Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PRAKTIKUM

KIMIA RADIASI
ANALISIS DEGRADASI ZAT WARNA AZZO BRILLIANT BLUE

DENGAN IRADIATOR GAMMA DAN MESIN BERKAS ELEKTRON (MBE) 350keV/10 mA

Disusun oleh :

Nama : Mutia Ayu Utami


NIM : 011400390
Kelompok : 6
Rekan Kerja : Arif Budiman
Amanda Wilis W
Dwi Hartanto
Fitri Alawiyah
Prodi : Tekno kimia Nuklir
Semester : V
Asisten : Maria Christina P.,S.ST.,M.Eng.

SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI NUKLIR


BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL
YOGYAKARTA
2016
ANALISIS DEGRADASI ZAT WARNA AZZO BRILLIANT BLUE

DENGAN IRADIATOR GAMMA DAN MESIN BERKAS ELEKTRON (MBE)


350keV/10 mA

I. TUJUAN
1. Menentukan tingkat degradasi zat warna azo dengan MBE dan irradiator gamma.
2. Mempelajari pengaruh radiasi terhadap zat warna azzo brilliant blue.
3. Mengetahui efisiensi degradasi zat warna akibat radiasi.

II. DASAR TEORI


Salah satu contoh zat warna yang biasanya digunakan sebagai pewarna tekstil
adalah zat warna azo. Sisa zat warna jenis ini juga merupakan limbah pabrik-pabrik
tekstil. Zat warna Brilliant Blue merupakan salah satu jenis zat warna azo pewarna
yang memiliki rumus empiris C37H34N2Na2O9S3. Zat warna ini termasuk pewarna
golongan trifenil metan yang merupakan tepung berwarna ungu perunggu. Bila
pewarna tersebut dilarutkan dalam air, maka akan menghasilkan warna hijau kebiruan.
Pewarna Brilliant Blue bersifat larut dalam glikol dan gliserol dan agak larut dalam
alkohol 95%. Brilliant Blue tahan terhadap asam asetat, tetapi agak luntur oleh cahaya.
Pewarna ini juga agak tahan terhadap HCl 10%, tetapi akan berwarna kehijauan,
sedangkan pada HCl 30% warnanya menjadi hijau kekuningan. Brilliant Blue juga agak
tahan terhadap NaOH 10% dan akan membentuk warna merah anggur pada NaOH
30%. Selain itu, warna merah akan terbentuk terhadap alkali lain pada suhu tinggi.
Pewarna ini lebih tahan terhadap reduktor daripada dengan golongan pewarna azo dan
tidak terpengaruh oleh gula invert, Cu, maupun Al. Massa simpan Brilliant Blue adalah
selama lima tahun.
Zat warna Azo merupakan jenis zat warna sistetis yang cukup penting. Lebih dari
50% zat warna dalam daftar Color Index adalah jenis zat warna azo. Zat warna azo
mempunyai sistem kromofor dari gugus azo (-N=N-) yang berikatan dengan gugus
aromatik. Lingkungan zat warna azo sangat luas, dari warna kuning, merah, jingga, biru
AL (Navy Blue), violet dan hitam, hanya warna hijau yang sangat terbatas.
Zat warna azo adalah senyawa yang paling banyak terdapat dalam limbah tekstil,
yaitu sekitar 60% - 70 %. Senyawa azo memiliki struktur umum R-N=N-R, dengan R
dan R adalah rantai organik yang sama atau berbeda. Senyawa ini memiliki gugus
N=N- yang dinamakan stuktur azo (Sen dan Demirer,2003).
Nama azo berasal dari kata azote, merupakan penamaan untuk nitrogen bermula
dari bahasa Yunani a (bukan) + zoe (hidup). Untuk membuat zat warna azo ini
dibutuhkan zat antara yang direaksikan dengan ion diazonium (seperti pada Gambar 1).
Gambar 1. Contoh Pembuatan Salah Satu Zat Warna Azo

Senyawa azo dapat berupa senyawa aromatik atau alifatik. Senyawa azo aromatik
bersifat stabil dan mempunyai warna menyala. Senyawa azo alifatik seperti
dimetildiazin (Gambar 2) lebih tidak stabil. Dengan kenaikan suhu atau iradiasi, ikatan
nitrogen dan karbon akan pecah secara simultan melepaskan gas nitrogen dan radikal.
Dengan demikian, beberapa senyawa azo alifatik digunakan sebagai inisiator radikal.

