Anda di halaman 1dari 14

Modul Nasopharing

Neoplasma (Angiofibroma, Karsinoma)

BUKU MODUL UTAMA

MODUL FARING
NEOPLASMA
(ANGIOFIBROMA NASOFARING)

EDISI I

KOLEGIUM
ILMU KESEHATAN TELINGA HIDUNG TENGGOROK BEDAH
KEPALA DAN LEHER
2008

0
Modul Nasopharing
Neoplasma (Angiofibroma, Karsinoma)

MODUL NO. 7.1


FARING :
NEOPLASMA ( ANGIOFIBROMA NASOFARING )

WAKTU

Mengembangkan Kompetensi Hari: ........................................................


Sesi di dalam kelas 120 menit (classroom session)
Sesi dengan fasilitasi Pembimbing 1 minggu (coaching session)
Sesi praktik dan pencapaian kompetensi 4 minggu (facilitation and assessment)

PERSIAPAN SESI

Materi presentasi: Angiofibroma Nasofaring


o LCD 1: Anatomi, Fisiologi, Histopatologi Kavum Nasi dan Nasofaring
o LCD 2: Definisi dan Ruang Lingkup Angiofibroma Nasofaring
o LCD 3: Angiofibroma Nasofaring
o LCD 4: Ekstirpasi Angiofibroma Nasofaring
o LCD 5: Clinical Decision Making dan Medikamentosa

Kasus : 1. Angiofibroma Nasofaring (epidemiologi dan masalahnya/magnitude of the


problem)

Sarana dan Alat Bantu Latih :


o Model anatomi kavun nasi dan nasofaring
o Nasal endoskopi
o Penuntun belajar (learning guide) terlampir
o Tempat belajar (training setting) : bangsal THT, Poliklinik THT, kamar operasi,
bangsal perawatan pasca bedah THT.

REFERENSI

1. Andrews JC, Fish U, Valavanis A et al. The surgical management of extensive


nasopharyngeal angiofibromas with the infratemporal fossa approach. The Laryngoscope,
99, 4:429-37
2. Maves MD, Stevens CR. Vascular tumors of the head and neck. In: JT Johnson, J
Gluckman, AM Pou, eds. Head and neck surgery-otolaryngology, 3 rd edition, vol. 2.
Lippincott Williams & Wilkins, Philadelphia. 2001. pp. 1561-73
3. Gopal HV, Frankenthaler R, Fried MP. Advanced cancer of the Larynx. In : BJ Bailey, et
al., eds. Head and Neck Surgery Otolaryngology.Vol 2. 3rd Ed. Philadelphia. Lippincott
Williams & Wilkins. 2001, pp. 1505-22
4. Randall DA. The nose and paranasal sinuses. In : KJ Lee, ed. Essential Otolaryngology
Head and Neck Surgery, 8th Ed. McGraw-Hill, New York. 2003, pp. 682-723
5. Mandpe AH. Paranasal sinus neoplasms. In : AK Lalwani, ed. Current Diagnosis &
Treatment in Otolaryngology Head and Neck Surgery. International Edition. McGraw-
Hill, Boston, 2004. pp. 299-305
6. Miller RH. Neoplasms of the nose and paranasal sinuses. In : JJ Ballenger, ed. Diseases of
the Nose, Throat, Ear, Head and Neck. 14th Ed. Lea & Febiger. Philadelphia. 1991, pp.
209-19
7. Ballenger JJ. The nasopharynx. In : JJ Ballenger, ed. Diseases of the Nose, Throat, Ear,
Head and Neck. 14th Ed. Lea & Febiger. Philadelphia. 1991, pp. 294-8

1
Modul Nasopharing
Neoplasma (Angiofibroma, Karsinoma)

KOMPETENSI

Mampu membuat diagnosis angiofibroma nasofaring berdasarkan pemeriksaan fisik dan


beberapa pemeriksaan tambahan (misalkan pemeriksaan nasal endoskopi dan CT scan
nasofaring). Dokter dapat memutuskan dan melakukan terapi pendahuluan serta merujuk ke
spesialis yang relevan (bukan kasus gawat darurat).

