Antibiotik adalah zat kimia yang dihasilkan oleh jamur/kapang dalam konsentrasi tertentu mampu menghambat pertumbuhan mikroorganisme lain (bakteriostatik) atau membunuh mikroorganisme (bakteriosid) Antibiotik diharapkan memiliki sifat toksisitas selektif Berdasarkan toksisitas selektif terhadap kuman penyakit : a. Bakteriostatik: menghambat pertumbuhan kuman, termasuk group tetracyclin(oxytetrasiklin, chlortetrasiklin, tetrasiklin Hcl, Doxysiklin), chloramphenicol, makrolid group (eritromisin, spiramicin, tilosin), sulfonamid b. Bakteriosid: yaitu antibiotik yang membunuh kuman termasuk Penicillin dan derivatnya, aminoglikosida group (streptomisin, neomisin, kanamisin, gentamisin, spectinomisin, apramisin), quinolon generasi baru. Berdasarkan spektrumnya antibiotika dibagi kedalam: Antibiotika spektrum luas : Group tetracyclin,
Chloramfenicol, ampicillin, amoxicillin dan derivat
Quinolon generasi baru. Antibiotika spektrum sempit: termasuk penicillin,
aminoglikosida, makrolid, polimixin, colistin
Pada antibiotik berspektrum luas belum tentu efek klinisnya seluas spektrumnya karena efektifitas maksimum diperoleh dengan menggunakan obat terpilih untuk infeksinya Antibodi spektrum luas cenderung menimbulkan
superinfeksi pada kuman dan jamur yang
resisten, tetapi pada kasus septikemia pemberian antibiotik spektrum luas sangat diperlukan sambil menunggu hasil lab Mekanisme kerja antibiotik 1. Antibiotik yang menghambat metabolisme sel mikroba. Contohnya: sulfonamid, trimetroprim, asam p
aminosalisilat, sulfon, furazolidon
Mekanisme kerja pada sulfon dan sulfonamid
adalah bersaing dengan PABA. Mikroba
membutuhkan asam folat dari PABA (manusia mendapatkan asam folat dari luar). Karena sulfon dan sulfonamid menggantikan PABA maka asam folat yang terbentuk menjadi non fungsioanal Mekanisme kerja trimetoprim: asam folat untuk dapat bekerja harus dirubah dari dihidrofolat menjadi tetrahidrofolat oleh enzim dihidrofolat reduktase, sementara itu trimetoprim menghambat kerja enzim tersebut, sehingga terbentuk asam folat nonfungsional Mekanisme kerja PAS adalah menghambat
sintesis asam folat
2. Menghambat sintesis dinding sel mikroba Contohnya: Penisilin dan derivatnya yaitu
paling dini diikuti basitrasin dan vankomisin pada
reaksi akhir dihambat oleh penisilin dan sefalosporin, sehingga menyebabkan tekanan osmotik didalam sel kuman meningkat daripada di luar sel sehingga terjadi lisis (bakteriosid) 3. Mengganggu keutuhan membran sel mikroba Contohnya: polimiksin, obat kemoterapeutik,
antiseptik, colistin, amphotericin.
Mekanisme kerja: polimiksin tidak efektif
terhadap kuman gram positif karena kandugan
fosfornya yang rendah. Gram negatif yang resisten memiliki kandungan fosfor yang menurun. Apabila keutuhan membran sel rusak maka seluruh komponen intrasel akan keluar. 4. Menghambat sintesis protein Contohnya: aminoglikosid, makrolid, linkomisin,
tetrasiklin, kloramfenikol. Sintesa protein terjadi di ribosom dengan
bantuan mRNA dan tRNA. Pada bakteri ribosom
terdiri dari 2 subunit yaitu 30S dan 50S, untuk bisa mensintesis maka harus bisa bersatu pada pangkal rantai mRNA menjadi 70S Mekanisme kerja: Streptomisin berikatan dengan ribosom 30S sehingga menyebabkan kode pada mRNA salah baca oleh tRNA sehingga menghasilkan protein abnormal, hal ini juga terjadi aminoglikosid lain (kanamisin, gentamisin, neomisin) Mekanisme kerja eritromisin: berikatan dengan
ribosom 50S sehingga menghambat translokasi
kompleks tRNA-peptida karena itu rantai polipeptida tidak bisa diperpanjang Mekanisme kerja linkomisin: berikatan dengan ribosom 50S sehingga menghambat sintesa protein Mekanisme kerja tetrasiklin:berikatan dengan
ribosom 30S, menghalangi masuknya kompleks
tRNA-asam amino pada lokasi asam amino yang baru Mekanisme kerja kloramfenikol: berikatan
dengan ribosom 50S sehingga menghambat
pengikatan asam amino baru pada rantai polipeptida. 5. Menghambat sintesis asam nukleat mikroba ContohnyaRifampisin, Griseovulvin
Karena bersifat sitotoksik maka antibiotik ini
sebagai antikanker dan antivirus
Mekanisme kerja rifampisin: berikatan dengan
enzim polimerase RNA sehingga menghambat
sintesis RNA dan DNA oleh enzim tersebut Mekanisme kerja Quinolon: menghambat enzim
DNA girase pada kuman yang berfungsi untuk
menata kromosom yang sangat panjang menjadi bentuk spiral sehingga muat dalam sel kuman yang kecil Resistensi Tidak terganggunya mikroba oleh antimikroba Pola 1 : belum terjadi resistensi bermakna yang
menimbulkan kesulitan di klinik. Contohnya:
Staphylococcus pyogenes A terhadap Penisilin G Pola 2: pergeseran peka menjadi tidak peka,
tetapi belum sepenuhnya terjadi resistensi.