Gambar 2. Dimetildiazin (Azometan)

Senyawa azo digunakan sebagai bahan celup, yang dinamakan azo dyes. Hanya
sedikit zat warna azo yang dapat dioksidasi secara aerobik. Beberapa zat warna azo
dapat diurai secara anaerobik setelah diolah dengan kondisi aerobik. Cara efisien untuk
menghasilkan pengoksidan dan reduktan dalam limbah cair adalah dengan iradiasi.
Mekanisme degradasi zat warna azo oleh Berkas Elektron Pada proses iradiasi
awal, berkas elektron cepat yang dihasilkan MBE dapat mengeksitasi dan mengionisasi
sistem di sekitarnya. Proses iradiasi terjadi hanya dalam beberapa detik (kira-kira
paling lama 5 detik). Oleh karena cuplikan dilarutkan dalam sistem air, maka dalam
sistem itu elektron cepat akan berinteraksi dengan air membentuk track-track berupa
spurs, short track, dan blobs. Spesi-spesi itu tidak terdistribusi secara merata tergantung
pada Linear Energy Transfer (LET) dari elektron. Dari spurs timbul spesi-spesi reaktif
yang menyebabkan adanya reaksi-reaksi radiolisis air yang menghasilkan spesi stabil
dan tidak stabil seperti e-aq, H, OH, H+, OH-, H2O+, H2, H2O2. Dalam sistem itu sangat
mungkin terjadi banyak peristiwa rekombinasi, seperti radikal H dengan OH
membentuk molekul air, elektron tersolvasi (e-aq) dengan OH membentuk ion OH-,
elektron tersolvasi (e-aq) dalam suasana asam (H3O+) membentuk radikal (H3O*), dan
seterusnya. Selanjutnya spesi-spesi reaktif itu akan mendegradasi senyawa azo.

Zat Warna
Molekul zat warna merupakan gabungan dari zat organik tidak jenuh dengan
kromofor sebagai pembawa warna dan auksokrom sebagai pengikat warna dengan
serat. zat organik tidak jenuh yang dijumpai dalam pembentukan zat warna adalah
senyawa aromatik antara lain senyawa hidrokarbon aromatik dan turunannya, fenol dan
turunannya serta senyawa-senyawa hidrokarbon yang mengandung nitrogen.
Gugus kromofor adalah gugus yang menyebabkan molekul menjadi berwarna.
Pada tabel 2.1. dapat dilihat beberapa nama gugus kromofor dan memberi daya ikat
terhadap serat yang diwarnainya.
Gugus auksokrom terdiri dari dua golongan, yaitu:
Golongan kation : -NII2 ; NIIR; j -NR2 seperti -NR2CI.
Golongan anion : -S03H; -OH; -COOH seperti -0; -S03; dan lain-lain
Tabel 1. Nama dan Struktur Kimia Kromofor

Nama Gugus Struktur Kimia


Nitroso NO atau (-N-OH)
Nitro No2 atau (NN-OOH)
Grup Azo -N N-
Grup Etilen -C C-
Grup Karbonil -C O-
Grup Karbon Nitrogen -C=NH ; CH=N-
Grup Karbon Sulfur -C=S ; -C-S-S-C-

