Anda di halaman 1dari 7

Modul Nasopharing

Neoplasma (Angiofibroma, Karsinoma)

BUKU ACUAN

MODUL FARING
NEOPLASMA
(ANGIOFIBROMA NASOFARING)

EDISI I

KOLEGIUM
ILMU KESEHATAN TELINGA HIDUNG TENGGOROK BEDAH
KEPALA DAN LEHER
2008

0
Modul Nasopharing
Neoplasma (Angiofibroma, Karsinoma)

BUKU ACUAN
FARING :
NEOPLASMA ( ANGIOFIBROMA NASOFARING )

TUJUAN PEMBELAJARAN
Proses, materi dan metoda pembelajaran yang telah disiapkan bertujuan untuk alih pengetahuan,
keterampilan dan perilaku yang terkait dengan pencapaian kompetensi dan keterampilan yang
diperlukan dalam mengenali dan melakukan tindakan yang tepat terhadap penderita angiofibroma
nasofaring, seperti yang telah disebutkan di atas, yaitu :

1. Menguasai anatomi, histologi, fisiologi nasofaring


2. Mampu menjelaskan etiologi, macam kelainan yang berhubungan dengan angiofibroma
nasofaring
3. Menjelaskan patofisiologi dan gambaran klinis angiofibroma nasofaring
4. Menentukan dan melakukan pemeriksan penunjang (nasal endoskopi/nasofaringoskopi dan
CT scan nasofaring)
5. Membuat diagnosis angiofibroma nasofaring berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik
maupun penunjang
6. Melakukan tatalaksana angiofibroma nasofaring dan rehabilitasi pasca operasi ekstirpasi
7. Melakukan work-up dan memutuskan terapi pendahuluan serta merujuk ke spesialis yang
relevan.

KOMPETENSI

Mampu membuat diagnosis angiofibroma nasofaring berdasarkan pemeriksaan fisik dan


beberapa pemeriksaan tambahan (misalkan pemeriksaan nasal endoskopi dan CT scan
nasofaring). Dokter dapat memutuskan dan melakukan terapi pendahuluan serta merujuk ke
spesialis yang relevan (bukan kasus gawat darurat).

KETERAMPILAN

Setelah Mengikuti sesi ini peserta didik diharapkan terampil dalam :


1. Menjelaskan anatomi, histologi, fisiologi nasofaring
2. Menjelaskan etiologi, macam kelainan yang berhubungan dengan angiofibroma nasofaring
3. Menjelaskan patofisiologi dan gambaran klinis angiofibroma nasofaring
4. Menjelaskan dan melakukan anamnesis serta pemeriksaan fisik angiofibroma nasofaring
5. Melakukan keputusan untuk perlu tidaknya pemeriksan penunjang seperti nasal endoskopi
dan CT scan nasofaring
6. Membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan tambahan yang
berhungan dengan angiofibroma nasofaring
7. Menjelaskan tentang tatalaksana operasi ekstirpasi tumor/angiofibroma, pemberian terapi
hormonal, dan radiasi pada angiofibroma nasofaring
8. Menjelaskan rehabilitasi pasca operasi ekstirpasi tumor/angiofibroma nasofaring
9. Memutuskan terapi pendahuluan serta merujuk ke spesialis yang relevan.

GAMBARAN UMUM

Angiofibroma nasofaring merupakan tumor pembuluh darah yang berasal dari dinding
posterolateral nasofaring dekat foramen sfenopalatina. Secara histologi tumor ini bersifat jinak,
tetapi memiliki sifat ekspansif dan progresif ke daerah sekitarnya. Gejala klinis adalah obstruksi
nasi dan epistaksis berulang. Angiofibroma nasofaring cenderung mudah berdarah karena secara
histologi mempunyai dua komponen yaitu jaringan vaskuler dan jaringan fibrus, makin banyak
jaringan vaskuler kemungkinan besar mudah terjadi perdarahan. Vaskularisasi dari arteri Karotis
eksterna, kadang-kadang dari arteri Karotis interna.

