Anda di halaman 1dari 160

FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TINGKAT

KERACUNAN PESTISIDA BERDASARKAN TOLERANSI TINGKAT

KOLINESTERASE PADA TEKNISI PERUSAHAAN PEST CONTROL DI

JAKARTA TAHUN 2014

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Persyaratan Memperoleh Gelar

Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM)

OLEH :

MUHAMAD FEBRIANSYAH AKBAR ALI

NIM. 1110101000076

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

2015 M / 1436 H
!
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN
Skripsi, Maret 2015

MUHAMAD FEBRIANSYAH AKBAR ALI, NIM : 1110101000076

Faktor Faktor Yang Berhubungan Dengan Tingkat Keracunan Pestisida


Berdasarkan Toleransi Tingkat Kholinesterase Pada Teknisi Perusahaan
Pest Control Di Jakarta Tahun 2014

xvii + 110 halaman + 19 tabel + 2 gambar

ABSTRAK

Pestisida merupakan suatu bahan kimia yang digunakan untuk membunuh atau
mengendalikan hama. Terdapat lebih dari 200 formulasi pestisida di Indonesia yang
terdaftar dan diijinkan untuk digunakan dalam kegiatan pest control. Pestisida dapat
masuk melalui kulit, kedalam mulut atau lewat pernapasan. Petugas pest control
mempunyai resiko lebih besar untuk terpapar oleh pestisida. Pemeriksaan kolinesterase
dalam serum darah merupakan salah satu cara untuk mengetahui tingkat keracunan
dalam darah petugas pest control.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan
dengan tingkat keracunan pestisida pada petugas teknisi pest control. Pengukuran dalam
penelitian terdiri dari 8 faktor dengan keseluruhan pertanyaan berjumlah 42 item. Ke-8
faktor tersebut, antara lain : (1) umur; (2) tingkat pendidikan; (3) pengetahuan; (4) status
gizi; (5) tata cara pencampuran; (6) frekuensi penyemprotan; (7) jumlah jenis pestisida;
serta (8) penggunaan APD. Penelitian ini menggunakan metode cross sectional.
Sampelnya berjumlah 42 petugas pest control. Pengambilan sampel dilakukan dengan
metode total sampling.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, didapatkan dua variabel yang
terdapat hubungan yang bermakna dengan tingkat keracunan pestisida. Dua variabel
tersebut yaitu umur dengan nilai median umur 38,50 tahun, Pvalue sebesar 0,036 dan
penggunaan alat pelindung diri yang tidak sesuai sebanyak 17 orang (53,1%), rata-rata
kadar kolinesterase sebesar 7548,24 u/l dengan Pvalue sebesar 0,036.
Kata Kunci : Tingkat Keracunan, Kadar Kolinesterase, Pestisida

Daftar bacaan 66 (1971 2012)

ii!!
!
!
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCE
PROGRAMME STUDY OF PUBLIC HEALTH
SPECIALIZATION OF ENVIRONMENTAL HEALTH
Undergraduate Thesis, March 2015

MUHAMAD FEBRIANSYAH AKBAR ALI, NIM : 1110101000076

FACTORS ASSOCIATED WITH THE TOXIC PESTICIDES BASED


TOLERANCE CHOLINESTERASE ON TECHNICIANS PEST CONTROL IN
JAKARTA 2014

xvii + 110 pages + 19 tables + 2 pictures

ABSTRACT

Pesticide is a chemical used to kill or control pests. There are more than 200
formulations pesticides in Indonesia who registered and allowed to use in the activities
of pest control. Pesticides can enter through the skin, inhalation, or into the mouth.Pest
control officers have greater risk to exposed by pesticide. Examination of cholinesterase
in the blood serum is one way to determine the level of blood poisoning in the blood
pest control officers.
This research is to find out of the factors associated with the toxic pesticides on
the technician pest control. The measurement in research consists of eight factor is a
total of 42 question. These factors is: (1) age; (2) the level of education: (3) the
knowledge; (4) nutrition status; (5) the procedures of mixing; (6) spraying frequency;
(7) the number and type of pesticide ; (8) personal protective equipment. This research
using a method of cross sectional study. A total of 42 officers pest control. Collection of
samples conducted by the total sampling method.
Based on the results of research, obatained two variables that was found
meaningful relationship with a level of poisoning pesticides. Two variables are age with
a value of median 38,50 years, pvalue 0f 0,036 and the use of a protective personal
equipment are not in accordance as many as 17 people (53,1%), the average levels of
cholinesterase of 7548,24 u/l with pvalue 0,036.
Key words : Poisoning levels, Cholinesterase, Pesticide

Number of Reference : 66 (1971 2012)

iii!
!
!
!
!
!
CURRICULUM VITAE

Identitas Pribadi
Nama : Muhamad Febriansyah Akbar Ali
TTL : Jakarta, 14 Februari 1992
Alamat Asal : Jl. Raya Bintara No. 4B, Rt 013/ Rw 010 Bintara,
Bekasi Barat, Kota Bekasi
Alamat Sekarang : Jl. Raya Bintara No. 4B, Rt 013/ Rw 010 Bintara,
Bekasi Barat, Kota Bekasi
Agama : Islam
Gol. Darah : O
Email : febrian.ali.fa@gmail.com

Riwayat Pendidikan
2000 2006 : SD Islam Al Azhar 9 Kemang Pratama
2006 2008 : SMP Islam Al Azhar 9 Kemang Pratama
2008 2010 : SMA Islam Al Azhar 4 Kemang Pratama
2010 sekarang : S1 Peminatan Kesehatan Lingkungan, Program Studi
Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta

Pengalaman Organisasi
2012 sekarang : Anggota ENVIHSA (Environmental Health Student
Association) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Pengalaman Kerja
2011 : Pengalaman Belajar Lapangan (PBL) di Puskesmas
Pondok Aren Tangerang Selatan

vii!
!
!
!
KATA PENGANTAR

Assalammualaikum Wr. Wb.

Alhamdulillah, puji syukur kepada Allah yang telah memberikan berbagai

nikmat kepada kita semua. Shalawat serta salam tak lupa selalu tercurah kepada Nabi

Muhammad yang telah memberikan umat manusia pencerahan menuju agama Allah,

dengan memanjatkan rasa syukur atas segala nikmat-Nya penulis dapat menyelesaikan

skripsi yang berjudul Faktor Faktor Yang Berhubungan Dengan Tingkat

Keracunan Pestisida Berdasarkan Toleransi Tingkat Kolinesterase Pada Teknisi

Perusahaan Pest Control Di Jakarta Tahun 2014. Penyusunan skripsi ini tidak

terlepas dari bantuan berbagai pihak yang telah memberikan dukungan kepada penulis.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Prof. Dr (HC). Dr. M. K. Tadjudin, Sp. And., selaku Dekan Fakultas Kedokteran

dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Ibu Fajar Ariyanti, S.KM, M.Kes, Ph.D., selaku Ketua Program Studi Kesehatan

Masyarakat.

3. Bapak Dr. H. Arif Sumantri, S.KM, M.Kes., selaku pembimbing I Skripsi yang

telah memberikan bimbingan serta motivasi, terima kasih atas setiap kebaikan serta

tuntunan yang telah diberikan.

4. Ibu Dewi Utami Iriani, Ph.D., selaku Pembimbing II Skripsi yang telah

memberikan saran dan kemudahan dalam setiap proses bimbingan.

5. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Kesehatan Masyarakat yang sering melibatkan

penulis dalam kegiatan di kampus dan luar kampus, pengalaman yang luar biasa

dapat bekerjasama dan berinteraksi dengan bapak dan ibu semua.

viii!
!
!
!
6. Seluruh teknisi pest control serta supervisor pada dua perusahaan pest control di

Jakarta, khususnya pak amin dan pak asep, terima kasih telah mau berbagi ilmu dan

pengalaman selama berinteraksi ketika penulis melakukan pengumpulan data dan

7. Teman-teman seperjuangan, Fajriatin, Asri, Nida, Fitria, Ana, Wiwid, Anis. Terima

kasih atas semangatnya.

8. Teman-teman Program Studi Kesehatan Masyarakat Angkatan 2010 khususnya

Kesehatan Lingkungan 2010.

9. Terima kasih kepada semua pihak yang tidak bias penulis tulis satu persatu yang

telah memberikan doa serta semangat kepada penulis, senang dapat mengenal dan

menjadi bagian dari kalian.

Penulis sadar bahwa dalam penulisan skripsi ini masih terdapat banyak

kekurangan sehingga penulis sangat menerima setiap masukan dan saran yang diberikan

untuk memperbaiki laporan ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis serta

pembaca.

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Jakarta, 23 Maret 2015

Muhamad Febriansyah Akbar Ali

ix!
!
!
!
DAFTAR ISI

ABSTRAK. . ii
ABSTRACT.. . iii
LEMBAR PERSETUJUAN. v
CURICCULUM VITAE.. vii
KATA PENGANTAR.... . viii
DAFTAR ISI..... x
DAFTAR TABEL. xiv
DAFTAR GAMBAR xvi
DAFTAR LAMPIRAN xvii

BAB PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang. 1
1.2 Rumusan Masalah.. . 6
1.3 Pertanyaan Penelitian.. 7
1.4 Tujuan Penelitian. 8
1.4.1 Tujuan Umum... 8
1.4.2 Tujuan Khusus... 8
1.5 Manfaat Penelitian.. 9
1.5.1 Manfaat Bagi Program Kesehatan Masyarakat.. . 9
1.5.2 Manfaat Bagi Peneliti 9
1.5.3 Manfaat Bagi Pembaca. 9
1.6 Ruang Lingkup....... 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 11
2.1 Pestisida. 11
2.1.1 Definisi Pestisida. 11
2.1.2 Klasifikasi Pestisida 12
2.1.3 Toksikologi Pestisida. 16
2.1.3.1 Mekanisme Keracunan Pestisida..... 17

x!!
!
!
2.2 Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Keracunan... 20
2.2.1 Faktor Dari Dalam Tubuh ... 21
2.2.2 Faktor Dari Luar Tubuh 25
2.3 Kholinesterase 30
2.3.1 Pengertian Kholinesterase.... 30
2.3.2 Jenis Kholinesterase. 30
2.4 Pest Control. .. 31
2.4.1 Definisi Pest Control............ 31
2.4.2 Kegiatan Dalam Pest Control.. 32
2.4.3 Jenis Jenis Insektisida... 34
2.5 Pencegahan Keracunan Pestisida... 36
2.5.1 Pencegahan Tingkat Pertama (Primary Prevention). 36
2.5.2 Pencegahan Tingkat Kedua (Secondary Prevention) 40
2.5.3 Pencegahan Tingkat Ketiga (Tertiary Prevention)............... 41
2.6 Kerangka Teori... 42
BAB III KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL. 44
3.1 Kerangka Konsep. 44
3.2 Definisi Operasional. 47
3.3 Hipotesis... 50
BAB IV METODE PENELITIAN. 51
4.1. Desain Penelitian. 51
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian... 51
4.3 Populasi dan Sampel Penelitian... 52
4.4 Teknik dan Sumber Pengumpulan Data Penelitian.. 53
4.5 Etika Penelitian 54
4.6 Uji Validitas dan Reliabilitas... 55
4.7 Instrumen Data Penelitian 56
4.8 Manajemen Data.. 59
4.9 Analisis Data 60
BAB V HASIL PENELITIAN 62
5.1 Gambaran Umum Perusahaan.. 62
5.1.1 Jenis Pengendalian Hama di Perusahaan Pest Control.... 63

xi!
!
!
!
5.2 Analisi Univariat.. 64
5.2.1 Gambaran Tingkat Keracunan Petugas Teknisi Pest Control.. 64
5.2.2 Gambaran Umur Petugas Teknisi Pest Control 65
5.2.3 Gambaran Tingkat Pendidikan Petugas Teknisi Pest Control.. 66
5.2.4 Gambaran Pengetahuan Petugas Teknisi Pest Control. 67
5.2.5 Gambaran Status Gizi Petugas Teknisi Pest Control 67
5.2.6 Gambaran Tata Cara Pencampuran Pestisida Petugas Teknisi
Pest Control.. 68
5.2.7 Gambaran Frekuensi Penyemprotan Pestisida Petugas Teknisi
Pest Control.. 69
5.2.8 Gambaran Jumlah Jenis Pestisida Petugas Teknisi Pest Control. 70
5.2.9 Gambaran Penggunaan Alat Pelindung Diri Petugas Teknisi
Pest Control.. 72
5.3 Analisis Bivariat... 73
5.3.1 Tes Normalitas Data.. 73
5.3.2 Gambaran Variabel Umur Dengan Tingkat Keracunan.... 74
5.3.3 Gambaran Variabel Tingkat Pendidikan Dengan Tingkat Keracunan 75
5.3.4 Gambaran Variabel Pengetahuan Dengan Tingkat Keracunan.. 76
5.3.5 Gambaran Variabel Status Gizi Dengan Tingkat Keracunan. 77
5.3.6 Gambaran Variabel Tata Cara Pencampuran Pestisida Dengan
Tingkat Keracunan 78
5.3.7 Gambaran Variabel Frekuensi Penyemprotan Dengan
Tingkat Keracunan. 79
5.3.8 Gambaran Variabel Jumlah Jenis Pestisida Dengan
Tingkat Keracunan 80
5.3.9 Gambaran Variabel Penggunaan Alat Pelindung Diri
Dengan Tingkat Keracunan 81
BAB VI PEMBAHASAN. 83
6.1 Keterbatasan Penelitian.... 83
6.2 Tingkat Keracunan Pada Petugas Teknisi Pest Control.. 83
6.3 Hubungan Faktor Dari Dalam Tubuh Dengan Tingkat Keracunan. 86
6.3.1 Umur. 86

xii!
!
!
!
6.3.2 Tingkat Pendidikan 87
6.3.3 Pengetahuan... 88
6.3.4 Status Gizi. 89
6.4 Hubungan Faktor Dari Luar Tubuh Dengan Tingkat Keracunan.. 91
6.4.1 Tata Cara Pencampuran Pestisida.. 91
6.4.2 Frekuensi Penyemprotan 92
6.4.3 Jumlah Jenis Pestisida... 93
6.4.4 Penggunaan Alat Pelindung Diri... 95
6.5 Pelatihan Pengamanan Penggunaan Pestisida... 97
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN.... 99
7.1 KESIMPULAN. 99
7.2 SARAN. 100

DAFTAR PUSTAKA................................... 102


LAMPIRAN.. xvii

xiii!
!
!
!
DAFTAR TABEL

Nomor Tabel Halaman

3.2 Definisi Operasional 47

4.1 Jumlah Petugas Teknisi Pest Control di Perusahaan Pest Control Tahun 52
2014

4.2 Uji Validitas 56

5.1 Distribusi Kadar Kolinesterase Teknisi Pest Control di Jakarta Tahun 2014 65

5.2 Gambaran Umur Petugas Teknisi Pest Control di Jakarta Tahun 2014 66

5.3 Gambaran Tingkat Pendidikan Pada Petugas Teknisi Pest Control di 66


Jakarta Tahun 2014

5.4 Gambaran Pengetahuan Pada Petugas Teknisi Pest Control di Jakarta 67


Tahun 2014

5.5 Gambaran Status Gizi Pada Petugas Teknisi Pest Control di Jakarta 68
Tahun 2014

5.6 Gambaran Tata Cara Pencampuran Pestisida Pada Petugas Teknisi Pest 69
Control di Jakarta Tahun 2014

5.7 Gambaran Frekuensi Penyemprotan Pestisida Pada Petugas Teknisi Pest 70


Control di Jakarta Tahun 2014

5.8 Gambaran Jumlah Jenis Pestisida Pada Petugas Teknisi Pest Control di 71
Jakarta Tahun 2014

5.9 Jenis Pestisida yang Digunakan Oleh Petugas Pest Control di Jakarta Tahun 72
2014

5.10 Gambaran Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada Petugas Teknisi 73
Pest Control di Jakarta Tahun 2014

xiv!
!
!
!
5.11 Uji Normalitas Data 74

5.12 Gambaran Kadar Kolinesterase Berdasarkan Umur Pada Teknisi 74


Pest Control di Jakarta Tahun 2014

5.13 Gambaran Rata-Rata Kadar Kolinesterase Berdasarkan Tingkat Pendidikan 75


Pada Teknisi Pest Control di Jakata Tahun 2014

5.14 Gambaran Rata-Rata Kadar Kolinesterase Berdasarkan Pengetahuan 76


Pada Teknisi Pest Control di Jakata Tahun 2014

5.15 Gambaran Rata-Rata Kadar Kolinesterase Berdasarkan Status Gizi 77


Teknisi Pest Control di Jakata Tahun 2014

5.16 Gambaran Rata-Rata Kadar Kolinesterase Berdasarkan Tata Cara 78


Pencampuran Pestisida Pada Teknisi Pest Control di Jakata Tahun 2014

5.17 Gambaran Rata-Rata Kadar Kolinesterase Berdasarkan Frekuensi 79


Penyemprotan Pada Teknisi Pest Control di Jakata Tahun 2014

5.18 Gambaran Rata-Rata Kadar Kolinesterase Berdasarkan Jumlah 80


Jenis Pestisida Pada Teknisi Pest Control di Jakata Tahun 2014

5.19 Gambaran Rata-Rata Kadar Kolinesterase Berdasarkan Alat Pelindung 81


DiriPada Teknisi Pest Control di Jakata Tahun 2014

!
!
!
!
!
!
!
!
!
!
!
!
!
!
!
!
!

xv!
!
!
!
DAFTAR GAMBAR

Nomor Gambar Halaman

2.1 Kerangka Teori 43

3.1 Kerangka Konsep 45

xvi!
!
!
!
DAFTAR LAMPIRAN

Permohonan izin pengambilan data

Hasil pemeriksaan kholinesterase

Keterangan kalibrasi alat spektrofotometer

Kuesioner Penelitian

Lampiran hasil analisis univariat

Lampiran hasil analisis bivariat

xvii!
!
!
!
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Pestisida merupakan suatu bahan kimia yang digunakan untuk membunuh

atau mengendalikan hama. Pestisida memegang peranan penting dalam

melindungi tanaman, ternak dan untuk mengontrol sumber sumber vektor

penyakit (Vector-Borne Disease)(Manuaba, 2008). Secara umum pestisida

dapat diartikan sebagai bahan yang digunakan untuk mengendalikan hewan

yang dianggap sebagai hama secara langsung maupun tidak langsung yang

dapat merugikan kepentingan manusia (Sartono, 2001).

Terdapat lebih dari 200 formulasi pestisida di Indonesia yang terdaftar dan

diijinkan oleh Menteri Pertanian untuk digunakan dalam bidang higiene

lingkungan dengan ijin sementara maupun tetap (Komisi Pestisida, 1997).

Sehubungan dengan sifatnya sebagai biosida yang dapat mematikan jasad

hidup, dalam penggunaan pestisida di samping terdapat keuntungan juga

terdapat kerugiannya, yaitu dapat menyebabkan pengaruh yang tidak

diinginkan terhadap kesehatan manusia dan lingkungan (Maaruf, 1982).

Menurut World Health Organization (WHO) dalam Priyanto (2009)

kurang lebih ditemukan 20.000 orang yang meninggal karena keracunan

! 1!
pestisida dan sekitar 5.000-10.000 mengalami dampak kesehatan seperti

kanker, cacat, mandul, dan hepatitis setiap tahunnya.

Di Indonesia, pestisida banyak digunakan baik dalam bidang pertanian

maupun bidang kesehatan. Di bidang pertanian pemakaian pestisida bertujuan

untuk meningkatkan produksi pangan serta untuk membunuh dan mencegah

terserangnya tanaman pangan oleh hama pengganggu dan penyakit penyakit

tanaman lainnya (Achmadi, 1983). Di bidang kesehatan, penggunaan

pestisida merupakan salah satu cara pengendalian vektor penyakit, terutama

pemakaian pestisida di rumah sakit yang bertujuan untuk membunuh tikus,

nyamuk, lalat, kecoa, dan vektor penyakit lainnya. Selain itu juga pestisida

memiliki kelebihan yaitu dapat diaplikasikan secara mudah hampir disetiap

waktu, sehingga pestisida banyak digunakan dalam pengendalian vektor

penyakit sangat efektif diterapkan terutama jika populasi vektor penyakit

sangat tinggi atau untuk menangani kasus yang sangat mengkhawatirkan

penyebarannya (Pohan, 2004).

Bahaya keracunan yang diakibatkan oleh pestisida dapat bersifat akut atau

kronik. Keracunan akut dapat disebabkan akibat terjadinya kecelakaan atau

percobaan bunuh diri, sedangkan keracunan kronik digolongkan menjadi

keracunan dengan paparan tinggi dan rendah. Keracunan kronik dengan

paparan tinggi dapat terjadi pada pekerja yang menangani pestisida, seperti

petani, pekerja perkebunan, pekerja penyemprot malaria dan demam

berdarah, pekerja di perusahaan pengendalian hama (pest control), atau

golongan pekerja lainnya yang bekerja dengan menggunakan pestisida.

! 2!
Keracunan kronik dengan paparan rendah dapat disebabkan oleh adanya

pencemaran pestisida dari berbagai sumber seperti residu dalam makanan,

sisa badan air, atau pemaparan secara tidak langsung dalam aplikasi pestisida

di rumah tangga dan pertanian (Achmadi, 1983).

Penggunaan pestisida yang semakin meningkat tentunya diikuti dengan

meningkatnya paparan yang dapat menimbulkan dampak negatif bagi tenaga

kerja, khususnya bagi pekerja di bagian penyemprotan hama (Suwarni, 1998).

Menurut kementrian pertanian (2011), dampak negatif dari pestisida dapat

terjadi secara akut maupun kronik akibat kontaminasi melalui 3 jalur, yaitu

kulit (epidermis), pernapasan (inhalation), dan saluran pencernaan

(ingestion).

Pestisida golongan organofosfat yangberikatan dengan enzim

kolinesterase dalam darah berfungsi untuk mengatur kerja syaraf. Jika

kolinesterase terikat, enzim tidak dapat melaksanakan tugasnya dalam tubuh

terutama meneruskan untuk mengirimkan perintah kepada otot-otot tertentu,

sehingga dapat menyebabkan otot-otot bergerak tanpa dapat dikendalikan

(Kusnoputranto, 1996).

Pengaruh pemaparan pestisida terhadap pemakaian pestisida dapat

diketahui secara dini dengan cara mengukur aktivitas kolinesterase darah

pemakai pestisida tersebut. Cara ini selain menjadi petunjuk awal yang

bermanfaat, juga dapat diterapkan di lapangan (Budiono, 1987). Penurunan

aktivitas kolinesterase darah seseorang berkurang karena adanya pestisida

golongan organofosfat dalam darah yang membentuk senyawa kolinesterase

! 3!
fosfor sehingga menyebabkan enzim tersebut tidak berfungsi lagi yang

mengakibatkan kadarnya dalam darah akan berkurang (Rustia, 2009).

Setiap perusahaan pest control mempunyai dasar kegiatan dan standar

operasi masing-masing dalam menerapkan alat pelindung diri bagi masing-

masing teknisi pest control tersebut, hal ini dilakukan sebagai upaya

pencegahan terhadap bahaya terkontaminasi atau keracunan pestisida yang

dapat terpapar melalui kulit, saluran pernapasan, mata, dll. Tingkat keracunan

pestisida pada setiap orang berbeda-beda, karena sifat racunnya ini pestisida

harus diperlakukan dengan hati-hati. Petugas atau teknisi pengendali hama

mempunyai resiko lebih besar untuk terpapar zat kimia beracun yang

terkandung didalam pestisida, para penyemprot harus memperhatikan arah

angin dan waktu penyemprotan pestisida, ini berpengaruh kepada keefektifan

pestisida itu sendiri dalam mengatasi serangan hama. Petugas teknisi juga

seharusnya melindungi diri mereka sendiri dengan menggunakan alat

pelindung diri berupa masker, kacamata, sarung tangan, dan pelindung kaki

(Anies, 2005).

Teknisi pengendali hama pada umumnya tidak menyadari jika mereka

sudah keracunan oleh pestisida karena gejala penyakit yang ditimbulkan tidak

spesifik dan bahkan menyerupai gejala pada penyakit lainnya seperti, pusing,

mual dan lemah sehingga oleh mereka dianggap sebagai suatu gejala penyakit

yang tidak memerlukan terapi khusus.Sedangkan jika paparan pestisida

terjadi dalam jangka waktu yang lama dapat meningkatkan resiko kanker,

! 4!
kerusakan syaraf (Parkinson), gangguan perkembangan, gangguan

reproduksi, dan kerusakan organ tubuh (Achmadi, 1983).