KETERAMPILAN

Setelah Mengikuti sesi ini peserta didik diharapkan terampil dalam :


1. Menjelaskan anatomi, histologi, fisiologi nasofaring
2. Menjelaskan etiologi, macam kelainan yang berhubungan dengan angiofibroma nasofaring
3. Menjelaskan patofisiologi dan gambaran klinis angiofibroma nasofaring
4. Menjelaskan dan melakukan anamnesis serta pemeriksaan fisik angiofibroma nasofaring
5. Melakukan keputusan untuk perlu tidaknya pemeriksan penunjang seperti nasal endoskopi
dan CT scan nasofaring
6. Membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan tambahan yang
berhungan dengan angiofibroma nasofaring
7. Menjelaskan tentang tatalaksana operasi ekstirpasi tumor/angiofibroma, pemberian terapi
hormonal, dan radiasi pada angiofibroma nasofaring
8. Menjelaskan rehabilitasi pasca operasi ekstirpasi tumor/angiofibroma nasofaring
9. Memutuskan terapi pendahuluan serta merujuk ke spesialis yang relevan.

GAMBARAN UMUM

Angiofibroma nasofaring merupakan tumor pembuluh darah yang berasal dari dinding
posterolateral nasofaring dekat foramen sfenopalatina. Secara histologi tumor ini bersifat jinak,
tetapi memiliki sifat ekspansif dan progresif ke daerah sekitarnya. Gejala klinis adalah obstruksi
nasi dan epistaksis berulang. Angiofibroma nasofaring cenderung mudah berdarah karena secara
histologi mempunyai dua komponen yaitu jaringan vaskuler dan jaringan fibrus, makin banyak
jaringan vaskuler kemungkinan besar mudah terjadi perdarahan. Vaskularisasi dari arteri Karotis
eksterna, kadang-kadang dari arteri Karotis interna.
Angiofibroma nasofaring pada umumnya diderita oleh laki-laki terutama umur dekade kedua
(pubertas). Kejadian angiofibroma nasofaring sekitar 0,05% dari seluruh tumor kepala dan leher,
di berbagai negara dilaporkan 1:5000 sampai dengan 1:50.000 dari seluruh penderita THT.
Penyebab tidak diketahui, kemungkinan terdapat faktor hormonal.

CONTOH KASUS:

Seorang laki-laki, 14 tahun datang ke poli THT dengan keluhan: epistaksis/mimisan sejak 2 hari
yang lalu dan sering berulang dalam 3 bulan terakhir. Mimisan terjadi dalam jumlah yang cukup
banyak, kira-kira 3 gelas minum dan sulit berhenti sendiri. Pilek terkadang, sesak nafas tidak ada,
makan dan minum lancar. Pembauan agak terganggu sejak 1 bulan terakhir. Tidak didapatkan
riwayat trauma dan manipulasi hidung sebelumnya. Pemeriksaan tanda vital dalam batas normal,
dan laboratorium didapatkan kadar hemoglobin (Hb) 8 mg/dl, lekosit 9.000, trombosit 250.000.

Diskusi :
Etiofatogenesis epistaksis
Insidensi angiofibroma nasofaring
Gambaran klinis angifibroma nasofaring

Jawaban :

2
Modul Nasopharing
Neoplasma (Angiofibroma, Karsinoma)

TUJUAN PEMBELAJARAN
Proses, materi dan metoda pembelajaran yang telah disiapkan bertujuan untuk alih pengetahuan,
keterampilan dan perilaku yang terkait dengan pencapaian kompetensi dan keterampilan yang
diperlukan dalam mengenali dan melakukan tindakan yang tepat terhadap penderita angiofibroma
nasofaring, seperti yang telah disebutkan di atas, yaitu :

1. Menguasai anatomi, histologi, fisiologi nasofaring


2. Mampu menjelaskan etiologi, macam kelainan yang berhubungan dengan angiofibroma
nasofaring
3. Menjelaskan patofisiologi dan gambaran klinis angiofibroma nasofaring
4. Menentukan dan melakukan pemeriksan penunjang (nasal endoskopi/nasofaringoskopi dan
CT scan nasofaring)
5. Membuat diagnosis angiofibroma nasofaring berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik
maupun penunjang
6. Melakukan tatalaksana angiofibroma nasofaring dan rehabilitasi pasca operasi ekstirpasi
7. Melakukan work-up dan memutuskan terapi pendahuluan serta merujuk ke spesialis yang
relevan.

