DISUSUN
KELOMPOK 2
Andi aspita
Damayanti
Harsida
Haris
Firman
Edo Alfian
Alfin syahrir
Agnes lempa
Hardiyanti yasid
Dimas Pramesti
Dalam pembuatan makalah ini penulis menyadari masih banyak kekurangan dan
jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu penulis akan dengan senang hati menerima
saran maupun kritik yang sifatnya membangun untuk perbaikan selanjutnya.
Akhir kata penulis mohon maaf apabila ada kekurangaan dalam pembuatan
makalah ini, semoga makalah yang telah dibuat dapat bermanfaat bagi semua pembaca.
penyusun
DAFTAR ISI
SAMPUL...i
KATA PENGANTAR.ii
DAFTAR ISIiii
BAB I PENDAHULUAN1
A.Latar Belakang..1
B. Rumusan Masalah2
C.Tujuan...2
BAB II PEMBAHASAN 3
BAB V PENUTUP...21
A.Kesimpula..21
B.Saran..22
DAFTAR PUSTAKA...22
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Syok yaitu hambatan di dalam peredaran darah perifer yang menyebabkan perfusi
jaringan tak cukup untuk memenuhi kebutuhan sel akan zat makanan dan membuang sisa
metabolisme ( Theodore, 93 ), atau suatu perfusi jaringan yang kurang sempurna. Perfusi
organ secara langsung berhubungan dengan MAP yang ditentukan oleh volume darah,
curah
jantung dan ukuran vaskuler.
Syock dapat pula didefinisikan sebagai suatu keadaan tidak adekuatnya perfusi
jaringan,
Keadaan akut yang menyebar secara luas dimana terjadi penurunan perfusi jaringan dan
tidak
adekuatnya sirkulasi volume darah intravaskuler yang efektif, Suatu bentuk sindroma
dinamik yang akibat akhirnya berupa kerusakan jaringan sebab substrat yang diperlukan
untuk metabolisme aerob pada tingkat mikroseluler dilepas dalam kecepatan yang tidak
adekuat oleh aliran darah yang sangat sedikit atau aliran maldistribusi (Candido, 1996).
Jumlah insiden syok semakin semakin meningkat di Indonesia. Tidak jarang kita
temui
insiden seperti ini. Mahasiswa keperawatan harus mampu mengenal tanda dan gejala
syok
dan melaksanakan penatalaksanaan pada pasien syok. Sehingga ketika menemukan kasus
syok mahasiswa mampu memberikan pertolongan pertama pada klien. Oleh karena itu,
mahasiswa perlu mempelajari tentang syok dan penatalaksaannya.
B.Rumusan Masalah
a. Kehilangan darah
Dapat akibat eksternal seperti melalui luka terbuka
Perdarahan internal dapat menyebabkan syok hipovolemik jika
perdarahan ini dalam toraks, abdomen, retroperitoneal atau tungkai
atas.
a Kehilangan plasma, merupakan akibat yang umum dari luka bakar, cidera
berat dan inflamasi peritorial
b Kehilangan cairan (dehidrasi), dapat disebabkan oleh hilangnya cairan secara
kelebihan melalui jalur gastrointestinal, urinarius atau kehilanganlainnya
tanpa adanya pengganti yang adekuat.
C.Patofisiologi
Tubuh manusia berespon terhadap perdarahan akut dengan mengaktivasi sistem
fisiologi utama sebagai berikut: sistem hematologi, kardiovaskuler, ginjal, dan sistem
neuroendokrin.
Sistem hematologi berespon terhadap kehilangan darah yang berat dan akut dengan
mengaktivasi kaskade koagulasi dan vasokonstriksi pembuluh darah (melalui pelelepasan
tromboksan A2 lokal). Selain itu, platelet diaktivasi (juga melalui pelepasan tromboksan
A2 lokal) dan membentuk bekuan darah immatur pada sumber perdarahan. Pembuluh
darah yang rusak menghasilkan kolagen, yang selanjutnya menyebabkan penumpukan
fibrin dan menstabilkan bekuan darah. Dibutuhkan waktu sekitar 24 jam untuk
menyempurnakan fibrinasi dari bekuan darah dan menjadi bentuk yang sempurna.