Enzim kolinesterase merupakan suatu indikator keracunan dalam darah

yang bersifat karsinogenik (kanker) jika seseorang telah terpapar oleh racun

berbahaya yang terkandung didalam pestisida. Oleh karena itu perlu

dilakukan pemeriksaan kadar kolinesterase agar pekerja pest control yang

beresiko menyadari tingkat keracunan yang telah dialami (Anies, 2005).

Sampai tahun 2014, di wilayah DKI Jakarta terdapat 75 perusahaan

pengendalian hama yang tersebar di lima wilayah di Jakarta dengan tenaga

penyemprot lebih dari 700 orang. Tenaga kerja di perusahaan pengendalian

hama memiliki risiko keracunan karena pestisida, termasuk keracunan kronik

dengan paparan tinggi, sebab kegiatannya mulai dari persiapan, penggunaan

sampai pembuangan sisa-sisa pestisida yang telah digunakan. Menurut

laporan Dinas Kesehatan DKI Jakarta (2000), hasil pemeriksaan darah

(aktivitas enzim kolinesterase) tenaga kerja perusahaan pengendalian hama di

DKI Jakarta oleh Balai Laboratorium Kesehatan DKI Jakarta selama tahun

1999-2000 adalah sebagai berikut : tahun 1999 terdapat 100 orang (8,2%)

yang kadar kolinesterase dibawah normal dari 1213 orang yang diperiksa, dan

pada tahun 2000, ada 57 orang (5,7%) dari 1001 orang yang diperiksa, yang

kadar kolinesterasenya dibawah normal.

Penelitian sebelumnya tentang paparan pestisida kepada petugas

penyemprot hama banyak dilakukan kepada petani, seperti dalam laporan

Pratama tahun 2008. Berdasarkan laporan hasil kegiatan Dinkes Kabupaten

! 5!
Bekasi tahun 2005-2007 dari 200 orang petani yang dilakukan pemeriksaan

kolinesterase serta survey tentang persepsi, pengetahuan, higiene perorang,

dan penggunaan alat pelindung diri (APD) didapatkan hasil 195 orang

mengalami keracunan dan 5 orang lainnya normal.

Hal ini lah yang membuat pemeriksaan pada teknisi pest control harus

dilakukan untuk mengetahui apakah mereka mengalami keracunan pestisida

atau tidak. Sampai saat ini belum ada data yang didapatkan tentang keracunan

pestisida pada petugas teknisi pest control beserta faktor-faktor yang

mempengaruhi yakni faktor dari dalam tubuh meliputi umur, tingkat

pendidikan, status gizi, pengetahuan dan sikap, serta faktor dari luar tubuh

petugas teknisi pest control.

Berdasarkan penjelasan diatas, peneliti bermaksud mengadakan penelitian

untuk melihat keseluruhan faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian

keracunan pestisida dalam darah petugas pest control belum pernah ada.

1.2. RUMUSAN MASALAH

Pestisida terdiri dari bermacam-macam jenis dan kegunaannya, pestisida

yang digunakan dalam kegiatan pest control merupakan jenis pestisida yang

mempunyai kandungan zat kimia yang beracun yang dapat merusak

lingkungan dan membahayakan kesehatan masyarakat sekitar jika tidak

digunakan dengan dosis yang tepat serta keahlian bagi setiap petugas

teknisinya. Pengukuran tingkat kholinesterase dalam darah dapat dijadikan

biological marker (biomarker) keracunan pestisida. Sebesar 75% aplikasi

! 6!
pestisida dilakukan dengan cara penyemprotan, sehingga memungkinkan

butiran-butiran cairan tersebut melayang dan terhirup atau terkena kulit

teknisi pest control. Dampak yang akan terjadi apabila terpapar pestisida

secara terus-menerus dan tanpa menggunakan alat pelindung diri yang benar

dapat menyebabkan petugas teknisi pest control mengalami berbagai macam

penyakit kronis seperti kanker, serta penyakit lainnya.

Berdasarkan uraian diatas, maka penulis ingin meneliti Tingkat Keracunan

Pestisida Berdasarkan Toleransi Tingkat Kholinesterase Pada Teknisi

Perusahaan Pest Control Tahun 2014.

1.3. PERTANYAAN PENELITIAN

1. Bagaimana gambaran tingkat keracunan pestisida pada teknisi pest

control berdasarkan toleransi kolinesterase di Jakarta Tahun 2014?

2. Bagaimana gambaran variabel umur, tingkat pendidikan, pengetahuan,

status gizi,tata cara pencampuran pestisida, frekuensi penyemprotan,

jenis pestisida dan penggunaan alat pelindung diri dengan tingkat

keracunan pestisida pada teknisi pest control di Perusahaan Pest Control

di Jakarta Tahun 2014?

3. Apakah ada hubungan antara variabel umur, tingkat pendidikan,

pengetahuan, status gizi, tata cara pencampuran pestisida, frekuensi

penyemprotan, jenis pestisida dan penggunaan alat pelindung diridengan

tingkatkeracunan pestisida pada petugas teknisi pest control di

Perusahaan Pest Control di Jakarta Tahun 2014.

! 7!
1.4. TUJUAN PENELITIAN

1.4.1. TUJUAN UMUM

Tujuan umum dalam penelitian ini adalah untuk Mengetahui

tingkat keracunan pestisida pada petugas teknisi pest control

berdasarkan toleransi tingkat Kolinesterase.

1.4.2. TUJUAN KHUSUS

1. Diketahui gambaran tingkat keracunan pestisida pada teknisi pest

control berdasarkan toleransi tingkat kolinesterase di Perusahaan

Pest Control di Jakarta Tahun 2014.

2. Diketahui gambaran variable umur, tingkat pendidikan,

pengetahuan, status gizi, tata cara pencampuran pestisida,

frekuensi penyemprotan, jumlah jenis pestisida dan penggunaan

alat pelindung diri dengan kejadian keracunan pestisida pada

teknisi Perusahaan Pest Control di Jakarta Tahun 2014.

3. Diketahui hubungan antara variabelumur, tingkat pendidikan,

pengetahuan, status gizi, tata cara pencampuran pestisida,

frekuensi penyemprotan, jumlah jenis pestisida dan penggunaan

alat pelindung diri dengan kejadian keracunan pestisida pada

teknisi Perusahaan Pest Control di Jakarta Tahun 2014.

! 8!
1.5. MANFAAT PENELITIAN

1.5.1. Manfaat Bagi Program Kesehatan Masyarakat

Sebagai bahan tambahan literatur di bidang kesehatan masyarakat

mengenai tingkat keracunan pestisida pada teknisi pest control

berdasarkan toleransi tingkat kolinesterase.

1.5.2. Manfaat Bagi Peneliti

Melatih pola berfikir sistematis dalam menghadapi permasalahan

khususnya bidang kesehatan lingkungan serta sebagai aplikasi nyata

dari keilmuan yang diperoleh selama di bangku kuliah.

1.5.3. Manfaat Bagi Pembaca

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan

pertimbangan pelatihan para teknisi pest control dalam evaluasi

kegiatan pengawasan dan pelatihan terhadap penggunaan pestisida

pada petugas teknisi pest control diseluruh wilayah yang ada di

Indonesia. Dan dapat lebih memacu penelitian-penelitian lebih lanjut

tentang tingkat keracunan pestisida pada teknisi pest control. Dengan

demikian akan tercapai tujuan peningkatan derajat kesehatan

masyarakat.

1.6. RUANG LINGKUP

Penelitian ini bersifat kuantitatif dengan desain penelitian cross sectional.

Populasi penelitian ini adalah teknisi perusahaan pest control. Data penelitian

diperoleh dengan cara pengambilan data sekunder dan data primer. Data

! 9!
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Pestisida merupakan suatu bahan kimia yang digunakan untuk membunuh

atau mengendalikan hama. Pestisida memegang peranan penting dalam

melindungi tanaman, ternak dan untuk mengontrol sumber sumber vektor

penyakit (Vector-Borne Disease)(Manuaba, 2008). Secara umum pestisida

dapat diartikan sebagai bahan yang digunakan untuk mengendalikan hewan

yang dianggap sebagai hama secara langsung maupun tidak langsung yang

dapat merugikan kepentingan manusia (Sartono, 2001).

Terdapat lebih dari 200 formulasi pestisida di Indonesia yang terdaftar dan

diijinkan oleh Menteri Pertanian untuk digunakan dalam bidang higiene

lingkungan dengan ijin sementara maupun tetap (Komisi Pestisida, 1997).

Sehubungan dengan sifatnya sebagai biosida yang dapat mematikan jasad

hidup, dalam penggunaan pestisida di samping terdapat keuntungan juga

terdapat kerugiannya, yaitu dapat menyebabkan pengaruh yang tidak

diinginkan terhadap kesehatan manusia dan lingkungan (Maaruf, 1982).

Menurut World Health Organization (WHO) dalam Priyanto (2009)

kurang lebih ditemukan 20.000 orang yang meninggal karena keracunan

! 1!
pestisida dan sekitar 5.000-10.000 mengalami dampak kesehatan seperti

kanker, cacat, mandul, dan hepatitis setiap tahunnya.

Di Indonesia, pestisida banyak digunakan baik dalam bidang pertanian

maupun bidang kesehatan. Di bidang pertanian pemakaian pestisida bertujuan

untuk meningkatkan produksi pangan serta untuk membunuh dan mencegah

terserangnya tanaman pangan oleh hama pengganggu dan penyakit penyakit

tanaman lainnya (Achmadi, 1983). Di bidang kesehatan, penggunaan

pestisida merupakan salah satu cara pengendalian vektor penyakit, terutama

pemakaian pestisida di rumah sakit yang bertujuan untuk membunuh tikus,

nyamuk, lalat, kecoa, dan vektor penyakit lainnya. Selain itu juga pestisida

memiliki kelebihan yaitu dapat diaplikasikan secara mudah hampir disetiap

waktu, sehingga pestisida banyak digunakan dalam pengendalian vektor

penyakit sangat efektif diterapkan terutama jika populasi vektor penyakit

sangat tinggi atau untuk menangani kasus yang sangat mengkhawatirkan

penyebarannya (Pohan, 2004).

Bahaya keracunan yang diakibatkan oleh pestisida dapat bersifat akut atau

kronik. Keracunan akut dapat disebabkan akibat terjadinya kecelakaan atau

percobaan bunuh diri, sedangkan keracunan kronik digolongkan menjadi

keracunan dengan paparan tinggi dan rendah. Keracunan kronik dengan

paparan tinggi dapat terjadi pada pekerja yang menangani pestisida, seperti

petani, pekerja perkebunan, pekerja penyemprot malaria dan demam

berdarah, pekerja di perusahaan pengendalian hama (pest control), atau

golongan pekerja lainnya yang bekerja dengan menggunakan pestisida.

! 2!
Keracunan kronik dengan paparan rendah dapat disebabkan oleh adanya

pencemaran pestisida dari berbagai sumber seperti residu dalam makanan,

sisa badan air, atau pemaparan secara tidak langsung dalam aplikasi pestisida

di rumah tangga dan pertanian (Achmadi, 1983).

Penggunaan pestisida yang semakin meningkat tentunya diikuti dengan

meningkatnya paparan yang dapat menimbulkan dampak negatif bagi tenaga

kerja, khususnya bagi pekerja di bagian penyemprotan hama (Suwarni, 1998).

Menurut kementrian pertanian (2011), dampak negatif dari pestisida dapat

terjadi secara akut maupun kronik akibat kontaminasi melalui 3 jalur, yaitu

kulit (epidermis), pernapasan (inhalation), dan saluran pencernaan

(ingestion).

Pestisida golongan organofosfat yangberikatan dengan enzim

kolinesterase dalam darah berfungsi untuk mengatur kerja syaraf. Jika

kolinesterase terikat, enzim tidak dapat melaksanakan tugasnya dalam tubuh

terutama meneruskan untuk mengirimkan perintah kepada otot-otot tertentu,

sehingga dapat menyebabkan otot-otot bergerak tanpa dapat dikendalikan

(Kusnoputranto, 1996).

Pengaruh pemaparan pestisida terhadap pemakaian pestisida dapat

diketahui secara dini dengan cara mengukur aktivitas kolinesterase darah

pemakai pestisida tersebut. Cara ini selain menjadi petunjuk awal yang

bermanfaat, juga dapat diterapkan di lapangan (Budiono, 1987). Penurunan

aktivitas kolinesterase darah seseorang berkurang karena adanya pestisida

golongan organofosfat dalam darah yang membentuk senyawa kolinesterase

! 3!
fosfor sehingga menyebabkan enzim tersebut tidak berfungsi lagi yang

mengakibatkan kadarnya dalam darah akan berkurang (Rustia, 2009).

Setiap perusahaan pest control mempunyai dasar kegiatan dan standar

operasi masing-masing dalam menerapkan alat pelindung diri bagi masing-

masing teknisi pest control tersebut, hal ini dilakukan sebagai upaya

pencegahan terhadap bahaya terkontaminasi atau keracunan pestisida yang

dapat terpapar melalui kulit, saluran pernapasan, mata, dll. Tingkat keracunan

pestisida pada setiap orang berbeda-beda, karena sifat racunnya ini pestisida

harus diperlakukan dengan hati-hati. Petugas atau teknisi pengendali hama

mempunyai resiko lebih besar untuk terpapar zat kimia beracun yang

terkandung didalam pestisida, para penyemprot harus memperhatikan arah

angin dan waktu penyemprotan pestisida, ini berpengaruh kepada keefektifan

pestisida itu sendiri dalam mengatasi serangan hama. Petugas teknisi juga

seharusnya melindungi diri mereka sendiri dengan menggunakan alat

pelindung diri berupa masker, kacamata, sarung tangan, dan pelindung kaki

(Anies, 2005).

Teknisi pengendali hama pada umumnya tidak menyadari jika mereka

sudah keracunan oleh pestisida karena gejala penyakit yang ditimbulkan tidak

spesifik dan bahkan menyerupai gejala pada penyakit lainnya seperti, pusing,

mual dan lemah sehingga oleh mereka dianggap sebagai suatu gejala penyakit

yang tidak memerlukan terapi khusus.Sedangkan jika paparan pestisida

terjadi dalam jangka waktu yang lama dapat meningkatkan resiko kanker,

! 4!
kerusakan syaraf (Parkinson), gangguan perkembangan, gangguan

reproduksi, dan kerusakan organ tubuh (Achmadi, 1983).

Enzim kolinesterase merupakan suatu indikator keracunan dalam darah

yang bersifat karsinogenik (kanker) jika seseorang telah terpapar oleh racun

berbahaya yang terkandung didalam pestisida. Oleh karena itu perlu

dilakukan pemeriksaan kadar kolinesterase agar pekerja pest control yang

beresiko menyadari tingkat keracunan yang telah dialami (Anies, 2005).

Sampai tahun 2014, di wilayah DKI Jakarta terdapat 75 perusahaan

pengendalian hama yang tersebar di lima wilayah di Jakarta dengan tenaga

penyemprot lebih dari 700 orang. Tenaga kerja di perusahaan pengendalian

hama memiliki risiko keracunan karena pestisida, termasuk keracunan kronik

dengan paparan tinggi, sebab kegiatannya mulai dari persiapan, penggunaan

sampai pembuangan sisa-sisa pestisida yang telah digunakan. Menurut

laporan Dinas Kesehatan DKI Jakarta (2000), hasil pemeriksaan darah

(aktivitas enzim kolinesterase) tenaga kerja perusahaan pengendalian hama di

DKI Jakarta oleh Balai Laboratorium Kesehatan DKI Jakarta selama tahun

1999-2000 adalah sebagai berikut : tahun 1999 terdapat 100 orang (8,2%)

yang kadar kolinesterase dibawah normal dari 1213 orang yang diperiksa, dan

pada tahun 2000, ada 57 orang (5,7%) dari 1001 orang yang diperiksa, yang

kadar kolinesterasenya dibawah normal.

Penelitian sebelumnya tentang paparan pestisida kepada petugas

penyemprot hama banyak dilakukan kepada petani, seperti dalam laporan

Pratama tahun 2008. Berdasarkan laporan hasil kegiatan Dinkes Kabupaten

! 5!
Bekasi tahun 2005-2007 dari 200 orang petani yang dilakukan pemeriksaan

kolinesterase serta survey tentang persepsi, pengetahuan, higiene perorang,

dan penggunaan alat pelindung diri (APD) didapatkan hasil 195 orang

mengalami keracunan dan 5 orang lainnya normal.

Hal ini lah yang membuat pemeriksaan pada teknisi pest control harus

dilakukan untuk mengetahui apakah mereka mengalami keracunan pestisida

atau tidak. Sampai saat ini belum ada data yang didapatkan tentang keracunan

pestisida pada petugas teknisi pest control beserta faktor-faktor yang

mempengaruhi yakni faktor dari dalam tubuh meliputi umur, tingkat

pendidikan, status gizi, pengetahuan dan sikap, serta faktor dari luar tubuh

petugas teknisi pest control.

Berdasarkan penjelasan diatas, peneliti bermaksud mengadakan penelitian

untuk melihat keseluruhan faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian

keracunan pestisida dalam darah petugas pest control belum pernah ada.

1.2. RUMUSAN MASALAH

Pestisida terdiri dari bermacam-macam jenis dan kegunaannya, pestisida

yang digunakan dalam kegiatan pest control merupakan jenis pestisida yang

mempunyai kandungan zat kimia yang beracun yang dapat merusak

lingkungan dan membahayakan kesehatan masyarakat sekitar jika tidak

digunakan dengan dosis yang tepat serta keahlian bagi setiap petugas

teknisinya. Pengukuran tingkat kholinesterase dalam darah dapat dijadikan

biological marker (biomarker) keracunan pestisida. Sebesar 75% aplikasi

! 6!
pestisida dilakukan dengan cara penyemprotan, sehingga memungkinkan

butiran-butiran cairan tersebut melayang dan terhirup atau terkena kulit

teknisi pest control. Dampak yang akan terjadi apabila terpapar pestisida

secara terus-menerus dan tanpa menggunakan alat pelindung diri yang benar

dapat menyebabkan petugas teknisi pest control mengalami berbagai macam

penyakit kronis seperti kanker, serta penyakit lainnya.

Berdasarkan uraian diatas, maka penulis ingin meneliti Tingkat Keracunan

Pestisida Berdasarkan Toleransi Tingkat Kholinesterase Pada Teknisi

Perusahaan Pest Control Tahun 2014.

1.3. PERTANYAAN PENELITIAN

1. Bagaimana gambaran tingkat keracunan pestisida pada teknisi pest

control berdasarkan toleransi kolinesterase di Jakarta Tahun 2014?

2. Bagaimana gambaran variabel umur, tingkat pendidikan, pengetahuan,

status gizi,tata cara pencampuran pestisida, frekuensi penyemprotan,

jenis pestisida dan penggunaan alat pelindung diri dengan tingkat

keracunan pestisida pada teknisi pest control di Perusahaan Pest Control

di Jakarta Tahun 2014?

3. Apakah ada hubungan antara variabel umur, tingkat pendidikan,

pengetahuan, status gizi, tata cara pencampuran pestisida, frekuensi

penyemprotan, jenis pestisida dan penggunaan alat pelindung diridengan

tingkatkeracunan pestisida pada petugas teknisi pest control di

Perusahaan Pest Control di Jakarta Tahun 2014.

! 7!
1.4. TUJUAN PENELITIAN

1.4.1. TUJUAN UMUM

Tujuan umum dalam penelitian ini adalah untuk Mengetahui

tingkat keracunan pestisida pada petugas teknisi pest control

berdasarkan toleransi tingkat Kolinesterase.

1.4.2. TUJUAN KHUSUS

1. Diketahui gambaran tingkat keracunan pestisida pada teknisi pest

control berdasarkan toleransi tingkat kolinesterase di Perusahaan

Pest Control di Jakarta Tahun 2014.

2. Diketahui gambaran variable umur, tingkat pendidikan,

pengetahuan, status gizi, tata cara pencampuran pestisida,

frekuensi penyemprotan, jumlah jenis pestisida dan penggunaan

alat pelindung diri dengan kejadian keracunan pestisida pada

teknisi Perusahaan Pest Control di Jakarta Tahun 2014.

3. Diketahui hubungan antara variabelumur, tingkat pendidikan,

pengetahuan, status gizi, tata cara pencampuran pestisida,

frekuensi penyemprotan, jumlah jenis pestisida dan penggunaan

alat pelindung diri dengan kejadian keracunan pestisida pada

teknisi Perusahaan Pest Control di Jakarta Tahun 2014.

! 8!
1.5. MANFAAT PENELITIAN

1.5.1. Manfaat Bagi Program Kesehatan Masyarakat

Sebagai bahan tambahan literatur di bidang kesehatan masyarakat

mengenai tingkat keracunan pestisida pada teknisi pest control

berdasarkan toleransi tingkat kolinesterase.

1.5.2. Manfaat Bagi Peneliti

Melatih pola berfikir sistematis dalam menghadapi permasalahan

khususnya bidang kesehatan lingkungan serta sebagai aplikasi nyata

dari keilmuan yang diperoleh selama di bangku kuliah.

1.5.3. Manfaat Bagi Pembaca

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan

pertimbangan pelatihan para teknisi pest control dalam evaluasi

kegiatan pengawasan dan pelatihan terhadap penggunaan pestisida

pada petugas teknisi pest control diseluruh wilayah yang ada di

Indonesia. Dan dapat lebih memacu penelitian-penelitian lebih lanjut

tentang tingkat keracunan pestisida pada teknisi pest control. Dengan

demikian akan tercapai tujuan peningkatan derajat kesehatan

masyarakat.

1.6. RUANG LINGKUP

Penelitian ini bersifat kuantitatif dengan desain penelitian cross sectional.

Populasi penelitian ini adalah teknisi perusahaan pest control. Data penelitian

diperoleh dengan cara pengambilan data sekunder dan data primer. Data

! 9!
primer diperoleh dari hasil kuesioner terkait variabel yang mempengaruhi

tingkat keracunan pestisida dan pengambilan sampel darah untuk pengujian

enzim kolinesterase dari petugas teknisi Perusahaan Pest Control di Jakarta

Tahun 2014. Data sekunder diperoleh dari program pelatihan petugas teknisi

pest control di Perusahaan Pest Control, daftar Pekerja di Perusahaan Pest

Control, dan Profil Perusahaan serta dokumen-dokumen terkait lainnya.

! 10!
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pestisida

2.1.1. Definisi Pestisida

Menurut Depkes RI (1991), Pestisida berasal dari kata pest yang

berarti hama dan sida yang berarti membunuh. Pestisida dapat

diartikan secara sederhana sebagai pembunuh hama. Secara umum

pestisida dapat didefinisikan sebagai bahan yang digunakan untuk

mengendalikan populasi jasad yang dianggap sebagai hama yang

secara langsung maupun tidak langsung merugikan kepentingan

manusia. Pengertian pestisida menurut Peraturan Pemerintan No. 7

Tahun 1973 tentang Pengawasan atas Peredaran dan Penggunaan

Pestisida dan Permenkes RI No. 258/Menkes/Per/III/1992 adalah

semua zat kimia dan bahan lain serta jasad renik dan virus yang

dipergunakan untuk :

a. Memberantas atau mencegah hama dan penyakit yang merusak

tanaman, bagian-bagian tanaman dan hasil-hasil pertanian.

b. Memberantas hama air

c. Memberantas atau mencegah binatang-binatang atau jasad

renik dalam rumah, bangunan dan alat-alat pengangkutan.

! 11!
d. Memberantas atau mencegah binatang-binatang yang dapat

menyebabkan penyakit pada manusia dan binatang yang perlu

dilindungi dengan penggunaan pada tanaman, tanah, dan air.

Menurut The United States Environment Pesticide Control Act,

Pestisida adalah :

a. Semua zat atau campuran zat yang khusus digunakan untuk

mengendalikan, mencegah atau menangkis gangguan serangga,

binatang mengerat, nematoda, gulma, bakteri, dan jasad renik

yang dianggap hama. Kecuali virus, bakteri atau jasad renik

lainnya yang terdapat pada manusia dan binatang.

b. Semua zat atau campuran zat yang khusus digunakan untuk

mengatur pertumbuhan tanaman atau pengering tanaman.

2.1.2. Klasifikasi Pestisida

pestisida dapat diklasifikasikan berdasarkan sifatnya, targetnya atau

sasaran, cara kerjanya dan berdasarkan struktur kimianya

(Sastroutomo, 1992), yaitu :

1. Berdasarkan atas sifatnya pestisida dapat digolongkan

menjadi : bentuk padat, bentuk cair, bentuk asap (aerosol)

dan bentuk gas (fumigant).