1
Modul Nasopharing
Neoplasma (Angiofibroma, Karsinoma)

Angiofibroma nasofaring pada umumnya diderita oleh laki-laki terutama umur dekade kedua
(pubertas). Kejadian angiofibroma nasofaring kurang dari 0,5% dari seluruh tumor kepala dan
leher, di berbagai rumah sakit di beberapa negara dilaporkan 1:16.000 dari seluruh penderita
THT. Penyebab tidak diketahui, kemungkinan terdapat faktor hormonal.

REFERENSI

1. Andrews JC, Fish U, Valavanis A et al. The surgical management of extensive


nasopharyngeal angiofibromas with the infratemporal fossa approach. The Laryngoscope,
99, 4:429-37

2. Maves MD, Stevens CR. Vascular tumors of the head and neck. In: JT Johnson, J
Gluckman, AM Pou, eds. Head and neck surgery-otolaryngology, 3 rd edition, vol. 2.
Lippincott Williams & Wilkins, Philadelphia. 2001. pp. 1561-73
3. Gopal HV, Frankenthaler R, Fried MP. Advanced cancer of the Larynx. In : BJ Bailey, et
al., eds. Head and Neck Surgery Otolaryngology.Vol 2. 3rd Ed. Philadelphia. Lippincott
Williams & Wilkins. 2001, pp. 1505-22
4. Randall DA. The nose and paranasal sinuses. In : KJ Lee, ed. Essential Otolaryngology
Head and Neck Surgery, 8th Ed. McGraw-Hill, New York. 2003, pp. 682-723
5. Mandpe AH. Paranasal sinus neoplasms. In : AK Lalwani, ed. Current Diagnosis &
Treatment in Otolaryngology Head and Neck Surgery. International Edition. McGraw-
Hill, Boston, 2004. pp. 299-305
6. Miller RH. Neoplasms of the nose and paranasal sinuses. In : JJ Ballenger, ed. Diseases of
the Nose, Throat, Ear, Head and Neck. 14th Ed. Lea & Febiger. Philadelphia. 1991, pp.
209-19
7. Ballenger JJ. The nasopharynx. In : JJ Ballenger, ed. Diseases of the Nose, Throat, Ear,
Head and Neck. 14th Ed. Lea & Febiger. Philadelphia. 1991, pp. 294-8
8. L Ricardo, Carrau, H. Carl, B. Amin In : Eugene N Myers . Operative Otolaryngology-
Head and Neck Surgery, 2th Ed. Departement of Oral and Maxillofacial Surgery.
Pennsylvania. 2008, pp 39-49
9. W. Andrea, A. Neil, L.Keen. Angiofibroma. In :Cummings Otolaryngology head &Neck
Surgery. 5th edition, volume 1. Philadelphia. 2010. pp.292
10. S. James,MD, B. Jhon Jacobin : Ballenger's otorhinolaryngology head and neck surgery.
16th edition.Hamilton,Ontario.2003.pp1081-1082
11. S. Jatin. In : Head and neck surgery and Oncology. Transpalatal exiciton of a nasofaring
angiofibroma. 4th Ed.Elsevier. Philadelphia. 2012
12. Mayers, Eugene M : Operative otolaryngology: Head and Neck Surgery. 2 nd Ed,
Elsevier. 2008

MATERI BAKU

Angiofibroma Nasofaring

Angiofibroma nasofaring (disebut juga angiofibroma nasofaring juvenilis/ANJ) merupakan


tumor jinak vaskuler tetapi bersifat agresif (klinis ganas). Angifibroma terjadi khususnya pada
laki-laki, usia 20 tahun_an dipertimbangkan berhubungan dengan faktor hormonal.
Tumor berasal dari basisfenoid dekat foramen palatina, pada daerah hubungan antara orbita
dan sfenoid proses pada tulang palatum dan sfenoid , tumor biasanya menyebar ke fossa
pterygopalatina, kavum nasi , nasofaring, sinus etmoid dan sinus sfenoid . Angiofibroma juga