METODE PEMBELAJARAN

Setelah mengkuti sesi ini peserta didik akan mempunyai kemampuan dasar untuk menegakkan
diagnosis angiofibroma nasofaring dan mampu untuk menentukan terapi yang sesuai.

Tujuan 1. Anatomi, topografi, histologi, embriologi, fisiologi nasofaring


Untuk mencapai tujuan ini maka dipilih metoda pembelajaran berikut ini
Interactive lecture
Small group discussion.
Peer assisted learning (PAL).
Bedside teaching.
Task based medical education.

Harus diketahui : (khususnya untuk level Sp1)


Anatomi kavum nasi, sinus paranasal, dan nasofaring
Gambaran dan karakteristik histologis nasofaring
Fisiologi nasofaring
Patofisiologi angiofibroma nasofaring

Tujuan 2. Menjelaskan etio-patofisiologi dan macam angiofibroma nasofaring


Untuk mencapai tujuan ini maka dipilih metode pembelajaran berikut ini:
Interactive lecture
Journal reading and review.
Peer assisted learning (PAL).
Bedside teaching.
Task based medical education.

Harus diketahui : (sedapat mungkin pilih specific features, signs & symptoms):
Etiologi dan faktor predisposisi
Patofisiologi klinik
Gejala (keluhan pasien)
Tanda (temuan hasil pemeriksaan)
Gambaran klinik

Tujuan 3. Menjelaskan gambaran klinik angiofibroma nasofaring (anamnesis, pemeriksaan


fisik dan penunjang)
Untuk mencapai tujuan ini maka dipilih metode pembelajaran berikut ini:
3
Modul Nasopharing
Neoplasma (Angiofibroma, Karsinoma)

Interactive lecture
Journal reading and review.
Case simulation and investigation exercise.
Equipment characteristics and operating instructions.

Harus diketahui :
Device Sensitivity on Anomaly Findings
Device Specivity on Anomaly Findings

Tujuan 4. Membuat diagnosis angiofibroma nasofaring dari pemeriksaan fisik dan


penunjang
Untuk mencapai tujuan ini maka dipilih metode pembelajaran berikut ini:
Interactive lecture
Journal reading and review.
Case study
Simulation and Real Examination Exercises (Physical and Device).
Demonstration and Coaching
Practice with Real Clients.

Harus diketahui :
Metoda standar anamnesis
Gejala dan tanda pasti tentang adanya tumor di nasofaring
Pemeriksaan penunjang yang sensitif dan spesifik
Memilah diagnosis banding dan menentukan diagnosis kerja
Rencana pengobatan atau tatalaksana pasien

Tujuan 5. Melaksanakan tatalaksana angiofibroma nasofaring


Untuk mencapai tujuan ini maka dipilih metode pembelajaran berikut ini:
Interactive lecture
Journal reading and review.
Morbidity and Mortality Case study
Simulation and Real Examination Exercises (Physical and Device).
Operative Procedure Demonstration and Coaching
Practice with Real Clients.
Continuing Professional Development

Harus diketahui :
Prosedur konservatif
o Radioterapi
o Terapi hormonal
Prosedur operatif
o Transpalatal
o Rinotomi lateral
o Midfacial degloving
o Kombinasi
Prosedur alternatif

Tujuan 6. Melakukan work-up, menentukan terapi dan memutuskan untuk melakukan


rujukan angiofibroma nasofaring
Untuk mencapai tujuan ini maka dipilih metode pembelajaran berikut ini:
Interactive lecture
Journal reading and review.
Case study
Simulation and Real Examination Exercises (Physical and Device).
4
Modul Nasopharing
Neoplasma (Angiofibroma, Karsinoma)

Demonstration and Coaching


Practice with Real Clients.

