Anda di halaman 1dari 11

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Restaurant fast food di Indonesia berkembang cukup pesat
khususnya di Surabaya, karena masyarakat Surabaya gemar mengkonsumsi
makanan fast food. Alasan makanan fast food disukai oleh masyakarat
Indonesia, karena kecepatannya, hanya menunggu tidak sampai 10 menit,
makanan sudah siap dihidangkan. Kesibukan akan pekerjaan dan sedikit
waktu luang membuat masakan fast food menjadi pilihan utama bagi
masyarakat yang berada di kota besar seperti Jakarta, Bandung, Semarang,
Surabaya, Bali, Palembang dan Makasar. Restaurant fastfood yang paling
disukai masyarakat Indonesia adalah KFC, McDonalds, Hoka-Hoka Bento,
Pizza Hut, Dunkin Donuts (http://suarapengusaha.com).
Salah satu restoran fastfood yang disukai oleh masyarakat Indonesia
adalah Pizza Hut. Restoran Pizza Hut saat ini merupakan restoran pizza
terbesar di dunia. Dari sebuah kedai pizza kecil dan sederhana, Pizza Hut
tumbuh menjadi jaringan restoran pizza terbesar di dunia dengan lebih dari
5.600 restoran di 97 negara. Di Indonesia, Pizza Hut membuka restoran
pertamanya tahun 1984 di Gedung Djakarta Theatre, daerah Thamrin,
Jakarta. Tahun 2000, restoran Pizza Hut pertama ini dipindahkan ke Gedung
Cakrawala di area yang sama, hingga sekarang. Kini, Pizza Hut mempunyai
lebih dari 200 restoran yang tersebar di 22 propinsi di Indonesia, dari Aceh
hingga Abepura (www.pizzahut.co.id).
Perkembangan Pizza Hut di Surabaya sangat cepat, ditandai dengan
menjamurnya gerai Pizza Hut di Surabaya. Jumlah gerai hal ini akan
membantu pelanggan Pizza Hut agar dapat dengan mudah menjangkau
gerai Pizza Hut yang terdekat dari lokasi rumahnya. Jumlah gerai Pizza Hut

1
2

di Surabaya pada akhir tahun 2015 ada sebanyak 15 gerai


(www.pizzahut.co.id/lokasi).
Pizza Hut menerapkan program sarapan di gerai Pizza Hut tertentu,
yang lokasinya tidak berada di dalam mall, dengan jam buka operasional
tidak tergantung pada jam operasional mall sehingga memudahkan
konsumen yang tidak sempat memasak sarapan dapat menikmati sarapan di
Pizza Hut. Salah satu gerai Pizza Hut yang memiliki program sarapan, ialah
Pizza Hut Darmo, yang terletak di jalan utama kota Surabaya. Di gerai ini,
konsumen tidak perlu berjalan cukup jauh dari tempat parkir kendaraan.
Saat ini, setiap rumah makan/restoran berlomba-lomba untuk
menarik konsumen dengan memberikan kualitas produk (makanan), kualitas
layanan dan pengalaman yang lebih baik untuk mencapai persepsi nilai dan
timbulnya niat beli ulang. Oleh karena itu setiap restoran dituntut agar
mampu menawarkan makanan dengan kualitas yang terbaik agar konsumen
memberikan penilaian yang baik terhadap restoran tersebut. Hal ini
menuntut restoranrestoran untuk dapat merumuskan kembali strategi yang
ditempuh untuk meningkatkan kemampuan bersaing dalam melayani
konsumen. Usaha menciptakan nilai dan mempertahankan konsumen
hendaknya menjadi prioritas utama bagi perusahaan.
Kualitas produk (product quality) adalah kemampuan suatu barang
untuk memberikan hasil atau kinerja yang sesuai atau melebihi dari apa
yang diinginkan konsumen (Kotler, 2004:49). Meskipun beberapa atribut
dapat diukur secara objektif, dari sudut pandang pemasaran, kualitas harus
diukur dari segi persepsi pembeli. Dalam hal ini makanan merupakan
produk utama dari usaha restoran.
Kualitas makanan adalah karakteristik kualitas dari makanan yang
dapat diterima oleh konsumen. Ini termasuk dalam faktor eksternal seperti
ukuran, bentuk, warna, konsistensi, tekstur, dan rasa (Potter & Hotchkiss,
1995: 90). Setiap produk makanan mempunyai standart tersendiri, jadi
3