Brilliant Blue
Brilliant Blue FCF atau yang biasa dikenal dengan FD&C blue no.1 adalah
pewarna yang ditambahkan pada bahan pangan atau substansi lain yang dapat
menyebabkan perubahan warna. Penampakannya berupa bubuk biru kemerah-merahan.
Karakteristik dari pewarna ini adalah larut dalam air, dan dapat di ukur absorbansinya
pada 630nm. Merupakan pewarna sintetik dari coal tar. Untuk membuat berbagai
bayangan warna hijau,maka pewarna ini di kombinasikan dengan tartrazin. Brilliant
blue diproduksi menggunakan hidrokarbon aromatis dari petroleum. Pada umumnya
merupakan garam disodium. Rumus kimianya C37H34N2Na2O9S3.
Gambar 1. Struktur kimia brilliant Blue

Zat pewarna yang memiliki rumus empiris C37H34N2Na2O9S3 ini termasuk


pewarna golongan trifenil metan, yang merupakan tepung berwarna ungu perunggu.
Bila pewarna ini dilarutkan dalam air akan menghasilkan warna hijau kebiruan.
Pewarna ini bersifat larut dalam glikol dan gliserol, agak larut dalam alkohol 95%.
Brilliant Blue FCF tahan terhadap asam asetat tetapi agak luntur oleh cahaya. Pewarna
ini juga agak tahan terhadap HCl 10% tetapi akan berwarna kehijauan, sedangkan pada
HCl 30% warnanya menjadi hijau kekuningan.
Brilliant Blue FCF juga agak tahan terhadap NaOH 10% dan akan membentuk
warna merah anggur pada NaOH 30%. Warna merah juga akan terbentuk terhadap
alkali lain pada suhu tinggi. Pewarna ini lebih tahan terhadap reduktor daripada dengan
golongan pewarna azo dan tidak terpengaruh oleh gula invert, Cu, maupun Al. Masa
simpan brilliant blue FCF adalah selama lima tahun.

Iradiasi Gamma

Prinsip teknik iradiasi gamma adalah interaksi radiasi dengan molekul air yang
dikenal sebagai radiolisis. Pada proses radiolisis air akan dihasilkan spesies aktif yaitu
elektron terhidrat (eaq), radikal hidrogen (H*) sebagai spesies pereduksi serta radikal
hidroksil (OH*) dan hidrogen peroksida sebagai spesies pengoksidasi. Jika di dalam
air terdapat oksigen maka akan dihasilkan radikal perhidroksil (HO2*). Radikal-
radikal tersebut dapat menguraikan bermacam-macam pencemar organik dalam air
seperti fenol, zat warna, kloroorganik, fosfatorganik dan lain-lain (Prihatiningsih, C,
M., dan Megasari, Kartini. 2007)
.

Gambar 3. degradasi of AR-28 oleh radikal OH (Takcs, Erzsbet. 2007)

Interaksi Radiasi Pengion Pada larutan


Interaksi antara radiasi pengion berupa berkas elektron dengan air akan
menghasilkan spesi tereksitasi secara elektronik dan molekul terionisasi. Produk
pertama radiasi pengion pada air atau larutan air (encer) ialah : (1). elektron, (2). radikal
ion positif air, dan (3). molekul air tereksitasi.

H2 O e -, H2O.+, dan H2O*


(1) (2) (3)

Elektron, e-
Elektron yang terbentuk pada awalnya energinya masih tinggi.
Energi ini segera berkurang setelah mengadakan tumbukan dengan molekul lain
disekitarnya.
Bila energinya sudah rendah ~ 0,02 eV, maka elektron ini akan segera diserap oleh
molekul air, dan terbentuklah elektron terhidratasi.
Kejadian ini berlangsung dalam waktu 10-11 detik.
e- + n H2O e-aq

Radikal ion positif air, H2O.+


Bersifat tidak stabil dan segera terurai menjadi ion hidrogen (H+) dan radikal OH.
dalam waktu 10-13 detik.
H2O.+ H+ + OH. atau

H2O.+ + H2O H3O+ + OH.

Molekul air tereksitasi, H2O*


Akan terurai menjadi radikal-radikal OH. dan H.
H2O* H. + OH.