2. Berdasarkan organ targetnya atau sasarannya dapat

diklasifikasikan sebagai berikut :

! 12!
a. Insektisida berfungsi untuk membunuh atau

mengendalikan serangga.

b. Herbisida berfungsi untuk membunuh gulma

(tumbuhan pengganggu).

c. Fungisida berfungsi untuk membunuh jamur.

d. Algasida berfungsi untuk membunuh alga.

e. Rodentisida berfungsi untuk membunuh binatang

pengerat.

f. Akarisida berfungsi untuk membunuh tungau atau

kutu.

g. Bakterisida berfungsi untuk membunuh atau melawan

bakteri.

h. Moluskisida berfungsi untuk membunuh siput.

i. Nematisida berfungsi untuk membunuh nematoda

(semacam cacing yang hidup diakar).

j. Termisida berfungsi untuk membunuh rayap.

k. Silvisida berfungsi untuk membunuh pohon.

l. Larvasida berfungsi untuk membunuh ulat atau larva.

3. Berdasarkan cara kerja atau efek keracunannya dapat

digolongkan sebagai berikut :

a. Racun kontak adalah racun yang membunuh

sasarannya bila pestisida tersebut mengenai kulit

hewan sasarannya.

! 13!
b. Racun perut adalah racun yang membunuh

sasarannya bila pestisida tersebut termakan oleh

hewan yan bersangkutan.

c. Fumigant adalah senyawa kimia yang membunuh

sasarannya melalui saluran pernafasan.

d. Racun sistemik adalah racun yang dapat diisap oleh

tanaman, tetapi tidak merugikan tanaman itu sendiri

dalam batas waktu tertentu yang dapat membunuh

serangga yang menghisap atau memakan tanaman

tersebut.

4. berdasarkan struktur kimianya, pestisida dapat digolongkan

menjadi golongan organoklorin, golongan organophosfat,

golongan karbamat, dan golongan piretroid.

a. Golongan Organoklorin

Merupakan bagian dari kelas yang lebih luas dari

golongan halogen hydrocarbon, termasuk diantaranya

dan terkenal sebagai penyebab masalah yaitu

Polyclorinated biphenyls dan dioxin.Sebagai

kelompok, insektisida organoklorin merupakan racun

terhadap susunan saraf (neurotoxins) yang

merangsang sistem saraf baik padaserangga maupun

mamalia, menyebabkan tremor dan kejang-kejang.

Golongan organoklorin yang paling popular dan

! 14!
pertama kali disintetiskan adalah DDT (Dichloro

diphenil dichloroethan)(Prijatno, 2009).

b. Golongan Organofosfat

Pestisida golongan ini makin banyak digunakan

karena sifatnya yang menguntungkan dan bekerja

secara selektif, tidak persisten dalam tanah dan tidak

menyebabkan resisten pada serangga (Sastroasmoro,

2002).Pestisida golongan organofosfat bekerja

dengan cara menghambat aktivitas enzim

kolinesterase, sehingga asetilkolin tidak terhidrolisis.

Oleh karena itu, keracunan pestisida golongan

organofosfat disebabkan oleh asetilkolin yang

berlebihan mengakibatkan perangsangan secara terus-

menerus pada system syaraf. Keracunan ini dapat

terjadi melalui mulut, pernapasan dan kulit

(Wudianto, 2008)

c. Golongan Karbamat

Menurut Sartono (2002) pestisida golongan karbamat

merupakan racun kontak, racun perut, dan racun

pernapasan. Bekerja sama seperti golongan

organofosfat, yaitu menghambat aktivitas enzim

kolinesterase. Keracunan yang disebabkan oleh

golongan carbamat, gejalanyasama seperti pada

! 15!
keracunan organofosfat, tetapi lebih cepat terjadi dan

tidak lama karena efeknya terhadap enzim

kolinesterase tidak persisten (Sudarmo, 2007).

d. Golongan Piretroid

Insektisida dari kelompok piretroid merupakan analog

dari piretrum yang menunjukkan daya racun yang

lebih tinggi terhadap serangga dan pada umumnya

toksisitasnya terhadap mamalia lebih rendah

dibandingkan dengan insektisida lainnya. Namun

kebanyakan diantaranya sangat toksik terhadap ikan,

tawon madu dan serangga berguna lainnya.

2.1.3. Toksikologi Pestisida

Pestisida masuk kedalam tubuh melalui beberapa cara, antara lain

yaitu pertama melalui kulit yang berlangsung secara terus menerus

selama pestisida masih ada dikulit. Kedua melalui mulut (tertelan)

karena kecelakaan, kecerobohan atau sengaja (bunuh diri) akan

mengakibatkan keracunan berat hingga kematian. Ketiga melalui

pernafasan, dapat berupa bubuk, droplet atau uap yang dapat

menyebabkan kerusakan serius pada hidung, dan tenggorokan jika

terhisap cukup banyak.

Pestisida meracuni tubuh manusia dengan mekanisme kerja sebagai

berikut :

! 16!
a. Mempengaruhi kerja enzim atau hormon

Bahan racun yang masuk kedalam tubuh dapat menonaktifkan

aktivator sehingga hormon tidak dapat bekerja atau langsung non

aktif. Pestisida yang masuk dan berinteraksi dengan sel dapat

menghambat atau mempengaruhi kerja sel, contohnya gas CO

menghambat haemoglobin untuk mengikat dan membawa

oksigen ke seluruh tubuh.

b. Merusak jaringan sehingga timbul histamine dan serotine

Hal ini akan menimbulkan reaksi alergi, atau dapat menciptakan

senyawa baru yang lebih beracun.

c. Fungsi detoksikasi hati

Pestisida yang masuk ketubuh akan mengalami proses detoksikasi

atau dinetralisir didalam hati. Yang membuat senyawa racun ini

diubah menjadi senyawa lain yang sifatnya tidak lagi beracun

terhadap tubuh.

2.1.3.1. Mekanisme Keracunan Pestisida

Menurut Departemen Kesehatan RI (2003), pestisida dapat masuk

kedalam tubuh manusia melalui proses toksikokinek dan

toksikodinamik yang terjadi pada saat pestisida masuk kedalam tubuh

manusia dan menyebabkan terjadinya penyakit akibat keracunan.

! 17!
A. Toksikokinetik

1. Kontaminasi Melalui Kulit (Absorbsi)

Pestisida yang menempel pada permukaan kulit dapat meresap

masuk kedalam tubuh dan menimbulkan keracunan.Kejadian

kontaminasi pestisida melalui kulit merupakan kontaminasi yang

paling sering terjadi akibat penyemprot kurang memperhatikan

atau tidak melindungi tubuhnya dengan alat pelindung diri.

Pestisida yang kontak dengan kulit akan diabsorbsi oleh kulit dan

dapat langsung menembuh jaringan epidermis, kemudian akan

memasuki kapiler darah dalam kulit sehingga terbawa sampai

paru-paru dan organ vital lainnya seperti otak dan otot (Rustia,

2009). Lebih dari 90% kasus didunia disebabkan oleh

kontaminasi pestisida melalui kulit. Pestisida akan segera

diabsorbsi jika kontak melalui kulit atau mata. Kecepatan

absorbsi berbeda pada tiap bagian tubuh.

2. Distribusi

a. Terhisap Lewat Hidung

Keracunan pestisida akibat partiketl yang terhirup masuk lewat

hidung merupakan yang terbanyak kedua setelah kontaminasi

melalui kulit. Gas dan partikel semprotan yang sangat halus

akibat kabut asap dari fogging dapat masuk kedalam paru-paru,

sedangkan partikel yang lebih besar akan menempel di selaput

lendir hidung atau di kerongkongan. Aplikasi pestisida

! 18!
berbentuk gas atau yang akan membentuk gas, misalnya

fumigasi, aerosol serta fogging, terutama aplikasi didalam

ruangan, dan aplikasi pestisida berbentuk tepung mempunyai

resiko yang tinggi untuk terjadi keracunan.

b. Masuk kedalam saluran pencernaaan melalui mulut

Peristiwa keracunan lewat mulut merupakan tipe keracunannya

yang jarang terjadi akibat tidak kesengajaan. Keracunan lewat

mulut dapat terjadi karena beberapa hal sebagai berikut :

1) Kasus bunuh diri

2) Makan, minum, dan merokok ketika bekerja dengan pestisida

3) Menyeka keringat diwajah dengan tangan, lengan baju, atau

sarung tangan yang terkontaminasi pestisida

4) Butiran halus pestisida terbawa angina masuk kedalam mulut

5) Makanan dan minuman terkontaminasi pestisida, misalnya

diangkut atau disimpan dekat pestisida yang bocor atau

disimpan dalam wadah bekas atau kemasan pestisida

6) Kecelakaan khusus, misalnya pestisida disimpan dalam

wadah bekas makanan atau disimpan tanpa label sehingga

salah ambil.

B. Toksikodinamik

Asetilkolin (ACHe) adalah penghantar saraf yang berada pada

seluruh sistem saraf pusat (SSP), saraf otonom (simpatik dan

! 19!
parasimpatik), dan sistem saraf somatik. Asetilkolin bekerja pada

ganglion simpatik dan parasimpatik, reseptor parasimpatik,

simpangan saraf otot, penghantar sel-sel saraf dan medulla

kelenjar suprarenal (Barile, 2010). Setelah masuk ke dalam tubuh,

golongan organofosfat dan karbamat akan mengikat enzim

asetilkolinesterase (ACHe), sehingga ACHe menjadi tidak aktif

dan terjadi akumulasi asetilkolim. Enzim tersebut secara normal

menghidrolisis asetilkolin menjadi asetat dan kolin. Pada saat

enzim dihambat, mengakibatkan jumlah asetilkolin meningkat dan

berikatan dengan reseptor pada sistem saraf pusat dan perifer.Hal

tersebut menyebabkan timbulnya gejala keracunan yang

berpengaruh pada seluruh bagian tubuh.

2.2. Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Keracunan

Hasil pemeriksaan aktivitas kolinesterase dalam darah dapat digunakan

sebagai penegas (konfirmasi) terjadinya keracunan pestisida pada seseorang.

Proses terjadinya keracunan pestisida disebabkan adanya interaksi antara

agen kimia atau Chemical agent, manusia sebagai host dan faktor lingkungan

yang mendukung. Agen kimia yang dihasilkan dari aktivitas manusia dapat

mempunyai berbagai efek pada kesehatan.Terdapat berbagai macam factor

yang menyebabkan aktivitas kolinesterase dalam darah menjadi

rendah.Faktor yang berpengaruh terhadap kejadian keracunan pestisida

adalah faktordalam tubuh (internal) dan faktor luar tubuh (eksternal).

! 20!
Menurut Achmadi (2011) ada dua faktor yang mempengaruhi keracunan

pestisida, antara lain :

2.2.1. Faktor dari dalam tubuh (internal)

1. Umur

Aktivitas kolinesterase berbeda antara anak-anak dan orang dewasa

diatas umur 20 tahun, baik dalam keadaan terpapar pestisida

organofosfat maupun selama bekerja dengan organofosfat.Usia

dibawah 20 tahun merupakan kontra indikasi bagi pekerja dengan

organofosfat karena dapat menurunkan aktivitas kolinesterase

dalam darah sehingga dapat memperberat keracunan yang terjadi.

Seseorang dengan bertambah usianya maka kadar rata-rata enzim

kolinesterase dalam darah akan semakin rendah sehingga akan

mempermudah terjadinya keracunan pestisida (Labour, 1975 dalam

Suhenda, 2007).

2. Jenis Kelamin

Menurut Gallo dan Lawryk (1999) dari beberapa penelitian yang

telah dilakukan aktivitas kolinesterase secara signifikan lebih tinggi

pada pria dibandingkan dengan wanita.Kadar kolinesterase bebas

dalam plasma darah laki-laki normal rata-rata sekitar 4.400

U/l.jenis kelamin sangat mempengaruhi aktivitas enzim

kolinesterase, kandungan kolinesterase dalam darah pada jenis

kelamin laki-laki lebih rendah daripada perempuan. Meskipun

demikian, tidak dianjurkan wanita menyemprot dengan

! 21!
menggunakan pestisida karena pada saat wanita mengalami

kehamilan kadar rata-rata kolinesterase cenderung turun (Rustia

2009).

3. Tingkat Pendidikan

Pendidikan formal yang diperoleh seseorang dapat memberikan

tambahan pengetahuan bagi individu tersebut, dengan tingkat

pendidikan yang lebih tinggi diharapkan pengetahuan tentang

pestisida dan bahayanya juga lebih baik bila dibandingkan dengan

tingkat pendidikan yang rendah, sehingga dalam pengelolaan

pestisida, akan jauh lebih baik pada seseorang dengan tingkat

pendidikan yang tinggi (Notoatmojo, 2000).

4. Status Gizi

Buruknya status gizi seseorang akan mengakibatkan menurunnya

daya tahan tubuh dan meningkatnya kepekaan terhadap infeksi.

Menurut WHO dalam Achmadi (1985) Kondisi gizi yang buruk

juga dapat mengakibatkan protein yang ada dalam tubuh sangat

terbatas sedangkan enzim kolinesterse dibentuk dari protein,

sehingga mengakibatkan enzim kolinesterase akan terganggu.

Orang yang memiliki tingkat gizi yang baik cenderung memiliki

kadar kolinesterase yang lebih tinggi, sedangkan pada orang yang

memiliki tingkat gizi yang rendah cenderung mengalami malnutrisi

dan anemia yang dapat mempengaruhi kadar kolinesterase dalam

darah (Rustia, 2009).

! 22!
5. Pengetahuan

Menurut Notoatmojo (2007), Pengetahuan merupakan hasil tahu

yang terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap

suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indra

manusia yaitu melalui indra penglihatan, pendengaran, penciuman,

rasa dan raba. Pengetahuan juga dikelompokkan menjadi enam

tingkat yaitu tahu, memahami, aplikasi, analisis, sintesis

(menyusun formulasi) dan evaluasi.

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau

angket yang menanyakan isi materi yang ingin diukur dari subyek

penelitian atau responden.Kedalaman pengetahuan yang ingin

diketahui dapat disesuaikan dengan tingkatan-tingkatannya

(Notoatmojo, 2007).

6. Sikap

Sikap adalah anggapan atau persepsi seseorang terhadap apa yang

diketahui yang tidak dapat dilihat nyata, tetapi dapat ditafsirkan

sebagai perilaku tertutup. Oleh karena itu sikap masyarakat atau

responden yang kurang tepat mengenai bahaya insektisida

dikarenakan persepsi atau tanggapan yang keliru tentang sesuatu

yang dianggap benar (Sunaryo, 2004).

Menurut Allport yang dikutip dalam Notatmojo (2007), siakp

mempunyai 3 komponen pokok, yaitu :

! 23!
1. Kepercayaan atau keyakinan, ide dan konsep terhadap suatu

objek.

2. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek.

3. Kecenderungan untuk bertindak.

Seperti halnya dengan pengetahuan, sikap terdiri dari

berbagai tingkatan yaitu (Notoatmojo, 2007) :

1. Menerima (receiving)

Menerima diartikan bahwa subjek mau dan memperhatikan

stimulus yang diberikan.

2. Merespon (responding)

Memberikan jawaban bila ditanya, mengerjakan dan

menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi

dari sikap.

3. Menghargai (valuing)

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan

suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat ketiga.

4. Bertanggung jawab (responsible)

Bertanggung jawab merupakan bentuk sikap yang paling

tinggi atas segala yang telah dipilihnya dengan segala

resikonya.

Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung dan

tidak langsung dengan cara menanyakan bagaimana pendapat

atau pertanyaan responden terhadap suatu objek atau juga

! 24!
dengan cara memberikan pendapat dengan menggunakan

jawaban setuju atau tidak setuju terhadap pertanyaan pada

objek tertentu (Notoatmojo, 2007).

2.2.2. Faktor dari luar tubuh (eksternal)

1. Tata Cara Pencampuran Pestisida

Semua jenis pestisida adalah bahan kimia beracun, semakin besar

dosis maka semakin mempermudah terjadinya keracunan bagi

teknisi pest control. Tata cara pencampuran pestisida berpengaruh

langsung terhadap bahaya keracunan pestisida. Cara pencampuran

pestisida yang melebihi aturan akan membahayakan penyemprot

itu sendiri. Aturan pemakaian pestisida telah ditentukan oleh

produsen atau lembaga penelitian yang berwenang setelah melalui

penelitian yang mendalam dan harus ditaati oleh pengguna

pestisida (Tugiyo, 2003).

2. Cara Penyimpanan Pestisida

Penanganan pestisida mulai dari pembelian, penyimpanan,

pencampuran cara menyemprot hingga penanganan setelah

penyemprotan berpengaruh terhadap resiko keracunana apabila

pestisida yang digunakan tidak menggunakan wadah aslinya

(Afriyanto, 2008).

! 25!
3. Arah Semprot Terhadap Arah Angin

Arah angin harus diperhatikan oleh penyemprot misalnya saat

melakukan kegiatan pengasapan (fogging).Penyemprotan yang baik

bila searah dengan arah angin dengan kecepatan tidak boleh

melenihi 750 m per menit. Petugas yang menyemprotkan pestisida

melawan arah angin akan lebih mudah terjadi keracunan pestisida

terutama penyerapan melalui kulit (Rustia, 2009).

4. Frekuensi Penyemprotan

Semakin sering melakukan penyemprotan, maka semakin tinggi

pula resiko keracunannya. Menurut Peraturan Menteri Tenaga

Kerja No. Per-03/Men/1986 Pasal 2 ayat 2a menyebutkan bahwa

untuk menjaga efek yang tidak diinginkan, maka dianjurkan supaya

tidak melebihi 4 jam per hari dalam seminggu berturut-turut bila

menggunakan pestisida.

5. Jumlah dan Jenis Pestisida

Jumlah dan jenis pestisida yang digunakan dalam satu waktu

penyemprotan akan menimbulkan efek keracunan yang lebih besar

bila dibandingkan dengan penggunaan satu jenis pestisida, karena

daya racun atau konsentrasi pestisida akan semakin kuat sehingga

memberikan efek samping yang besar (Tugiyo, 2003).

6. Penggunaan Alat Pelindung Diri

Menurut Peraturan Menterti Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.

Per.03/Men/1986 tentang keselamatan dan kesehatan kerja di

! 26!
tempat kerja yang mengelola pestsida, pada pasal 2 ayat 2

disebutkan bahwa penggunaan alat pelindung diri dalam

melakukan pekerjaan bertujuan untuk melindungi diri dari sumber

bahaya tertentu, baik yang berasal dari lingkungan maupun dari

lingkungan kerja. Alat pelindung diri berguna untuk mencegah dan

mengurangi sakit atau cedera.

Pestisida umumnya adalah racun yang bersifat kontak, oleh karena

itu penggunaan alat pelindung diri pada waktu menyemprot sangat

penting untuk menghindari kontak langsung dengan pestisida.

Jenis-jenis alat pelindung diri tersebut adalah :

1. Alat pelindung kepala berupa pengikat rambut, penutup

rambut, dan topi dari berbagai bahan.

2. Alat pelindung mata, berupa goggles, face shield atau masker

wajah yang diperlukan untuk melindungi mata dari percikan,

partikel melayang, gas-gas, uap, dan debu yang berasal dari

pemaparan pestisida.

3. Alat pelindung pernapasan adalah alat yang digunakan untuk

melindungi pernapasan berupa respirator atau masker khusus.

Alat pelindung pernapasan terdiri dari 2 jenis, yaitu :

A. Masker untuk melindungi dari debu atau partikel yang lebih

besar yang masuk kedalam pernapasan, dapat terbuat dari

kain dengan ukuran pori-pori tertentu.

! 27!
B. Respirator berguna untuk melindungi pernapasan dari debu,

kabut, uap logam, asap, dan gas. Alat ini dapat dibedakan

atas :

a. Respirator pemurni udara

Membersihkan udara dengan cara menyaring atau

menyerap kontaminan dengan toksisitas rendah

sebelum memasuki pernapasan, alat ini pembersihnya

berupa filter untuk menangkap debu diudara atau

tabung kimia khusus yang dapat menyerap gas, uap

dan kabut.

b. Respirator penyalur udara

Memompakan udara yang tidak terkontaminasi secara

terus menerus dari sumber yang jauh (dihubungkan

dengan selang bertekanan udara atau dari persediaan

portable (seperti tabung yang berisi oksigen). Jenis ini

biasa dikenal SCBA (Self Contained Breathing

Appatus) atau alat pernapasan mandiri yang

digunakan di tempat kerja yang terdapat gas beracun.

4. Pakaian pelindung badan digunakan untuk melindungi tubuh

dari percikan bahan kimia yang membahayakan.

5. Alat pelindung tangan, alat yang digunakan berupa sarung

tangan yang terbuat dari bahan kedap air serta tidak bereaksi

dengan bahan kimia yang terkandung didalam pestisida.

! 28!
6. Alat pelindung kaki, biasanya sepatu yang digunakan berupa

sepatu yang terbuat dari bahan kedap air, tahan asam, basa atau

bahan korosif lainnya, yang melindungi kaki sampai dengan

dibawah lutut.

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan pada permenkes No.

258/menkes/per/III/1992 tentang persyaratan pengelolaan pestisida,

perlengkapan APD minimal harus digunakan berdasarkan jenis

pekerjaan dan klasifikasi pestisida khusus penyemprotan di luar

gedung, dengan klasifikasi pestisida sebagai berikut :

a. Pestisida cukup berbahaya yaitu dengan sepatu kanvas, baju,

terusan lengan panjang dan celana panjang serta topi/ helm.

b. Pestisida berbahaya yaitu dengan sepatu kanvas, baju terusan

lengan panjang dan celana panjang, topi serta masker.

c. Pestisida sangat berbahaya yaitu dengan sepatu kanvas, baju

terusan lengan panjang dan celana panjang, topi serta masker.

d. Pestisida yang sangat berbahaya sekali yaitu dengan sepatu

boot, baju terusan lengan panjang dan celana panjang, topi,

pelindung muka, masker dan sarung tangan.

Ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi dalam pemakaian

alat pelindung diri, yaitu :

a. Perlengkapan pelindung diri harus terbuat dari bahan yang

memenuhi kriteria teknis perlindungan pestisida.

! 29!
b. Setiap perlengkapan alat pelindung diri yang akan digunakan

harus dalam keadaan bersih dan tidak rusak.

c. Jenis perlengkapan yang digunakan minimal sesuai dengan

petunjuk pengamanan yang tertera pada label pestisida

tersebut.

d. Setiap kali selesai digunakan, perlengkapan pelindung diri

harus dicuci dan disimpan ditempat khusus dan bersih.

2.3. Kolinesterase

2.3.1. Pengertian Kolinesterase

Menurut Departemen Kesehatan RI (2001), kolinesterase adalah

suatu bentuk enzim dari katalis biologi didalam jaringan tubuh yang

berperan untuk menjaga otot, kelenjar dan saraf bekerja secara

terorganisir dan harmonis. Acetylcholine merupakan neurohormon

yang terdapat pada ujung syaraf dan otot yang berfungsi meneruskan

rangsangan syaraf ke reseptor sel-sel otot dan kelenjar.Rangsangan

yang timbul terus memerus akibat terganggunya enzim kolinesterase

dapat menyebabkan gangguan pada tubuh.

2.3.2. Jenis Jenis Kholinesterase

Sekurang-kurangnya ada tiga jenis kolinesterase utama, yaitu

enzim kolinesterase yang terdapat di dalam sinaps, plasma darah dan

sel darah merah (ILO, 1975). Kolinesterase dalam sel darah merah

! 30!
merupakan enzim yang ditemukan dalam system syaraf, sedangkan

kolinesterase pada plasma darah di produksi di dalam hati (Achmadi,

1987). Kolinesterase dalam darah umumnya digunakan sebagai

parameter keracunan pestisida, karena cara ini lebih mudah

dibandingkan pengukuran dengan menggunakan kolinesterase dalam

sinaps. Pestisida golongan organofosfat dan karbamat mampu

menghambat aktivitas ketiga jenis kolinesterase tersebut (Suhenda,

2007).

2.4. Pest Control

2.4.1. Definisi Pest Control

Pest Control merupakan suatu pekerjaan jasa dalam pengendalian

serangga yang keberadaannya tidak kita kehendaki. Pada kegiatan pest

control ini terdiri dari 2 macam serangga yang dikendalikan, yaitu :

a. Serangga bersayap (Flying Insect) seperti nyamuk, lalat, kecoa,

ngengat, dan lain-lain.

b. Serangga merayap (Crawling Insenct) seperti semut, laba-laba,

kelabang, kutu, dan lain-lain.