2
Modul Nasopharing
Neoplasma (Angiofibroma, Karsinoma)

bisa menyebar ke orbita dan rongga kranial akibat destruksi tulang. Vaskularisasi dari arteri
Karotis eksterna melalui cabang a. Maksilaris interna, kadang-kadang dari arteri Karotis interna.
Gejala klinis adalah obstruksi nasi, epistaksis berulang, gangguan fungsi tuba,
proptosis/diplopia, nyeri di pipi, sinusitis, palatum mole bombans, sefalgi, hearing loss (bila ada
otitis media efusi) bahkan deformitas wajah. Pada pemeriksaan fisik tergantung penyebaran dari
tumor, tampak massa berwarna merah keabu-abuan, licin, massa polipoid meskipun bisa
berbentuk ireguler dan berlobus.
Diagnosis berdasarkan klinis, pada foto polos tampak adanya massa soft tissue pada
posterior kavum nasi dengan atau tanpa penyebaran ke nasofaring dan sinus paranasal, sedangkan
CT scan terlihat gambaran arsitektur tulang sinonasal dan dasar tengkorak, dan dengan kontras
tampak gambaran vaskularisasi yang jelas dan MRI lebih baik untuk melihat perluasan tumor ke
jaringan lunak intrakranial, intratemporan dan intraorbital .
Dengan angiografi dapat diketahui vaskularisasi tumor dan biasanya merupakan cabang
dari a. Maksilla interna dan pharingeal asendens. cabang dari a. carotis interna, sering
menyebabkan perluasan tumor ke nasofaring, sinus sfenoid, rongga orbita, dan fossa
infratemporal dan merupakan tanda bahwa tumor telah meluas ke intrakranial

Penentuan Stadium pada angiofibroma nasofaring


T1 : Tumor terbatas di nasofaring
T2 : Tumor meluas ke rongga hidung/ke sinus sfenoid
T3 : Tumor meluas ke satu atau lebih jaringan sekitar a.l.:
Antrum, etmoid, fossa pterigomaksilaris, fossa intra temporalis, orbita, atau pipi
T4 : Tumor meluas ke intra kranial

Staging pada angiofibroma nasofaring :

Stage I : Tumor terbatas pada nasofaring


Stage IIA : Penyebaran minimal ke fossa pterygomaksila
Stage IIB : Tumor mengisi fossa pterygomaksila yang mendesak dinding belakang antrum
dan menyebar ke posterior dan mengerosi tulang orbita
Stage IIC : Menyebar ke daerah wajah dan fossa temporal melalui fossa pterygomaksila
Stage III : Penyebaran ke intrakranial

Diagnosis Banding
Polip nasi
Karsinoma nasofaring

Manajemen
Penanganan ANJ pada prinsipnya ada dua, yaitu yang pertama adalah penanganan
perdarahan yang bisa terjadi sewaktu-waktu dan penegakan diagnosis. Yang kedua adalah terapi.
Diagnosis ANJ berdasarkan CT scan dengan kontras. MRI dapat digunakan dan membantu
menentukan adanya perluasan ANJ ke intrakranial.
Biopsi tidak dilakukan dikarenakan risiko perdarahan yang sangat hebat. Angiografi
dilakukan untuk mengetahui pernbuluh darah yang rnensuplai tumor dan untuk ernbolisasi.
Pernbuluh darah yang rnensuplai ANJ biasanya berasal dari arteri karotis eksterna (arteri
maksilaris interna dan arten faringealis ascendens). Pada tumor yang meluas ke intraorbital atau
intrakranial, kemungkinan besar rnendapat suplai dari arteri karotis intema. Demikian pula pada
tumor yang besar yang melewati linea mediana, kemungkinan besar mendapat suplai dari
3
Modul Nasopharing
Neoplasma (Angiofibroma, Karsinoma)