Hasil-hasil langsung tersebut yang berupa ion dan radikal, yang berada disekitar
lintasan radiasi pengion dapat bereaksi satu sama lain membentuk molekul-molekul
sebagai berikut :

H. + OH. H2 O
e- aq + OH. OH-
e- aq + e- aq H2 + 2 OH-
H. + H. H2
OH. + OH. H2O2
-
e aq + H2O H. + OH-
e- aq + H3O+ H3 O.

Ion dan radikal yang terbentuk dalam orde waktu kurang dari 10-8 tersebut di atas (yaitu
: e-aq, H+ , OH. , H3O+ , H2O* , OH- , H. , H2 , H2O2 , H3O. ), disebut sebagai spesies
primer, yaitu spesies yang segera dapat di deteksi segera setelah dilalui radiasi pengion
berdasarkan harga Gvalue. Nilai G untuk spesies-spesies primer tersebut tergantung
pada pH larutan. Untuk pH antara 4 11, maka nilai G spesies-spesies tersebut adalah :

Spesies Nilai G
primer
e- aq 2,7
H. 0,55
OH. 2,8
H2 0,45
H2O2 0,7
+
H3O 3,6
OH- 1,0

Efek keseluruhan terhadap peristiwa degradasi adalah terjadi pengurangan berat


molekul, yang dalam beberapa kasus produk akhir reaksi adalah molekul cairan dengan
berat molekul rendah. Dimana, efisiensi pengolahan dari kontaminasi bahan kimia
organik tergantung pada dosis radiasi, konsentrasi awal kontaminan, pH dan kekeruhan.

III. ALAT DAN BAHAN


Alat
1. Iradiator gamma dosis 50 kGy
2. Spektrofotometer UV-Vis
3. Labu ukur 1000 ml
4. Labu ukur 250 ml
5. Labu ukur 50 ml
6. Pipet volum
7. Botol wadah
8. Mesin Berkas Elektron (MBE) 350 keV/10 mA
9. Kuvet
10. Wadah sampel
11. Neraca analitik
12. Piknometer
13. Indicator PH
14. Stopwatch
15. Seperangkat spektrofotometer Genesys TM

Bahan
1. Zat warna Brilliant Blue
2. Aquadest
3. CTA ( Cellulose Triacetate)
4. Larutan CaCl2 1%

IV. LANGKAH KERJA


1. Preparasi cuplikan
a. Larutan BB 50 ppm dan 100 ppm masing-masing disiapkan sebanyak 50
ml dengan mengencerkan larutan induk BB 1000 ppm. Masing-masing
sebanyak 20 ml larutan BB 50 ppm dan 100 ppm dimasukkan ke dalam
botol untuk diiradiasi menggunakan irradiator gamma, 15 ml digunakan
untuk iradiasi elektron, sedangkan 15 ml sisanya disimpan.
b. Larutan cuplikan tersebut, diukur pH, perubahan warna,endapannya dan
densitasnya sebagai indicator awalnya.

2. Iradiasi larutan
a. Sebanyak 20 ml larutan cuplikan dituangkan ke dalam wadah sampel yang
telah dicuci bersih dengan posisi permukaan wadah terbuka. Wadah
diletakan diatas konveyor dengan permukaan wadah diletakkann tepat
berhadapan dengan pemayar. Pasang go-nogo dan CTA disisi kanan
ataupun kiri sampel. Larutan sampel diiradiasi menggunakan mesin berkas
elektron 350 keV/10 mA dengan dosis 83 kGy. Analisis CTA dengan
menggunakan spektrofotometer GenesysTM .
b. Sebanyak 20 ml larutan sampel dimsukkan kedalam botol dan ditutup
rapat, selanjutnya diiradiasi dengan menggunakan mesin irradiator gamma
dengan dosis 50 kGy.
c. Setelah iradiasi, larutan cuplikan diukur pH dengan indicator
pH,perubahan warna,endapan menggunakan CaCl2 1 % dan densitasnya.