Serangga-serangga diatas selain dapat mengganggu kenyamanan

juga dapat menjadi penular penyakit (Vector borne disease).Oleh

karena itu perlu dilakukan pekerjaan pest control untuk memberantas

dan menanggulangi hama atau serangga tersebut.Dalam kegiatan pest

control, serangga dikendalikan sejak ditempat pembiakan

! 31!
(perindukan), tempat transit atau istirahat, serta tempat mencari

makanannya. Kebersihan dan sanitasi yang baik dibutuhkan untuk

menekan perkembangbiakannya dan untuk mengendalikan populasi

serangga tersebut dapat digunakan insektisida untuk mematikan

serangga sasaran. Dengan pemberian dosis yang tepat dalam

penggunaan insektisida dapat menjamin keberhasilan yang baik dan

mencegah terjadinya resistensi atau kekebalan pada serangga.

2.4.2. Kegiatan Dalam Pest Control

Menurut Kepmenkes RI tahun 2012, menjelaskan bahwa tindakan

pengendalian yang biasanya dilakukan dalam kegiatan pest control

adalah:

1. Penyemprotan (spraying)

Penyemprotan adalah teknis pengendalian hama/ serangga/

organisme pengganggu dengan cara menyemprotkan larutan

atau campuran pestisida dan air dengan jumlah dosis dan

konsentrasi pencampuran yang sesuai dengan prosedur dosis

pencampuran pestisida.Sasaran serangga dalam spraying

yaitu kumbang dewasa, kecoa, nyamuk, lalat dan

semut.Kegiatan ini biasa menggunakan alat penyemprot

(spraying), ULV, serta perlengkapan keselamatan kerja

seperti helm, masker, safety glasses, masker, sarung tangan,

uniform, dan safety boot.

! 32!
2. Pengembunan (misting)

Pengembunan dalam kegiatan pest control biasanya

dilakukan didalam rumah untuk diaplikasikan kepada

serangga merayap dan serangga terbang.

3. Pengasapan (fogging)

Pengasapan yang menggunakan mesin fogging dan solar ini

bertujuan untuk mengendalikan hama atau serangga

pengganggu melalui kontak pestisida langsung dengan

serangga dan meninggalkan efek residu pestisida untuk

mencegah atau membunuh hama atau serangga pengganggu

apabila datang ke area yang telah dilakukan pengasapan.

4. Pengumpanan (baiting)

pengumpanan biasa dilakukan untuk mengendalikan populasi

lalat atau tikus dengan menggunakan bahan kimia berbentuk

butiran (granul), cairan, gel, pasta, tabler, bubuk, dan

batangan. Bahan kimia aktif pada pestisida yang digunakan

biasanya mengandung Azamethiphos 1%.

5. Pemberian bubuk (dusting)

pemberian bubuk mempunyai tujuan yang hamper sama

dengan pengumpanan, yaitu untuk mengusir atau mematikan

hama atau serangga yang dianggap mengganggu dan bisa

membahayakan kesehatan manusia.

! 33!
6. Penggasan (fumigation)

Penggasan menggunakan pestisida yang dalam suhu dan

tekanan tertentu berbentuk gas dan dalam konsentrasi serta

waktu tertentu dapat membunuh organisme pengganggu

tumbuhan.

Selain itu tindakan pengendalian juga menggunakan bahan kima

beracun (pestisida) sehingga dalam melakukan kegiatan ini tidak

sembarang orang bisa melakukannya. Petugas atau teknisi pest control

harus dibekali dengan pelatihan dan terdaftar untuk dapat

mengaplikasikan pestisida dengan cara dan dosis yang benar.

Penggunaan pestisida dengan cara dan tata cara pencampuran yang

tidak tepat dapat merusak lingkungan sekitar akibat dari residu bahan

kimia yang ditinggalkan, serta dapat membahayakan kesehatan

masyarakat sekitar jika mencemari tanah, udara atau air dilikungan

masyarakat.

2.4.3. Jenis Jenis Insektisida

Insektisida adalah bahan yang mengandung senyawa kimia beracun

yang bias mematikan semua jenis serangga (Soemirat, 2003).

Insektisida yang digunakan dalam kegiatan pengendalian hama

berfungsi untuk membasmi, memberantas dan membunuh hama atau

serangga pengganggu lainnya terdiri dari bermacam-macam jenis zat

! 34!
kimia (Komisi Pestisida, 1998). Berikut beberapa kandungan bahan

aktif atau zat kimia yang biasa digunakan dalam kegiatan pest control:

1. Dichlorfos berfungsi untuk mengendalikan semua jenis

serangga, lebih ramah lingkungan, mudah terurai dan biasa

dipakai untuk general treatment bisa diaplikasikan untuk

kegiatan fogging, spraying dan pengembunan (ULV). Tetapi

dichlorfos biasa digunakan sebagai pilihan terakhir

penggunaan insektisida.

2. Cypermethrin berfungsi untuk mengendalikan hama dan

serangga berupa kecoa, lalat, nyamuk, laba-laba, dan lipan.

Insektisida ini merupakan racun kontak yang menyerang

organ pernapasan dan lambung serangga sasarannya.

3. Deltamethrin mempunyai keunggulan yang spesifik terhadap

serangga sasarannya dan meninggalkan efek residual yang

optimal. Insektisida ini menyerang pernapasan serangga dan

dengan tekanan uap yang maksimal mampu menembus

spirakel (lubang pernapasan) pada serangga dan

mengakibatkan kematian dalam waktu yang cukup singkat.

4. Bromadiolon dan methoprene berfungsi untuk

mengendalikan populasi tikus dan mematikan tikus dengan

segera.

! 35!
5. Allethrin berfungsi sebagai pengasapan yang dilakukan

didalam rumah, efektif untuk memutus rantai penularan

DBD.

2.5. Pencegahan Keracunan Pestisida

2.5.1. Pencegahan Tingkat Pertama (Primary Prevention)

Setiap petugas yang dalam pekerjaannya sering berhubungan

dengan pestisida harus mengenali dengan baik gejala dan tanda

keracunan pestisida.Menurut Depkes (1992), sebagai upaya pencegahan

terjadinya keracunan pestisida sampai ke tingkat yang membahayakan

kesehatan, orang yang berhubungan dengan pestisida harus

memperhatikan hal-hal sebagai berikut :

1. Memilih Pestisida

Memilih bentuk atau formulasi pestisida juga sangat

penting dalam penggunaan pestisida. Pestisida yang

berbentuk aerosol jauh lebih berbahaya jika terhirup atau

terkena kontak kulit, hal ini bisa digantikan dengan

penggunaan pestisida berbentuk tablet atau butiran yang

mempunyai kemungkinan kecil untuk melayang. Begitu juga

dengan pestisida yang berbentuk cairan bahaya

pelayangannya lebih kecil jika dibandingkan dengan

pestisida berbentuk tepung. Selain itu yang menjadi

pertimbangan dalam formulasi pestisida adalah alat

! 36!
penyemprot, bila menggunakan alat penyemprot pestisida

berbentuk cairan lah yang lebih tepat untuk digunakan

seperti, Emulsible Concentrate (EC), Wettable Powder (WP),

atau Soluble Powder (SP)

2. Alat yang digunakan dalam aplikasi pestisida

Menurut Wudianto (2007) alat yang digunakan dalam

aplikasi pestisida tergantung dari jenis formulasi yang

digunakan.Pestisida yang berbentuk granula (butiran) tidak

memerlukan alat khusus untuk penyebarannya, cukup

menggunakan ember atau alat lainnya yang bisa menampung

pestisida tersebut. Sedangkan untuk pestisida berwujud

cairan seperti Emulsible Concentrate (EC) dan bentuk tepung

Wettable Powder (WP), atau Soluble Powder (SP)

memerlukan alat penyemprot khusus untuk menyebarkannya.

Alat penyemprot yang biasa digunakan yaitu penyemprot

yaitu penyemprot gendong, pengabut bermotor (Power Mist

Blower and Duster), mesin penyemprot tekanan tinggi (High

Pressure Power Sprayer), dan jenis penyemprot

lainnya.Penggunaan alat penyemprot disesuaikan dengan

kebutuhan agar pemakaian pestisida menjadi lebih efektif.

3. Teknik dan Cara Aplikasi

Teknik dan aplikasi ini sangat penting untuk diketahui oleh

pengguna pestisida terutama untuk menghindari bahaya

! 37!
pemaparan pestisida terhadap tubuhnya, orang lain, dan

lingkungan. Ada beberapa petunjuk dan teknik serta cara

aplikasi pestisida yang diberikan oleh pemerintah, yaitu :

1. Gunakan pestisida yang sudah terdaftar dan sudah

memiliki izin dari Pemerintah RI.

2. Pilih pestisida yang sesuai dengan hama serta jasad

sasaran lainnya yang akan dikendalikan, dan jangan

lupa membaca keterangan kegunaan pestisida yang

terdapat pada label wadah pestisida.

3. Baca semua petunjuk penggunaan pestisida yang

tercantum dikemasan pestisida sebelum bekerja.

4. Lakukan penakaran, pengenceran atau pencampuran

pestisida ditempat terbuka atau dalam ruangan dengan

ventilasi dan sirkulasi udara yang baik.

5. Gunakan sarung tangan dan wadah, alat pengaduk,

serta alat penakar khusus untuk pestisida.

6. Gunakan pestisida sesuai dengan takaran yang

dianjurkan. Jangan menggunakan pestisida dengan

takaran yang berlebihan atau kurang dari takaram

seharusnya karena dapat mengurangi keefektifannya.

7. Pastikan alat penyemprot dalam keadaan baik, bersih

dan tidak bocor.

! 38!
8. Hindarkan pestisida terhirup melalui pernapasan atau

terkena kulit, mata, mulut dan pakaian.

9. Jika terdapat luka di kulit, lebih baik luka tersebut

ditutup terlebih dahulu untuk menghindari resiko

terkena pestisida.

10. Selama menyemprot gunakanlah alat pengaman

berupa masker, sarung tangan,sepatu boot, jaket atau

baju berlengan panjang.

11. Setelah selesai menyemprot, penyemprot diharuskan

mandi menggunakan sabun dan pakaian yang telah

digunakan segera dicuci.

12. Jangan makan dan minum atau merokok pada saat

melakukan penyemprotan.

13. Alat penyemprot segera dibersihkan setelah selesai

digunakan.

14. Air bekas cucian sebaiknya dibuang ke lokasi khusus

pestisida atau lokasi yang jauh dari sumber air dan

sungai.

4. Tempat menyimpan pestisida

Pestisida harus selalu tersimpan dalam wadah atau bungkus

aslinya yang memuat label dan keterangan mengenai

panggunaanya. Wadah yang digunakan tidak bocor dan harus

tertutup rapat, penggunaan wadah yang tidak semestinya

! 39!
seperti bekas botol plastik air minum dan wadah lainnya

yang tidak diberi label pestisida dapat membahayakan orang

lain jika tidak sengaja terminum atau tumpah. Wadah

pestisida yang sudah tidak digunakan dirusak agar tidak

dimanfaatkan untuk keperluan lain dengan cara mengubur

wadah tersebut jauh dari sumber air.

2.5.2. Pencegahan Tingkat Kedua (Secondary Prevention)

Dalam penanganan keracunan pestisida penting dilakukan untuk

kasus keracunan akut dengan tujuan menyelamatkan penderita dari

kematian yang disebabkan oleh keracunan akut. Berikut dapat

dijelaskan cara penanggulangan keracunan pestisida :

1. Bila penderita tak bernafas segera beri nafas buatan.

2. Bila racun tertelan segera lakukan proses pencucian lambung

dengan air dan jika ada berikan penawar racun sesehgera

mungkin.

3. Bila racun kontak dengan kulit, cuci dengan sabun dan air

selama 15 menit.

4. Segera bawa penderita ke rumah sakit terdekat untuk dapat

diberikan perawatan secara medis dan segala aktivitas yang

berhubungan harus dihentikan terlebih dahulu minimal selama 2

minggu sampai penderita berangsur membaik.

! 40!
2.5.3. Pencegahan Tingkat Ketiga (Tertiary Prevention)

Upaya yang dilakukan dalam pencegahan keracunan pestisida adalah :

1. Jauhkan korban dari sumber paparan, lepaskan pakaian

korban dan cuci atau mandikan korban.

2. Jika terjadi kesulitan bernapas maka korban harus diberikan

pernapasan buatan. Korban di instruksikan agar tetap tenang,

dampak serius tidak terjadi segera dan masih ada waktu untuk

menolong korban.

3. Korban segera dibawa kerumah sakit atau dokter terdekat.

Berikan informasi tentang pestisida apa yang telah memapari

korban sehingga bisa diberikan anti racun yang sesuai dengan

jenis keracunan pestisidanya.

4. Keluarga, rekan kerja, saudara atau orang lain yang berkaitan

dengan korban seharusnya diberi pengetahuan atau

penyuluhan tentang pestisida sehingga jika terjadi keracunan

dapat segera diberikan pertolongan pertama

! 41!
2.6. Kerangka Teori

Keracunan pestisida ditentukan oleh adanya faktor dari dalam dan

faktor dari luar tubuh yang memungkinkan terjadinya paparan yang

menimbulkan keracunan pestisida. Menurut Achmadi (2011), Notoadmojo

(2010) dan Pratama (2008), faktor resiko dikelompokan menjadi dua yaitu

faktor dari dalam tubuh (umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, status gizi,

pengetahuan, sikap) dan faktor dari luar tubuh (tata cara pencampuran

pestisida, cara penyimpanan pestisida, arah angin, frekuensi penyemprotan,

jenis pestisida yang digunakan dan penggunaan alat pelindung diri/ APD).

Terjadinya keracunan pada petugas teknisi pest control dipengaruhi

oleh faktor dari dalam tubuh dan faktor dari luar tubuh petugas teknisi pest

control dalam melakukan pengelolaan pestisida dan tindakan pencegahan

terhadap keracunan pestisida.

!
!
!
!
!
!
!
!
!
!
!
!
!
!
!
!
!
!
!
!

! 42!
Gambar 2.1. Kerangka Teori

!
!
!
!
Faktor Dalam Tubuh : !
!
! Umur !
! Jenis Kelamin !
! Tingkat Pendidikan !
! Status Gizi !
! Pengetahuan !
! Sikap !
!
! Tingkat Keracunan
! Pestisida
!
! 1. Normal
Faktor Luar Tubuh : ! 2. Tidak Normal
!
! Tata Cara !
Pemakaian !
Pestisida !
!
! Cara Penyimpanan
!
Pestisida !
! Arah Semprot !
Terhadap Arah !
Angin !
! Frekuensi !
Penyemprotan !
!
! Jenis Pestisida
!
yang digunakan
!
! Alat Pelindung!Diri! !
!
!
!
!
Sumber : Achmadi, 2011, Notoadmojo, 2010, dan Pratama, 2008

! 43!
BAB III

KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN HIPOTESIS

3.1.Kerangka Konsep

Kerangka konsep ini mengacu pada Achmadi (2011), Notoadmojo (2010)

dan Pratama (2008) yang menyatakan bahwa keracunan pestisida dibagi

kedalam dua faktor yaitu faktor dalam tubuh dan faktor luar tubuh. Faktor

dalam tubuh antara lain yaitu umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, status

gizi, pengetahuan dan sikap. Sedangkan faktor luar tubuh yaitu tata cara

pencampuran pestisida, cara penyimpanan pestisida, lama pemaparan, arah

angin, waktu penyemprotan, frekuensi penyemprotan, jumlah jenis pestisida

yang digunakan dan penggunanaan alat pelindung diri.

Dalam membuat kerangka konsep, peneliti tidak menggunakan seluruh

variabel yang terdapat pada kerangka teori. Peneliti hanya memilih beberapa

variabel yang diseusaikan dengan tujuan penelitian serta beberapa

pertimbangan lain yang digunakan oleh peneliti.

Variabel jenis kelamin tidak diteliti oleh peneliti dikarenakan jenis

kelamin petugas pest control adalah laki-laki sehingga data bersifat homogen

(semua yang melakukan penyemprotan berjenis kelamin laki-laki).Variabel

arah semprot terhadap arah angin tidak dteliti karena peneliti hanya meneliti

satu kali dan hasilnya bisa menjadi bias. Variabel cara penyimpanan dan

! 44!
penggunaan pestisida mulai dari pembelian hingga siap digunakan tidak

diteliti karena bersifat homogen.

Dengan demikian disusunlah sebuah kerangka konsep guna menganalisis

faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat keracunan pestisida pada

petugas teknisi pest control. Adapun kerangka konsep yang digunakan oleh

peneliti dapat dilihat pada gambar berikut :

Gambar 3.1. Kerangka Konsep

Variabel Independen !
!
1. Umur !
!
2. Tingkat Pendidikan !
!
3. Pengetahuan !
! Variabel Dependen
4. Status Gizi !
! Tingkat Keracunan Pestisida
5. Tata Cara !
! 1. Normal
Pencampuran !
! 2. Tidak normal
6. Frekuensi !
!
Penyemprotan !
!
7. Jumlah Jenis !
!
Pestisida !
!
8. Penggunaan Alat !
!
Pelindung Diri !
!

! 45!
Penelitian ini akan mencari hubungan antara variabel independen (umur,

tingkat pendidikan, pengetahuan, status gizi, tata cara pencampuran pestisida,

frekuensi penyemprotan, jumlah jenis pestisida dan penggunaan alat pelindung

diri) terhadap variabel dependen (tingkat keracunan pestisida).

! 46!
3.2.Definisi Operasional

Tabel 3.1. Definisi Operasional

No. Variabel Definisi Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala
Variabel Dependen
1. Tingkat Keracunan Masuknya pestisida ke Spektrofotometer Pemeriksaan Kholinesterase Pada Pria: Rasio
Pestisida dalam tubuh manusia kolinesterase 1. Normal (4600
baik melalui kulit, menggunakan 11500 U/l)
pernapasan maupun serum darah 2. Tidak normal ( <
mulut yang diketahui 4600 U/ l)
dengan pemeriksaan (PDS PatKlin 2009)
aktifitas enzim
kolinesterase teknisi pest
control
Variabel Independen
2. Umur Rentang waktu usia Kuesioner Wawancara Tahun Rasio
responden yang dihitung
dari lahir sampai
pengambilan data
3. Tingkat Pendidikan Jenis pendidikan yang Kuesioner Wawancara 1. Rendah (Tidak Ordinal
tidak formal maupun sekolah/ Tidak
formal yang telah tamat SD/
diselesaikan oleh SD/SMP)
responden 2. Tinggi (SMA/
Perguruan
Tinggi)
(Rusimah, 2011)

! 47!
4. Pengetahuan Sesuatu yang dipahami Kuesioner Wawancara 1. Pengetahuan Ordinal
oleh responden yang buruk (skor <
berhubungan dengan median)
pestisida, aplikasi dan 2. Pengetahuan baik
pencegahannya (skor median)

5. Status Gizi Gambaran keadaan gizi Meteran dan Pengukuran 1. Kurus ( IMT< 18) Ordinal
responden yang dinilai timbangan berat 2. Normal ( IMT>
dengan perhitungan berat badan 18)
badan (kg) dibagi tinggi (Depkes, 2003
badan (m2)

6. Tata Cara Kegiatan yang dilakukan Kuesioner Wawancara 1. Buruk (skor < Ordinal
Pencampuran responden mulai dari mean)
penentuan dosis bahan 2. Baik (skor
aktif yang akan mean)
diformulasikan hingga
pelaksanaan aplikasi
8. Frekuensi Banyaknya Kuesioner wawancara 1. Setiap 1 bulan Ordinal
Penyemprotan penyemprotan yang 2. Setiap 2 minggu
dilakukan responden 3. 1-2 kali per
dalam satu minggu minggu
4. 3-4 kali per
minggu
5. setiap hari

! 48!
9. Jumlah Jenis Pestisida Jumlah Jenis pestisida Kuesioner Wawancara 1. Jumlah Jenis Ortdinal
yang digunakan pada Pestisida > 2
saat penyemprotan 2. Jumlah Jenis
Pestisida 2
(Batasan 2 jenis
pestisida = nilai
median)

10. Alat Pelindung Diri Alat pelindung diri dan Kuesioner Wawancara 1. Tidak seusai `Ordinal
pakaian kerja yang (skor < median)
digunakan teknisi pada 2. Sesuai (skor
saat aplikasi pestisida median)
(Batasan skor dari
nilai median)

! 49!
3.3. Hipotesis

1. Ada hubungan antara variabel umur dengan tingkat keracunan pestisida

pada teknisi Perusahaan Pest Control di Jakarta Tahun 2014.

2. Ada hubungan antara tingkat pendidikan dengan tingkat keracunan

pestisida pada teknisi Perusahaan Pest Control di Jakarta Tahun 2014.

3. Ada hubungan antara pengetahuandengan tingkat keracunan pestisida pada

teknisi Perusahaan Pest Control di Jakarta Tahun 2014.

4. Ada hubungan antara status gizi dengan tingkat keracunan pestisida pada

teknisi Perusahaan Pest Control di Jakarta Tahun 2014.

5. Ada hubungan antara tata cara pencampuran pestisida dengan tingkat

keracunan pestisida pada teknisi Perusahaan Pest Control di Jakarta Tahun

2014.

6. Ada hubungan antara frekuensi penyemprotandengan tingkat keracunan

pestisida pada teknisi Perusahaan Pest Control di Jakarta Tahun 2014.

7. Ada hubungan antara jumlah jenis pestisida dengan tingkat keracunan

pestisida pada teknisi Perusahaan Pest Control di Jakarta Tahun 2014.

8. Ada hubungan antara penggunaan alat pelidung diri (APD) dengan tingkat

keracunan pestisida pada teknisi Perusahaan Pest Control di Jakarta Tahun

2014.

! 50!
BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1. Desain Penelitian

Jenis penelitian ini termasuk ke dalam penelitian kuantitatif dengan

desain penelitian cross sectional dimana variabel independen dan variabel

dependennya dikumpulkan pada saat atau periode yang bersamaan

(Notoadmojo, 2005). Desain penelitian cross sectional dipilih karena

dapat dilakukan pada waktu yang singkat.

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada Perusahaan Pest Controldi Jakarta tahun

2014.Subjek penelitian adalah teknisi pest control yang bekerja di

perusahaan pest control. Dari 5 perusahaan pest control yang diajukan izin

penelitian, hanya 2 perusahaan yang mengkonfirmasi yaitu PT. Maju

Pamor Mas dan CV. Rikat Utama Neoten. Sehingga didapatkan data

teknisi pest control berjumlah 42 orang yang berasal dari PT. Maju Pamor

Mas dan CV. Rikat Utama Neoten.

Penelitian ini dilakukan pada bulan September 2014 - Oktober 2014

! 51!
4.3. Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi

Populasi penelitian adalah petugas teknisi pest control yang bekerja di

perusahaan pest control pada tahun 2014. Total seluruh petugas di

perusahaan pest control tersebut adalah sebagai berikut :

Tabel 4.1. Jumlah teknisi pest control di perusahaan


pest control tahun 2014

Perusahaan Pest Control Jumlah

PT. Maju Pamor Mas 35

CV. Rikat Utama Neoten 7

Jumlah 42

Sumber : Data teknisi pest control PT. Maju Pamor Mas dan CV. Rikat
Utama Neoten Tahun 2014

2. Sampel

Sampel adalah sebagian atau wakil dari populasi yang di teliti (Arikunto,

2006). Menurut Hidayat (2007), sampel merupakan bagian populasi yang

akan diteliti atau sebagian jumlah dari karakteristik yang dimiliki oleh

populasi. Teknik pengambilan sampel menggunakan sampel jenuh, yaitu

teknik penentuan sampel dengan mengambil seluruh anggota populasi

sebagai responden atau sampel (Sugiyono, 2009). Dengan demikian,

maka peneliti mengambil sampel dari seluruh teknisi perusahaan pest

! 52!
control pada tahun 2014. Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 42

orang.

Adapun sampel yang akan dipilih oleh peneliti mempunyai

persamaan dengan kriteria inklusi dan eksklusi sebagai berikut :

1. Kriteria inklusi

Karakteristik umum yang harus dipenuhi pada penelitian ini

adalah :

a) Petugas teknisi pest control yang bekerja pada PT.

Maju Pamor Mas dan CV. Rikat Utama Neoten

b) Berjenis kelamin laki-laki

c) Terakhir melakukan penyemprotan dalam 2 minggu

terakhir

2. Kriteria eksklusi

Subjek yang telah memenuhi kriteria inklusi diatas tidak di

ikut sertakan dalam penelitian apabila :

a) Tidak bersedia menjadi objek penelitian

b) Tidak bersedia diambil darahnya

4.4. Teknik dan Sumber Pengumpulan Data Penelitian

a. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah :

1. wawancara yang dilakukan kepada teknisi pest control di

perusahaan pest control di Jakarta dengan menggunakan

lembar pertanyaan (kuesioner).

! 53!
2. Pengambilan sampel darah dari masing-masing petugas

teknisi pest control pada PT. Maju Pamor mas dan CV.

