BAB I Teksemsol
BAB I Teksemsol
PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
Pada pembuatan makalah kali ini diharapkan mahasiswa dapat mengetahui
bagian dari mata, cara sterilisasi tetes mata dan formulasi dari tetes mata.
1.3 Rumusan Masalah
1. Apa saja bagian-bagian dari mata
2. Apa yang dimaksud tetes mata dan syarat pembuatan tetes mata
3. Apa yang dimaksud sterilisasi, steril dan cara sterilisasi
4. Apa itu Chloramphenikol, indikasinya, mekanisme kerjanya dan efek
sampingnya
5. Bagaimana cara memformulasi sediaan tetes mata Chloramphenikol
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. MATA
b. Iris
Iris merupakan bagian yang memberi warna pada mata. Iris berperan
untuk memberikan warna pada bola mata manusia. Pada bagian Iris
terdapat pingmen warna, oleh karena itu iris sering disebut selaput pelangi,
iris terletak pada bagian depan bola mata. Iris dapat mengkerut dan
mengembang, iris berfungsi untuk mengatur pergerakan pupil sesuai
dengan intensitas cahaya yang masuk.
c. Pupil
Pupil adalah bagian lubang yang terdapat pada bagian tengah iris yang
berfungsi untuk mengatur banyak sedikitnya cahaya yang masuk ke mata.
Pupil akan melebar apabila sedikit cahaya yang masuk ke mata (dalam
keadaan semakin gelap), dan akan mengecil apabila banyak cahaya yang
masuk ke mata (dalam keadaan semakin terang). Proses membesar dan
mengecilnya Pupil berguna agar cahaya yang masuk tidak berlebihan dan
tidak terlalu sedikit agar kita tetap dapat melihat dengan baik.
d. Lensa
Lensa merupakan bagian yang bersifat lunak dan transparan yang
terdapat di belakang iris. Lensa berfungsi untuk mengumpulkan dan
memfokuskan cahaya agar bayangan benda jatuh di tempat yang tepat.
Lensa memiliki kemampuan yang disebut daya akomodasi, yaitu
kemampuan untuk menebal/menipisnya atau mencembung/memipihnya
lensa sesuai dengan jarak benda yang dilihat. Lensa diikat oleh otot
pemegang lensa, otot inilah yang berfungsi dalam kemampuan daya
akomodasi lensa. Apabila lensa akan semakin cembung saat melihat benda
yang dekat dan semakin memipih saat melihat benda yang jauh.
e. Kelenjar Lakrima (kelenjar air mata)
Kelenjar Lakrima merupakan bagian mata yang berfungsi untuk
menghasilkan air mata yang akan membasahi kornea, melindungi mata
dari kuman, menjaga mata dan kelopak mata bagian dalam agar tetap
lembut dan sehat.
f. Saraf Optik
Saraf optik merupakan bagian yang berfungsi untuk memberikan
informasi visual yang diterima dan diteruskan ke otak.
2.2.TETES MATA
Tetes mata adalah sediaan steril berupa larutan atau suspensi yang
digunakan dengan cara meneteskan obat pada selaput lender mata disekitar
kelopak mata dan bola mata atau Tetes mata adalah cairan steril atau larutan
berminyak atau suspensi yang ditujukan untuk dimasukkan ke dalam saccus
conjungtival. Mereka dapat mengandung bahan-bahan antimikroba seperti
antibiotik, bahan antiinflamasi seperti kortikosteroid, obat miotik seperti
fisostigmin sulfat atau obat midriatik seperti atropin sulfat.
Dengan definisi resmi larutan untuk mata adalah larutan steril yang
dicampur dan dikemas untuk dimasukkan dalam mata. Selain steril preparat
tersebut memerlukan pertimbangan yang cermat terhadap faktor-faktor farmasi
seperti kebutuhan bahan antimikroba, isotonisitas, dapar, viskositas dan
pengemasan yang cocok.