terdapat banyak standar di setiap menu makanan. Kualitas produk suatu


makanan sangatlah penting bagi setiap restoran, karena kualitas makanan
adalah karakteristik nyata dari makanan yang dapat diterima oleh
konsumen. Standar kualitas makanan sulit didefinisikan dan tidak dapat
diukur secara mekanik, tetapi dapat dievaluasi dari nilai nutrisinya, tingkat
bahan yang digunakan, rasa, dan penampilan makanan. Secara garis besar
faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas makanan adalah warna,
penampilan, porsi, bentuk, temperatur, tekstur, aroma, tingkat kematangan
dan rasa (Jones, 2000: 109-110). Jika konsumen berpikir spesifikasi produk
sesuai dengan kebutuhan, konsumen akan lebih cenderung berpikir bahwa
transaksi yang akan dilakukan sudah layak, sehingga mampu menciptakan
nilai konsumen yang tinggi (Parasuraman, et al.,1988).
Sekarang ini, hampir semua perusahaan mulai bergerak ke tingkatan
baru penciptaan nilai bagi konsumennya. Menciptakan nilai konsumen telah
menjadi sumber utama dari keunggulan kompetitif untuk organisasi
(Woodruff, 1997). Nilai konsumen dalam bentuk yang paling dasar adalah
perbedaan antara manfaat yang diterima dari produk dan biaya yang terkait
dengan produk tersebut. Persepsi nilai konsumen adalah keseluruhan
penilaian konsumen terhadap kegunaan suatu produk atas apa yang diterima
dan yang diberikan oleh produk itu (Zeithaml, 1988). Menurut Lupiyoadi
(2013: 212) nilai yang diberikan oleh konsumen diukur berdasarkan
reliabilitas/keandalan, ketahanan, dan kinerja terhadap bentuk fisik,
pelayanan karyawan perusahaan, dan citra produk. Di sisi lain, biaya yang
dikeluarkan oleh konsumen diukur berdasarkan jumlah uang, waktu, dan
energi, serta biaya psikologis produk. Temuan dari penelitian Alex dan
Thomas (2011) menunjukkan bahwa kualitas produk berpengaruh terhadap
nilai konsumen Cocoa Tree di Taiwan.
4

Peran kualitas layanan juga penting dalam meningkatkan persepsi


nilai konsumen. Kualitas layanan, seperti yang dipersepsikan oleh
konsumen dapat didefinisikan sebagai perbedaan luas antara keinginan atau
harapan konsumen dengan persepsi mereka (Zeithaml, et al., 1990:19).
Kualitas layanan adalah seberapa jauh perbedaan antara kenyataan dan
harapan konsumen atas layanan yang mereka terima (Parasuraman, et al.,
1998 dalam Lupiyoadi, 2013: 216). Zeithaml dan Bitner (1996:117)
menambahkan kualitas jasa merupakan pelayanan yang istimewa atau
pelayanan mewah yang dibandingkan dengan harapan konsumen. Kualitas
layanan (service quality) dapat diketahui dengan cara membandingkan
persepsi para konsumen atas pelayanan yang nyata-nyata diterima atau
peroleh dengan pelayanan yang sesungguhnya diharapkan atau diinginkan
terhadap atribut-atribut pelayanan suatu perusahaan. Jika jasa yang diterima
atau dirasakan sesuai dengan yang diharapkan, maka kualitas pelayanan
dipersepsikan baik dan memuaskan, jika jasa yang diterima melampaui
harapan konsumen, maka kualitas layanan dipersepsikan dengan sangat baik
dan berkualitas. Sebaliknya, jika jasa yang diterima lebih rendah daripada
yang diharapkan, maka kualitas layanan dipersepsikan buruk (Alma, 2007:
282).
Pelayanan terbaik pada pelanggan dapat dicapai secara konsisten
dengan memperbaiki pelayanan dan memberikan perhatian khusus pada
standar kinerja pelayanan, baik standar pelayanan internal maupun standar
pelayanan eksternal. Menurut Tjiptono dan Chandra (2011:69) terdapat lima
dimensi kualitas layanan yaitu: reliabilitas, daya tanggap, jaminan, empati
dan bukti fisik. Konsumen umumnya percaya bahwa kualitas pelayanan
yang baik dapat menciptakan nilai konsumen yang baik juga (Nana dan
Rao,2006). Temuan dari penelitian Alex dan Thomas (2011) menunjukkan
5