Rikat Utama Neoten.

b. Sumber data yang digunakan adalah :

1. Data primer yaitu data yang dikumpulkan sendiri oleh

peneliti mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan

tingkat keracunan pestisida pada petugas teknisi pest

control seperti umur, tingkat pendidikan, pengetahuan, tata

cara pencampuran pestisida, frekuensi penyemprotan,

jumlah jenis pestisida, penggunaan alat pelindung diri serta

pengambilan sampel darah untuk dilakukan pengukuran

kadar kolinesterase dalam darah.

2. Data sekunder didapatkan dari masing-masing perusahaan

pest control berupa program pelatihan petugas teknisi

Perusahaan Pest Control, daftar Pekerja di Perusahaan Pest

Control, dan Profil Perusahaan serta dokumen-dokumen

terkait lainnya.

4.5. Etika Penelitian

Uji etika penelitian telah diajukan kepada komisi etik di Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Jakarta, sebagai persyaratan dan izin

pengambilan sampel darah pada petugas teknisi pest control.

! 54!
4.6. Uji Validitas dan Reliabilitas

Sebelum instrumen atau alat ukur digunakan untuk mengumpulkan

data penelitian, perlu dilakukan uji coba kuesioner untuk mencari

kevalidan dan reliabilitas alat ukur tersebut. Uji validitas berguna untuk

mengetahui apakah alat ukur tersebut valid yang artinya

memilikiketepatan mengukur atau alat ukur tersebut tepat untuk

mengukur sebuah variabel yang akan diukur (Suharto, 2009).Uji coba

instrumen dilakukan di luar anggota sampel penelitian yaitu pada PT.

Rizki Putra Mandiri dengan jumlah responden 10 orang.

a. Uji validitas

Uji validitas merupakan uji instrumen yang digunakan untuk

mengukur apakah sebuah instrument penelitian tersebut valid atau

tidak.Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 10 sampel yang

diambil dari PT. Rizki Putra Mandiri, Df = n-2 jadi didapatkan Df =

8,dilihat pada nilai R tabel adalah 0,707.Daftar pertanyaan dikatakan

valid bila R hitung > R tabel, nilai R tabel pada penelitian ini adalah

0,707.Maka dapat disimpulkan bahwa 34 pertanyaan yang terdiri dari

variabel pengetahun, tata cara pencampuran, alat pelindung diri dan

pelatihan pengamanan penggunaan pestisida adalah valid. Berikut

dapat dijabarkan sebagai berikut :

! 55!
Tabel 4.2. Uji Validitas

No. Variabel Pertanyaan Hasil


1. Pengetahuan D1 D15 Valid
2. Tata cara pencampuran F1 F5 Valid
3. Alat pelindung diri G1 G8 Valid
Pelatihan pengamanan
4. H1 H6 Valid
penggunaan pestisida

b. Uji Reliabilitas

Uji reliabilitas terhadap instrumen penelitian dapat menunjukan

bahwa suatu instrumen tersebut dapat dipercaya dan diandalkan

(Arikunto, 2006).Berdasarkan hasil analisis didapatkan nilai R hitung

adalah 0, 988. Jumlah sampel (n) = 10 sampel, Df = 10-2 = 8. Dengan

nilai alpha 0,05 didapatkan R tabel sebesar 0,707.Setelah dihitung

menggunakan uji statistic didapatkan nilai R hitung sebesar 0,988,

maka dapat disimpulkan bahwa nilai pada cronbachs alpha (0,988) >

R tabel (0,707), maka reliabel sehingga dapat digunakan untuk alat

ukur pengujian selanjutnya.

4.7. Instrumen Data Penelitian

Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1) Spektrofotometer

Pemeriksaan tingkat kadar kolinesterase dengan alat ini menggunakan

serum darah dan dilakukan dengan menggunakan alat

Spektrofotometer di laboratorium Rumah Sakit Ananda

! 56!
Bekasi.Prinsip pengujiannya menggunakan serum yang sudah terpisah

dengan darah kemudian dilakukan pencampuran serum dengan reagen

kolinesterase. Pembacaan hasil serum darah dilakukan dengan cara

pembiasan dengan alat spektrofotometer.

Berikut cara pengujian aktivitas kolinesterase dalam serum :

1. Darah dari responden diambil sebanyak 3 cc dengan

menggunakan spuit, kemudian darah dimasukan kedalam

tabung reaksi dan di sentrifuge dengan kecepatan 4000 rpm

selama 10 menit.

2. Serum yang sudah terpisah dengan darah kemudian diambil

dengan menggunakan mikropipet sebanyak 300 L,

kemudian dicampurkan dengan reagen kolinesterase (CHE)

hingga tercampur dengan sempurna dan dipindahkan

kedalam kuvet.

3. Serum yang sudah tercampur dengan reagen kemudian

dibaca dengan alat spektrofotometer dengan panjang

gelombang 405 nm.

4. Aktivitas enzim kolinesterase yang telah dibaca dengan

menggunakan alat spektrofotometer kemudian disimpulkan

dengan nilai normal pada laki-laki 4600-11500 U/l.

! 57!
Berikut foto alat sentrifuge dan spektrofotometer yang digunakan :

2) Kuesioner

Kuesioner terdiri dari beberapa item pertanyaan yang menyangkut

data karakteristik individu berupa identitas responden, penggunaan

pestisida, pengetahuan tentang pestisida, tata cara pencampuran

pestisida, alat pelindung diri, dan pelatihan pengamanan penggunaan

pestisida.

3) Meteran

Meteran digunakan untuk pengukuran tinggi badan responden untuk

memperoleh nilai status gizi (indeks massa tubuh).

4) Timbangan badan

Timbangan badan digunakan untuk pengukuran berat badan

responden untuk memperoleh nilai status gizi (indeks massa tubuh).

! 58!
4.8. Manajemen Data

Manajemen data yang dilakukan berupa :

1. Mengkode data (data coding)

Tahapan ini dilakukan dengan cara memberikan kode pada setiap

variabel yang dikumpulkan untuk memudahkan proses pemasukan

dan pengolahan data selanjutnya.

a. Variabel tingkat keracunan pestisida : [1] = Normal (4600

11500 U/l) [2] = Tidak Normal ( < 4600 U/l)

b. Variabel tingkat pendidikan : [1] = Rendah (tidak sekolah, sd,

smp) [2] = Tinggi (SMA, Perguruan Tinggi).

c. Variabel pengetahuan : [1] = pengetahuan buruk apabila

skor<median, [2] = pengetahuan baik apabila skor median.

d. Variabel status gizi : [1] = Kurus (IMT < 18 ), [2] = Normal

(IMT 18 ).

e. Variabel tata cara pencampuran: [1] = buruk apabila skor <

mean, [2] = baik apabila skor mean.

f. Variabel frekuensi penyemprotan : [1] = setiap 1 bulan, [2] =

setiap 2 minggu, [3] = 1-2 kali/minggu, [4] = 3-4 kali/ minggu,

[5] = setiap hari.

g. Variabel jumlah jenis pestisida : [1] = Kurang dari 2 jenis

(median) , [2] = Lebih dari 2 jenis (median).

h. Variabel alat pelindung diri : [1] = Tidak Sesuaiapabila skor <

median [2] = Sesuai apabila skor median.

! 59!
2. Menyunting data (data editing)

Pada tahap ini dilakukan pemeriksaan memeriksa kebenaran dan

kelengkapan data, seperti konsistensi pengisian setiap jawaban

kuesioner, kelengkapan pengisian dan kesalahan pengisian. Data ini

merupakan data input utama untuk penelitian.

3. Memasukkan data (data entry)

Data yang sudah diberi kode kemudian di input ke dalam komputer

dengan menggunakan software uji statistic SPSS.

4. Membersihkan data (cleaning)

Pengecekkan kembali data yang telah dimasukkan untuk

memastikan data tersebut tidak ada yang salah, sehingga data tersebut

siap diolah dan dianalisis.

4.9. Analisis Data

1. Analisis Univariat

Analisis univariat dilakukan untuk mengetahui gambaran distribusi

frekuensi dari variabel yang diteliti, yaitu mendeskripsikan variabel

dependen (tingkat keracunan pestisida ) dan variabel independen (faktor-

faktor yang mempengaruhi tingkat keracunan pestisida pada petugas

teknisi pest control). Fungsi analisis univariat adalah menyederhanakan

atau meringkas kumpulan data hasil pengukuran sedemikian rupa sehingga

kumpulan data tersebut berubah menjadi informasi yang

! 60!
berguna.Peringkasan tersebut berupa ukuran-ukuran statistik, tabel dan

juga grafik (Hastono, 2007).

2. Analisis Bivariat

Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan antara

variabel independen dan variabel dependennya. Variabel independen yaitu

faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat keracunan pestisida (umur,

tingkat pendidikan, pengetahuan, status gizi, tata cara pencampuran,

frekuensi penyemprotan, jumlah jenis pestisida dan penggunaan alat

pelindung diri), sedangkan variabel dependennya adalah tingkat keracunan

pestisida.

Untek data numerik (variabel umur) dengan data numerik

(kolinesterase) menggunakan uji korelasi dan regresi linier.Datakategorik

(tingkat pendidikan, pengetahuan, status gizi, tata cara pencampuran

pestisida, jumlah jenis pestisida dan penggunaan alat pelindung diri)

dengan data numerik (variabel tingkat keracunan) menggunakan uji t

independen dan untuk data kategorik lebih dari 2 kelompok (variabel

frekuensi penyemprotan) dengan data numerik (variabel tingkat

keracunan) menggunakan uji anova. Penelitian ini menggunakan uji

kemaknaan 5%. Jika P value 0,05 maka ada hubungan yang bermakna

antara variabelindependen dengan tingkat keracunan pestisida dan jika P

value 0,05 berarti tidak ada hubungan yang bermakna antara variabel

independen dengantingkat keracunan pestisida.

!
!

! 61!
BAB V

HASIL PENELITIAN

5.1. Gambaran Umum Perusahaan

PT. Maju Pamor Mas dan CV. Rikat Utama Neoten merupakan

perusahaan yang bergerak di bidang jasa serta memiliki teknisi pest control

yang merupakan tenaga profesional yang telah terlatih dan memiliki berbagai

pengalaman menangani kegiatan perlindungan bangunan. Ruang lingkup

kedua perusahaan pest control ini meliputi pengendalian rayap (Termite

Control), pengendalian tikus (Rodent Control), pengendalian serangga

terbang (Pest Control), pengendalian hama gudang dan pengarsipan dokumen

(Fumigation). Kedua perusahaan pest control ini bekerja dengan

menggunakan metode INPAG Sistem yaitu metode pengendalian hama yang

terbaik di dunia dalam memadukan kesesuaian antara teknologi, jenis hama,

ruang dan waktu. PT. Maju Pamor Mas dalam melakukan kegiatan

operasionalnya tetap mengutamakan Health Environment and Safety (HES)

sebagai bagain dari usaha untuk menciptakan kodisi bekerja yang selamat dan

nyaman serta tetap menjaga kelestarian lingkungan

PT. Maju Pamor Mas dan CV. Rikat Utama Neoten telah mendapatkan

izin operasional Pest Control, Termite Control dan Fumigasi dari

Departemen Kesehatan RI dan juga terdaftar sebagai anggota Ikatan

! 62!
Perusahaan Pengendalian Hama Indonesia (IPPHAMI).Teknisi pada

perusahaan ini merupakan tenaga profesional yang telah terlatih dan memiliki

berbagai pengalaman menangani kegiatan perlindungan bangunan.

5.1.1. Jenis Pengendalian Hama di Perusahaan Pest Control

I. Metode Pengendalian Hama Rayap (Termite Control)

Pengendalian hama rayap dengan metode perlakuan pada

tanah dan kayu menggunakan chemical cair dalam bagian

perlindungan awal bangunan dan bangunan yang sudah

berdiri. Tujuan dari metode ini adalh untuk mengendalikan

atau mengeliminasi masuknya rayap kedalam struktuk

bangunan.

II. Metode Pengendalian Hama Arsip (Fumigation)

pengendalian hama dengan menggunakan metode fumigasi

adalah salah satu teknik pengendalian hama dengan cara

melepaskan gas fumigant pada ruang kedap udara, dengan

konsentrasi tertentu, pada waktu, temperatur, dan tekanan

udara yang telah ditentukan sebelumnya.

III. Metode Pengendalian Tikus (Rodent Control)

Pengendalian hama tikus yang dilakukan oleh pada

perusahaan pest control berada dilingkungan pemukiman

maupun area perkebunan atau area lainnya. Teknik

pengendalian hama tikus yang dilakukan dengan melakukan

! 63!
program pengendalian tikus, Rodent proofing, dan program

sanitasi.

IV. Metode Pengendalian Serangga (Pest Control)

Metode ini dilakukan untuk mengendalikan hama nyamuk,

semut, kecoa, dan serangga lainnya. Dengan menggunakan

teknik pengasapan (Thermal Fogging), pengembunan (Cold

Fogging/ ULV), penyemprotan (Manual Sprayer) serta

pengumpanan (Baiting).

5.2. AnalisisUnivariat

5.2.1. Gambaran Tingkat Keracunan Pada Petugas Teknisi Pest Control

Data tingkat keracunan pestisida didapatkan dengan cara

mengukur tingkat penurunan enzim kolinesterase. Peneliti bekerjasama

dengan Laboratorium Rumah Sakit Ananda dengan menggunakan uji

kolinesterase. Metode ini menggunakan serum yang sudah terpisah

dengan darah kemudian dilakukan pencampuran serum dengan reagen

kolinesterase. Pembacaan hasil serum darah dilakukan dengan cara

pembiasan menggunakan alat spektrofotometer yang sudah diketahui

aktifitas kolinesterase sebesar4.600-11.500 unit/ liter (U/L), besaran

aktifitas kolinesterase ini ditetapkan dengan indikator dari Persatuan

Dokter Spesialis Patologi Klinik (PDS PatKlin, 2009).

! 64!
Batasan skor tingkat keracunan pestisida didapatkan dari nilai

indikator dari Persatuan Dokter Spesialis Patologi Klinik (PDS PatKlin,

2009).

Tabel 5.1.Distribusi Kadar Kolinesterae Petugas Teknisi


Pest Control di Jakarta Tahun 2014

No Tingkat Keracunan Frekuensi Persentase (%)

1 Tidak Normal ( < 4600 U/l) 1 3,1 %

2 Normal (4600 11500 U/l) 31 96,9 %


Jumlah 32 100 %

Berdasarkan hasil analisis tabel 5.1 diatas didapatkan aktivitas

enzim kolinesterase dalam serum darah petugas pest control dari

sebanyak 32 petugas yang diperiksa didaptkan petugas dengan aktivitas

kolinesterase normal sebanyak 31 orang dengan persentase sebesar

96,9%.

5.2.2. Gambaran Umur Pada Petugas Teknisi Pest Control

Berdasarkan hasil penelitian ini didapatkan gambaran umum

umur pada petugas teknisi pest control di Perusahaan Pest Control di

Jakarta Tahun 2014 dapat dilihat pada tabel 5.2 berikut ini

! 65!
Tabel 5.2. Gambaran Umur Petugas Teknisi Pest Control
di Jakarta Tahun 2014

Variabel Median Standar Deviasi Min - Max


18 Tahun
Umur 38,50 Tahun 10,72 Tahun
52 Tahun

Berdasarkan pada tabel 5.2 diatas, dapat dilihat rata-rata umur

petugas teknisi pest control adalah 38,50 tahun, dengan standar deviasi

10,72 tahun, petugas teknisi pest control dengan umur tertinggi adalah

52 tahun.

5.2.3. Gambaran Tingkat Pendidikan Pada Petugas Teknisi Pest Control

Berdasarkan hasil penelitian ini didapatkan gambaran tingkat

pendidikan pada petugas teknisi pest control yang dapat dilihat pada

tabel 5.3 berikut ini.

Tabel 5.3. Gambaran Tingkat Pendidikan Petugas


Teknisi Pest Control di Jakarta Tahun 2014

No. Tingkat Pendidikan Frekuensi Persentase (%)


1 Rendah 11 34,4%
2 Tinggi 21 65,6%
Jumlah 32 100%

Berdasarkan pada tabel 5.3 diatas, didapatkan tingkat pendidikan

petugas teknisi pest control dengan tingkat pendidikan tinggi (sma,

perguruan tinggi)yaitu sebanyak 21 orang.

! 66!
5.2.4. Gambaran Pengetahuan Pada Petugas Teknisi Pest Control

Hasil ini menggambarkan tingkat pengetahuan pada petugas

teknisi pest control di perusahaan pest control di Jakarta tahun 2014.

Skor pengetahuan petugas teknisi pest control terendah yaitu 12 dan

pengetahuan petugas teknisi pest control yaitu 30. Dapat dilihat pada

tabel gambaran pengetahan dibawah ini :

Tabel 5.4. Gambaran Pengetahuan Pada Petugas Teknisi


Pest Control di Jakarta Tahun 2014

No. Pengetahuan Frekuensi Persentase (%)


1 Pengetahuan Buruk (skor < 28) 14 43,8 %
2 Pengetahuan Baik (skor 28) 18 56,3 %
Jumlah 32 100 %

Berdasarkan tabel 5.4 diatas, bahwa petugas dengan tingkat

pengetahuan baik sebanyak 18 orang dengan persentase sebesar 56,3%.

Skor pengetahuan di kategorikan dari numerik menjadi kategorik,

batasan skor didapatkan dari nilai rata-rata.Dengan batasan

pengetahuan baik apabila skornya 28 dan pengetahuan buruk apabila

skornya < 28.

5.2.5. Gambaran Status Gizi Pada Petugas Teknisi Pest Control

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan rata-rata status gizi

(IMT) petugas teknisi pest control adalah 21,86, dengan standar deviasi

3,68. Status gizi petugas terendah yaitu 16,14 dan tertinggi yaitu 30,11.

! 67!
Status gizi (IMT) dikelompokan dari numerik menjadi kategorik

menjadi kurus dengan IMT < 18 dan normal dengan IMT 18 (Depkes,

2003).

Hasil ini menggambarkan status gizi dalam IMT (Indeks Massa

Tubuh) petugas teknisi pest control, dapat dilihat pada tabel 5.5 berikut

ini :

Tabel 5.5. GambaranStatus Gizi Pada Petugas Teknisi


Pest Control di Jakarta Tahun 2014

Persentase
No. Status Gizi Frekuensi
(%)
1 Kurus (IMT < 18) 5 15,6 %
2 Normal (IMT 18) 27 84,4 %
Jumlah 32 100 %

Berdasarkan tabel 5.5 diatas, dapat dilihat status gizi normal

dengan IMT 18 pada petugas teknisi pest controlberjumlah 27 orang

dengan persentase sebesae 84,4%.

5.2.6. Gambaran Tata Cara Pencampuran Pestisida Pada Petugas Teknisi Pest

Control

Hasil ini menggambarkan tata cara pencampuran pestisida pada

petugas teknisi pest control baik dan buruk di perusahaan pest control

di Jakarta Tahun 2014. Hasil uji statistik terhadap variabel tata cara

pencampuran pestisida didapatkan nilai rata-rata 7, dengan standar

! 68!
deviasi 1,67. Nilai terendah dari tata cara pencampuran pestisida yaitu

sebesar 4 dan nilai tertingginya yaitu sebesar 10.

Dapat dilihat pada tabel 5.6 berikut ini tentang distribusi tata cara

pencampuran pestisida pada petugas teknisi pest control.

Tabel 5.6. GambaranTata Cara Pencampuran Pestisida Pada


Petugas Teknisi Pest Control di Jakarta Tahun 2014

Tata Cara Pencampuran


No. Frekuensi Persentase (%)
Pestisida
1 Buruk (skor < 7) 10 31,2 %
2 Baik (skor 7) 22 68,8 %
Jumlah 32 100 %

Berdasarkan tabel 5.6 diatas, dapat dilihat bahwa petugas dengan

skor tata cara pencampuran pestisida dengan skor baik berjumlah 22

orang petugas dengan persentase sebesar 68,8 %.

Skor tata cara pencampuran pestisida di kategorikan dari numerik

menjadi kategorik, batasan skor didapatkan dari nilai rata-rata. Dengan

nilai sikap buruk apabila skornya < 7 dan nilai sikap baik apabila

skornya 7.

5.2.7 Gambaran Frekuensi Penyemprotan Pestisida Pada Petugas Teknisi

Pest Control

Hasil penelitian ini menggambarkan frekuensi penyemprotan

yang dilakukan oleh petugas teknisi pest control, didapatkan frekuensi

! 69!
rata-rata penyemprotan pestisida yaitu 4,25, dengan standar deviasi

1,24. Frekuensi penyemprotan pestisida paling rendah dilakukan setiap

1 bulan sekali dan yang paling tinggi yaitu dilakukan setiap hari.

Berikut dapat dilihat distribusi frekuensi penyemprotan pestisida pada

tabel 5.7 berikut ini.

Tabel 5.7. GambaranFrekuensi Penyemprotan Pestisida Pada


Petugas TeknisiPest Control di Jakarta Tahun 2014

No. Frekuensi Penyemprotan Frekuensi Persentase (%)


1 Setiap 1 bulan 2 6,3 %
2 Setiap 2 minggu 1 3,1 %
3 1-2 kali/ minggu 6 18,8 %
4 3-4 kali/ minggu 1 3,1 %
5 Setiap hari 22 68,8 %
Jumlah 32 100 %

Berdasarkan data pada tabel 5.7, dapat dilihat petugas yang paling

banyak melakukan penyemprotan pestisida selama setiap hari sebanyak

22 orang dengan persentase sebesar 68,8 %.

5.2.8. Gambaran Jumlah Jenis Pestisida Pada Petugas Teknisi Pest Control

Jumlah jenis pestisida dilihat dari banyaknya pestisida dan merek

dari pestisida yang digunakan pada saat penyemprotan oleh petugas

teknisi pest control. Hasil ini menggambarkan jumlah jenis pestisida

dengan nilai median pestisida yang digunakan sebesar 1,50.

! 70!
Penggunaan jumlah jenis pestisida terendah yaitu sebesar 1 dan

penggunaan tertinggi yaitu sebesar 6.

Berikut dapat dilihat pada tabel 5.8 tentang distribusi jumlah jenis

pestisida pada petugas teknisi pest control.

Tabel 5.8. Gambaran Jumlah Jenis Pestisida Pada Petugas


Teknisi Pest Control di Jakarta Tahun 2014

No. Jumlah Jenis Pestisida Frekuensi Persentase (%)


1 Lebih dari 2 jenis 2 6,2 %
2 Kurang dari 2 jenis 30 93,8 %
Jumlah 32 100 %

Skor jumlah jenis pestisida dikategorikan dari numerik menjadi

kategorik, batasan skor didapatkan dari nilai rata-rata. Dengan cara

penilaian lebih dari 2 jenis dan kurang dari 2 jenis, pembagian banyak

jumlah jenis pestisida didapatkan dari hasil perhitungan rata-rata.

Berdasarkan tabel 5.8 diatas, dapat dilihat petugas yang

menggunakan pestisida kurang dari 2 jenis pada saat penyemprotan

pestisida berjumlah 30 orang (93,8 %).

Nama, bahan aktif dan golongan pestisidayang banyak digunakan

oleh perusahaan pengendalian hama di Jakarta Tahun 2014. sebagian

besar termasuk dalam golongan organofosfat, sintetis piretroid dan

rodentisida, dapat dilihat pada tabel 5.9 dibawah ini.

! 71!
Tabel 5.9. Jenis Pestisida yang Digunakan Oleh
Petugas Pest ControlDi Jakarta Tahun 2014

No. Nama Pestisida Bahan Aktif Golongan


1 Green divos Dichlorvos Organofosfat
2 Nuvet Dichlorvos Organofosfat
3 Cypermetrin Cypermetrin Sintetis Piretroid
4 Agenda 25 EC Fipronil 25 g/l Sintetis Piretroid
5 K Othiren 20 Deltametrin 25 g/l Sintetis Piretroid
EC
6 Cislin 25 EC Deltametrin 25 g/l Sintetis Piretroid
7 Premise 200 SL Imidakloprid Sintetis Piretroid
8 Mustang 25 EC Zeta Cypermetrin Sintetis Piretroid
9 Racumin Kumatetralil 0,0375% Rodentisida
10 Malathion Malathion Organofosfat
Sumber : Data Primer Tahun 2014

Penurunan kadar kolinesterase di dalam darah disebabkan oleh

pestisida spesifik dari golongan organofosfat dan pestisida golongan

karbamat. Pada tabel diatas dapat dilihat terdapat 3 pestisida dari

golongan organofosfat, 6 pestisida dari golongan sintetis piretroid dan 1

pestisida dari golongan rodentisida.