Faktor-faktor dibawah ini sangat penting dalam sediaan larutan mata :
1. Ketelitian dan kebersihan dalam penyiapan larutan.
2. Sterilitas akhir dari tetes mata dan kehadiran bahan antimikroba yang
efektif untuk menghambat pertumbuhan dari banyak mikroorganisme selama
penggunaan dari sediaan.
Tetes mata adalah larutan berair yang idealnya harus memiliki sifat-sifat
sebagai berikut :
1. Harus steril ketika dihasilkan
2.3.Formulasi
Formula umum
R/ Zat aktif
Bahan pembantu :
Pengawet
Pengisotonis
Antioksidan
Pendapar
Peningkat viskositas
Pensuspensi
Surfaktan
2.4.STERILISASI
Sterilisasi adalah suatu proses untuk membuat ruang / benda menjadi steril
atau suatu proses untuk membunuh semua jasad renik yang ada, sehingga jika
ditumbuhkan di dalam suatu medium tidak ada lagi jasad renik yang dapat
berkembang biak. Sterilisasi harus dapat membunuh jasad renik yang paling tahan
panas yaitu spora bakteri.
Steril adalah suatu keadaan dimana suatu zat bebas dari mikroba hidup,
baik yang patogen (menimbulkan penyakit) maupun apatogen / non patogen
(tidak menimbulkan penyakit), baik dalam bentuk vegetatif (siap untuk
berkembang biak) maupun dalam bentuk spora (dalam keadaan statis, tidak dapat
berkembang biak, tetapi melindungi diri dengan lapisan pelindung yang kuat).
Tidak semua mikroba dapat merugikan, misalnya mikroba yang terdapat
dalam usus yang dapat membusukkan sisa makanan yang tidak terserap oleh
tubuh. Mikroba yang patogen misalnya Salmonella typhosa yang menyebabkan
penyakit typus, E.coli yang menyebabkan penyakit perut.
2.4.1. Tujuan Suatu Obat Dibuat Steril
Tujuan obat dibuat steril (seperti obat suntik) karena berhubungan
langsung dengan darah atau cairan tubuh dan jaringan tubuh yang lain dimana
pertahanan terhadap zat asing tidak selengkap yang berada di saluran
cerna/gastrointestinal, misalnya hati yang dapat berfungsi untuk
menetralisir/menawarkan racun.
Diharapkan dengan steril dapat dihindari adanya infeksi sekunder. Dalam
hal ini tidak berlaku relatif steril atau setengah steril , hanya ada dua pilihan yaitu
steril dan tidak steril.
Sediaan farmasi yang perlu disterilkan adalah injeksi, tablet implant, tablet
hipodermik dan sediaan untuk mata seperti tetes mata, cuci mata, dan salep mata.
2.4.2. Cara - Cara Sterilisasi Menurut FI ed.IV
a. Sterilisasi uap
Adalah proses sterilisasi thermal yang menggunakan uap jenuh
dibawah tekanan selama 15 menit pada suhu 121 o. Kecuali dinyatakan
lain, berlangsung disuatu bejana yang disebut otoklaf, dan mungkin
merupakan proses sterilisasi paling banyak dilakukan.
b. Sterilisasi panas kering
Sterilisasi cara ini menggunakan suatu siklus Oven modern yang
dilengkapi udara yang dipanaskan dan disaring. Rentang suhu khas yang
dapat diterima di dalam bejana sterilisasi kosong adalah lebih kurang 15 o,
jika alat sterilisasi beroperasi pada suhu tidak kurang dari 250o .
c. Sterilisasi gas
Bahan aktif yang digunakan adalah gas etilen oksida yang dinetralkan
dengan gas inert, tetapi keburukan gas etilen oksida ini adalah sangat
mudah terbakar, bersifat mutagenik, kemungkinan meninggalkan residu
toksik di dalam bahan yang disterilkan, terutama yang mengandung ion
klorida.
Pemilihan untuk menggunakan sterilisasi gas ini sebagai alternatif dari
sterilisasi termal, jika bahan yang akan disterilkan tidak tahan terhadap
suhu tinggi pada sterilisasi uap atau panas kering.