3. Analisis cuplikan hasil degradasi dengan menggunakan spektrofotometer


UV-Vis
a. Kuvet dicuci dan dibilas dengan aquadest dan alkohol hingga bersih.
b. Dilakukan pemilihan panjang gelombang untuk larutan cuplikan yang
didasarkan pada konsentrasi di tengah pada larutan standar.( untuk larutan
zat warna azo=557.0 nm)
c. Dibuat kurva kalibrasi standart untuk mencari persamaan garis standartnya
d. Dilakukan pengukuran absorbansi larutan cuplikan, baik sebelum maupun
sesudah iradiasi.

V. DATA PERCOBAAN

5.1. Preparasi Sampel

Suhu aquades 30C

Densitas aquades = 0.995602 g/cm3

setelah diiradiasi
sebelum
(gram)
diiradiasi
irradiator
(gram) MBE
Gamma
massa pikno
10.3477 10.3477 10.3477
kosong
m. pikno +
15.4936 15.4936 15.4936
aquadest
m.pikno+lar 50
15.4578 15.4213 15.4193
ppm
m. pikno + lar 100
15.4898 15.4592 15.475
ppm
larutan 50 ppm 5.1101 5.0736 5.0716
larutan 100 ppm 5.1421 5.1115 5.1273
Aquades 5.1459 5.1459 5.1459

5.2. Pembacaan CTA sample

CTA Sampel
Dose Dose
Posisi Average
(kGy) (kGy/second)
Utara 65.44 64.704 0.359467
65.44
65.28
65.04
62.32
Tengah 48 47.952 0.2664
47.92
48.08
48
47.76
Selatan 91.84 92.032 0.511289
90.16
91.52
93.52
93.12

5.3. Pengukuran perubahan konsentrasi

Panjang Gelombang = 557 nm

larutan
No. Absorbansi
standar
1 0 0.001
2 10 0.035
3 20 0.044
4 30 0.078
5 40 0.087
6 50 0.112

Absorbansi
sebelum sesudan diiradiasi
diiradiasi MBE PAIR
sampel
-
BB 50 0.107 0.065
0.0052
ppm
sampel
-
BB 100 0.181 0.126
0.0905
ppm

5.4. Uji Endapan, PH dan perubahan warna Azzo

sebelum iradiasi sesudah iradiasi

MBE irradiator gamma


100
50 ppm 100 100
ppm 50 ppm 50 ppm
ppm ppm
PH 5 5 4 4 4 4
Uji warna ungu ungu bening bening Bening bening
Uji endapan
tidak tidak
menggunakan Sedikit sedikit sedikit sedikit
ada ada
CaCl2

VI. PERHITUNGAN
6.1. Kurva standar

Konsentrasi
No. absorbansi
(ppm)
1 0 0.001
2 10 0.035
3 20 0.044
4 30 0.078
5 40 0.087
6 50 0.112
0.12
kurva standar
0.1

0.08
absorbansi y = 0.0021x + 0.0063
0.06 R = 0.9768

0.04

0.02

0
0 10 20 30 40 50 60
konsentrasi (ppm)

Dari persamaan dihasilkan persamaan y=0.0021x + 0.0063,maka konsentrasi


setelah diiradiasi dapat ditentukan dengan cara,

y=0.0021x + 0.0063
0.065 = 0.0021 x +0.0063
X = (0.065-0.0063)/0.0021
X = 29.35 ppm
Dengan cara yang sama diperoleh,

Absorbansi perubahan
konsentrasi sesudan konsentrasi larutan
awal sebelum diiradiasi (ppm)
larutan diiradiasi Irradiator Irradiator
MBE MBE
Gamma Gamma
50 ppm 0.107 0.065 -0.0052 29.35 -5.75
100 ppm 0.181 0.126 -0.0905 59.85 -48.4