Harus diketahui :
Work-up Key Points
Jenis-jenis terapi yang direkomendasikan
Kondisi atau situasi penting untuk membuat keputusan untuk merujuk

EVALUASI
1. Pada awal pertemuan dilaksanakan pre test dalam bentuk essay dan oral sesuai dengan tingkat
masa pendidikan yang bertujuan untuk menilai kinerja awal yang dimiliki peserta didik dan
untuk mengidentifikasi kekurangan yang ada. Materi pretest terdiri atas :
- Anatomi dan fisiologi kavum nasi dan nasofaring
- Penegakan diagnosis
- Penatalaksanaan
- Follow up
2. Selanjutnya dilakukan small group discussion bersama dengan fasilitator untuk membahas
kekurangan yang teridentifikasi, membahas isi dan hal-hal yang berkenaan dengan penuntun
belajar, kesempatan yang akan diperoleh pada saat bedside teaching dan proses penilaian.

3. Setelah mempelajari penuntun belajar ini, mahasiswa diwajibkan untuk mengaplikasikan


langkah-langkah yang tertera dalam penuntun belajar dalam bentuk role play dan teman-
temannya (Peer Assisted Evaluation) atau kepada SP (Standardized Patient). Pada saat
tersebut, yang bersangkutan tidak diperkenankan membawa penuntun belajar, penuntun
belajar yang dipegang oleh teman-temannya untuk melakukan evaluasi (Peer Assisted
Evaluation) setelah dianggap memadai, melalui metode bedside teaching dibawah pengawasan
fasilitator, peserta dididik mengaplikasikan penuntun belajar kepada model anatomik dan
setelah kompetensi tercapai peserta didik akan diberikan kesempatan untuk melakukannya
pada pasien sesungguhnya. Pada saat pelaksanaan evaluator melakukan pengawasan langsung
(direct observation), dan mengisi formulir penilaian sebagai berikut :
- Perlu perbaikan : pelaksanaan belum benar atau sebagian langkah tidak dilaksanakan.
- Cukup : pelaksanaan sudah benar tetapi tidak efisien, misal pemeriksaan terdahulu lama
atau kurang memberi kenyamanan kepada pasien.
- Baik : pelaksanaan benar dan baik (efisien)
4. Setelah selesai bedside teaching, dilakukan kembali diskusi untuk mendapatkan penjelasan
dari berbagai hal yang tidak memungkinkan dibicarakan di depan pasien, dan memberi
masukan untuk memperbaiki kekurangan yang ditemukan.
5. Self assesment dan Peer Assisted Evaluation dengan mempergunakan penuntun belajar.
6. Pendidik/ fasilitas :
- Pengamatan langsung dengan memakai evaluation checklist form (terlampir)
- Penjelasan lisan dari peserta didik/ diskusi
- Kriteria penilaian keseluruhan : cakap/ tidak cakap/ lalai
7. Di akhir penilaian peserta didik diberi masukan dan bila diperlukan diberi tugas yang dapat
memperbaiki kinerja (task-based medical education)

5
Modul Nasopharing
Neoplasma (Angiofibroma, Karsinoma)

8. Pencapaian pembelajaran :
- Ujian OSCE (K,P,A), dilakukan pada tahapan THT-KL dasar oleh kolegium Ilmu
Kesehatan THT-KL
- Ujian akhir stase, setiap divisi / unit kerja oleh masing-masing sentra pendidikan THT-KL
lanjut oleh kolegium Ilmu Kesehatan THT-KL.
- Ujian akhir kognitif, dilakukan pada akhir tahapan THT-KL lanjut oleh kolegium Ilmu
Kesehatan THT-KL.

INSTRUMEN PENILAIAN KOMPETENSI KOGNITIF

Kuesioner meliputi :

1. Sebelum pembelajaran

Soal :

Jawaban :

2. Tengah pembelajaran

Soal :

Jawaban :

3. Akhir pembelajaran

Soal :

Jawaban :

