersangkutan
dengan sesuatu yang dikerjakan oleh akuntan (accountant).[3]
Definisi akuntansi ini dimuat dalam accounting terminilogy bulletin sebagai berikut
:Akuntansi : seperangkat pengetahuan dan fungsi yang berkepentingan dengan masalah
pengadaan, pengabsahan, pencatatan, penggolongan dan penyajian secara sistematik informasi
yang dapt dipercaya dan berdaya guna tentang transaksi dan peristiwa yang bersifat keuangan
yang diperlukan dalam pengelolaan dan pengoperasian suatu unit usaha dan yang diperlukan
sebagai dasar penyusunan laporan yang harus disampaikan untuk memenuhi pertanggung
jawaban keuangan dan lainya.
Defenisi akuntansi berikut ini sebagaimana dimuat di dalam statement of accounting
principles board ( 1970) mengatakan bahwa akuntansi adalah kegitan pengadaan jasa, yang
berfungsi sebagai penyedia informasi tentang unit-unit usaha ekonomi, terutama yang bersifat
keuangan unutk selanjutnya sebagai acauan pengambilan keputusan.
Jadi dari pengertian akuntasi tersebut sebagai untuk mencapai tujuan yaitu
memyediakan informasi keuangan badan usaha yang bermanfaat untuk pengambilan keputusan.
Akuntansi adalah pengukuran, penjabaran, atau pemberian kepastian mengenai informasi
yang akan membantu manajer, investor, otoritas pajak dan pembuat keputusan lain untuk
membuat alokasi sumber daya keputusan di dalam perusahaan, organisasi, dan lembaga
pemerintah. Akuntansi adalah seni dalam mengukur, berkomunikasi dan menginterpretasikan
aktivitas keuangan. [4]
Secara luas, akuntansi juga dikenal sebagai "bahasa bisnis Akuntansi bertujuan untuk
menyiapkan suatu laporan keuangan yang akurat agar dapat dimanfaatkan oleh para manajer,
pengambil kebijakan, dan pihak berkepentingan lainnya, seperti pemegang saham, kreditur, atau
pemilik. Pencatatan harian yang terlibat dalam proses ini dikenal dengan istilah pembukuan.
Akuntansi keuangan adalah suatu cabang dari akuntansi dimana informasi keuangan pada suatu
bisnis dicatat, diklasifikasi, diringkas, diinterpretasikan, dan dikomunikasikan. Auditing, satu
disiplin ilmu yang terkait tapi tetap terpisah dari akuntansi, adalah suatu proses dimana
pemeriksa independen memeriksa laporan keuangan suatu organisasi untuk memberikan suatu
pendapat atau opini yang masuk akal tapi tak dijamin sepenuhnya mengenai kewajaran dan
kesesuaiannya dengan prinsip akuntansi yang berterima umum.
Dengan menelaah pengertian yang umum seperti di atas, maka akuntansi islam dapat di
defenisikan sebagai proses pencatatan, penjabaran, dan kepastian data dalam suatu usaha yang di
bukukan menurut hokum syariat islam yang menjauhi manipulasi laporannya.