6.3. Densitas

Densitas aquades = 0.995602 g/cm3

Maka menghitung volume aquades adalah


V aquades = Vpikno= 5.686 ml

Maka densitas larutan 50 ppm adalah

Dengan cara yang sama diperoleh hasil,

Setelah diiradiasi
Sebelum
(gram)
diiradiasi
irradiator
(gram) MBE
Gamma
massa (gram)
larutan
50 ppm 5.1101 5.0736 5.0716
larutan
100
ppm 5.1421 5.1115 5.1273
aquades 5.1459 5.1459 5.1459

volume 5.168632 5.168632 5.168632

densitas (gr/cm3)

larutan
50 ppm 0.988676 0.981614 0.981227
larutan
100
ppm 0.994867 0.988946 0.992003
densitas
aquades
(gr/cm3) 0.9956 0.9956 0.9956

6.3. Efisiensi degradasi degradasi zat warna azzo

Menggunakan rumus tersebut didapatkan hasil,

konsentrasi effisiensi (100%)

awal Irradiator
MBE
larutan Gamma

50 ppm 39.25234 104.8598

100 ppm 30.38674 150

VII. PEMBAHASAN

Praktikum ini bertujuan untuk menentukan tingkat degradasi zat warna dengan iradiator
gamma dan mesin berkas elektron serta mengetahui pengaruh iradiasi terhadap pH,
perubahan densitas, perubahan secara warna dan perubahan konsentrasi terhadap tingkat
degradasi zat warna.

Brilliant blue sebagai zat warna Azo

Zat warna azo adalah senyawa yang paling banyak terdapat dalam limbah tekstil, yaitu
sekitar 60% - 70 %. Senyawa azo memiliki struktur umum R-N=N-R, dengan R dan R
adalah rantai organik yang sama atau berbeda.
Gambar 1. Struktur kimia brilliant Blue

Senyawa ini memiliki gugus N=N- yang dinamakan stuktur azo. Dalam praktikum ini
zat warna yang digunakan adalah brilliant blue (C37H34N2Na2O9S3 ), yang bersifat reaktif
dan banyak digunakan pada industry tekstil untuk proses pencelupan. Limbah brillilant
blue jika dibuang tanpa pengolahan akan menyebabkan pencemaran air, karena terdapat
gugus benzene yang sulit didegradasi oleh lingkungan, oleh karena itu diiradiasi agar
rantai benzennya teputus menjadi asam oksalat.

Mekanisme Degradasi Zat warna Azo oleh Berkas Elektron dan Irradiator Gamma

Pada proses iradiasi awal, berkas elektron cepat yang dihasilkan MBE dapat
mengeksitasi dan mengionisasi sistem di sekitarnya. Proses iradiasi terjadi hanya dalam
beberapa menit (kira-kira paling lama 2.5 menit). Oleh karena cuplikan dilarutkan
dalam sistem air, maka dalam sistem itu elektron cepat akan berinteraksi dengan air
membentuk track-track berupa spurs, short track, dan blobs. Spesi-spesi itu tidak
terdistribusi secara merata tergantung pada Linear Energy Transfer (LET) dari elektron.
Dari spurs timbul spesi-spesi reaktif yang menyebabkan adanya reaksi-reaksi radiolisis
air yang menghasilkan spesi stabil dan tidak stabil seperti e-aq, H, OH, H+, OH-, H2O+,
H2, H2O2. Dalam sistem itu sangat mungkin terjadi banyak peristiwa rekombinasi,
seperti radikal H dengan OH membentuk molekul air, elektron tersolvasi (e-aq)
dengan OH membentuk ion OH-, elektron tersolvasi (e-aq) dalam suasana asam (H3O+)
membentuk radikal (H3O*), dan seterusnya. Selanjutnya spesi-spesi reaktif itu akan
mendegradasi senyawa azo.
Prinsip teknik iradiasi gamma adalah interaksi radiasi dengan molekul air yang
dikenal sebagai radiolisis. Pada proses radiolisis air akan dihasilkan spesies aktif yaitu
elektron terhidrat (e-aq), radikal hidrogen (H) serta radikal hidroksil (OH) dan
hidrogen peroksida sebagai pengoksidasi nyata, dan jika di dalam air terdapat oksigen
maka akan dihasilkan radikal perhidroksil (HO2-). Radikal-radikal ini yang bekerja
menguraikan macam pencemar organik dalam air seperti fenol, kloroorganik,
fosfatorganik, dan yang berperan dalam percobaan kali ini yaitu pengurai zat warna.
Pada irradiator gamma mekanisme hidrolisis hampir sama, hanya saja pada irradiator
gamma tidak menggunakan berkas electron sebagai projectilnya, namun menggunakan
sinar gamma yang memiliki daya tembus yang lebih besar. Pada MBE menggunakan
energy 350 keV/10 mA dalam waktu 2.5 menit sedangkan pada irradiator gamma
menggunakan energy 50 kGy.