6
Modul Nasopharing
Neoplasma (Angiofibroma, Karsinoma)

INSTRUMEN PENILAIAN KOMPETENSI PSIKOMOTOR

PENUNTUN BELAJAR
PROSEDUR EKSTIRPASI ANGIOFIBROMA NASOFARING

Nilailah kinerja setiap langkah yang diamati menggunakan skala sebagai berikut.:
1 Perlu perbaikan: langkah tidak dikerjakan atau tidak sesuai dengan yang seharusnya atau
urutannya tidak sesuai (jika harus berurutan)
2 Mampu: langkah dikerjakan sesuai dengan yang seharusnya dan urutannya (jika harus berurutan).
Pelatih hanya membimbing untuk sedikit perbaikan atau membantu untuk kondisi di luar normal
3 Mahir: langkah dikerjakan dengan benar, sesuai urutannya dan waktu kerja yang sangat efisien
T/D Langkah tidak diamati (penilai menganggap langkah tertentu tidak perlu diperagakan)

NAMA PESERTA: ...................................... TANGGAL: .................................


KEGIATAN KASUS
I. KAJI ULANG DIAGNOSIS & PROSEDUR OPERATIF
Nama
Diagnosis
Informed Choice & Informed Consent
Rencana Tindakan
Persiapan Sebelum Tindakan
II. PERSIAPAN PROSEDUR EKSTIRPASI ANGIOFIBROMA NASOFARING
Pastikan kelengkapan peralatan, bahan dan obat-obatan esensial untuk
prosedur Ekstirpasi Angiofibroma Nasofaring telah tersedia dan lengkap,
yaitu:
a) Sterile scalpel blades no : 15
b) Scalpel handle
c) Surgical scissors blunt/blunt, curved (Cooper)
d) Mouth spreider
e) Dower catheter (small) 2 pieces
f) Choanal forcep
g) Raspatorium
h) Dissecting scissor, curved (Metzenbaum)/dissecting scissor for plastic
surgery Gorney/scissor, delicate (Chadwick)
i) Vessel and tendon scissors, curved and straight (Stevens)
j) Standard tissue forcep
k) Dissecting forcep, delicate (Adson); dissecting, nontraumatic forcep
l) Hemostatic, delicate forcep/klem, straight and curved (Halsteid-mosquito)
m) Hemostatic forcep standard (Adson, Leriche)
n) Dissecting and ligature forceps (Baby-Overholt and Baby-Mixter)
o) Bulldog clamps (DeBekey)
p) Dressing and sponge forcep (Rample)
q) Towel clamps (Backhaus)
r) Retractor Lagenbeck-Green dan Wound and vein retractors
(Kocher/Cushing)
s) Needle holder DeBekay, Sarot
t) Deschams ligature needle, blunt
u) Sponge forceps, curved (Duplay)
v) Jarum dan benang (dexon)
7
Modul Nasopharing
Neoplasma (Angiofibroma, Karsinoma)

III. PROSEDUR EKSTIRPASI ANGIOFIBROMA NASOFARING

a) Dilakukan insisi paralel sepanjang batas ginggiva, dengan meninggalkan


cukup mukosa untuk jahitan pada saat penutupan. Batas anterior irisan
adalah 1 cm dari pangkal gigi incisivus atas.
b) Mukosa palatum dielevasi bersamaan dengan periosteumnya. Pembuluh
darah dan nervus menempel pada flap mukosa. A.Palatina mayor jangan
sampai terpotong
c) Flap mukosa palatum dielevasi, tulang palatum durum dibuka dengan
tatah dan dilebarkan dengan forcep. Tulang palatum durum dibawah
irisan mukosa harus dipertahankan untuk landasan muksa yang dijahit.
Mukosa pada dasar kavum nasi diinsisi untuk mencapai tumor.
d) Reseksi tumor dilakukan secara tumpul, hindari trauma tajam pada tumor
dan pembuluh darah yang memvaskularisasinya.
e) Perdarahan dikontrol dengan suction, dan kauter.
f) Dipasang tampon anterior dan posterior (Belloque).
g) Flap palatum dijahit kembali. Dipasang tampon laba-laba untuk menekan
flap dan menjaga posisi flap sedekat mungkin dengan mukosa dasar
kavum nasi.