Sistem kardiovaskuler pada awalnya berespon terhadap syok hipovolemik dengan
meningkatkan denyut jantung, meningkatkan kontraktilitas miokard, dan vasokonstriksi
pembuluh darah perifer. Respon ini terjadi akibat peningkatan pelepasan norepinefrin dan
penurunan ambang dasar tonus nervus vagus (diatur oleh baroreseptor di arcus caroticus,
arcus aorta, atrium kiri, dan penbuluh darah pulmonal). Sistem kardiovaskuler juga
berespon dengan mengalirkan darah ke otak, jantung, dan ginjal dengan mengurangi
perfusi kulit, otot, dan traktus gastrointestinal.
Sistem renalis berespon terhadap syok hemoragik dengan peningkatan sekresi renin
dari apparatus juxtaglomeruler. Renin akan mengubah angiotensinogen menjadi
angiotensin I, yang selanjutnya akan dikonversi menjadi angiotensin II di paru-paru dah
hati. Angotensin II mempunyai 2 efek utama, yang keduanya membantu perbaikan
keadaan pada syok hemoragik, yaitu vasokonstriksi arteriol otot polos, dan menstimulasi
sekresi aldosteron dari korteks adrenal. Aldosteron bertanggungjawab pada reabsorbsi
aktif natrium dan akhirnya akan menyebabkan retensi air.
Sistem neuroendokrin berespon terhadap syok hemoragik dengan meningkatan
Antidiuretik Hormon (ADH) dalam sirkulasi. ADH dilepaskan dari glandula pituitari
posterior sebagai respon terhadap penurunan tekanan darah (dideteksi oleh baroreseptor)
dan terhadap penurunan konsentrasi natrium (yang dideteksi oleh osmoreseptor). Secara
tidak langsung ADH menyebabkan peningkatan reabsorbsi air dan garam (NaCl) pada
tubulus distalis, duktus kolektivus, dan lengkung Henle.
D.Manifestasi klinis
a. Status mental
Perubahan dalam sensorium merupakan tanda khas dari stadium syok. Ansietas, tidak
bisa tenang, takut, apati, stupor, atau koma dapat ditemukan. Kelainan-kelainan ini
menunjukkan adanya perfusi darah cerebral yang menurun
b. Tanda-tanda vital
1. Tekan darah
Perubahan awal dari tekanan darah akibat hipovolemik adalah adanya
pengurangan selisih antara tekanan sistolik dan diastolik. Ini merupakan akibat adanya
peningkatan tekanan diastoli yang disebabkan oleh vasokonstriksi atas rangsang simpatis.
Tekanan sistolik dipertahankan pada batas normal sampai terjadinya kehilangan darah 15-
25%. Hipotensi posturaldan hipotensi pada keadaan berbaring akan timbul. Perbedaan
postural lebih besar dari 15mmHg adalah bermakna.
2. Denyut nadi
Takikardi postural dan bahkan dalam keadaan berbaring adalah karakteristik syok.
Perubahan postural lebih dari 15 denyutan per menit adalah bermakna. Takikardi dapat
tidak ditemukan pada pasien yang diobati dengan beta bloker.
3. Pernapasan
Takipnea adalah karakteristik, dan alkalosis respiratorius sering dtemukan pada tahap
awal dari syok
c. Kulit
1. Kulit dapat terasa dingin, pucat, dan berbintik-bintik. Secara keseluruhan
mudah berubah menjadi pucat.
2. Vena-vena ekstermitas menunjukkan tekanan yang rendah ini dinamakan
vena perifer yang kolaps. Tidak ditemukan adanya distensi vena jugularis.
d. Gejala-gejala
Pasien mengeluh mual, muntah lemah atau lelah. Sering ditemukan rasa haus
yang sangat cepat.
1) Tahap I :
a. terjadi bika kehilangan darah 0-10% (kira-kira 500ml)
b. terjadi kompensasi dimana biasanya Cardiak output dan tekanan darah masih
dapat dipertahankan
2) Tahap II :
a. terjadi apabila kehilanagan darah 15-20%
c tekanan darah turun, PO2 turun, takikardi,, diaforetik, gelisahpucat.)