5.2.9. Gambaran Penggunaan Alat Pelindung Diri Pada Petugas Teknisi Pest

Control

Skor penggunaan alat pelindung diri dikategorikkan dari numerik

menjadi kategorik,batasan skor didapatkan dari nilai median. Dengan

cara penilaian tidak sesuai dengan skor kurang dari 13 dan esuai dengan

skor lebih besar sama dengan 13. Berikut dapat dijelaskan pada tabel

5.10 dibawah ini :

! 72!
Tabel 5.10. Gambaran Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD)
Pada Petugas Teknisi Pest Control di Jakarta Tahun 2014

Persentase
No. Alat Pelindung Diri Frekuensi
(%)
1 Tidak sesuai (skor < 13) 17 53,1 %
2 Sesuai (Skor 13) 15 46,9 %
Jumlah 32 100 %

Berdasarkan tabel 5.10 diatas, dapat dilihat petugas yang

menggunakan alat pelindung diri yang tidak sesuai penggunaan alat

pelindung diri berjumlah 17 orang dengan persentase sebesar 53,1 %.

Hasil ini menggambarkan penggunaan alat pelindung diri (APD)

pada petugas teknisi pest control dengan skor rata-rata dari 8 jenis alat

pelindung diri (APD) adalah 12,5. Nilai terendah dari skor penggunaan

alat pelindung diri ini adalah 1 dan nilai tertingginya adalah 18.

5.3. Analisis Bivariat

5.3.1. Tes Normalitas Data

Pada penelitian ini, variabel independen yang diteliti

menggunakan data numerik, sehingga harus di uji dahulu menggunakan

tes normalitas data untuk mengetahui apakah data dari variabel yang di

teliti berdistribusi normal atau tidak normal. Pembacaan nilai Pvalue

lebih akurat menggunakan tabel Shapiro-Wilk karena jumlah sampel

yang digunakan kurang dari 50 responden. Dapat dilihat hasil

pengujian pada tabel tes normalitas data dibawah ini :

! 73!
Tabel 5.11. Uji Normalitas Data

Shapiro - Wilk

No. Variabel Pvalue

1 Kolinesterase 0,756

2 Umur 0,031

Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat variabel yang memiliki

hasil Pvalue dari 0,05 dan terdistribusi normal adalah variabel

kolinesterase.

5.3.2. Gambaran Antara Umur dengan Tingkat Keracunan Pestisida

Distribusi petugas teknisi pest control di perusahaan pest control

di Jakarta berdasarkan gambaran antara umur dengan tingkat keracunan

pestisida dapat dilihat pada tabel 5.12 berikut ini.

Tabel 5.12. Gambaran Kadar Kolinesterase Berdasarkan


Umur pada Teknisi Pest Control di Jakarta Tahun 2014

Variabel R R2 Persamaan Garis Pvalue

Kadar Kolinesterase =
Umur 0,371 0,138 0.036
6340,80 + 47,40 umur

Berdasarkan tabel 5.12,hubungan umur dengan kadar

kolinesterase menunjukan hubungan yang sedang dan berpola positif

! 74!
artinya semakin bertambah umur maka semakin rendah kadar

kolinesterase teknisi pest control. Nilai koefisien determinannya adalah

0,138 artinya persamaan garis yang diperoleh dapat menerangkan

13,8% variasi kadar kolinesterase teknisi pest control.

Dari hasil uji statistik, diperoleh nilai probabilitas (Pvalue)

sebesar 0,036. Artinya pada 5% t terdapat hubungan yang signifikan

antara umur dengan tingkat keracunan pestisida.

5.3.3. Gambaran Antara Tingkat Pendidikan dengan Tingkat Keracunan

Pestisida

Distribusi petugas teknisi pest control di perusahaan pest control

di Jakarta berdasarkan gambaran antara tingkat pendidikan dengan

tingkat keracunan pestisida dapat dilihat pada tabel 5.13 berikut ini.

Tabel 5.13. Gambaran Rata Rata Kadar Kolinesterase Berdasarkan


Tingkat Pendidikan pada Teknisi Pest Control
di Jakarta Tahun 2014

Tingkat Rata-Rata Standar


Jumlah Pvalue
Pendidikan Kolinesterase Deviasi
Rendah 11 7435,45 1474,36
0,080
Tinggi 12 8324,57 1235,10

Berdasarkan data diatas, diketahui rata-rata kolinesterase petugas

teknisi pest control dengan tingkat pendidikan rendah yaitu 7435,45 U/l

! 75!
dengan standar deviasi 1474,36. Petugas pest control dengan tingkat

pendidikan tinggi, rata-rata kolinesterasenya adalah 8324,57 dengan

standar deviasi 1235,10.

Dari hasil uji statistik, diperoleh nilai probabilitas (Pvalue)

sebesar 0,080. Artinya pada 5% tidak terdapat hubungan yang

signifikan antara tingkat pendidikan dengan tingkat keracunan

pestisida.

5.3.4. Gambaran Antara Pengetahuan dengan Tingkat Keracunan Pestisida

Distribusi petugas teknisi pest control di perusahaan pest control

di Jakarta berdasarkan gambaran antara pengetahuan dengan tingkat

keracunan pestisida dapat dilihat pada tabel 5.14 berikut ini :

Tabel 5.14. Gambaran Rata Rata Kadar Kolinesterase Berdasarkan


Pengetahuan pada Teknisi Pest Control di Jakarta Tahun 2014

Rata-Rata Standar
Pengetahuan Jumlah Pvalue
Kolinesterase Deviasi
Buruk 14 8447,93 1293,57
0,119
Baik 18 7685,28 1363,81

Berdasarkan data diatas, diketahui rata-rata kolinesterase petugas

teknisi pest control dengan pengetahuan buruk yaitu 8447,93 U/l

dengan standar deviasi 1293,57. Petugas pest control dengan

! 76!
pengetahuan buruk, rata-rata kolinesterasenya adalah 7685,28 dengan

standar deviasi 1363,81.

Dari hasil uji statistik, diperoleh nilai probabilitas (Pvalue)

sebesar 0,119. Artinya pada 5% tidak terdapat hubungan yang

signifikan antara pengetahuan dengan tingkat keracunan pestisida.

5.3.5. Gambaran Antara Status Gizi dengan Tingkat Keracunan Pestisida

Distribusi petugas teknisi pest control di perusahaan pest control

di Jakarta berdasarkan gambaran antara status gizi dengan tingkat

keracunan pestisida dapat dilihat pada tabel 5.15 berikut ini :

Tabel 5.15. Gambaran Rata Rata Kadar Kolinesterase Berdasarkan


Status Gizi pada Teknisi Pest Control di Jakarta Tahun 2014

Rata-Rata Standar
Status Gizi Jumlah Pvalue
Kolinesterase Deviasi
Kurus 5 7777 2025,88
0,674
Normal 27 8063,74 1258,66

Berdasarkan data diatas, diketahui rata-rata kolinesterase petugas

teknisi pest control dengan status gizi kurus yaitu 7777 U/l dengan

standar deviasi 2025,88. Petugas pest control dengan status gizi normal,

rata-rata kolinesterasenya adalah 8063,74 U/l dengan standar deviasi

1258,66.

! 77!
Dari hasil uji statistik, diperoleh nilai probabilitas (Pvalue)

sebesar 0,674. Artinya pada 5% tidak terdapat hubungan yang

signifikan antara status gizi dengan tingkat keracunan pestisida.

5.3.6. Gambaran Antara Tata Cara pencampuran Pestisida dengan Tingkat

Keracunan Pestisida

Distribusi petugas teknisi pest control di perusahaan pest control

di Jakarta berdasarkan gambaran antara tata cara penggunaan pestisida

dengan tingkat keracunan pestisida dapat dilihat pada tabel 5.16 berikut

ini :

Tabel 5.16. Gambaran RataRata Kadar Kolinesterase Berdasarkan Tata


Cara Pencampuran Pestisida pada Teknisi Pest Control
di Jakarta Tahun 2014

Tata Cara Rata-Rata Standar


Jumlah Pvalue
Pencampuran Kolinesterase Deviasi
Buruk 10 7695,20 1179,18
0,375
Baik 22 8166,09 1446,10

Berdasarkan data diatas, diketahui rata-rata kolinesterase petugas

teknisi pest control dengan tata cara pencampuran buruk yaitu 7695,20

U/l dengan standar deviasi 1179,18. Petugas pest control dengan status

gizi normal, rata-rata kolinesterasenya adalah 8063,74 U/l dengan

standar deviasi 1258,66.

! 78!
Dari hasil uji statistik, diperoleh nilai probabilitas (Pvalue)

sebesar 0,375. Artinya pada 5% tidak terdapat hubungan yang

signifikan antara tata cara pencampuran pestisida dengan tingkat

keracunan pestisida.

5.3.7. Gambaran Antara Frekuensi Penyemprotan dengan Tingkat Keracunan

Pestisida

Distribusi petugas teknisi pest control berdasarkan gambaran

antara Frekuensi Penyemprotan dengan tingkat keracunan pestisida

dapat dilihat pada tabel 5.17 berikut ini :

Tabel 5.17. Gambaran Rata Rata Kadar Kolinesterase Berdasarkan


Frekuensi Penyemprotan pada Teknisi Pest Control
di Jakarta Tahun 2014

Frekuensi Rata-Rata Standar


95% CI Pvalue
Penyemprotan Kolinesterase Deviasi
Setiap 1 bulan 7003,50 3589,98 -25251,2 39258,2
Setiap 2 minggu 9070 - -
1-2 kali/ minggu 7871,33 1638,22 6152,12 9590,54 0,484
3-4 kali/ minggu 9874 - -
Setiap hari 8019,41 1089,08 7536,54 8502,28

Berdasarkan data diatas, diketahui petugas teknisi pest control

yang melakukan frekuensi penyemprotan setiap 1 bulan memiliki rata-

rata kadar kolinesterase sebesar 7003,50 U/l, setiap 2 minggu memiliki

! 79!
rata-rata kadar kolinesterase 9070 U/l, setiap 1-2 kali per minggu

memiliki rata-rata kadar kolinesterase 7871,33 U/l, setiap 3-4 kali per

minggu memiliki rata-rata kadar kolinesterase 9874 U/l dan

penyemprotan setiap hari memiliki rata-rata kadar kolinesterase

8019,41 U/l.

Dari hasil uji statistik, diperoleh nilai probabilitas (Pvalue)

sebesar 0,484. Artinya pada 5% tidak terdapat hubungan yang

signifikan antara frekuensi penyemprotan pestisida dengan tingkat

keracunan pestisida.

5.3.8. Gambaran Antara Jumlah Jenis Pestisida dengan Tingkat Keracunan

Pestisida

Distribusi petugas teknisi pest control di Jakarta berdasarkan

gambaran antara jumlah jenis pestisida dengan tingkat keracunan

pestisida dapat dilihat pada tabel 5.18 berikut ini:

Tabel 5.18. Gambaran Rata Rata Kadar KolinesteraseBerdasarkan


Jumlah Jenis Pestisida pada Teknisi Pest Control di Jakarta Tahun 2014

Jumlah Jenis Rata-Rata Standar


Jumlah Pvalue
Pestisida Kolinesterase Deviasi
Kurang dari 2 30 8046,70 1407,32
jenis 0,664
Lebih dari 2 jenis 2 7602,50 383,96

! 80!
Diketahui rata-rata kolinesterase petugas teknisi pest control

dengan jumlah jenis pestisida kurang dari 2 jenis yaitu 8046,70 U/l

dengan standar deviasi 1407,32.Petugas pest control dengan jumlah

jenis pestisida lebih dari 2 jenis, rata-rata kolinesterasenya adalah

7602,50 U/l dengan standar deviasi 383,96.

Dari hasil uji statistik, diperoleh nilai probabilitas (Pvalue)

sebesar 0,664. Artinya pada 5% tidak terdapat hubungan yang

signifikan antara jumlah jenis pestisida dengan tingkat keracunan

pestisida.

5.3.9. Gambaran Antara Penggunaan Alat Pelindung Diri dengan Tingkat

Keracunan Pestisida

Distribusi petugas teknisi pest control berdasarkan gambaran

antara penggunaan alat pelindung diri dengan tingkat keracunan

pestisida dapat dilihat pada tabel 5.19 berikut ini.

Tabel 5.19. Gambaran Rata Rata Kadar Kolinesterase Berdasarkan


Alat Pelindung Diri pada Teknisi Pest Control di Jakarta Tahun 2014

Alat Pelindung Rata-Rata Standar


Jumlah Pvalue
Diri Kolinesterase Deviasi
Tidak Sesuai 17 7548,24 1342,89
0,036
Sesuai 15 8552,40 1226,63

! 81!
Diketahui rata-rata kolinesterase petugas teknisi pest control

dengan alat pelindung diri yang tidak sesuai yaitu 7548,24 U/l dengan

standar deviasi 1342,89.Petugas pest control dengan alat pelindung diri

yang sesuai, rata-rata kolinesterasenya adalah 8552,40 U/l dengan

standar deviasi 1226,63.

Dari hasil uji statistik, diperoleh nilai probabilitas (Pvalue)

sebesar 0,036. Artinya pada 5% terdapat hubungan yang signifikan

antara alat pelindung diri dengan tingkat keracunan pestisida.

! 82!
BAB VI

PEMBAHASAN

6.1. Keterbatasan Penelitian

Beberapa variabel yang tidak diteliti adalah jenis kelamin, cara

penyimpanan pestisida dan arah semprot terhadap arah angin. Jenis

kelamin tidak diteliti karena seluruh petugas pest control berjenis kelamin

laki-laki. Cara penyimpanan tidak diteliti karena penyimpanan seluruh

pestisida menggunakan botol kemasan asli. Arah semprot terhadap arah

angin tidak diteliti karena setiap saat arah mata angin selalu berubah.

Keterbatasan lain yang dihadapi peneliti adalah jumlah sampel saat

peneliti melakukan proses pengambilan darah dari 42 orang total

petugasyang bersedia untuk diambil darahnya hanya 32 orang petugas.

Dikarenakan 10 orang petugas sisanya takut dengan pemeriksaan

kolinesterase yang menggunakan jarum dan tidak bersedia untuk mengisi

inform consent.

6.2. Tingkat Keracunan Pada Petugas Teknisi Pest Control

Berdasarkan hasil pemeriksaan kolinesterase darah yang merujuk pada

tabel gambaran tingkat keracunan pada petugas teknisi di perusahaan pest

control di Jakarta tahun 2014, dari 32 petugas diketahui ada 31 orang yang

! 83!
mempunyai kadar kolinesterase normal (4600 11500 U/l) dengan

persentase 96,9% dan 1 orang memiliki kadar kolinesterase tidak normal

(< 4600 U/l) dengan persentase sebesar 3,1%.

Berdasarkan ketentuan dari Persatuan Dokter Spesialis Patologi

Klinis (PDS PatKlin, 2009), aktivitas kolinesterase dalam serum darah

dikatakan normal bila hasil pemeriksaan serum darah tenaga kerja

menunjukan angka : 4600 11500 U/l. Bila angka aktivitas kolinesterase

dibawah 4600 U/l menunjukan bahwa tenaga teknisi tersebut mengalami

keracunan, dan harus diistirahatkan selama 2 minggu atau lebih.

Tingkat keracunan yang rendah pada petugas teknisi pest control bisa

saja terjadi karena pada saat pengambilan darah, teknisi tidak dalam masa

penyemprotan pestisida sehingga pajanan atau paparan dari pestisida

berkurang.

Seperti diketahui bahwa petugas yang terpapar oleh pestisida anti

kolinesterase dari golongan organofosfat dapat dilakukan perbaikan

apabila penyemprot diistirahatkan selama beberapa minggu dan selama itu

tubuh akan berusaha mengembalikan kadar enzim kolinesterase ke semula.

Hal ini juga diperjelas oleh Wardiani (1997) dalam Prabowo (2002), kadar

kolinesterase dalam plasma akan kembali normal memerlukan waktu

selama 3 minggu, sedangkan dalam sel darah merah membutuhkan waktu

2 minggu untuk golongan organofosfat dan pada golongan karbamat,

kadar asetil kolinesterase akan kembali seperti semula hanya dalam waktu

beberapa jam sampai beberapa hari.

! 84!
Pestisida golongan organofosfat dapat menurunkan kadar

kolinesterase dalam serum darah dan eritrosit sampai 50%, kira-kira 25%

kadar kolinesterase dalam serum darah baru dibentuk kembali dalam

waktu 7-10 hari dan kembali pulih dalam waktu 4 minggu. Sedangkan

enzim kolinesterase dalam eritrosit memerlukan waktu yang lebih lama

untuk kembali pulih, dengan dibentuknya eritrosit baru kira-kira 1% setiap

hari, maka pemulihan kembali seluruhnya diperkirakan dalam waktu 3

bulan (Sallman, T. 1957, dikutip Sidharta, 1971).

Besarnya pemaparan akibat pestisida menurut Ruhendi (2007), perlu

dilakukan penelitian lebih lanjut untuk menginterpretasikan hasil

pengukuran berupa data sebelum terpapar pestisida sebagai data dasar dan

data hasil pemeriksaan setelah kontak dengan pestisida secara rutin.

Pemeriksaan kolinesterase dapat dijadikan sebagai data dasar dengan

menggunakan sampel darah pada saat petugas pest control tidak terpapar

pestisida selama 30 hari.

Menurut Wardiani (1997), pemeriksaan kolinesterase dalam plasma

yang terbaca digunakan dalam deteksi secara dini efek akut keracunan

pestisida golongan organophospat dan karbamat. Sedangkan yang terbaca

dalam sel darah merah digunakan untuk mengevaluasi efek dalam tubuh

yang berlangsung secara lama atau pemajanan kronis.Namun pemeriksaan

nilai aktivitas kolinesterase ini bukan merupakan suatu indikator yang

tepat jika diaplikasikan untuk memantau efek pestisida dalam jangka

! 85!
waktu yang sangat lama yang menyangkut efek pada syaraf seseorang,

karena sifatnya yang reversible (berbalik seperti semula).

6.3. Hubungan Faktor Dari Dalam Tubuh dengan Tingkat Keracunan

6.3.1. Umur

Hasil analisis umur responden yang diuji dengan menggunakan

statistik uji korelasi dan regresi linear, terdapat hubungan yang bermakna

antara teknisi pest control yang bervariasi antara usia 18-52 tahun dengan

tingkat keracunan pestisida, dari data tersebut menunjukan bahwa para

tenaga penyemprot sebagian besar masih dalam kelompok usia produktif.

Penelitian yang dilakukan Soedarmo (1990) dalam Ruhendi (2007),

ada kecenderungan semakin tua umur petugas maka semakin rendah

aktivitas kolinesterase dalam darahnya. Hal ini juga sesuai dengan

penelitian Nurhayati (1997), yang menunjukan kemaknaan hubungan

antara kadar kolinesterase dan umur untuk jenis kelamin laki-laki, dimana

petugas yang berumur tua kadar kolinesterase dalam darahnya cenderung

rendah.

Menurut Yulianti (2001) dikutip dari ILO (1975) yang mengatakan

bahwa responden dengan usia muda dibawah 20 tahun mempunyai

aktifitas kolinesterase yang relatif lebih cepat turun dibandingkan dengan

usia responden yang lebih tua terlebih jika dipengaruhi oleh paparan atau

pajanan pestisida sehingga dapat memperberat terjadinya keracunan.

Sedangkan teori menurut Nurhayati (1997) terjadinya penurunan

! 86!
kadarkolinesterase alami terjadi dibawah usia 10 tahun baik pada laki-laki

maupun pada perempuan tetapi pada usia 30-40 tahun penurunan kadar

kolinesterase pada laki-laki jauh lebih rendah dibandingkan dengan

perempuan.

6.3.2. Tingkat Pendidikan

Hasil analisis tingkat pendidikan responden setelah diuji

menggunakan uji t independen, secara statistik tidak ada hubungan yang

bermakna antara tingkat pendidikan dengan tingkat keracunan

pestisida.Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Zuraida

(2012) dan Ruhendi (2009) yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan

yang bermakna antara tingkat pendidikan dengan aktivitas kolinesterase

dalam darah.

Penelitian ini mempunyai nilai signifikan yang tidak berhubungan

yang dapat dilihat pada tabel 5.13, petugas dengan pendidikan rendah

memiliki rata-rata kadar kholinesterase 7435,45 U/l dan pendidikan tinggi

rata-rata kadar kolinesterase 8324,57 U/l.

Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Tugiyo

(1994) dalam penelitiannya terhadap tenaga kerja di PT Rentokil pada

tahun 1994 yang menunjukan tidak ada hubungan antara tingkat

pendidikan dengan kejadian keracunan pestisida. Sedangkan pada

penelitian Suwarno (1999) didapatkan ada hubungan yang bermakna

antara tingkat pendidikan dan kejadian keracunan pestisida dengan

! 87!
mengatakan bahwa resiko petani yang menggunakan pestisida dengan

pendidikan rendah mempunyai peluang lebih besar untuk mengalami

penurunan aktifitas kadar kolinesterase dibandingkan dengan petani yang

berpendidikan tinggi.

Terjadinya perbedaan hasil penelitian ini dengan penelitian yang

dilakukan oleh Suwarno (1999), mungkin dapat disebabkan oleh

perbedaan pada populasi subjek penelitian, dimana penelitian Suwarno

dilakukan pada petani yang mempunyai karakteristik yang memang

berbeda dibandingkan dengan teknisi pest control. Dimana petani

cenderung memiliki dasar pendidikan rendah, dan pada penelitian ini

menggunakan teknisi pest control bekerja pada perusahaan yang memang

dari awal sudah diperhitungkan tingkat pendidikan sebagai syarat dapat

bekerja diperusahaan tersebut.

6.3.3. Pengetahuan

Pengetahuan responden tentang pestisida yang dimaksudkan adalah

pemahaman responden terhadap batasan pestisida yang meliputi bahaya

tentang pestisida, cara masuk pestisida ke dalam tubuh, dan cara

pencegahan keracunan pestisida.Pada tabel 5.14, setelah di uji dengan uji

statistik t independen didapatkan hasil tidak ada hubungan yang bermakna

antara pengetahuan dengan tingkat keracunan pestisida. Hasil ini sejalan

dengan tabel distribusi pengetahuan pada petugas pest control, didapatkan

14 responden dengan pengetahuan buruk sebesar 43,8 % dan 28 responden

! 88!
dengan pengetahuan baik sebesar 56,3 % ini secara deskriptif dapat

dikatakan bahwa pengetahuan dari responden tentang pestisida cukup baik

sehingga dapat mengurangi pemaparan atau pajanan dari pestisida

kedalam tubuh sehingga tingkat keracunan yang terjadi pada petugas

teknisi pest control sangat kecil.

Hal tersebut sesuai dengan teori Green (1980) dalam Notoadmojo

(2010) yang menyatakan bahwa pengetahuan tidak berkaitan langsung

dengan keracunan pestisida,akan tetapi harus melalui sikap atau praktek.

Pengetahuan akan mempengaruhi sikap seseorang untuk bertindak.

Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya

praktek seseorang (Notoadmodjo, 1993). Berdasarkan teori ini, teknisi pest

control dengan pengetahuan baik dapat dikatakan memiliki resiko yang

lebih kecil dibandingkan dengan pengetahuan buruk.

6.3.4. Status Gizi

Hasil analisis status gizi responden pada tabel 5.15, setelah diuji

didapatkan hasil tidak ada hubungan yang bermakna antara status gizi

dengan tingkat keracunan pestisida. Hal ini sejalan dengan hasil analisis

univariat status gizi pada tabel 5.5 dari total 32 responden, didapatkan 5

responden dengan status gizi kurus (IMT < 18) sebesar 15,6% dan dari 27

responden dengan status gizi normal (IMT 18) sebesar 84,4%.

Hasil analisis analitik ini sesuai dengan Alkhoiri (1999), yang

menyatakan tidak ada hubungan yang signifikan antara status gizi petugas

! 89!
dengan kejadian keracunan pestisida, baik pada petugas yang terpapar

maupun yang tidak terpapar.

Sedangkan menurut pernyataan Achmadi (1985), menyatakan bahwa

adanya kaitan antara status gizi dengan aktivitas kolinesterase. Menurut

Tugiyo (2003) ditemukan hubungan yang bermakna antara status gizi

dengan kejadian keracunan pestisida pada petugas, dengan kata lain

responden yang mempunyai IMT lebih kecil dari rata-rata mempunyai

resiko yang lebih besar daripada responden yang mempunyai IMT sama

atau lebih besar.

Menurut WHO, masukan protein atau asupan gizi dapat

mempengaruhi kerentanan seseorang yang terpajan pestisida golongan

organofosfat. Orang yang mengalami malnutrisi atau kekurangan gizi,

rentan memiliki kadar kolinesterase yang rendah akibat racun yang masuk

akan mempengaruhi metabolisme dan mekanisme toleransi ssehingga

aktivitas kadar kolinesterase dalam darah akan tampak menurun.