IV. PASCA EKSTIRPASI ANGIOFIBROMA NASOFARING

Instruksi Pasca Ekstirpasi Angiofibroma Nasofaring :


a. Belajar makan dan minum dengan terpasang tampon posterior
b. Tampon anterior dilepas sedikit-sedikit pada hari ke-3
c. Tampon posterior mulai dilonggarkan hari ke-5
d. Hari ke-7 tampon posterior dilepas

8
Modul Nasopharing
Neoplasma (Angiofibroma, Karsinoma)

Penilaian Kinerja Keterampilan (ujian akhir)

DAFTAR TILIK PENILAIAN KINERJA


PROSEDUR EKSTIRPASI ANGIOFIBROMA NASOFARING

Berikan penilaian tentang kinerja psikomotorik atau keterampilan yang diperagakan oleh peserta pada
saat melaksanakan statu kegiatan atau prosedur, dengan ketentuan seperti yang diuraikan dibawah ini:
: Memuaskan: Langkah atau kegiatan diperagakan sesuai dengan prosedur atau panduan standar
: Tidak memuaskan: Langkah atau kegiatan tidak dapat ditampilkan sesuai dengan prosedur atau
panduan standar
T/T: Tidak Ditampilkan: Langkah, kegiatan atau keterampilan tidak diperagakan oleh peserta
selama proses evaluasi oleh pelatih

PESERTA: _____________________________ TANGGAL :______________

KEGIATAN NILAI
Persiapan
1. Kaji ulang diagnosis
2. Menyiapkan peralatan operatif
3. Menyiapkan diri untuk tindakan operatif
4. Menyiapkan posisi pasien
5. Melakukan tindakan a & anti septik
PROSEDUR OPERASI
1. Melakukan insisi pada palatum
2. Elevasi mukopereosteal flap
3. Membuka tulang palatum durum
4. Insisi mukosa dasar kavum nasi
5. Reseksi tumor secara tumpul
6. Pasang tampon anterior dan posterior
7. Menjahit flap palatum

9
Modul Nasopharing
Neoplasma (Angiofibroma, Karsinoma)

MATERI PRESENTASI

LCD 1: Anatomi, Fisiologi, Histopatologi Kavum Nasi dan Nasofaring

LCD 2: Definisi & Ruang Lingkup Angiofibroma Nasofaring

LCD 3: Angiofibroma Nasofaring

LCD 4: Ekstirpasi Angiofibroma Nasofaring

LCD 5: Clinical Decision Making and Medikamentosa

MATERI BAKU

Angiofibroma Nasofaring

Angiofibroma nasofaring (disebut juga angiofibroma nasofaring juvenilis/ANJ) merupakan


tumor jinak vaskuler tetapi bersifat agresif (klinis ganas). Merupakan tumor yang relatif jarang,
sekitar 0,05% dari seluruh tumor kepala leher. Banyak didapatkan pada laki-laki muda, namun
dilaporkan terdapat pula pada wanita. Penyebab tidak diketahui dengan pasti, kemungkinan
terdapat faktor hormonal, yakni ketidakseimbangan estrogen dan androgen.
Tumor berasal dari dinding nasal posterolateral di dekat foramen sfenopalatina.
Vaskularisasi dari arteri Karotis eksterna melalui cabang a. Maksilaris interna, kadang-kadang
dari arteri Karotis interna. Gejala klinis adalah obstruksi nasi, epistaksis berulang, gangguan
fungsi tuba, proptosis/diplopia, palatum mole bombans, sefalgi, bahkan deformitas wajah. Pada
pemeriksaan fisik tampak massa berwarna merah keunguan di nasofaring, massa mungkin meluas
ke kavum nasi atau orofaring.
Diagnosis berdasarkan klinis, sedangkan CT scan dengan kontras dan MRI untuk melihat
perluasan tumor. Dengan angiografi dapat diketahui perluasan tumor dan derajat vaskularisasi
serta dapat mengetahui pembuluh darah penyebab tumor. Biopsi tidak dilakukan.

Penentuan Stadium
T1 : Tumor terbatas di nasofaring
T2 : Tumor meluas ke rongga hidung/ke sinus sfenoid
T3 : Tumor meluas ke satu atau lebih jaringan sekitar a.l.:
Antrum, etmoid, fossa pterigomaksilaris, fossa intra temporalis, orbita, atau pipi
T4 : Tumor meluas ke intra kranial

Diagnosis Banding
Polip nasi
Karsinoma nasofaring
Manajemen
Penanganan ANJ pada prinsipnya ada dua, yaitu yang pertama adalah penanganan
perdarahan yang bisa terjadi sewaktu-waktu dan penegakan diagnosis. Yang kedua adalah terapi.
Diagnosis ANJ berdasarkan CT scan dengan kontras. MRI dapat digunakan dan membantu
menentukan adanya perluasan ANJ ke intrakranial.