Proses sterilisasinya berlangsung di dalam bejana bertekanan yang
didesain seperti pada otoklaf dengan modifikasi tertentu. Salah satu
keterbatasan utama dari proses sterilisasi dengan gas etilen oksida adalah
terbatasnya kemampuan gas tersebut untuk berdifusi sampai ke daerah
yang paling dalam dari produk yang disterilkan.
d. Sterilisasi dengan radiasi ion
Ada 2 jenis radiasi ion yang digunakan yaitu disintegrasi radioaktif
dari radioisotop (radiasi gamma) dan radiasi berkas elektron. Digunakan
isotop radio aktif, misalnya Cobalt 60.
Pada kedua jenis ini, dosis yang menghasilkan derajat jaminan
sterilitas yang diperlukan harus ditetapkan sedemikian rupa hingga dalam
rentang satuan dosis minimum dan maksimum, sifat bahan yang
disterilkan dapat diterima. Walaupun berdasarkan pengalaman dipilih dosis
2,5 megarad (Mrad) radiasi yang diserap, tetapi dalam beberapa hal,
diinginkan dan dapat diterima penggunaan dosis yang lebih rendah untuk
peralatan, bahan obat dan bentuk sediaan akhir.
Cara ini dilakukan jika bahan yang disterilkan tidak tahan terhadap
sterilisasi panas dan khawatir tentang keamanan etilen oksida. Keunggulan
sterilisasi ini adalah reaktivitas kimia rendah, residu rendah yang dapat
diukur serta variabel yang dikendalikan lebih sedikit.
e. Sterilisasi dengan penyaringan
Sterilisasi larutan yang labil terhadap panas sering dilakukan dengan
penyaringan menggunakan bahan yang dapat menahan mikroba, hingga
mikroba yang dikandungnya dapat dipisahkan secara fisika.
Perangkat penyaring umumnya terdiri dari suatu matriks berpori
bertutup kedap atau dirangkaikan pada wadah yang tidak permeable.
Efektivitas penyaring media atau penyaring subtrat tergantung pada ukuran
pori matriks, daya adsorpsi bakteri dari matriks dan mekanisme
pengayakan.
Penyaring yang melepas serat, terutama yang mengandung asbes
harus dihindari penggunaannya kecuali tidak ada penyaringan alternatif
lain yang mungkin bisa digunakan.
Ukuran porositas minimal membran matriks tersebut berkisar 0,2mm
0,45mm tergantung pada bakteri apa yang hendak disaring. Penyaring
yang tersedia saat ini adalah selulosa asetat, selulosa nitrat, flourokarbonat,
polimer akrilik, polikarbonat, poliester, polivinil klorida, vinil nilon, potef
dan juga membran logam.
Larutan disaring melalui penyaring bakteri steril, diisikan ke dalam
wadah steril, kemudian ditutup kedap menurut teknik aseptik .
2.5. Evaluasi Sediaan
- Evaluasi Fisik
1. Uji kejernihan
2. Penentuan bobot jenis
3. Penentuan pH
4. Penentuan bahan partikulat
5. Penentuan volume terpindahkan
6. Penentuan viskositas dan aliran
7. Volume sedimentasi
8. Kemampuan redispersi
9. Penentuan homogenitas
10. Penentuan distribusi ukuran partikel
- Evaluasi Kimia
1. Identifikasi
2. Penetapan kadar
3. Penetapan potensi
- Evaluasi Biologi
1. Uji sterilitas
2. Uji efektivitas pengawet
2.7.Chloramphenikol
Chloramphenikol merupakan antibiotik yang mempunyai aktifitas
bakteriostatik dan pada dosis tinggi bersifat bakterisid. Aktivitas antibakterinya
bekerja dengan menghambat sintesis protein dengan jalan meningkatkan ribosom
subunit yang merupakan langkah penting dalam pembentukan ikatan peptida.
Chloramphenikol efektif terhadap bakteri aerob gram positif dan beberapa bakteri
aerob gram negatif.