Meskipun demikian, kenyataan yang terjadi di lapangan belum tentu

menunjukan hal yang demikian (Achmadi, 1985).

Sebanyak 5 responden (15,6%) dalam penelitian ini mempunyai status

gizi kurus (IMT < 18), sehingga dapat dikatakan mempunyai resiko

penurunan kadar kolinesterase serta dapat menyebabkan pengurangan

kapasitas kerja dan peningkatan kejadian berbagai macam penyakit kronis

sebagai akibat dari kekurangan kalori.

! 90!
Indikator status gizi tersebut berkaitan dengan keracunan yang terjadi,

dimana bila kondisi tubuh lemah atau IMT < 18 memudahkan keracunan

terhadap para teknisi. Oleh karena itu, sebagaimana tercantum dalam

ketetapan ke empat ayat (a) dan (b) Keputusan Dirjen PPMPLP No. 31-

I/PD.03.04.LP tentang Persyaratan Tenaga Kerja Penanggung Jawab

Teknis dan Tenaga Kerja Penjamah Pestisida serta Perlengkapan

Pelindungnya, yang berbunyi tenaga kerja harus memenuhi syarat sebagai

berikut berbadan sehat yang dinyatakan oleh Dinas Kesehatan setempat

dan menjalani pemeriksaan kesehatan secara berkala.

6.4. Hubungan Faktor Dari Luar Tubuh dengan Tingkat Keracunan

6.4.1. Tata Cara Pencampuran Pestisida

Hasil analisis tata cara pencampuran pestisida pada responden dengan

menggunakan uji t independen, pada tabel 5.16 didapatkan hasil tidak ada

hubungan antara tata cara pencampuran pestisidan dengan tingkat

keracunan pestisida. Pada bahasan ini tidak ditemukan batasan tata cara

pencampuran yang baik atau buruk, namun batasan pengkategorian tata

cara pencampuran yang baik atau buruk didapatkan dari nilai rata-rata.

Hal ini sama dengan persentase yang didapatkan pada tabel 5.6,

responden dengan tata cara pencampuran yang buruk sebanyak 10 orang

(31,2%) sedangkan responden dengan tata cara pencampuran yang baik

sebanyak 22 orang (68,8%).

! 91!
Responden dengan tata cara pencampuran pestisida yang baik

sebanyak 22 orang, memiliki resiko yang lebih kecil dalam hal terpajan

pestisida yang dapat menurunkan kadar kolinesterase dalam darahnya.

Persentase yang didapatkan pada tata cara pencampuran pestisida baik

lebih besar dari pada yang berperilaku buruk, serta pengetahuan, sikap dan

penggunaan APD mendukung pengurangan jalur masuk pestisida ke

dalam tubuh.Sehingga hasil didapatkan tingkat keracunan pada petugas

teknisi pest control sedikit.

Tetapi hal ini tidak sejalan dengan Suhenda (2007), dimana hasil uji

statistik yang dilakukan diketahui terdapat hubungan yang signifikan

antara tata cara pencampuran pestisida dengan kadar kolinesterase dalam

darah teknisi pest control. Sebagaimana telah diketahui bahwa perilaku

berupa tindakan nyata yang telah dilakukan seseorang juga ikut

dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan.

6.4.2. Frekuensi Penyemprotan

Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 5.7, didapatkan hasil petugas

yang melakukan penyemprotan dengan frekuensi setiap hari ada 22

orang.Hasil analisis frekuensi penyemprotan setelah diuji secara statistic

dengan menggunakan uji anova, didapatkan tidak ada hubungan yang

bermakna antara frekuensi penyemprotan dengan aktivitas kolinesterase

dalam darah.

! 92!
Hal ini berbanding terbalik dengan penelitian menurut Prabowo

(2002), tentang frekuensi atau sering tidaknya melakukan penyemprotan

ditemukan ada hubungan yang bermakna antara frekuensi penyemprotan

dengan aktivitas kolinesterase dalam darah.Frekuensi penyemprotan yang

sering memungkinkan untuk meningkatnya frekuensi pemaparan oleh

pestisida sehingga peluang terjadinya keracunan akibat paparan dari

pestisida juga semakin besar.

Berdasarkan ketentuan yang telah ditetapkan dalam Peraturan Menteri

Tenaga Kerja No. Per-03/Men/1986 Pasal 2 ayat 2a menyebutkan bahwa

untuk menjaga efek yang tidak diinginkan, maka dianjurkan supaya tidak

melebihi 4 jam per hari dalam seminggu berturut-turut bila menggunakan

pestisida. Maka dapat dikatakan semakin sering seseorang bekerja berarti

semakin besar kemungkinannya untuk terpapar pestisida dan keracunan

pestisida.

6.4.3. Jumlah Jenis Penggunaan Pestisida

Hasil analisis jumlah jenis penggunaan pestisida pada responden

dengan menggunakan uji t independen, pada tabel 5.18, didapatkan hasil

tidak ada hubungan yang bermakna antara jumlah jenis penggunaan

pestisida dengan penurunan kadar kolinesterase pada petugas teknisi pest

control.

Hal ini sesuai dengan persentase yang didapatkan pada tabel 5.8,

dengan penggunaan jumlah jenis pestisida lebih dari 2 jenis sebanyak 2

! 93!
orang dengan persentase 6,2% dan penggunaan jumlah jenis pestisida

kurang dari 2 jenis sebanyak 30 orang dengan persentase sebesar 93,8%.

Penggunaan batasan jumlah jenis pestisida didapatkan dari hasil

perhitungan median yang didapatkan hasil 2 jenis pestisida.Hal ini dapat di

deskripsikan bahwa petugas yang menggunakan lebih dari 2 jenis pestisida

dalam sekali penyemprotan sangat rendah dibandingkan dengan yang

menggunakan kurang dari 2 jenis pestisida pada saat penyemprotan.

Sehingga memiliki resiko paparan atau pajanan pestisida yang lebih kecil

dalam hal penurunan kadar kolinesterase dalam darah.

Jenis pestisida yang paling banyak digunakan adalah dari insektisida

dari golongan organofosfat (malathion, dichlorvos) dan piretroid

(cypermethrin, deltamethrin, imidakloripod, fipronil dan zeta cypermetrin)

serta rodentisida. Cara kerja organofosfat yaitu untuk mematikan serangga

dengan cara melalui penghambatan enzim asetilkholinesterase pada sistem

syaraf serangga antara sel syaraf dengan sel-sel lain termasuk otot. Pada

organofosfat penghambatan enzim kolinesterase bersifat tidak bolak balik,

pestisida ini pada umumnya merupakan racun pembasmi serangga yang

paling beracun, keracunan kronis pada pestisida golongan organofosfat

dapat berpotensi karsinogenik (kanker) (Djojosumarto, 2008). Sampai saat

ini pestisida golongan organofosfat masih merupakan kelompok

insektisida yang paling banyak digunakan diseluruh dunia.Sedangkan

pestisida golongan piretroid merupakan kelompok insektisida organik

sintetik yang memiliki pengaruh menjatuhkan serangga dengan cepat

! 94!
tetapi di alam mudah terurai oleh sinar ultraviolet.Piretrum mempunyai

toksisitas yang rendah pada manusia tetapi dapat menimbulkan alergi pada

orang yang peka.

6.4.4. Penggunaan Alat Pelindung Diri

Petugas pengguna pestisida yang baik adalah teknisi yang

menggunakan alat pelindung diri yang telah disyaratkan.Hasil penelitian

ini didapatkan terdapat hubungan yang bermakna antara penggunaan alat

pelindung diri pada saat penyemprotan dengan tingkat keracunan. Hasil ini

sesusai persentase pada tabel 5.10, teknisi pest control dengan skor tidak

sesuai berjumlah 17 orang dengan persentase sebesar 53,1% dan teknisi

pest control yang memiliki skor sesuai dalam penggunaan alat pelindung

diri sebanyak 15 orang dengan persentase sebesar 56,2%.

Penelitian yang dilakukan oleh Mwanthi dan Kimani (1993) di

Kenya melaporkan bahwa akibat penggunaan pakaian pelindung yang

tidak sempurna dapat menyebabkan keracunan. Menurut Nurhayati

(1997), menyebutkan bahwa paparan terbesar pada penyemprot pestisida

adalah melalui kulit dan tangan. Suroso (2002) menyatakan bahwa ada

hubungan yang signifikan antara kejadian keracunan pestisida pada

petugas pest control yang menggunakan alat pelindung diri secara lengkap

dengan yang tidak lengkap. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh

Achmadi (1987), ternyata petugas pest control yang menggunakan baju

! 95!
lengan panjang dan celana panjang (lebih tertutup) mendapatkan efek yang

lebih rendah disbanding petugas yang berpakaian minim.

Seperti diketahui bahwa masuknya pestisida kedalam tubuh selain

melalui kulit dan pernapasan juga melalui mulut atau saluran cerna dimana

pestisida masuk kedalam mulut melalui makanan, minuman dan rokok.

Dan ini terjadi karena teknisi melakukan kecerobohan misalnya saat

setelah bekerja langsung memegang makanan tanpa mencuci tangan

terlebih dahulu sehingga pestisida yang menempel ditangan dapat

berpindah ke makanan atau tanpa membuka pakaian pelindung, sehingga

besar kemungkinan untuk terjadi makanan menempel di pakaian tanpa

sengaja dan akhirnya ikut masuk kedalama mulut melalui makanan,

minumana atau rokok tersebut.

Departemen Kesehatan RI telah menerbitkan peraturan tentang

penggunaan pakaian pelindung untuk pengelolaan pestisida yaitu Surat

Keputusan Menkes RI No. 1350/MENKES/SK/XII/2001 tentang

Pengelolaan Pestisida dalam peraturan tersebut antara lain disebutkan

bahwa untuk melindungi permukaan kulit dengan menggunakan : sepatu,

baju lengan panjang, celana lengan panjang, topi, sarung tangan,

pelindung muka dan masker. Pasal 5 ayat (1) dan (3) menyatakan bahwa

tenaga penjamah, teknisi atau operator harus memenuhi persyaratan

kesehatan dan dalam melaksanakan tugasnya wajib menggunakan

perlengkapan pelindung yang aman. Perlengkapan pelindung pestisida

terdiri dari pelindung kepala (topi), pelindung mata (google), pelindung

! 96!
pernapasan (masker), pelindung badan (apron/ baju overall), pelindung

tangan (glove), dan pelindung kaki (sepatu).Tetapi dalam prakteknya di

lapangan kurang adanya pemantauan tentang penggunaan pakaian

pelindung yang aman bagi pekerja pengelola pestisida.

6.5. Pelatihan Pengamanan Penggunaan Pestisida

Berdasarkan hasil kuesioner yang ditanyakan pada petugas pest

control didapatkan hasil bahwa dari 32 orang petugas yang pernah

melakukan atau mengikuti pelatihan tentang pestisida baik yang dilakukan

oleh perusahaan maupun oleh dinas kesehatan DKI Jakarta dalam 2 tahun

terakhir berjumlah 21 orang.

Sebanyak 13 orang responden mengatakan mendapatkan pelatihan 2

kali atau lebih pelatihan dalam 2 tahun terakhir yang dilakukan oleh

perusahaan, 17 responden mengakui mengerahui manfaat tentang bahaya

penggunaan pestisida dan cara aman dalam pengelolaan dan penggunaan

pestisida. Serta dari 21 orang petugas yang melakukan pelatihan dalam 2

tahun terakhir mengatakan bahwa pada saat pelatihan dijelaskan mengenai

pentingnya pemeriksaan kolinesterase pada petugas pest control secara

rutin.

Pelatihan yang dilakukan berguna untuk peningkatan pengetahuan

tenaga penyemprot tentang pestisida dan cara penggunaan pestisida

sebagai upaya pencegahan dan meminimalisir masuknya pestisida kedalam

tubuh merupakan hal yang sangat penting karena mempunyai hubungan

! 97!
yang paling besar dengan penurunan aktifitas kolinesterase akibat paparan

pestisida. Penyuluhan dan pelatihan dapat dilakukan oleh para pengawas

atau pimpinan di perusahaan yang bersangkutan, asosiasi IPPHAMI, dan

Dinas Kesehatan DKI Jakarta (selaku Pembina teknis).

Hingga saat ini penyakit yang ditularkan melalui serangga (vector

borne disease) masih merupakan masalah kesehatan masyarakat, baik di

daerah perkotaan maupun di pedesaan. Khusus di daerah DKI Jakarta,

penyakit demam berdarah yang ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti,

merupakan penyakit endemik yang selalu ada sepanjang tahun dan dapat

menimbulkan kematian. Jenis serangga tersebut beserta lalat dan kecoa,

perlu dikendalikan populasinya. Salah satu bentuk pengendalian serangga

yang dapat dilakukan oleh individu (per rumah) atau instansi (perkantoran,

perhotelan, perusahaan, dan lain-lain) adalah pengendalian secara kimiawi,

dengan menggunakan jasa perusahaan pengendalian hama.

Pengendalian serangga secara kimiawi dapat dilihat hasilnya secara

cepat, namun perlu diingat pula bahwa penggunaan pestisida secara terus

menerus mempunyai dampak buruk terhadap lingkungan diantaranya

dapat terjadi resistensi, kerusakan pemangsa alami dan organisme bukan

sasaran, bahaya terhadap manusia (keracunan akut maupun kronik) dan

kematian.

! 98!
BAB VII

KESIMPULAN DAN SARAN

7.1. Kesimpulan

Dari hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan pada bab

sebelumnya, maka dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Kadar kholinesterase yang tidak normal dengan batasan nilai < 4600 U/l

pada teknisi Perusahaan Pest Control di Jakarta Tahun 2014 sebanyak 1

orang dengan persentase sebesar3,1%.

2. Gambaran petugas teknisi pest control adalahmedian umur petugas 38,50

tahun dan terbanyak petugas mempunyai pendidikan tinggi sebanyak 21

orang (65,6%), pengetahuan baik sebanyak 18 orang (56,1%), status gizi

normal sebanyak 27 orang (84,4%),tata cara pencampuran pestisida yang

baik sebanyak 22 orang (68,8%), frekuensi penyemprotan setiap hari

sebanyak 22 orang (68,8%), pemakaian jumlah jenis pestisida kurang dari

2 jenis sebanyak 30 orang (93,8%) dan pemakaian alat pelindung diri yang

tidak sesuai sebanyak 17 orang (53,1%).

3. Pada variabel umur dan penggunaan Alat Pelindung Diri (APD)

didapatkan ada hubungan yang signifikan dengan kadar kolinesterase pada

petugas teknisi pest control, tetapi pada variabel lainnya didapatkan tidak

! 99!
ada hubungan dengan kadar kolinesterase pada petugas teknisi Perusahaan

Pest Control di Jakarta Tahun 2014.

7.2. Saran

Dari hasil pembahasan dan kesimpulan, dapat dibuatkan saran sebagai berikut :

1. Bagi petugas teknisi pest control

a. Diharapkan selalu menggunakan Alat Pelindung Diri terutama

pelindung kepala, pelindung tubuh, sepatu boot, masker, sarung

tangan selama kontak dengan pestisida.

b. Menggunakan masker yang disesuaikan dengan jenis pestisida yang

digunakan pada saat melakukan penyemprotan.

2. Bagi perusahaan pest control

a. Melakukan pemeriksaan kadar kolinesterase secara berkala untuk

memberikan perlindungan bagi petugasnya akibat paparan pestisida.

b. Melakukan pendataan petugas yang belum mendapatkan pelatihan

tentang bahaya keracunan pestisida baik pelatihan yang dilakukan

oleh perusahaan, dinas kesehatan DKI Jakarta maupun dari organisasi

IPPHAMI.

3. Bagi Peneliti lain

a. Melakukan penelitian lebih lanjutmengenai tingkat keracunan

pestisida dengan menggunakan desain case control serta

mengembangkan kuesioner yang lebih baik lagi berupa pertanyaan

yang tidak mengarahkan.

! 100!
b. Memastikan adanya data sekunder yang spesifik menjelaskan

pemeriksaan kadar kolinesterase berkala yang dilakukan oleh

perusahaan pest control agar di dapatkan gambaran yang jelas tentang

kondisi kesehatan masing-masing petugas teknisinya.

! 101!
DAFTAR PUSTAKA

Achmadi, Umar Fahmi. 1983. Pengamanan Keracunan Pestisida. Universitas

Indonesia, Jakarta.

Achmadi, Umar Fahmi. 1985. Intersectoral Collaboration for Minimizing

Behavioral Exposure To Pesticide Rationale From A Grossroots Study in

Central Javanese Agriculture. Disertasi. Griffith University School Of AES.

School Of Australian Environmental Studies. GU.P. 33-36.

Achmadi, Umar Fahmi. 2008. Manajemen Penyakit Berbasis Wilayah. Penerbit

Universitas Indonesia, Jakarta.

Achmadi, Umar Fahmi. 2011. Dasar-dasar penyakit berbasis lingkungan.

Rajawali Pers, Jakarta.

Afriyanto. 2008. Kajian Keracunan Pestisida Pada Petani Penyemprot Cabe di

Desa Candi Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang. Tesis. Universitas

Diponegoro Semarang.

Alkhoiri, Amir. 1999. Kajian Cholinesterase Sebagai Parameter Dampak

Pestisida. Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.

Anies. 2005. Penyakit Akibat Kerja. Cetakan Pertam. PT. Elex Media

Komputindo: Jakarta.

! 102!
Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Rinekas Cipta:

Jakarta.

Azwar, Saefuddin. 1988. Sikap Manusia : Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta:

Liberty.

Budiono, A.M.S. 1987.Pengukuran Aktivitas Kolinesterase, Pengamatan Kasus

Keracunan Pestisida. Majalah Hiperkes dan Keselamatan Kerja. Vol. XX No.

3.

Departemen Tenaga kerja. 1997/1998. Metode Pemeriksaan Kadar

Cholinesterase dalam Serum Darah.Badan Perencanaan dan Pengembangan

Tenaga Kerja, Pusat Hyperkes dan Keselamatan Kerja Depnaker. Jakarta.

Departemen Kesehatan RI 1984. Pengenalan dan penatalaksanaan keracunan

pestisida (Recognition and Management of Pestisside

Poisonings).Direktorat Jenderal PPM & PLP.

Departemen Kesehatan RI. 1994. Pestisida yang Terdaftar dan Diijinkan di

Indonesia. Dirjen P2M dan PLP.

Departemen Kesehatan RI, Pusat data Kesehatan. Dalam

http://bankdata.depkse.go.id/profil/indo1997/annex/liic62htm.

Departemen Kesehatan RI, Undang-undang RI No. 23 Tahun 2002 Tentang

Kesehatan. Jakarta. Depkes RI.

! 103!
Dinas Kesehatan DKI Jakarta. 1999. Laporan Hasil Pemeriksaan Darah (aktivitas

enzim kholinesterase) Tenaga Kerja Perusahaan Pengendalian Hama di DKI

Jakarta. Dinas Kesehatan DKI Jakarta, Jakarta.

Dinas Kesehatan DKI Jakarta. 2001. Rekapitulasi Hasil Pemeriksaan

Cholinesterase Darah Teknisi Pest Control. Seksi Kesehatan Lingkungan

Tempat-tempat Umum Dinkes. DKI Jakarta.

Djoyosumarto, P. 2008. Teknik Aplikasi Pestisida Pertanian. Jakarta. Agromedia

Pustaka.

Faziah, Endah Gina. 2002. Pengaruh penggunaan alat pelindung diri dengan

aktifitas cholinesterase pada teknisi perusahaan pest control di DKI Jakarta

Tahun 2002 (Tesis). Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas

Indonesia

Green, Lawrence. 1980. Health Education Palnning, A Diagnostic Approach. The

John Hopkins University. Mayfield Publishing Co.5. California.

Hastono, Sutanto Prio. 2007. Modul Analisis Data. Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Indonesia.

Hidayat, Aziz Alimul. 2007. Metode Penelitian dan Tehnik Analisa Data.

Salemba: Surabaya.

International Labour Office. 1975. Encyclopedia of Occupational Health and

SafetyGeneva : ILO.

! 104!
IPCS. Environmental Health Criteria 63: Organophosphorus Insecticides: A

General Introduction. Geneva: WHO. 1986.

IPPHAMI. Daftar Perusahaan Pest Conrol yang Mendapar Ijin DKK DKI

Jakarta.Ikatan Perusahaan Pengendalian Hama Indonesia. Jakarta.

Kementerian Kesehatan RI, Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan.

http://pppl.depkes.go.id/_asset/_download/Buku%20PEDOMAN%20PENG

GUNAAN%20INSEKTISIDA.pdf

Kusnoputranto, H. 1996. Toksikologi Lingkungan, Logam Toksik dan B3.

Universitas Indonesia, Fakultas Keesehatan Masyarakat dan Pusat Penelitian

Sumberdaya Manusia dan Lingkungan, Jakarta.

Komisi Pestisida. 1997. Pestisida Higiene Lingkungan. Komisi Pestisida, Jakarta.

Komisi Pestisida. 1998. Pengelolaan Pestisida di Indonesia. Komisi Pestisida,

Jakarta.

Maaruf. 1982. Pengetahuan Dasar-Dasar Pestisida. Subdit P2 Pestisida,

Direktorat H&S Ditjend P3M Depkes RI. Jakarta.

Muhibat, AS. 1986. Pencemaran Pestisida Pada Perkebunan Santosa PT

Perkebunan XIII Pengalengan Jawa Barat dan Pengaruhnya Terhadap

Kesehatan. Tesis. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.

! 105!
Munaf, Sjamsuir.1997. Keracunan Akut Pestisida: Teknik Diagnosis, Pertolongan

Pertama, Pengobatan dan Pencegahannya. Widya Medika. Jakarta,.

Mwanthi, MA dan Kimani, VN. 1993. Patterns of Agrochemical Handling and

Community Response in Central Kenya. Journal of Environmental Health,

May : 11-16.

Nurhayati. 1997. Hubungan model pakaian pelindung dengan penurunan

kholinesterase pada petani penyemprot hama sayuran. Tesis. Fakultas

Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.

Notoadmodjo, Soekidjo. 2010. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta.

Rineka Cipta.

Nursalam. 2003. Konsep & Penerapan Metodologi : Pedoman Skripsi, Tesis, dan

Instrumen Penelitian. Salemba Medika: Jakarta.

Peraturan Menteri Kesehatan RI Tahun 2010 tentang Pengendalian Vektor.

Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1973 tentang Pengawasan Atas Peredaran,

Penyimpanan dan Penggunaan Pestisida.

Pratama, Gilang Rizky. 2008. Faktor Faktor Yang Berhubungan Dengan

Penggunaan Pestisida Terhadap Tingkat Keracunan Pestisida Pada Petani

Sayuran Di Kecamatan Setu Kabupaten Bekasi Tahun 2008. Jakarta.

Poltekkes Jakarta II. Jurusan Keshatan Lingkungan. Departemen Kesehatan

Republik Indonesia.

! 106!
Prabowo, Kuat. 2002. Hubungan Antara Karakteristik Individu dan Pekerjaan

Dengan Aktivitas Kholinesterase Darah Pada Petani Pengguna Pestisida di

Kabupaten Bandung Tahun 2001.

Priyanto. 2009. Toksikologi Mekanisme, Terapi Antidotum, dan Penilaian Resiko.

Depok. Lembaga Studi dan Konsultasi Farmakologi Indonesia (Leskonfi).

Raini, Mariana. 2007. Toksikologi Pestisida dan Penanganan Akibat Keracunan

Pestisida.Media Litbang Kesehatan Volume XVII No. 3 Tahun 2007.

Rahayu, Geneva. 1982. Efek pestisida organofosfat terhadap penurunan kadar

Kolinesterase. Tesis.Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas

Indonesia.

Ruhendi, Dedi. 2007. Faktor Faktor Yang Berhubungan Dengan Aktivitas

Kholinesterase Darah Pada Petani Penyemprot Hama Tanaman Holtikultura

di Kabupaten Majalengka Tahun 2007. Tesis. Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Indonesia.

Runia, Yodenca Assti. 2008. Faktor Faktor Yang Berhubungan Dengan

Keracunan Pestisida Organofosfat, Karbamat dan Kejadian Anemia Pada

Petani Hortikultura di Desa Tejosari Kecamatan Ngablak Kabupaten

Magelang. Tesis. Universitas Diponegoro Semarang.

Rustia, Hana Nika. 2009. Pengaruh Pajanan Pestisida Golongan Organofosfat

Terhadap Penurunan Aktivitas Enzim Cholinesterase Dalam Darah Petani

! 107!
Sayuran Penyemprot Pestisida (Kelurahan Campang, Kecamatan Gisting,

Kabupaten Tanggamus, Lampung Tahun 2009). Skripsi. Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Indonesia.