bahwa kualitas layanan berpengaruh terhadap nilai konsumen Cocoa Tree di


Taiwan.
Saat ini banyak restoran yang menggunakan strategi pemasaran
pengalaman dalam memberikan pelayanan kepada konsumennya, sehingga
diharapkan dapat meningkatkan persepsi nilai konsumen pada restoran
tersebut. Hal ini karena restoran sadar, bahwa pengalaman yang
menyenangkan yang didapatkan para konsumen dari restoran akan membuat
konsumen menjadi nyaman dan diharapkan datang kembali ke restoran
dimasa mendatang. Strategi pemasaran ini, tidak hanya menjual produk dan
jasa kepada konsumen, melainkan juga mengenai bagaimana sensasi
pengalaman kepada konsumen.
Pengalaman konsumen merupakan hal-hal yang bersifat pribadi dan
berlangsung di benak konsumen secara individual dan bersifat tidak
terlupakan (Kotler dan Armstrong, 2008: 272). Menurut Meyer dan
Schwager (2007), pengalaman konsumen adalah tanggapan konsumen
secara internal dan subjektif sebagai akibat dari interaksi secara langsung
maupun tidak langsung dengan perusahaan. Menurut Schmitt (2003: 17)
pengalaman konsumen adalah proses secara strategis dalam mengatur atau
implementasi pengalaman atas diri konsumen dengan suatu produk atau
perusahaan. Pengalaman menurut Schmitt (2003: 18) lebih berorientasi
kepada proses. Menurut konsumen, pengalaman lebih dari sekedar
mendapatkan produk apa yang diinginkan oleh konsumen, tetapi juga pada
semua event dan aktivitas yang merupakan bagian dari proses berbelanja,
seperti desain lingkungan, pelayanan staf, bagaimana sambutan karyawan,
dan apa yang dirasakan konsumen ketika mengkonsumsi produk.
Interaksi secara langsung, konsumen dengan karyawan dalam
industri restoran sangat penting, karena tingkat seringnya kontak antara
karyawan dengan konsumen merupakan pengalaman selama makan di
6

restoran. Menurut Alex dan Thomas (2011), pengalaman konsumen di


restoran dapat diukur melalui tiga dimensi, yaitu: berhubungan dengan
produk makanan, berhubungan dengan layanan pelanggan, dan
berhubungan dengan pengalaman yang dijual oleh perusahaan (pengalaman
konsumen saat berada di restoran). Pengalaman yang baik saat makan di
restoran akan menciptakan nilai konsumen yang baik pula (Alex dan
Thomas, 2011). Temuan dari penelitian Alex dan Thomas (2011)
menunjukkan bahwa pengalaman berpengaruh terhadap nilai konsumen
Cocoa Tree di Taiwan.
Niat beli ulang dapat dipengaruhi oleh persepsi nilai konsumen,
sebagaimana dinyatakan oleh Dehgan, et al., (2015). Keputusan untuk
mengadopsi atau menolak suatu produk timbul setelah konsumen mencoba
suatu produk tersebut dan kemudian timbul rasa suka atau tidak suka
terhadap produk tersebut. Rasa suka terhadap produk timbul, bila konsumen
mempunyai persepsi bahwa produk yang digunakan berkualitas baik dan
dapat memenuhi atau bahkan melebihi nilai yang tinggi di mata konsumen.
Niat beli ulang merupakan niat pembelian yang didasarkan pengalaman
pembelian yang telah dilakukan di masa lalu. Niat beli ulang yang tinggi,
mencerminkan tingkat kepuasan yang tinggi dari konsumen ketika
memutuskan untuk mengadopsi suatu produk. Tingginya niat beli ulang ini
akan membawa dampak yang positif terhadap keberhasilan produk di pasar
(Thamrin, 2003: 25). Niat beli ulang adalah proses berulang membeli
barang dan jasa dari toko tertentu (Hellier, et al., 2003). Sedangkan menurut
Mosavi dan Gheadi (2012), niat beli ulang mengacu pada penilaian individu
tentang melakukan pembelian ulang atau kembali terhadap suatu layanan
yang diberikan dari suatu perusahaan yang sama dengan memperhitungkan
atau mempertimbangkan situasi yang ada. Penelitian yang dilakukan oleh
Setyaningsih, et al., (2007) menunjukkan bahwa niat beli ulang dapat
7