pembuluh darah kontralateral. Untuk itu, angiografi dilakukan pada arteri karotis eksterna dan
arteri karotis interna. Terapi utama ANJ adalah operatif. Tindakan operatif dilakukan dengan
pendekatan medial maksilektomi, transpalatal, fasial degloving, skull base surgery, tergantung
kondisi tumor. Dua pendekatan yang dilakukan bersama akan memberikan lapangan pandang
yang lebih baik. Dilaporkan pendekatan transpalatal maupun kraniofasial skull base surgery dapat
menjamin reseksi tumor secara komplet. Dilaporkan angka rekurensi 6-24%. Embolisasi yang
dilakukan 48-72 jam pre op dapat rnengurangi perdarahan.

Radioterapi dilakukan pada kasus dengan perluasan ke basis kranii. Kemoterapi dapat
diberikan pada tumor yang meluas intra kranial. Pemberian hormon seperti estrogen sebagi terapi
definitif tidak memberikan hasil yang optimal.
Tindakan embolisasi sebaiknya dipertimbangkan untuk persiapan preoperatif

Prosedur Operasi
Ekstirpasi Angiofibroma Nasofaring (Transpalatal)

Kompetensi
Dokter memiliki pengetahuan teoritis mengenai keterampilan ekstirpasi angiofibroma nasofaring
(teori, indikasi, prosedur dan komplikasi). Selama pendidikan pernah melihat atau menjadi
asisten, dan pernah menerapkan keterampilan ini di bawah supervisi serta memiliki pengalaman
untuk menggunakan dan menerapkan keterampilan ekstirpasi angiofibroma nasofaring dalam
praktik mandiri.

Definisi
Ekstirpasi angiofibroma nasofaring adalah operasi pengangkatan pengangkatan tumor pembuluh
darah di daerah nasofaring dengan pendekatan transpalatal.

Indikasi
Angiofibroma nasofaring ukuran sedang (stadium

Pendekatan Transpalatal
Dengan pendekatan ini, pterigomaksilaris space dapat dijangkau.
Indikasi: ANJ yang besar dan meluas ke fossa infra temporal. Bila lesi luas melebihi area
nasofaring, pendekatan lain atau kombinasi dengan pendekatan lain, seperti transmaksilari antral,
rinotomi lateralis, transbuccal mungkin diperlukan tergantung ke arah mana perluasannya.
Teknik Transpalatal:
Indikasi :
1. JNA atadium 1
2. Tumor ukuran kecil
Kontra indikasi :
1. Tumor yang menyebar ke lateral dan ke dinding nasofaring
Tehnik operasi :
1. Pasien diposisikan supine dengan leher ekstensi
2. Lakukan anestesi lokal dengan injeksi lidokain 1% dengan perbandingan 1: 100.000
epinephrin sepanjang bagian atas dental aveolar pada bagian palatum durum
3. Pasang paringeal pack

4
Modul Nasopharing
Neoplasma (Angiofibroma, Karsinoma)

3. Dilakukan insisi paralel sepanjang batas ginggiva, dengan meninggalkan cukup mukosa
untuk jahitan pada saat penutupan. Batas anterior irisan adalah 1 cm dari pangkal gigi
incisivus atas.
4. Mukosa palatum dielevasi bersamaan dengan periosteumnya. Pembuluh darah dan nervus
menempel pada flap mukosa. A.Palatina mayor jangan sampai terpotong
5. Flap mukosa palatum dielevasi, tulang palatum durum dibuka dengan irisan berbentuk
U terbalik dengan tatah dan dilebarkan dengan forcep. Tulang palatum durum dibawah
irisan mukosa harus dipertahankan untuk landasan muksa yang dijahit. Mukosa pada
dasar kavum nasi diinsisi untuk mencapai tumor.
6. Dengan memakai osteotom atau hight speed drill untuk mengebor daerah posterior dari
palatum durum dipotong untuk mendapatkan akses dari regio koana posterior di bagian
kiri
7. Reseksi tumor dilakukan secara tumpul, hindari trauma tajam pada tumor dan pembuluh
darah yang memvaskularisasinya.
8. Perdarahan dikontrol dengan suction, penjahitan dan kauter.
9. Dipasang tampon anterior dan posterior (Belloque).
10. Flap palatum dijahit kembali. Dipasang tampon laba-laba untuk menekan flap dan
menjaga posisi flap sedekat mungkin dengan mukosa dasar kavum nasi.