Sartono. 2002. Racun dan Keracunan. Cetakan I. Widya Medika: Jakarta.

Sastroutomo, S.S. 1992. Pestisida Dasar-Dasar dan Dampak Penggunaannya.

PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Sidharta, H. 1971. Keracunan Organofosfat (Insectisida).Majalah Kedokteran

Indonesia, No. 7-8.

Simbolon, Bintang H. 2004. Faktor Faktor Yang Berhubungan Dengan

Penurunan Kadar Kolinesterase Darah Akibat Penggunaan Pestisida Pada

Petani Penyemprot Hama Tanaman Di Kota Metro Propinsi Lampung Tahun

2004. Tesis. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.

Soedarmo, S. 1990. Pestisida Tanaman. Kanisius. Jogyakarta.

Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Alfabeta:

Bandung.

Suhenda, Dadang. 2007. Karakteristik Individu, Waktu Penyemprotan Terakhir,

Pengetahuan, Perilaku dan Kadar Cholinesterase Darah Petani di

Kabupaten Subang Tahun 2006. Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Indonesia.

! 108!
Sunaryo. 2004. Psikologi Untuk Keperawatan. Jakarta : EGC.

Suroso. 2002. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Keracunan Pestisida

Pada Petani Sayur di Kota Jambi Tahun 2002. Tesis. Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Indonesia.

Suwarno. 1999. Hubungan antara karakteristik, pengetahuan dan tindakan petani

penyemprot kopi terhadap pemaparan pestisida di Kecamatan Rejang

Lebong Selatan. Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas

Indonesia.

Tarumingkeng, RC. 2008. Pestisida dan Penggunaanya. Institut Pertanian Bogor

Tugiyo. 1994. Tinjauan terhadap faktor-faktor risiko yang berhubungan dengan

keracunan pestisida pada tenaga kerja di PT Rentokil Indonesia, Jakarta

Timur tahun 1990-1994. Depok. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas

Indonesia.

Tugiyo. 2003. Keracunan Pestisida Pada Tenaga Kerja Perusahaan

Pengendalian Hama. Tesis. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas

Indonesia.

WHO. 1972. Safe Use of Pesticide. WHO TRS : 813. Geneva.

WHO, 1986. Organophosphorus Insecticides: A General Instroduction

Environmental Health Criteria.

! 109!
WHO. 1993. Deteksi Dini Penyakit Akibat Kerja (Early Detection of

Occupational Disease). Alih Bahasa: dr. Joko Suyono, Editor: dr. Caroline

Wijaya. Penerbit Buku Kedokteran, EGC, Jakarta.

Wudianto, Rini. 2010. Petunjuk Penggunaan Pestisida Edisi Revisi. Jakarta.

Penebar Swadaya

Zuraida. 2012. Faktor Yang Berhubungan Dengan Tingkat Keracunan Pestisida

Pada Petani di Desa Srimahi Tambun Utara, Bekasi Tahun 2011. Skripsi.

Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22988/4/Chapter%20II.pdf

http://psp.deptan.go.id/assets/file/PESTISIDA%20TERDAFTAR%20DAN%20D

IIZINKAN%20-%202012.pdf [Diakses pada tanggal 8 januari 2015]

! 110!
!
!
!
!
!
KUESIONER PENELITIAN
TENTANG FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TINGKAT
KERACUNAN PESTISIDA BERDASARKAN TOLERANSI TINGKAT
KOLINESTERASE PADA TEKNISI PERUSAHAAN PEST CONTROL DI
JAKARTA TAHUN 2014

Assalamualaikum Wr. Wb.


Bersama ini saya Mahasiswa Kesehatan Masyarakat, Peminatan Kesehatan
Lingkungan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Ingin menyampaikan
bahwa akan melaksanakan penelitian mengenai tingkat keracunan pestisida seperti judul di
atas. Ini merupakan tugas akhir untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat
(SKM). Untuk itu saya memohon kesediaan Saudara untuk menjawab pertanyaan dibawah
ini dengan jujur, semua jawaban Saudara akan dijamin kerahasiaannya. Atas perhatian dan
kerjasamanya saya mengucapkan terima kasih.
Wassalamualaikum wr. Wb.

Peneliti Jakarta, September 2014

Muhamad Febriansyah A.A (.)


LEMBAR PERSETUJUAN

Setelah mendapatkan informasi dan membaca penjelasan di atas, saya memahami tujuan
dan manfaat pemeriksaan ini, saya mengerti bahwa pemeriksaan akan menghargai dan
menjunjung tinggi hak-hak saya sebagai responden dan saya menyadari bahwa
pengambilan sampel darah ini tidak akan berdampak negatif bagi saya dan institusi. Saya
menyadari bahwa keikutsertaan saya dalam pemeriksaan kholinesterase ini sangat besar
manfaatnya bagi kesehatan saya sebagai petugas teknisi pest control.

Dengan ditandatanganinya lembar persetujuan ini, maka saya menyatakan bersedia


berpartisipasi dalam penelitian ini dan menjawab pertanyaan di kuesioner dengan sejujur-
jujurnya.

Jakarta, September 2014

Ttd

..
No. A. IDENTITAS RESPONDEN

1. :
Nomor Responden (diisi oleh peneliti)
2. :
Nama
3. :Tahun
umur
4. : Laki-laki/ Perempuan
Jenis Kelamin (Lingkari yang dipilih)
5. :
Hasil Pemeriksaan Cholinesterase
6. Pendidikan 1. Tidak Sekolah
2. SD, SMP
3. SMA / Sederajat
4. Diploma/ Sarjana atau sederajat
7. Frekuensi Penggunaan Pestisida 1. Setiap 1 bulan
2. Setiap 2 minggu
3. 1 2 x/minggu
4. 3 4 x/minggu
5. Setiap hari

No. B. STATUS GIZI

1 Berat Badan :Kg

2 Tinggi Badan :Cm

3 Status Gizi (diisi oleh peneliti)

No C. PENGGUNAAN PESTISIDA
1. Sebutkan merk pestisida yang digunakan 1. .
2. .
3. .
4. .
5. .
6. ..
2. Dalam satu kali penyemprotan, berapa jenis
pestisida yang digunakan ? :..Jenis Pestisida

3. Lama menjadi penyemprot


(lama menggunakan pestisida) :..Tahun
No. D. PENGETAHUAN TENTANG PESTISIDA Coding
Berilah tanda silang (X) pada jawaban yang menurut Anda anggap
(diisi oleh
benar.
peneliti)

1. Menurut anda apa yang dimaksud dengan pestisida ?


a. obat yang digunakan untuk memberantas atau membasmi hama
dan penyakit yang berbahaya bagi manusia
[ ][ ]
b. obat yang digunakan sebagai pemberantas hama yang tidak
berbahaya bagi manusia
c. obat yang digunakan untuk memberantas dan membunuh
serangga hidup
2. Apakah bahaya atau dampak negatif dari penggunaan pestisida ?
a. dapat mengakibatkan keracunan bagi penggunanya dan
[ ][ ]
mencemari lingkungan
b. tidak membahayakan baik manusia maupun lingkungan
c. dapat membunuh tanaman yang ada disekitarnya
3. Melalui apa saja pestisida dapat masuk kedalam tubuh ?
a. kulit, mulut, dan pernapasan [ ][ ]
b. luka yang terbuka
c. makanan yang tercemar pestisida
4. Menurut anda informasi penting apa saja yang tercantum pada label
kemasan wadah pestisida ?
a. cara penggunaan, tindakan pencegahan, dan pertolongan [ ][ ]
pertama
b. merk pestisida atau nama dagang dan harga pestisida
c. nama perusahaan dan tanggal kadaluarsa
5. Menurut anda apa yang harus diperhatikan pada saat penyemprotan ?
a. Penyemprotan searah dengan arah angin [ ][ ]
b. Penyemprotan berlawanan dengan arah angin
c. Penyemprotan dilakukan didalam ruangan
6. Menurut anda bagaimanakah cara penanganan bekas wadah pestisida
yang benar ?
a. Dikubur atau ditimbun dengan tanah dan jauh dari sumber air [ ][ ]
b. Dibakar jauh dari pemukiman
c. Dibuang kesungai atau tempat sampah
7. Menurut anda apakah tanda-tanda keracunan pestisida ?
a. Sakit kepala, penglihatan kabur, mual, sesak napas, muntah-
[ ][ ]
muntah, dan pingsan
b. Tidak terjadi apa-apa
c. Tidak tahu
8. Menurut anda apakah manfaat dari pakaian pelindung bagi penyemprot
pestisida ? [ ][ ]
a. Mengurangi masuknya racun kedalam tubuh penyemprot
b. Menghindari sengatan matahari
c. Sebagai kewajiban yang telah ditetapkan oleh perusahaan
tempat saya bekerja
9. Menurut anda apakah akibat jika bekas wadah pestisida digunakan
kembali sebagai wadah untuk kepentingan lain (misal: tempat air,
minyak, dll)
[ ][ ]
a. Dapat menyebabkan kontak dan keracunan dengan pestisida
yang masih tersisa di wadah
b. Menyebabkan bau pada air dan minyak
c. Tidak menyebabkan apapun
10. Menurut anda apakah pertolongan pertama bagi petugas pest control
yang mengalami keracunan pestisida?
a. Pindahkan petugas pest control jauh dari sumber pestisida,
longgarkan pakaiannya, gerakan tangannya, dan segera hubungi [ ][ ]
petugas kesehatan
b. Dibiarkan hingga sadar sendiri
c. Tidak tahu
11. Menurut anda, kapan alat pelindung diri harus digunakan ?
a. Waktu mencampur, menyemprot dan mencuci peralatan [ ][ ]
b. Boleh digunakan kapan saja
c. Tergantung lamanya penyemprotan yang dilakukan
12. Dimana harus dilakukan penakaran, pengenceran dan pencampuran
pestisida ?
a. Di ruang tertutup [ ][ ]
b. Di tempat yang terbuka atau di luar ruangan
c. Dimana saja bisa
13. Menurut anda apa yang harus dilakukan apabila setelah melakukan
penyemprotan anda mengalami sakit kepala dan tidak kunjung sembuh
? [ ][ ]
a. Berhenti kontak dengan pestisida
b. Minum obat sakit kepala/ penghilang nyeri
c. Segera berobat ke dokter
14. Setelah melakukan penyemprotan apa yang sebaiknya dilakukan
dengan pakaian kerja ?
[ ][ ]
a. Di pakai di pekerjaan selanjutnya
b. Di cuci dengan sabun
c. Di jemur ditempat yang terkena matahari
15. Apakah tujuan penyemprotan yang anda lakukan ?
a. Mencegah serangan hama [ ][ ]
b. Mengendalikam serangan hama
c. Membunuh serangan hama
No. E. TATA CARA PENCAMPURAN PESTISIDA Coding
Berilah tanda silang (X) pada jawaban yang menurut Anda anggap
(diisi oleh
benar.
peneliti)

1 Darimana anda memperoleh informasi tentang tata cara meracik


pestisida ?
a. Pada label yang berada di kemasan/ wadah pestisida [ ][ ]
b. Teman sekerja
c. Pengalaman sendiri
2 Untuk meningkatkan keampuhan pestisida, apakah saudara mencampur
beberapa jenis pestisida dalam sekali penyemprotan (2-3 jenis) ?
a. Ya [ ][ ]
b. Kadang-kadang
c. tidak
3 Bagaimanakah cara anda menentukan dosis pestisida yang
diformulasikan atau dicampur ?
[ ][ ]
a. mengikuti petunjuk pada label atau petugas setempat
b. menanyakan pada teman sekerja/ petugas pest control lain
c. mengira-ngira takaran untuk setiap jenis pestisida yang dicampur
4 Berapa kali anda melakukan penyemprotan dalam seminggu ?
a. 1 x/minggu [ ][ ]
b. 2 x/minggu
c. Setiap hari
5 Bagaimana cara anda mengetahui dosis yang anda gunakan dalam
pencampuran pestisida ?
a. Berdasarkan petunjuk yang terdapat di kemasan [ ][ ]
b. Berdasarkan pengalaman yang dilakukan dalam pekerjaan
sehari-hari
c. Berdasarkan arahan atau ucapan teman sekerja

F. ALAT PELINDUNG DIRI (Beri tanda pada jawaban yang dipilih)


Kadang-
No. Pernyataan Selalu Tidak
kadang
1. Saya menggunakan baju lengan panjang pada saat
melakukan penyemprotan pestisida
2. Saya menggunakan celana panjang pada saat
melakukan penyemprotan pestisida
3. Saya menggunakan masker pada saat melakukan
penyemprotan pestisida
4. Saya menggunakan pelindung mata pada saat
melakukan penyemprotan pestisida
5. Saya menggunakan sarung tangan pada saat
melakukan penyemprotan pestisida
6. Saya menggunakan topi atau pelindung kepala
pada saat melakukan penyemprotan pestisida
7. Saya menggunakan sepatu boot pada saat
melakukan penyemprotan pestisida
8. Saya membersihkan atau mencuci alat pelindung
diri setelah melakukan penyemprotan pestisida

`No. G. PELATIHAN PENGAMANAN PENGGUNAAN PESTISIDA Coding


1. Apakah perusahaan tempat anda bekerja pernah memberikan pelatihan/
bimbingan kepada petugasnya dalam 2 tahun terakhir ? (Jika jawaban
tidak, maka pertanyaan 2-6 tidak perlu dijawab) [ ][ ]
a. Ya
b. Tidak
2. Jika Ya, tentang apa pelatihan tersebut ?
a. Dampak negative dari pestisida
b. Keuntungan digunakannya pestisida dalam kegiatan pest control [ ][ ]
c. Tata cara yang baik dan aman dalam pengelolaan dan penggunaan
pestisida
3. Dalam pelatihan apakah dijelaskan tentang bahaya dari penggunaan
pestisida ?
a. Ya [ ][ ]
b. Kadang-kadang
c. Tidak
4. Dalam waktu berapa kali pelatihan tersebut dilakukan oleh perusahaan
anda ?
a. 1 kali [ ] [ ]x
b. 2 kali
c. 3 kali, atau lebih
5. Menurut anda, apakah manfaat dari pelatihan tersebut terhadap diri anda ?
a. Dapat mengetahui dampak negative dari pestisida
b. Dapat mengetahui keuntungan dari penggunaan pestisida [ ][ ]
c. Dapat mengetahui cara aman dalam pengelolaan dan penggunaan
pestisida
6. Apakah pada saat pelatihan ada penjelasan mengenai pentingnya
melakukan pemeriksaan darah pada petugas pest control secara berkala ?
a. Ya [ ][ ]
b. Kadang kadang
c. tidak
UJI NORMALITAS

Tests of Normality
a
Kolmogorov-Smirnov Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.


*
Cholinesterase .107 32 .200 .979 32 .756

Umur .166 32 .025 .926 32 .031

Pend .312 32 .000 .768 32 .000

PENGETAHUAN .234 32 .000 .746 32 .000


*
Gizi .100 32 .200 .965 32 .381

FP .414 32 .000 .647 32 .000

JML_JENISPESTISIDA .299 32 .000 .600 32 .000

TATACARA .194 32 .004 .934 32 .050

APD .215 32 .001 .885 32 .003

a. Lilliefors Significance Correction

*. This is a lower bound of the true significance.

UJI UNIVARIAT

1. Kolinesterase

Statistics

Kolinesterase_baru

N Valid 32

Missing 0

Mean 1.0313

Median 1.0000

Mode 1.00

Std. Deviation .17678

Minimum 1.00

Maximum 2.00
Kolinesterase_baru

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Normal 31 96.9 96.9 96.9

Tidak normal 1 3.1 3.1 100.0

Total 32 100.0 100.0

2. Umur

Statistics

Umur

N Valid 32

Missing 0

Mean 35.41

Std. Error of Mean 1.894

Median 38.50

Mode 40

Std. Deviation 10.716

Minimum 18

Maximum 52

3. Tingkat Pendidikan

Statistics

Pendidikan_baru

N Valid 32

Missing 0

Mean 1.6563

Median 2.0000

Mode 2.00

Std. Deviation .48256

Minimum 1.00

Maximum 2.00
Pendidikan_baru

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Rendah 11 34.4 34.4 34.4

Tinggi 21 65.6 65.6 100.0

Total 32 100.0 100.0

4. Pengetahuan

Statistics

PENGETAHUAN

N Valid 32

Missing 0

Mean 26.44

Median 28.00

Mode 29

Std. Deviation 3.528

Minimum 12

Maximum 30

Pengetahuan_baru

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Pengetahuan Buruk 14 43.8 43.8 43.8

Pengetahuan Baik 18 56.3 56.3 100.0

Total 32 100.0 100.0

5. Status Gizi

Gizi_baru

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Kurus 5 15.6 15.6 15.6

Normal 27 84.4 84.4 100.0

Total 32 100.0 100.0


6. Frekuensi Penyemprotan Pestisida

Statistics

FP

N Valid 32

Missing 0

Mean 4.25

Median 5.00

Mode 5

Std. Deviation 1.244

Minimum 1

Maximum 5

Sum 136

FP

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid setiap 1 bulan 2 6.3 6.3 6.3

setiap 2 minggu 1 3.1 3.1 9.4

1-2 kali/ minggu 6 18.8 18.8 28.1

3-4 kali/ minggu 1 3.1 3.1 31.3

setiap hari 22 68.8 68.8 100.0

Total 32 100.0 100.0

7. Tata Cara Pencampuran Pestisida

Statistics

TATACARA

N Valid 32

Missing 0

Mean 7.16

Median 7.50

Mode 8

Std. Deviation 1.668

Minimum 4

Maximum 10
Tatacara_baru1

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Buruk 10 31.3 31.3 31.3

Baik 22 68.8 68.8 100.0

Total 32 100.0 100.0

8. Jumlah dan Jenis Pestisida

Statistics

JML_JENISPESTISIDA

N Valid 32

Missing 0

Mean 1.66

Median 1.50

Mode 1

Std. Deviation .971

Minimum 1

Maximum 6

Jumlahjenis_baru

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Kurang dari 2 jenis 30 93.8 93.8 93.8

Lebih dari 2 jenis 2 6.3 6.3 100.0

Total 32 100.0 100.0


9. Alat Pelindung Diri

Statistics

APD

N Valid 32

Missing 0

Mean 12.50

Std. Error of Mean .710

Median 13.00

Mode 16

Std. Deviation 4.016

Minimum 1

Maximum 18

APD_baru

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Buruk 17 53.1 53.1 53.1

Baik 15 46.9 46.9 100.0

Total 32 100.0 100.0


UJI BIVARIAT

1. Gambaran Umur dengan Kolinesterase (Uji Korelasi & Regresi Linear)

Correlations

Umur Cholinesterase
*
Umur Pearson Correlation 1 .371

Sig. (2-tailed) .036

N 32 32
*
Cholinesterase Pearson Correlation .371 1

Sig. (2-tailed) .036

N 32 32

*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

Model Summary

Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate


a
1 .371 .138 .109 1290.437

a. Predictors: (Constant), Umur

b
ANOVA

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.


a
1 Regression 7996709.766 1 7996709.766 4.802 .036

Residual 4.996E7 30 1665227.537

Total 5.795E7 31

a. Predictors: (Constant), Umur

b. Dependent Variable: Cholinesterase

a
Coefficients

Standardized
Unstandardized Coefficients Coefficients

Model B Std. Error Beta t Sig.

1 (Constant) 6340.799 799.043 7.935 .000

Umur 47.397 21.629 .371 2.191 .036

a. Dependent Variable: Cholinesterase


2. Gambaran Tingkat Pendidikan dengan Kolinesterase

Group Statistics

Pendidikan_baru N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

Cholinesterase Rendah 11 7435.45 1474.356 444.535

Tinggi 21 8324.57 1235.104 269.522

Independent Samples Test

Levene's Test for


Equality of
Variances t-test for Equality of Means

95% Confidence
Interval of the
Difference

Sig. (2- Mean Std. Error


F Sig. t df tailed) Difference Difference Lower Upper

Cholinesterase Equal .189 .667 - 30 .080 -889.117 491.178 - 114.002


variances 1.810 1892.236
assumed

Equal - 17.520 .105 -889.117 519.859 - 205.217


variances not 1.710 1983.451
assumed

3. Gambaran Pengetahuan dengan Kolinesterase

Group Statistics

Pengetahuan_baru N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

Cholinesterase Pengetahuan Buruk 14 8447.93 1293.574 345.722

Pengetahuan Baik 18 7685.28 1363.814 321.454


Independent Samples Test

Levene's Test for


Equality of
Variances t-test for Equality of Means

95% Confidence
Interval of the
Difference

Sig. (2- Mean Std. Error


F Sig. t df tailed) Difference Difference Lower Upper

Cholinesterase Equal .141 .710 1.605 30 .119 762.651 475.308 - 1733.360


variances 208.059
assumed

Equal 1.616 28.758 .117 762.651 472.077 - 1728.510


variances not 203.208
assumed

4. Gambaran Status Gizi dengan Kolinesterase

Group Statistics

Gizi_baru N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

Cholinesterase Kurus 5 7777.00 2025.880 906.001

Normal 27 8063.74 1258.661 242.229

Independent Samples Test

Levene's Test for


Equality of
Variances t-test for Equality of Means

95% Confidence
Interval of the
Difference

Sig. (2- Mean Std. Error


F Sig. t df tailed) Difference Difference Lower Upper

Cholinesterase Equal 3.246 .082 -.425 30 .674 -286.741 674.658 - 1091.095


variances 1664.577
assumed

Equal -.306 4.589 .773 -286.741 937.824 - 2190.480


variances not 2763.962
assumed
5. Gambaran Tata Cara Pencampuran dengan Kolinesterase

Group Statistics

Tatacara_baru1 N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

Cholinesterase Buruk 10 7695.20 1179.179 372.889

Baik 22 8166.09 1446.094 308.308

Independent Samples Test

Levene's Test for


Equality of
Variances t-test for Equality of Means

95% Confidence
Interval of the
Difference

Sig. (2- Mean Std. Error


F Sig. t df tailed) Difference Difference Lower Upper

Cholinesterase Equal .187 .668 -.900 30 .375 -470.891 523.064 - 597.348


variances 1539.129
assumed

Equal -.973 21.254 .341 -470.891 483.839 - 534.575


variances not 1476.357
assumed

6. Gambaran Frekuensi Penyemprotan dengan Kolinesterase (Uji Anova)


Descriptives

Cholinesterase

95% Confidence Interval for


Mean
Std.
N Mean Deviation Std. Error Lower Bound Upper Bound Minimum Maximum

setiap 1 bulan 2 7003.50 3589.981 2538.500 -25251.20 39258.20 4465 9542

setiap 2 minggu 1 9070.00 . . . . 9070 9070

1-2 kali/ minggu 6 7871.33 1638.223 668.802 6152.12 9590.54 6369 10812

3-4 kali/ minggu 1 9874.00 . . . . 9874 9874

setiap hari 22 8019.41 1089.075 232.191 7536.54 8502.28 6030 9689

Total 32 8018.94 1367.285 241.704 7525.98 8511.90 4465 10812


ANOVA

Cholinesterase

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 6738942.723 4 1684735.681 .888 .484

Within Groups 5.121E7 27 1896836.783

Total 5.795E7 31

7. Gambaran Jumlah Jenis Pestisida dengan Kolinesterase

Group Statistics

Jumlahjenis_baru N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

Cholinesterase Kurang dari 2 jenis 30 8046.70 1407.323 256.941

Lebih dari 2 jenis 2 7602.50 383.959 271.500

Independent Samples Test

Levene's Test for


Equality of
Variances t-test for Equality of Means

95% Confidence
Interval of the
Difference

Sig. (2- Mean Std. Error


F Sig. t df tailed) Difference Difference Lower Upper

Cholinesterase Equal 2.441 .129 .439 30 .664 444.200 1011.785 - 2510.540


variances 1622.140
assumed

Equal 1.188 3.497 .309 444.200 373.806 -655.309 1543.709


variances not
assumed
8. Gambaran Penggunaan Alat Pelindung Diri dengan Kolinesterase

Group Statistics

APD_baru N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

Cholinesterase Buruk 17 7548.24 1342.885 325.697

Baik 15 8552.40 1226.634 316.716

Independent Samples Test

Levene's Test for


Equality of
Variances t-test for Equality of Means

95% Confidence
Interval of the
Difference

Sig. (2- Mean Std. Error


F Sig. t df tailed) Difference Difference Lower Upper

Cholinesterase Equal .136 .715 - 30 .036 -1004.165 456.956 - -70.937


variances 2.198 1937.393
assumed

Equal - 29.955 .035 -1004.165 454.299 - -76.304


variances not 2.210 1932.026
assumed

Anda mungkin juga menyukai