diukur melalui empat indikator, yaitu: niat transaksional, niat eksploratif,


niat preferensial, dan niat referensial. Temuan dari penelitian Dehghan, et
al., (2015) menunjukkan bahwa persepsi nilai konsumen berpengaruh
terhadap niat beli ulang konsumen restoran cepat saji di Tehran.
Berdasarkan uraian tersebut, maka akan di lakukan penelitian dengan
judul Pengaruh Kualitas Produk, Kualitas layanan dan Pengalaman
Terhadap Persepsi Nilai dan Niat Beli Ulang konsumen Pizza Hut Darmo
Surabaya. Penelitian ini merupakan replikasi dari dua penelitian yang
dilakukan oleh Alex dan Thomas (2011) dan penelitian Dehghan, et al.,
(2015), namun dengan fokus penelitian dan responden yang berbeda.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, perumusan


masalah yang diajukan adalah :
1. Apakah kualitas produk berpengaruh terhadap persepsi nilai konsumen
Pizza Hut Darmo Surabaya?
2. Apakah kualitas layanan berpengaruh terhadap persepsi nilai konsumen
Pizza Hut Darmo Surabaya?
3. Apakah pengalaman berpengaruh terhadap persepsi nilai konsumen
Pizza Hut Darmo Surabaya?
4. Apakah persepsi nilai berpengaruh terhadap niat beli konsumen ulang
Pizza Hut Darmo Surabaya?

1.3 Tujuan Penelitian


Berdasarkan rumusan masalah yang diuraikan di atas, maka tujuan
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh kualitas produk terhadap
persepsi nilai konsumen Pizza Hut Darmo Surabaya.
8

2. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh kualitas layanan terhadap


persepsi nilai konsumen Pizza Hut Darmo Surabaya.
3. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh pengalaman terhadap
persepsi nilai konsumen Pizza Hut Darmo Surabaya.
4. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh persepsi nilai terhadap
niat beli ulang konsumen Pizza Hut Darmo Surabaya.

1.4 Manfaat Penelitian


Manfaat dari penelitian yang akan dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Manfaat Akademis
Menerapkan teori dan pengetahuan yang telah diperoleh mengenai
kualitas produk, kualitas layanan, pengalaman, persepsi nilai dan niat
beli ulang. Melalui penelitian ini juga diharapkan dapat dijadikan bahan
masukan bagi penelitian yang akan datang.
2. Manfaat Praktis
Sebagai bahan masukan atau informasi kepada manajemen Pizza Hut
Darmo, agar dapat meningkatkan kualitas produk, kualitas layanan, dan
pengalaman konsumen dalam usaha meningkatkan persepsi nilai dan
niat beli ulang konsumen.

1.5 Sistematika Penulisan


Agar pembaca dapat mengerti tentang pendahuluan, isi dan
pembahasan dalam skripsi, maka sistematika penulisan yang digunakan
dalam penyusunan penelitian ini adalah sebagai berikut:
BAB 1 : PENDAHULUAN
Bab ini akan menguraikan tentang latar belakang masalah,
rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan
sistematika penulisan.
BAB 2 : TINJAUAN KEPUSTAKAAN
9

Dalam bab ini akan diuraikan tentang penelitian terdahulu,


landasan teori yang terdiri dari: kualitas produk, kualtias layanan,
pengalaman, persepsi nilai, dan niat beli ulang, pengaruh antar
variabel, model penelitian dan hipotesis.
BAB 3 : METODE PENELITIAN
Dalam bab ini dijelaskan tentang cara untuk melakukan kegiatan
penelitian, yaitu: desain penelitian, identifikasi variabel, definisi
operasional variabel, jenis dan sumber data, pengukuran variabel,
alat dan metode pengumpulan data, populasi, sampel dan teknik
pengambilan sampel serta teknik analisis data.
BAB 4 : ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
Dalam bab ini akan dijelaskan mengenai pengolahan data yang
terdiri dari karakteristik responden, analisis data serta pembahasan
dari hasil pengolahan data.
BAB 5 : SIMPULAN DAN SARAN
Sebagai langkah akhir dalam penulisan skripsi, bab ini berisi
mengenai simpulan dari pengujian hipotesis dan pembahasan serta
beberapa saran yang bermanfaat bagi manajemen Pizza Hut Darmo
dan bagi penelitian mendatang.
10