B. Sejarah Akuntansi Islam

Akuntansi, menurut sejarah konvensional, disebutkan muncul di Italia pada abad ke-13
yang lahir dari tangan seorang Pendeta Italia bernama Luca Pacioli yang menulis buku Summa
de Arithmatica Geometria et Propotionalita dengan memuat satu bab mengenai Double Entry
Accounting System.[5] Namun apabila kita pelajari Sejarah Islam ditemukan bahwa setelah
munculnya Islam di Semananjung Arab di bawah pimpinan Rasulullah SAW dan terbentuknya
Daulah Islamiah di Madinah yang kemudian di lanjutkan oleh para Khulafaur Rasyidin terdapat
undang-undang akuntansi yang diterapkan untuk perorangan, perserikatan (syarikah) atau
perusahaan, akuntansi wakaf, hak-hak pelarangan penggunaan harta (hijr), dan anggaran negara.
Rasulullah SAW sendiri pada masa hidupnya juga telah mendidik secara khusus
beberapa sahabat untuk menangani profesi akuntan dengan sebutan hafazhatul amwal
(pengawas keuangan). Bahkan Al Quran sebagai kitab suci umat Islam menganggap masalah ini
sebagai suatu masalah serius dengan diturunkannya ayat terpanjang , yakni surah Al-Baqarah
ayat 282 yang menjelaskan fungsi-fungsi pencatatan (kitabah) dalam bermuamalah (bertransaksi)
penunjukan seorang pencatat beserta saksinya, dasar-dasarnya, dan manfaat-manfaatnya,
sepertiyang diterangkan oleh kaidah-kaidah hukum yang harus dipedomani dalam hal tersebut.
Dengan demikian, dapat kita saksikan dari sejarah, bahwa ternyata Islam lebih dahulu mengenal
system akuntansi, karena Al Quran telah diturunkan pada tahun 610M, yakni 800 tahun lebih
dahulu dar Luca Pacioli yang menerbitkan bukunya pada tahun 1494M

Kaidah-Kaidah Akuntansi Islam


Kaidah adalah sejumlah hukum-hukum pelaksanaan yang bersifat rinci dan saling terkait, yang
berkaitan dengan cara penerapan petunjuk-petunjuk pelaksanaan yang bersifat umum. Kaidah itu
adalah[7] :

1. Kaidah obyektivitas

2. Kaidah accrual yaitu suatu kaidah yang menangani tentang penjadwalan perimbangan
pemasukan dan pengeluaran, baik yang diterima atau dibayarkan maupun yang belum
diterima atau dibayarkan.

3. Kaidah pengukuran

4. Kaidah konsistensi adalah kaidah yang harus dipegang untuk menetapkan bahwa data
akuntansi dapat dibandingkan. Kaidah ini terkait komitmen untuk mengikuti prosedurnya
sendiri.

5. Kaidah periodisitas yaitu prinsip yang keberadaannya dapat memberikan pandangan


bahwa perusahaan itu melakukan pelaporan dalam tenggat waktu tertentu secara
berkesinambungan dan terus menerus.

6. Kaidah pencatatan sistematis ialah pencatatan dalam buku dengan angka atau kalimat
untuk transaksi transaksi, tindakan-tindakan, dan keputusan-keputusan yang telah
berlangsung pada saat kejadiannya, secara sistematis dan sesuai dengan karakter
perusahaan serta kebutuhan manajemennya.
7. Kaidah transparansi yaitu penggambaran data-data akuntansi secara amanah, tanpa
menyembunyikan satu bagian pun darinya serta tidak menampakkannya dalam bentuk
yang tidak sesungguhnya, atau yang menimbulkan kesan yang melebihi makna data-data
akuntansi tersebut.

C. Prinsip Umum Akuntansi Islam


Sebelum kita bicara lebih lanjut tentang akuntansi islam dan prinsipnya, berikut penulis
sajikan beberapa prinsip akuntansi umum ( konvensional ) yaitu