Chloramphenikol [1-(p-nirofenil)-2-diklorasetamido-1,3-propandiol]
berasal dari Streptomyces venezuelae, Streptomyces phaeochromogenes, dan
Streptomyces omiyamensis. Chloramphenikol berkhasiat untuk pengobatan infeksi
yang disebabkan oleh Salmonella thypi dan Salmonella parathypi. Namun
demikian, Chloramphenikol tidak aktif terhadap virus, jamur, dan protozoa.
Chloramphenikol memiliki mekanisme kerja dengan cara bekerja menghambat
sintesis protein bakteri, obat dengan mudah masuk ke dalam sel melalui proses
difusi terfasilitasi, obat mengikat secara reversible unit ribosom 50S sehingga
mencegah ikatan asam amino yang mengandung ujung aminoasil t-RNA dengan
salah satu tempat berikatannya di ribosom, pembentukan ikatan peptida dihambat
selama obat berikatan dengan ribosom, Chloramphenikol juga dapat menghambat
sistesis protein mitokondria sel mamalia karena ribosom mitokondria mirip
dengan ribosom bakteri
Indikasi dari obat kloramfenikol yaitu demam tifoid, meningitis karena
bakteri, infeksi saluran urin, penyakit riketsia, infeksi anaerob, bruselosis
Adapun efek samping dalam penggunaan obat Chloramphenikol adalah
reaksi hematologik berupa depresi sumsung tulang dan anemia aplastik, reaksi
saluran cerna yakni mual, muntah, diare, glositis, dan enterokolitis, sindrom gray,
menghambat fungsi penggabungan oksidase hepatik yang dapat mengakibatkan
penghambatan metabolisme obat seperti walfarin, fenitonin, tolbutamin, dan
klorporamid dan kloramfenikol apabila diberikan pada anak usia di bawah satu
tahun dapat menyebabkan penyakit kuning.
BAB III
PRAFORMULASI
3.1. Formulasi
Formula I (Fornas, 1978)
R/ Chloramphenicol 50 mg
Acidum Boricum 150 mg
Natrii Tetraboras 30 mg
Phenylhydrargyri Nitras 200 mg
Aqua Destilata ad 10 mL
Formula II
R/ Chloramphenicol 50 mg
Kalium Hidrogen Phosphat 200 mg
NaOH 200 mg
NaCl 0,9%
Methylis parabenum 100 g
Aqua Destilata ad 10 mL
FORMULASI
Bahan
1) Chloramphenicol
2) Acidum boricum
3) Natrii tetraboras
4) Phenyl hidrargyri nitras
5) Aqua pro injeksi
Kajian resep :
1. Tidak boleh mengandung bakterisid
2. Sterilisasi menggunakan Sterilisasi B atau Sterilisasi C segera setelah
dibuat
3. Zat aktif tidak larut dalam air sehingga perlu dilarutkan dalam pelarut
netral atau agak asam jadi dilarutkan dalam natrii tetraboras dan
dikombinasikan dengan asam borak karena merupakan larutan asam
yang tidak terlalu kuat. Asam borak ditambahkan untuk meningkatkan
efektifitas natrii tetraboras.
4. Harus Isohidris digunakan dapar pH 7 Natrii tetraboras. Selain itu Natrii
tetraboras juga berfungsi sebagai buffering agent.
Sediaan obat mata didefinisikan sebagai bentuk sediaan steril yang harus
bebas dari partikel-partikel asing, tercampur dengan baik dan dikemas untuk
diteteskan ke dalam mata. Sediaan obat mata adalah sediaan steril berupa salep,
larutan atau suspensi, digunakan pada mata dengan jalan meneteskan,
mengoleskan pada selaput lendir mata di sekitar kelopak mata dan bola mata.
Obat yang biasanya dipakai pada mata untuk maksud efek lokal pada
pengobatan bagian permukaan, mata, atau bagian dalamnya. Yang sering dipakai
adalah larutan dalam air, akan tetapi juga biasa dipakai suspensi cairan bukan air
dan salep mata, karena kapasitas mata untuk menahan atau menyimpan cairan dan
salep terbatas. Pada umumnya obat mata dibiarkan dalam volume yang kecil.