DAFTAR KEPUSTAKAAN

http://suarapengusaha.com

http://www.pizzahut.co.id

http://www.pizzahut.co.id/lokasi

Alex, D., dan Thomas, S., 2011., Impact of Product Quality, Service Quality
and Contextual Experience on Customer Perceived Value and
Future Buying Intentions., European Journal of Business and
Management., Vol 3, No.3: 308315.

Alma, B., 2007, Manajemen Pemasaran dan Pemasaran Jasa. Bandung:


CV. Alfabeta.

Dehghan, N. A., Alizadeh, H., dan Mirzaei-Alamouti, S., 2015., Exploring


The Customer Perceived Values As Antecedent Of Purchase
Behavior., Serbian Journal of Management. 2015, Vol. 10 Issue
2: 173188.

Hellier, P.K., Geursen, G.M., Carr, R.A., Rickard, J.A. 2003., Customer
Repurchase Intention, A General Structural Equation Model,
European Journal of Marketing, Vol. 37, No.11/12: 17621800.

Jones, W., 2000., Food Quality Analysis, Oregon: Noni Blessing Holdings

Kotler, P., 2004., Manajemen Pemasaran. Jakarta: Erlangga

Kotler, P., dan Armstrong, G., 2008., Prinsip-prinsip Pemasaran, Jilid 1.


Jakarta: Erlangga.

Lupiyoadi, R., 2013., Manajemen Pemasaran Jasa. Jakarta: Salemba.


Empat.

Meyer, C., dan Schwager, A., 2007, Understanding customer experience.


Harvard Business Review, Vol. 2: 117 126.

Mosavi, A.Z., dan Ghaedi, M., 2012, Role Of Perceived Value In


Explaining Trust And Repurchase Intention In E-Shopping.
African Journal of Business Management, Vol. 6: 49104920
11

Parasuraman, A, Zeithaml,V.A., dan Berry, L.L., 1988, A Multiple-Item


Scale for Measuring Consumer Consumer Perceptions of Service
Quality, Journal of Retailing, Vol.64, No. 1: 1240.

Potter, N.N., dan Hotchkiss, J.H., 1995., Food Science. New Delhi: CBS
Publishers and Distributors.

Saravanan, R., dan Rao, K.S.P., 2006., Development And Validation Of An


Instrument For Measuring Total Quality Service. Total Quality
Management and Business Excellence. Vol. 17, No.6: 733749.

Schmitt, B. H., 2003., Customer Experience Management. New Jersey:


Wiley and Sons.

Setyaningsih, R., Mangunwiharjo, S., dan Soesanto, H., 2007., Analisis


Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Ekuitas Merek Untuk
Meningkatkan Niat Beli Ulang. Jurnal Studi Manajemen dan
Organisasi. Vol. 4, No. 2, Juli: 3043.

Thamrin, A., 2003., Manajemen Produksi dan Industri kecil. Jakarta: Pusat
Penerbitan Universitas Terbuka.

Tjiptono, F., dan Chandra, G., 2011., Service, Quality and Satisfaction.
Yogyakarta: Andi.

Woodruff, R. B., 1997., Customer Value: The Next Source for Competitive
Advantage, Journal of the Academy of marketing Science, Vol 25,
No.2: 139153.

Zeithaml, V.A., 1988., Consumer Perceptions Of Price, Quality And Value:


A Means-End Model And Synthesis Of Evidence. Journal of
Marketing, Vol. 52: 222.

Zeithaml, V.A. dan Bitner, M.J., 1996, Services Marketing, New York:
McGraw-Hill.

Zeithaml, V.A., Parasuraman, A., dan Berry, L.L., 1990, Delivering Quality
Service, New York: The Free Press,

Anda mungkin juga menyukai