1. Entitas (kesatuan usaha)


2. Obyektifitas
3. Cost (atas dasar biaya yang sesungguhnya)
Adapun prinsip akuntansi islam yang diaplikasikan dalam operasional ekonomi adalah sebagai
berikut:
1. Cost
2. Revenue
3. Matching
4. Objective
5. Disclosure
6. Consistency
7. Materiality
8. Uniformity
9. Comparability
Dimana persamaannya bersifat aksiomatis, sedangkan perbedaannya bersifat pokok yaitu:
Bahwa perlakuan terhadap laba dari sumber yang (dimungkinkan) haram tidak boleh
dibagi untuk mitra usaha atau dicampur dengan pokok modal.
Mengapa masih dimungkinkan adanya laba dari factor yang diharamkan.
Dan apa saja yang memungkinkan hal tersebut terjadi?
2. Selanjutnya tentang Cadangan Kerugian untuk antisipasi resiko yang ada. Dalam Prinsip
Akuntansi Konvensional hal tersebut sangat terinci dalam penghitungan dengan
mengesampingkan adanya kemungkinan laba. Sedangkan dalam Prinsip Akuntansi islam
sebaliknya. Sangat memperhitungkan kemungkinan laba berdasarkan nilai tukar yang berlaku
sekaligus membentuk cadangan untuk resiko. Dalam bentuk apakah cadangan tersebut ? Berasal
darimanakah sumber cadangan resikotersebut?
3. Yang terakhir(semoga saja) tentang laba penjualan.
Di dalam Prinsip Akuntansi islam laba akan ada ketika adanya perkembangan dan pertambahan
pada nilai barang, baik yang telah terjual maupun yang belum terjual. Tetapi jual beli adalah
keharusan untuk menentukan laba. Laba tidak boleh dibagi sebelumadanyatransaksi.
Sedangkan dalam Prinsip Akuntansi Konvensional dinyatakan bahwa pengakuan laba
atas dasar terjadinya transaksi dengan nilai tukar yang saat itu terjadi.
kita tidak melihat adanya perbedaan mendasar dalam hal ini. Sama-sama mengharuskan adanya
terjadi transaksi untuk pengakuan laba.
Selain dari sistem operasional yang telah dijelaskan nilai pertanggung jawaban, keadilan dan
kebenaran selalu melekat dalam sistem akuntansi islam.[7]
Ketiga nilai tersebut tentu saja sudah menjadi prinsip dasar yang operasional dalam
prinsip akuntansi islam. Apa makna yang terkandung dalam tiga prinsip tersebut? Berikut uraian
yang ketiga prinsip yang tedapat dalam surat Al-Baqarah:282. Prinsip pertanggung jawaban,
Prinsip pertanggungjawaban (accountability) merupakan konsep yang tidak asing lagi dikalangan
masyarakat muslim. Pertanggungjawaban selalu berkaitan dengan konsep amanah. Bagi kaum
muslim, persoalan amanah merupakan hasil transaksi manusia dengan sang khalik mulai dari
alam kandungan.. manusia dibebani oleh Allah untuk menjalankan fungsi kekhalifahan di muka
bumi. Inti kekhalifahan adalah menjalankan atau menunaikan amanah. Banyak ayat Al-Quran
yang menjelaskan tentang proses pertanggungjawaban manusia sebagai pelaku amanah Allah
dimuka bumi. Implikasi dalam bisnis dan akuntansi adalah bahwa individu yang terlibat dalam
praktik bisnis harus selalu melakukan pertanggungjawaban apa yang telah diamanatkan dan
diperbuat kepada pihak-pihak yang terkait .
Prinsip keadilan, jika ditafsirkan lebih lanjut, surat Al-Baqarah ayat 282 mengandung
prinsip keadilan dalam melakukan transaksi. Prinsip keadilan ini tidak saja merupakan nilai
penting dalam etika kehidupan sosial dan bisnis, tetapi juga merupakan nilai inheren yang
melekat dalam fitrah manusia. Hal ini berarti bahwa manusia itu pada dasarnya memiliki
kapasitas dan energi untukberbuat adil dalam setiap aspek kehidupannya. Dalam konteks
akuntansi, menegaskan, kata adil dalam ayat 282 surat Al-Baqarah, secara sederhana dapat
berarti bahwa setiap transaksi yang dilakukan oleh perusahan harus dicatat dengan benar.
Misalnya, bila nilai transaksi adalah sebesar Rp 100 juta, maka akuntansi (perusahan) harus
mencatat dengan jumlah yang sama .Dengan kata lain tidak ada window dressing dalam praktik
akuntansi perusahaan.
Prinsip kebenaran, prinsip ini sebenarnya tidak dapat dilepaskan dengan prinsip keadilan.
Sebagai contoh, dalam akuntansi kita kan selalu dihadapkan pada masalah pengakuan,
pengukuran laporan. Aktivitas ini akan dapat dilakukan dengan baik apabila dilandaskan pada
nilai kebenaran, kebenaran ini kan dapat menciptakan nilai keadilan dalam mengakui, mengukur
dan melaporkan tansaksi-transaksi dalam ekonomi.
Dengan demikian pengembangan akuntansi Islam, nilai-nilai kebenaran, kejujuran dan
keadilan harus diaktualisasikan dalam praktik akuntansi. Secara garis besar, bagaimana nilai-nilai
kebenaran membentuk akuntansi islam dapat diterangkan. Akuntan muslim harus meyakini
bahwa Islam sebagai way of life (Q.S. 3 : 85).Akuntan harus memiliki karakter yang baik, jujur,
adil, dan dapat dipercaya (Q.S. An-Nisa135).Akuntan bertanggung jawab melaporkan semua
transaksi yang terjadi (muamalah) dengan benar jujur serta teliti, sesuai dengan syariah Islam
(Q.S. Al-Baqarah : 7 8) . Dalam penilaian kekayaan (aset), dapat digunakan harga pasar atau
harga pokok. Keakuratan penilaiannya harus dipersaksikan pihak yang kompeten dan independen
(Al-Baqarah : 282). Standar akuntansi yang diterima umum dapat dilaksanakan sepanjang tidak
bertentangan dengan syariah Islam. 6. Transaksi yang tidak sesuai dengan ketentuan syariah,
harus dihindari, sebab setiap aktivitas usaha harus dinilai halal-haramnya. Faktor ekonomi bukan
alasan tunggal untuk menentukan berlangsungnya kegiatan usaha.
D. Akuntansi Dalam Pandangan Islam[8]
Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya,bahwa al-quran menggambar jenis tansaksi
akuntansi islami, yaitu sebagai berikut:

Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu melakukan utang-piutang (ber-muamalah tidak
secara tunai) untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah
seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan adil. Dan janganlah penulis enggan
menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, meka hendaklah ia menulis, dan hendaklah
orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa
kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya. Jika
yang berhutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau dia sendiri tidak
mampu mengimlakkan, maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur. Dan
persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki (di antaramu). Jika tak ada dua
orang lelaki, maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu
ridhai, supaya jika seorang lupa maka yang seorang mengingatkannya. Janganlah saksi-saksi
itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil; dan janganlah kamu jemu menulis
hutang itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya. Yang demikian itu, lebih
adil di sisi Allah dan lebih menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan)
keraguanmu. (Tulislah muamalahmu itu), kecuali jika muamalah itu perdagangan tunai yang
kamu jalankan di antara kamu, maka tidak ada dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak menulisnya.
Dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan janganlah penulis dan saksi saling sulit
menyulitkan. Jika kamu lakukan (yang demikian), maka sesungguhnya hal itu adalah suatu
kefasikan pada dirimu. Dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha
Mengetahui segala sesuatu. (QS. Albaqarah ayat 282)

Mungkin belum banyak orang yang mengetahui bahwa Akuntansi yang merupakan
cabang ilmu ekonomi yang saat ini sangat pesat perkembangannya disemua sektor baik swasta
maupun publik, ternyata konsep dasarnya telah diperkenalkan oleh Al- Quran, jauh sebelum
Lucas Pacioli yang dikenal dengan bapak akuntansi memperkenalkan konsep akuntasi double-
entry book keeping dalam salah satu buku yang ditulisnya pada tahun 1494. Hal ini dapat dilihat
berdasarkan Surat Al-Baqarah ayat 282 di atas, Allah secara garis besar telah menggariskan
konsep akuntansi yang menekankan pada akuntabilitas.
Tujuan perintah dalam ayat tersebut jelas sekali untuk menjaga keadilan dan kebenaran
yang menekankan adanya pertanggung jawaban. Dengan kata lain, Islam menganggap bahwa
transaksi ekonomi (muamalah) memiliki nilai urgensi yang sangat tinggi, sehingga adanya
pencatatan dapat dijadikan sebagai alat bukti (hitam di atas putih), menggunakan saksi (untuk
transaksi yang material) sangat diperlukan karena dikhawatirkan pihak-pihak tertentu
mengingkari perjanjian yang telah dibuat.
Untuk itulah pembukuan yang disertai penjelasan dan persaksian terhadap semua
aktivitas ekonomi keuangan harus berdasarkan surat-surat bukti berupa: faktur, nota, bon kuitansi
atau akta notaries untuk menghindari perselisihan antara kedua belah pihak. Dan tentu saja
adanya sistem pelaporan yang komprehensif akan memantapkan manajemen karena semua
transaksi dapat dikelola dengan baik sehingga terhindar dari kebocoran-kebocoran. Menariknya
lagi, penempatan ayat tersebut sangat relevan dengan sifat akuntansi, karena ditempatkan pada
surat Al-Baqarah yang berarti sapi betina yang sebenarnya merupakan lambang komoditas
ekonomi.
Akuntansi (accounting) dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah al-muhasabah.