3) Tahap III
a. bila terjadi kehilengan darah lebih dari 25%
b. terjadi penurunan : tekanan darah, Cardiak output,PO2, perfusi jaringan secara
cepat
c. terjadi iskemik pada organ
d.terjadi ekstravasasi cairan
F. Kompilikasi
e. Asidosis metabolic
G. Pemeriksaan Diagnostic
1.Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi
Inspeksi dapat dilakukan secara umum untuk melihat perubahan yang terjadi secara
umum dan secara lokal untuk melihat perubahan-perubahan lokal sampai yang sekecil-
kecilnya. Bantuan pemeriksaan dengan kaca pembesar dapat dilakukan. Pemeriksaan ini
mutlak dilakukan dalam ruangan yang terang. Anamnesis terarah biasanya ditanyakan
pada penderita bersamaan dilakukan inspeksi untuk melengkapi data diagnostik. Serta
didapatkan takikardi, takipnea, turgor kulit yang lambat pada pasien anak tersebut.
b..Palpasi
Palpasi merupakan pemeriksaan dengan meraba, mempergunakan telapak tangan
sebagai alat peraba.
c.Auskultasi
Auskultasi merupakan pemeriksaan menggunakan stetoskop. Dengan cara auskultasi
dapat didengar suara pernapasan, bunyi dan bising jantung, peristaltik usus, dan alirah
darah dalam pembuluh darah. Pada auskultasi perlu diperhatikan adalah frekuensi denyut
jantung.
2.Pemeriksaan Penunjang
a.Laboratorium
1. Darah
Leukosit,LED,.Eritrosit,.Trombosit,.Hematokrit
2. Lumbal Punksi
Lumbal punksi adalah suatu cara pengambilan cairan cerebrospinal melalui pungsi
pada daerah lumbal atau upaya pengeluaran cairan serebrospinal dengan memasukan
jarum ke dalam ruang subarakhnoid. T u j u a n d a r i l u m b a l p u n k s i :
3. Elektrolit
Ada dua tipe elektrolit yang ada dalam tubuh, yaitu kation (elektrolit yang bermuatan
positif) dan anion (elektrolit yang bermuatan negatif). Masing-masing tipe elektrolit ini
saling bekerja sama mengantarkan impuls sesuai dengan yang diinginkan atau dibutuhkan
tubuh. Beberapa contoh kation dalam tubuh adalah Natrium (Na+), Kaalium (K+),
Kalsium (Ca2+), Magnesium (Mg2+). Sedangkan anion adalah Klorida (Cl-), HCO3-,
HPO4-, SO4-. Dalam keadaan normal, kadar kation dan anion ini sama besar sehingga
potensial listrik cairan tubuh bersifat netral. Pada cairan ektrasel (cairan diluar sel), kation
utama adalah Na+ sedangkan anion utamanya adalah Cl-.. Sedangkan di intrasel (di dalam
sel) kation utamanya adalah kalium (K+).
Disamping sebagai pengantar aliran listrik, elektrolit juga mempunyai banyak manfaat,
tergantung dari jenisnya. Contohnya :
H.Penanganan
1.Pencegahan
h. Lakukan Pemantauan
Parameter dibawah ini harus dipantau selama stabilisasi dan pengobatan : Denyut
jantung, frekuensi pernapasan, tekanan darah, tekanan vena central (CVP) dan
pengeluaran urin. Pengeluaran urin yang kurang dari 30ml/jam (atau o,5ml/kg/jam)
menunjukkan perfusi ginjal yang tidak adekuat.
i. Penatalaksanaan pernafasan
Pasien harus diberikan aliran oksigen yang tinggi melalui masker atau kanula.
Jalan nafas yang bersih harus diperahankan dengan posisi kepala dan mandibula yang
tepat dan aliran pengisapan darah dan sekret yang sempurna. Penentuan gas darah arterial
harus dilakukan untuk mengamati ventilasi dan oksigenasi. Jika ditemukan kelainan
secara klinis atau laboratirum analisis gas darah, pasien harus diintubasi dan diventilasi
dengan ventilator yang volumenya terukur.
j. Pemberian cairan
Penggantian harus dimulai dengan memasukkan larutan ringer laktat atau larutan
garam fisiologis secara cepat. Kecepatan pemberian dan jumlah aliran intravena yang
diperlukan bervariasi tergantung beratnya syok. Umumnya paling sedikit 2liter larutan
Ringer laktat harus diberikan dalam 45-60 menit pertama atau bisa lebih cepat lagi
apabila dibutuhkan..