radikal hidroksil adalah radikal utama yang melakukan inisiasi degradasi pada
gugus utama senyawa azo, dengan menghasilkan radikal fenil dan fenoksi. Pada tahap
berikutnya dengan adanya oksigen terlarut, akan terjadi abstraksi ion hydrogen dan
radikalnya,pada radikal fenil. Pada tahap lebih lanjut akan keluar gas nitrogen yang
diikuti dengan proses reduksi pada cincin benzene menjadi senyawa aromatic
sederhana. Kemudian gugus radikal fenoksin akan teroksidasi oleh radikal hidroksil
menjadi gugus benzene.

Radikal hidroksil akan menyerang cincin aromatic benzene sehingga terdegradasi


menjadi radikal hidroksisikloheksadienil, yang akan bereaksi dengan oksigen terlarut
dan menghasilkan hidroksi hidroperoksida yang tidak stabil. Reaksi berikutnya adalah
terjadinya penghilangan satu molekul air dan pembentukan cincin aromatis dari
hidroperoksida menjadi mukondialdehid, yang akan teroksidasi menjadi asam oksalat.
Keberadaan asam oksalat dapat terdeteksi dengan adanya endapan kalsium oksalat saat
diberikan CaCl2. Pada praktikum ini tidak terdeteksi kalsium oksalat dikarenakan
larutan yang dituangi sangatlah sedikit sehngga endapan asam oksalatnya sangat sedikit.

Uji kuantitatif cuplikan hasil degradasi

Pada uji kuantitatif cuplikan hasil degradasi didapatkan hasil sebagai berikut,

Absorbansi perubahan
konsentrasi sesudan konsentrasi larutan
awal sebelum diiradiasi (ppm)
larutan diiradiasi Irradiator Irradiator
MBE MBE
Gamma Gamma
50 ppm 0.107 0.065 -0.0052 29.35 -5.75
100 ppm 0.181 0.126 -0.0905 59.85 -48.4
Didapatkan perubahan konsentrasi pada sample yang diiradiasi dengan menggunakan
irradiator gamma lebih besar dibandingkan dengan menggunakan mesin berkas
electron. Hal ini terkait pada daya tembus dan energy yang diberikan. Daya tembus
pada electron gamma lebih besar dibandingkan mesin berkas electron. Hal ini terjadi
karena ketidak mampuan electron menembus larutan sampel yang ada dibawah,
sehingga proses iradiasi menjadi kurang merata, beda halnya dengan menggunakan
irradiator dengan energy 40 kGy, gamma dapat meiradiasi semua bagian cuplikan
sample walaupun energy yang diberikan masi lebih besar mesin berkas electron yaitu
sekitar 47-90 kGy. Hal ini juga terkait pada effisiensi iradiasi menggunakan irradiator
gamma dan mesin berkas electron, dapat dihasilkan sebagai berikut,

konsentrasi effisiensi (%)

awal Irradiator
MBE
larutan Gamma

50 ppm 39.25234 104.8598

100 ppm 30.38674 150

Dari hasil tersebut dapat dilhat jika effisiensi MBE lebih kecil dibandingkan
Irradiator gamma. Posisi larutan cuplikan juga sangat berpengaruh dalam ke efisiensian
suatu proses iradiasi. [