Dalam konsep Islam, akuntansi termasuk dalam masalah muamalah, yang berarti dalam masalah
muamalah pengembangannya diserahkan kepada kemampuan akal pikiran manusia.
Pada perkembangan berikutnya, konsep-konsep praktik akuntansi Islam pada saat ini
mulai mengalami kemajuan. Bahkan di Indonesia, konsep tersebut telah teruji pada saat krisis
moneter melanda Indonesia pada tahun 1998. Hal ini terbukti Bank yang mengunakan konsep
akuntansi syariah ternyata lebih bertahan menghadapi krisis ekonomi, dibandingkan dengan
Bank umum lainnya. Tercatat pada saat ini banyak lembaga-lembaga keuangan Islam, seperti:
Bank Syariah, perusahaan asuransi (takafful), dana reksa syariah dan leasing syariah.
Adapun prinsip akuntansi syariah yang diperkenalkan oleh Islam secara garis besarnya
adalah sebagai berikut:[9]
q Transakasi yang menggunakan prinsip bagi hasil seperti mudharabah dan musyarakah.
q Transaksi yang menggunakan prinsip jual beli seperti murabahah, salam dan istishna.
q Transaksi yang menggunakan prinsip sewa, seperti ijarah
q Transaksi yang mengunakan prinsip titipan, seperti wadiah
q Transaksi yang menggunakan prinsip penjaminan, seperti rahn

Karakteristik perbedaan antara prinsip akuntansi islam dengan akuntansi konvensional


adalah akuntansi islam tidak mengenal riba dalam prakteknya, tidak mengenal konsep time-value
of money, uang sebagai alat tukar bukan sebagai komoditi yang diperdagangkan serta
menggunakan konsep bagi hasil. Hal ini sejalan dengan konsep Islam seperti yang tercantum
dalam Al-Quran (2:275-281), dimana Allah telah menjelaskan tentang hukum riba dan akibatnya
bagi orang yang memakan riba, dan agar terhindar dari riba dianjurkan menunaikan zakat.
Selain itu dalam ayat lain, yang termaktub dalam surat Al- Baqarah ayat 283. yaitu

jika kamu dalam perjalanan, ( dan bermuamalah tidak secara tunai ), sedang kamu tidak
memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang di pegang
( olehyang berpiutang ). Akan tetapi jika kamu mempercayai sebagian yang lain, maka
hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya ) dan hendaklah ia bertaqwa
kepada Allah Tuhannya. Dan janganlah kamu para saksi menyembunyikan persaksian. Dan
barang siapa yang menyembunyikannya, maka sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa
hatinya; dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.

dalam bermuamalah dapat dilakukan dalam perjalanan, dan hal ini menuntut adanya
pembuktian agar suatu waktu hendak penagih memiliki bukti yang cukup atau adanya barang
yang dibawa senilai barang dagangan yang ditinggalkan (borg).
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam akuntansi berdasarkan perspektif Islam adalah
dalam rangka menyajikan laporan keuangan secara benar sehingga diperoleh informasi yang
akurat sebagai dasar perhitungan zakat. Selain itu yang tidak kalah pentingnya adalah akuntansi
sebagai bukti tertulis yang dapat dipertanggug jawabkan dikemudian hari.
Pesan ini mengisyaratkan bahwa Allah senantiasa menganjurkan untuk bertakwa (takut
kepada Allah) dalam menjalankan kegiatan apapun termasuk dalam menjalankan pekerjaan
akuntansi, dan membuktikan bahwa Allah senantiasa memberi petunjuk dalah hal-hal yang
bermanfaat bagi manusia. Terbukti pada saat Al-Quran diturunkan, kegiatan muamalah belum
sekompleks sekarang. Namun demikian Allah telah mengajarkan untuk melakukan pencatatan
(akuntansi/al-muhasabah), menganjurkan adanya bukti dan kesaksian hingga lahirlah seperti
sekarang ini adanya notaris, pengacara, akuntan dan sebagainya supaya terhindar dari masalah.