10
Modul Nasopharing
Neoplasma (Angiofibroma, Karsinoma)

Biopsi tidak dilakukan dikarenakan risiko perdarahan yang sangat hebat. Angiografi
dilakukan untuk mengetahui pernbuluh darah yang rnensuplai tumor dan untuk ernbolisasi.
Pernbuluh darah yang rnensuplai ANJ biasanya berasal dari arteri karotis eksterna (arteri
maksilaris interna dan arten faringealis ascendens). Pada tumor yang meluas ke intraorbital atau
intrakranial, kemungkinan besar rnendapat suplai dari arteri karotis intema. Demikian pula pada
tumor yang besar yang melewati linea mediana, kemungkinan besar mendapat suplai dari
pembuluh darah kontralateral. Untuk itu, angiografi dilakukan pada arteri karotis eksterna dan
arteri karotis interna.
Terapi utama ANJ adalah operatif. Tindakan operatif dilakukan dengan pendekatan medial
maksilektomi, transpalatal, fasial degloving, skull base surgery, tergantung kondisi tumor. Dua
pendekatan yang dilakukan bersama akan memberikan lapangan pandang yang lebih baik.
Dilaporkan pendekatan transpalatal maupun kraniofasial skull base surgery dapat menjamin
reseksi tumor secara komplet. Dilaporkan angka rekurensi 6-24%. Embolisasi yang dilakukan 48-
72 jam pre op dapat rnengurangi perdarahan.

Radioterapi dilakukan pada kasus dengan perluasan ke basis kranii. Kemoterapi dapat
diberikan pada tumor yang meluas intra kranial. Pemberian hormon seperti estrogen sebagi terapi
definitif tidak memberikan hasil yang optimal.

Prosedur Operasi
Ekstirpasi Angiofibroma Nasofaring (Transpalatal)

Kompetensi
Dokter memiliki pengetahuan teoritis mengenai keterampilan ekstirpasi angiofibroma nasofaring
(teori, indikasi, prosedur dan komplikasi). Selama pendidikan pernah melihat atau menjadi
asisten, dan pernah menerapkan keterampilan ini di bawah supervisi serta memiliki pengalaman
untuk menggunakan dan menerapkan keterampilan ekstirpasi angiofibroma nasofaring dalam
praktik mandiri.

Definisi
Ekstirpasi angiofibroma nasofaring adalah operasi pengangkatan pengangkatan tumor pembuluh
darah di daerah nasofaring dengan pendekatan transpalatal.

Indikasi
Angiofibroma nasofaring ukuran sedang (stadium

Pendekatan Transpalatal
Dengan pendekatan ini, pterigomaksilaris space dapat dijangkau.
Indikasi: ANJ yang besar dan meluas ke fossa infra temporal. Bila lesi luas melebihi area
nasofaring, pendekatan lain atau kombinasi dengan pendekatan lain, seperti transmaksilari antral,
rinotomi lateralis, transbuccal mungkin diperlukan tergantung ke arah mana perluasannya.
Teknik Transpalatal:
1. Dilakukan insisi paralel sepanjang batas ginggiva, dengan meninggalkan cukup mukosa
untuk jahitan pada saat penutupan. Batas anterior irisan adalah 1 cm dari pangkal gigi
incisivus atas.
2. Mukosa palatum dielevasi bersamaan dengan periosteumnya. Pembuluh darah dan nervus
menempel pada flap mukosa. A.Palatina mayor jangan sampai terpotong
3. Flap mukosa palatum dielevasi, tulang palatum durum dibuka dengan tatah dan
dilebarkan dengan forcep. Tulang palatum durum dibawah irisan mukosa harus
11
Modul Nasopharing
Neoplasma (Angiofibroma, Karsinoma)