Preparat cairan sering diberikan dalam bentuk sediaan tetes mata dan salep mata
dengan mengoleskan salep yang tipis pada pelupuk mata. Volume sediaan cairan
yang lebih besar dapat digunakan untuk menyegarkan dan mencuci mata.
Sediaan ini diteteskan ke dalam mata sebagai antibakterial, anestetik,
diagnose, midratik, miotik, dan antiinflamasi. Obat tetes mata sering digunakan
pada mata yang luka karena habis dioperasi atau karena kecelakaan. Syarat-syarat
untuk tetes mata dikehendaki syarat-syaratnya yaitu obatnya harus stabil secara
kimia, harus mempunyai aktivitas terpeutik yang optimal, harus tidak mengiritasi
dan tidak menimbulkan rasa sakit pada mata, harus teliti dan tepat secara jernih,
harus bebas dari mikroorganisme yg hidup dan tetap tinggal demikian selama
penyimpanan yang diperlukan. Jadi pada prinsipnya obat tetes mata harus steril,
jernih, dan bebas partikel asing.
Dalam pembahasan ini bahan obat yang digunakan sebagai zat aktif adalah
Chloramphenikol yang mempunyai daya sebagai antimikroba yang kuat melawan
infeksi mata dan merupakan antibiotika spectrum luas bersifat bakteriostatik.
Chloramphenikol juga mengandung tidak lebih 103,0% dan tidak kurang dari
97,0% C11H12Cl2N2O5, dihitung dari zat yang telah dikeringkan. Adapun formula
yang kami gunakan untuk membuat sediaan steril ini yaitu:
R/ Chloramphenicol 50 mg
Acidum Boricum 150 mg
Natrii Tetraboras 30 mg
Phenylhydrargyri Nitras 200 mg
Aqua Destilata ad 10 mL
KESIMPULAN
Mata adalah salah satu alat indra manusia yang berfungsi sebagai indra
penglihat. Mata adalah orang yang kerjanya terkait dengan cahaya (terang gelap),
warna, dan benda yang dilihat, terletak dalam lingkaran bertulang berfungsi untuk
memberi perlindungan maksimal dan sebagai pertahanan yang baik dan kokoh.
Penyakit mata dapat dibagi menjadi 4 yaitu, infeksi mata, iritasi mata, mata
memar dan glaucoma.
Mata mempunyai pertahanan terhadap infeksi karena secret mata
mengandung enzim lisozim yang menyebabkan lisis pada bakteri dan dapat
membantu mengeleminasi organisme dari mata. Bagian dalam mata ialah dinding
bola mata, iris, pupil, lensa, kelenjar lakrima (kelenjar air mata) dan saraf optik.
Tetes mata adalah sediaan steril berupa larutan atau suspensi yang
digunakan dengan cara meneteskan obat pada selaput lender mata disekitar
kelopak mata dan bola mata, tetes mata mengandung bahan-bahan antimikroba
seperti antibiotik, bahan antiinflamasi seperti kortikosteroid, obat miotik seperti
fisostigmin sulfat atau obat midriatik seperti atropin sulfat.
Sterilisasi adalah suatu proses untuk membuat ruang / benda menjadi steril
atau suatu proses untuk membunuh semua jasad renik yang ada dan tidak ada lagi
jasad renik yang dapat berkembang biak. Cara - Cara Sterilisasi Menurut FI ed.IV
adalah sterilisasi uap, sterilisasi panas kering, sterilisasi gas ,sterilisasi dengan
radiasi ion, dan sterilisasi dengan penyaringan.
Chloramphenikol merupakan antibiotik yang mempunyai aktifitas
bakteriostatik dan pada dosis tinggi bersifat bakterisid. Aktivitas antibakterinya
bekerja dengan menghambat sintesis protein dengan jalan meningkatkan ribosom.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Departemen Kesehatan RI. Jakarta
Anonim. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Departemen Kesehatan RI. Jakarta
Anonim. 1978. Formularium Nasional Edisi II. Departemen Kesehatan RI. Jakarta
Anief, Moh. 2000. Ilmu Meracik Obat : Teori dan praktik. Gadjah Mada
University Press. Yogyakarta