Komplikasi
- Perdarahan
- Fistula
- Deformitas wajah

Follow Up
a. Belajar makan dan minum dengan terpasang tampon posterior
b. Tampon anterior dilepas sedikit-sedikit pada hari ke-3
c. Tampon posterior mulai dilonggarkan hari ke-5
d. Hari ke-7 tampon posterior dilepas

Instrumen yang diperlukan


a) Sterile scalpel blades no : 15
b) Scalpel handle
c) Surgical scissors blunt/blunt, curved (Cooper)
d) Mouth spreider
e) Dower catheter (small) 2 pieces
f) Choanal forcep
g) Raspatorium
h) Dissecting scissor, curved (Metzenbaum)/dissecting scissor for plastic surgery
Gorney/scissor, delicate (Chadwick)
i) Vessel and tendon scissors, curved and straight (Stevens)
j) Standard tissue forcep
k) Dissecting forcep, delicate (Adson); dissecting, nontraumatic forcep
l) Hemostatic, delicate forcep/klem, straight and curved (Halsteid-mosquito)
m) Hemostatic forcep standard (Adson, Leriche)
n) Dissecting and ligature forceps (Baby-Overholt and Baby-Mixter)
o) Bulldog clamps (DeBekey)
p) Dressing and sponge forcep (Rample)
q) Towel clamps (Backhaus)
r) Retractor Lagenbeck-Green dan Wound and vein retractors (Kocher/Cushing)
s) Needle holder DeBekay, Sarot
t) Deschams ligature needle, blunt
u) Sponge forceps, curved (Duplay)
v) Jarum dan benang (dexon)

5
Modul Nasopharing
Neoplasma (Angiofibroma, Karsinoma)

KEPUSTAKAAN MATERI BAKU


1. Maves MD, Stevens CR. Vascular tumors of the head and neck. In: JT Johnson, J Gluckman,
AM Pou, eds. Head and neck surgery-otolaryngology, 3rd edition, vol. 2. Lippincott Williams
& Wilkins, Philadelphia. 2001. pp. 1561-73
2. Randall DA. The nose and paranasal sinuses. In : KJ Lee, ed. Essential Otolaryngology Head
and Neck Surgery, 8th Ed. McGraw-Hill, New York. 2003, pp. 682-723
3. Mandpe AH. Paranasal sinus neoplasms. In : AK Lalwani, ed. Current Diagnosis & Treatment
in Otolaryngology Head and Neck Surgery. International Edition. McGraw-Hill, Boston,
2004. pp. 299-305
4. Miller RH. Neoplasms of the nose and paranasal sinuses. In : JJ Ballenger, ed. Diseases of the
Nose, Throat, Ear, Head and Neck. 14th Ed. Lea & Febiger. Philadelphia. 1991, pp. 209-19
5. Ballenger JJ. The nasopharynx. In : JJ Ballenger, ed. Diseases of the Nose, Throat, Ear, Head
and Neck. 14th Ed. Lea & Febiger. Philadelphia. 1991, pp. 294-8
6. S. James,MD, B. Jhon Jacobin : Ballenger's otorhinolaryngology head and neck surgery. 16th
edition.Hamilton,Ontario.2003.pp1081-1082
7. S. Jatin. In : Head and neck surgery and Oncology. Transpalatal exiciton of a nasofaring
angiofibroma. 4th Ed.Elsevier. Philadelphia. 2012

Anda mungkin juga menyukai