dipertahankan untuk landasan muksa yang dijahit. Mukosa pada dasar kavum nasi diinsisi
untuk mencapai tumor.
4. Reseksi tumor dilakukan secara tumpul, hindari trauma tajam pada tumor dan pembuluh
darah yang memvaskularisasinya.
5. Perdarahan dikontrol dengan suction, dan kauter.
6. Dipasang tampon anterior dan posterior (Belloque).
7. Flap palatum dijahit kembali. Dipasang tampon laba-laba untuk menekan flap dan
menjaga posisi flap sedekat mungkin dengan mukosa dasar kavum nasi.
Komplikasi
- Perdarahan
- Fistula
- Deformitas wajah

Follow Up
a. Belajar makan dan minum dengan terpasang tampon posterior
b. Tampon anterior dilepas sedikit-sedikit pada hari ke-3
c. Tampon posterior mulai dilonggarkan hari ke-5
d. Hari ke-7 tampon posterior dilepas

Instrumen yang diperlukan


a) Sterile scalpel blades no : 15
b) Scalpel handle
c) Surgical scissors blunt/blunt, curved (Cooper)
d) Mouth spreider
e) Dower catheter (small) 2 pieces
f) Choanal forcep
g) Raspatorium
h) Dissecting scissor, curved (Metzenbaum)/dissecting scissor for plastic surgery
Gorney/scissor, delicate (Chadwick)
i) Vessel and tendon scissors, curved and straight (Stevens)
j) Standard tissue forcep
k) Dissecting forcep, delicate (Adson); dissecting, nontraumatic forcep
l) Hemostatic, delicate forcep/klem, straight and curved (Halsteid-mosquito)
m) Hemostatic forcep standard (Adson, Leriche)
n) Dissecting and ligature forceps (Baby-Overholt and Baby-Mixter)
o) Bulldog clamps (DeBekey)
p) Dressing and sponge forcep (Rample)
q) Towel clamps (Backhaus)
r) Retractor Lagenbeck-Green dan Wound and vein retractors (Kocher/Cushing)
s) Needle holder DeBekay, Sarot
t) Deschams ligature needle, blunt
u) Sponge forceps, curved (Duplay)
v) Jarum dan benang (dexon)

KEPUSTAKAAN MATERI BAKU


1. Andrews JC, Fish U, Valavanis A et al. The surgical management of extensive
nasopharyngeal angiofibromas with the infratemporal fossa approach. The Laryngoscope, 99,
4:429-37
2. Maves MD, Stevens CR. Vascular tumors of the head and neck. In: JT Johnson, J Gluckman,
AM Pou, eds. Head and neck surgery-otolaryngology, 3rd edition, vol. 2. Lippincott Williams
& Wilkins, Philadelphia. 2001. pp. 1561-73
3. Gopal HV, Frankenthaler R, Fried MP. Advanced cancer of the Larynx. In : BJ Bailey, et al.,
eds. Head and Neck Surgery Otolaryngology.Vol 2. 3rd Ed. Philadelphia. Lippincott
Williams & Wilkins. 2001, pp. 1505-22
12
Modul Nasopharing
Neoplasma (Angiofibroma, Karsinoma)

4. Randall DA. The nose and paranasal sinuses. In : KJ Lee, ed. Essential Otolaryngology Head
and Neck Surgery, 8th Ed. McGraw-Hill, New York. 2003, pp. 682-723
5. Mandpe AH. Paranasal sinus neoplasms. In : AK Lalwani, ed. Current Diagnosis & Treatment
in Otolaryngology Head and Neck Surgery. International Edition. McGraw-Hill, Boston,
2004. pp. 299-305
6. Miller RH. Neoplasms of the nose and paranasal sinuses. In : JJ Ballenger, ed. Diseases of the
Nose, Throat, Ear, Head and Neck. 14th Ed. Lea & Febiger. Philadelphia. 1991, pp. 209-19
7. Ballenger JJ. The nasopharynx. In : JJ Ballenger, ed. Diseases of the Nose, Throat, Ear, Head
and Neck. 14th Ed. Lea & Febiger. Philadelphia. 1991, pp. 294-8

13

Anda mungkin juga menyukai