Namun hasil dari konsentrasi awal dapat dilihat jika terdapat penurunan konsentrasi
dari sebelum iradiasi dengan sesudah iradiasi. Pada iradiasi gamma didapatkan hasil
konsentrasi yang minus, dikarenakan larutan sudah sangat bening, sehingga uv-vis sulit
mendeteksi warna dan menghasilkan absorban yang kecil pula. Namun limbah yang
telah diiradiasi oleh sinar gama dapat dibuang kelingkungan dikarenakan
konsentrasinya sudah rendah.

Uji kualitatif

Uji kualitatif digunakan larutan kalsium klorida 1% kedalam larutan sample yang
diiradiasi. Hal ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya asam oksalat yang
terbentuk. Pada praktikum ini terdapat endapan asam oksalat namun hanya sedikit atau
hampir tidak terlihat, hal ini dikarenakan larutan cuplikan juga sangat sedikit.
Uji pH dan warna

sebelum iradiasi sesudah iradiasi

MBE irradiator gamma


100
50 ppm 100 100
ppm 50 ppm 50 ppm
ppm ppm
PH 5 5 4 4 4 4
Uji warna ungu ungu bening bening Bening bening
Uji endapan
tidak tidak
menggunakan Sedikit sedikit sedikit sedikit
ada ada
CaCl2

Uji pH terdapat penurunan pH sebelum dan seesudah irdiasi, yakni dari 5 menjadi 4.
Hal ini disebabkan oleh penguraian zat warna menjadi senyawa sederhana dengan berat
molekul yang lebih rendh, seperti terbentuknya asam-asam organic yaitu asam oksalat.
Jika ditinjau dari perubahan warna perubahan warna yang sangat significant yaitu dari
ungu menjadi bening, hal ini dikarenakan warna brilliant blue sudah terdegradasi
menjadi asam oksalat yag berwarna putih.

VIII. KESIMPULAN
8.1. Radiasi pengion dari sinar gamma lebih effective dibandingkan dengan berkas
electron untuk degradasi zat warna azo naphtol brilliant blue
8.2. Telah terjadi perubahan konsentrasi dari 50 ppm menjadi 29 ppm
(menggunakan MBE) dan 0 ppm (menngunakan irradiator gamma) ;
konsentrasi 100 ppm menjadi 59.85 ppm (menngunakan mbe) daan 0 ppm
(mennggunakan irradiator gamma)
8.3. Terdapat endapan putih pada sampel yang telah diiradiasi
8.5 Terjadi perubahan warna dari ungu mrnjadi bening dan perubahan pH dari 5
menjadi 4
IX. DATA PUSTAKA

Prihatiningsih, C, M. dkk., 2007. Studi Pendahuluan Mengenai Degradasi Zat


Warna Azo (Metil Orange) Dalam Pelarut Air Menggunakan Mesin Berkas
Elektron 350 Kev/10 mA. JFN, Vol.1 No.1, Mei 2007.
Prihatiningsih, C, M. dan Megasari, Kartini. 2007. Dasar-Dasar Kimia Radiasi,
Percobaan-Percobaan dan Contoh Aplikasinya. Yogyakarta: STTN-BATAN.

Sugita P, dkk., 2000. Pengaruh Iradiasi Gamma Terhadap Degradasi Zat Warna
Direct Orange 34 Dalam Air. Jurnal Teknologi Lingkungan, Vol.1, No. 2, Januari
2000 : 114-120.

Takcs E, dkk,. 2007. Azo dye degradation by high-energy irradiation: kinetics


and mechanism of destruction. Original Paper NUKLEONIKA Vol. 52(2), 2007 :
6975.

Yogyakarta, 25 Desember 2016

Assisten Praktikan

Maria Christina P.,S.ST.,M.Eng. Mutia Ayu Utami

Anda mungkin juga menyukai