Ketika syok hipovolemik diketahui maka tindakan yang harus dilakukan adalah
menempatkan pasien dalam posisi kaki lebih tinggi, menjaga jalur pernafasan dan
diberikan resusitasi cairan dengan cepat lewat akses intravena atau cara lain yang
memungkinkan seperti pemasangan kateter CVP (central venous pressure) atau jalur intra
arterial.
2.pengobatan
Cairan yang diberikan adalah garam isotonus yang ditetes dengan cepat (hati-hati
terhadap asidosis hiperkloremia) atau dengan cairan garam seimbang seperti Ringer laktat
(RL) dengan jarum infus yang terbesar. Tak ada bukti medis tentang kelebihan pemberian
cairan koloid pada syok hipovolemik. Pemberian 2-4 L dalam 20-30 menit diharapkan
dapat mengembalikan keadaan hemodinamik.
a. Identitas
nama, umur, jenis kelamin, alamat, pekerjaan
b. Aktivitas atau istirahat
kelemahan umum, keletihan.
c. Sirkulasi
hipotensi, nadi lemah atau lembut , takikardia
d. Eliminasi
konstipasi, atau kadang diare, penurunan volume urin, warna gelap atau pekat,
oliguria
e. Makanan atau cairan
Haus, anoreksia, mual / muntah, penurunan BB >2%-8% dari BB, haluaran urin
berkurang, membran mukosa kering, kulit kering tugor buruk atau pucat, lembab, dingin
(syok)
f. Neurosensoris
perubahan prilaku, gelisah, perubahan fungsi mental, sinkop
g. Pernapasan
Takipnea, pernapasan cepat dan dangkal
h. Keamanan
Suhu biasanya abnormal, meskipun demam mungkin terjadi
i. Aspek psikologis
Perlu dikaji apakah ada perilaku atau emosional yang dapat meningkatkan resiko
gangguan cairan dan elektrolit
j. Aspek sosiokultural
Pada aspek ini, faktor sosial, budaya, finansial, atau pendidikan yang
mempengaruhi terjadinya gangguan PKCnya
k. Aspek spiritual
Apakah klien mempunyai keyakinan, nilai-nilai yang dapat mempengaruhi
PKCnya, contoh: apakah klien mempunyai pantangan untuk tidak mnerima transfusi
darah manusia.
B. Diagnosa Keperawatan
a. gangguan pola nafas tidak efektif berdasarkan penurunan ekspansi paru
b. perubahan perfusi jaringan berdasarkan penurunan suplay darah ke jaringan
c. gangguan keseimbangan cairan berdasarkan mual,muntah.
d.gangguan pola eliminasi urine berdasar olinguria
e. kurangnya pengetahuan berdasar kurangnya informasi mengenai pengobatan.
C. Intervensi
Dx 1
Kaji pola pernapsan, perhatikan frekuensi dan kedalaman pernapasan
Auskultasi pparu-paru setiap 1-2 jam sekali
Berikan posisi datar
Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian therapy O2 5l/menit dengan masker
non rebreathing
Dx 2
D. implementasi
E.Evaluasi
2 05 Mei 2012 S: -
10.00 wib O: K/u lemah, TD : 100 mmHg, N: 120
x/menit, RR : 28 x/menit, suhu : 37oC,
akral dingin, mukosa bibir kering, turgor
kulit sedang
A: masalah teratasi sebagian
P: lanjutkan intervensi
1 Pantau TTV
2 Jaga keamanan pasien
3 Kolaborasi pemberian RL 2 flaboth
lagi
4 Kolaborasi dengan dokter dan tim
laboratorium untuk pemriksaan
darah rutin cito
5 Pendelegasian kepada perawat
ruang operasi untuk persiapan
operasi cito histerktomi
BAB IV
PENUTUP
A.Kesimpulan
B. Saran
Thijs L G. The Heart in Shock (With Emphasis on Septic Shock). Dalam kumpulan
makalah: Indonesian Symposium On Shock & Critical Care. Jakarta-Indonesia, August
30 - September 1, 1996 ; 1 - 4.
Patrick, gaskins. 2010. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan syok hipovolemik