E. Dalil Akuntansi Menurut Islam

Dari sisi ilmu pengetahuan, Akuntansi adalah ilmu informasi yang mencoba
mengkonversi bukti dan data menjadi informasi dengan cara melakukan pengukuran atas
berbagai transaksi dan akibatnya yang dikelompokkan dalam account, perkiraan atau pos
keuangan seperti aktiva, utang, modal, hasil, biaya, dan laba (Dapat dilihat dalam Al-Quran
surat A-Baqarah :282, dan juga surat asy-syuara ayat 181-184)

Kebenaran dan keadilan dalam mengukur (menakar) tersebut, menurut Dr. Umer Chapra
juga menyangkut pengukuran kekayaan, utang, modal pendapatan, biaya, dan laba perusahaan,
sehingga seorang Akuntan wajib mengukur kekayaan secara benar dan adil. Agar pengukuran
tersebut dilakukan dengan benar, maka perlu adanya fungsi auditing. Dalam Islam, fungsi
Auditing ini disebut tabayyun sebagaimana yang dijelaskan dalam Surah Al-Hujuraat ayat 6
yang berbunyi:

Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu
berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu
kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.

Kemudian, sesuai dengan perintah Allah dalam Al Quran, kita harus menyempurnakan
pengukuran di atas dalam bentuk pos-pos yang disajikan dalam Neraca, sebagaimana
digambarkan dalam Surah Al-Israa ayat 35 yang berbunyi:

dan sempurnakanlah takaran apabila kamu menakar, dan timbanglah dengan neraca
yang benar. Itulahyang lebih utama bagimu dan lebih baik akibatnya.

Ayat ini tentunya memrintahkan kita untuk berlaku adil dan jujur dalam setiap transaksi
yang kita lakukan.
Faktor Pendorong Munculnya Akuntansi Syariah

Ada beberapa faktor yang mendorong munculnya Akuntansi Syariah Islam:

1. Meningkatnya religiousity (rasa keberagamaan) masyarakat,


2. Meningkatnya tuntutan kepada etika dan tanggung jawab sosial yang selama ini nampak
diabaikan oleh akuntansi konvensional,
3. Semakin lambannya akuntansi konvensional mengantisipasi tuntutan masyarakat
khusunya mengenai penekanan pada keadilan, kebenaran dan kejujuran,
4. Kebangkitan Agama Islam khususnya kaum terpelajar yang merasakan kekurangan yang
terdapat dalam Kapitalisme Barat,
5. Kebangkitan Agama Islam terasa setelah beberapa negara yang penduduknya beragama
Islam, merdeka lima puluh tahun yang lalu seperti Mesir, Arab Saudi, India (Pakistan dan
Bangladesh), Iran, Irak, Indonesia, Malaysia, dan lain sebagainya, Negara baru ini tentu
siap dengan pembangunan SDM-nya dan lahirlah penduduk muslim yang terpelajar dan
mendapatkan ilmu dari barat. Dalam akulturasi ilmu ini maka pasti ada beberapa
kontradiksi dan disinilah ia bersikap. Dan mulai merasakan perlunya digali keyakinan akan
agamanya yang dianggapnya komprehensif. Sehingga dalam akuntansi lahirlah
ilmu Akuntansi Islami ini,
6. Perkembangan atau anatomi disiplin akuntansi itu sendiri yang berproses dan berevolusi
mencari kesempurnaan,
7. Kebutuhan akan sistem akuntansi dalam lembaga bisnis syariah seperti Bank, Asuransi,
Pasar Modal, Perdagangan dan lain-lain,
8. Kebutuhan yang semakin besar pada norma perhitungan zakat dengan menggunakan
norma akuntansi yang sudah mapan sebagi dasar perhitungan,
9. Kebutuhan akan pencatatan, pertanggungjawaban dan pengawasan harata ummat misalya
dalam Baitul Maal kekayaan milik umat Islam (wakaf) atau organisasinya.

Menurut Muhammad Akram Khan sifat akuntansi Islam adalah :

1. Penentuan laba rugi yang tepat

Walaupun penentuan laba rugi bersifat subyektif dan bergantung nilai, kehati-hatian harus
dilaksanakan agar tercapai hasil yang bijaksana (sesuai syariah) dan konsisten, sehingga dapat
menjamin bahwa kepentingan semua pihak pemakai laporan dilindungi
2. Mempromosikan dan menilai efisiensi kepemimpinan
Sistem akuntansi harus mampu memberikan standar berdasarkan hukum sejarah untuk menjamin
bahwa manajemen mengikuti kebijaksanaan-kebijaksanaan yang baik yang mempromosikan
amal baik, serta dapat menilai efisiensi manajemen.
3.Ketaatan pada hukum syariah
Setiap aktifitas yang dilakukan oleh unit ekonomi harus dikenali halal haramnya. Faktor
ekonomi tidak harus menjadi alasan tunggal untuk menentukan berlanjut tidaknya suatu
organisasi, tetapi harus tetap tunduk terhadap syariat Islam.
4.Keterikatan pada keadilan
Karena tujuan utama dalam syariah adalah penerapan keadilan dalam masyarakat seluruhnya,
informasi akuntan harus mampu melaporkan setiap kegiatan atau keputusan yang dibuat untuk
menambah ketidakadilan di masyarakat.
5.Melaporkan dengan baik
Informasi akuntansi harus berada dalam posisi yang terbaik untuk melaporkan.
Kelebihan dan Kelemahan Bank Syariah
Kelebihan Bank Syariah : Bank syariah menurut Karnaen Perwataatmadja dan M SyafiI
Antonio, penulis buku Apa Dan Bagaimana Bank Islam
1. Kuatnya ikatan emosional keagamaan antara pemegang saham, pengelola bank, dan
nasabahnya.

2. Dengan adanya keterikatan secara religi, maka semua pihak yang terlibat dalam bank Islam
adalah berusaha sebaik-baiknya dengan pengalaman ajaran agamanya sehingga berapa pun hasil
yang diperoleh diyakini membawa berkah.

3. Adanya Fasilitas pembiayaan (al=mudharabah dan al-musyarakah) yang tidak membebani


nasabah sejak awal dengan kewajiban membayar biaya secara tetap.
4. Adanya sistem bagi hasil, untuk penyimpan dana setelah tersedia peringatan dini tentang
keadaan banknya yang bias diketahui sewaktu-waktu dari naik turunnya jumlah bagi hasil yang
diterima.
5. Penerapan sistem bagi hasil dan ditinggalkannya sistem bunga menjadikan bank Islam
lebih mandiri dari pengaruh gejolak moneter baik dari dalam maupun dari luar negeri.

Kelemahan Bank Syariah :


Karnaen Perwataatmadja dan M SyafiI Antonio juga menyatakan,
1. Bank dengan sisem ini terlalu berprasangka baik kepada semua nasabahnya dan
berasumsi bahwa semua orang yang terlibat dalam bank Islam adalah jujur.Dengan demikian
bank Islam sangat rawan terhadap mereka yang beritikad tidak baik.

2. Sistem bagi hasil memerlukan perhitungan-perhitungan yang rumit terutama dalam


menghitung bagian laba nasabah yang kecil-kecil dan yang nilai simpanannya di bank tidak
tetap.

3. Karena bank ini membawa misi bagi hasil yang adil, maka bank Islam lebih memerlukan
tenaga-tenaga profesional yang andal dari pada bank konvensional. Kekeliruan dalam menilau
proyek yang akan dibiayai bank dengan system bagi hasil akan membawa akibat yang lebih
besar daripada yang dihadapi bank konvensional yang hasil pendapatannya sudah tetap dari
bunga. (saksono).

Anda mungkin juga menyukai