Contonya: Gonococcus peka terhadap penisilin 0,06g/ml tetapi terdapat strain Gonococcus lain membutuhkan dosis 1g/ml, kejadian ini semakin meningkat Pola 3: resistensi pada taraf yang cukup tinggi sehingga menimbulkan masalah klinik. Contohnya Staphylococcus yang menghasilkan lactamase terhadap Penisilin G Macam resistensi: 1. Resistensi yang dipindahkan. Melalui proses transformasi (inkorporasi elemen pembawa faktor resistensi dari lingkungan), transduksi (faktor resistensi dipindahkan dari mikroba resisten pada mikroba sensitif dengan perantaraan bakteriofag, jadi yang dipindahkan adalah DNA yang berisi faktor resistensi), konjugasi (perkawinan antar mikroba yang memungkinkan perpindahan faktor resistensi) 2. resistensi genetik: terjadi mutasi spontan gen mikroba sehingga mikroba yang semula sensitif menjadi resisten. Kejadian ini terjadi tanpa pengaruh pemberian antibiotik ataupun tidak. Setelah itu terjadi multiplikasi mikroba resisten. Pada pemberian antibiotik, mikroba yang sensitif mati sedangkan yang resisten tetap hidup. 3. Resistensi non genetik: bakteri dalam keadaan istirahat maka tidak akan terpengaruh oleh antibiotik, tetapi ketika aktif kembali akan sensitif terhadap antibiotik 4. Resistensi silang: keadaan resistensi terhadap antibiotik tertentu juga memperlihatkan resistensi terhadap antibiotik lain. Resistensi silang terjadi pada obat dengan struktur kimia yang hampir sama umumnya antara berbagai derivat tetrasiklin atau antar antibiotik dengan struktur kimia beda tetapi memiliki mekanisme kerja yang hampir sama, contohnya linkomisin dan eritromisin Mekanisme resistensi: 1. Perubahan tempat kerja (target site)obat pada mikroba 2. Mikroba menurunkan permeabilitasnya sehingga obat sulit masuk kedalam sel 3. Inaktivasi obat oleh mikroba 4. Mikroba membentuk jalan pintas untuk menghindari tahap yang dihambat oleh antibiotik 5. Meningkatkan produksi enzim yang dihambat oleh antibiotik Efek samping: 1. Reaksi alergi: Alergi terhadap penisilin tidak selalu berulang ketika diulang lagi. Reaksi alergi pada kulit yang disebabkan oleh penisilin bisa hilang dengan sendirinya meskipun terapinya dilanjutkan. Reaksi alergi dapat terjadi pada semua antibiotik, reaksi ini melibatkan sistem imun tubuh, tidak tergantung pada besarnya dosis obat. Pada kejadian yang berat, terapi sebaiknya tidak dilanjutkan 2. reaksi idiosinkrasi: reaksi abnormal yang diturunkan secara genetik terhadap pemberian antibiotik tertentu. 10% pada orang kulit hitam akan mengalami anemia hemolitik terhadap pemberian primakuin, diakibatkan kekurangan enzim G6PD 3. Reaksi toksik: Antibiotik diharapkan memiliki toksisitas selektif. Golongan aminoglikosida pada umumnya toksik terhadap nervus octavus. Golongan tetrasiklin mengganggu pertumbuhan tulang, gigi, dalam dosis besar hepatotoksik terutama pada pasien pielonefritis dan wanita hamil. Perubahan biologik dan metabolik Penggunaan antibiotik spektrum luas
mengganggu keseimbangan mikroflora
normalsaluran cerna, saluran nafas, saluran kelamin dan kulit sehingga menyebabkan superinfeksi (infeksi baru yang terjadi akibat, terapi) Contohnya: kandidiasis dalam penggunaan tetrasiklin. Pada pasien yang lemah, super infeksi
berbahaya, sebab kebanyakan mikroba
penyebab superinfeksi adalah kuman gram negatif, candida dan staphylococcus yang resisten obat Faktor penyebab superinfeksi: 1. Penyakit yang mengurangi daya tahan tubuh pasien 2. Penggunaan antibiotik terlalu lama 3. Makin luas spektrum mikroba , makin besar kemungkinan mikroflora tertentu menjadi dominan
Frekuensi kejadian superinfeksi paling rendah
adalah penggunaan Penisilin G Apabila terjadi superinfeksi... 1. Menghentikan terapi menggunakan antibiotik yang sedang digunakan 2. Melakukan biakan mikroba penyebab superinfeksi 3. Memberikan antibiotik yang sesuai terhadap mikroba tersebut
Penggunaan antibiotik tertentu bisa
menimbulkan gangguan nutrisi dan metabolik dan mengganggu absorbsi makanan contohnya pada penggunaan neomisin Faktor penderita yang mempengaruhi farmakodinamik dan farmakokinetik: 1. Umur, kloramfenikol toksik pada neonatus karena glukoronidasi hepar belum lancar, fungsi ginjal juga belum lancar, hal ini juga berlaku pada orang lanjut usia. 2. kehamilan, kemungkinan timbulnya efek pada fetus tergantung pada daya obat dalam menembus sawar darah serta usia janin. Streptomisin pada ibu hamil tua dapat menimbulkan ketulian pada bayi, pemberian pada trimester pertama teratogenik 3. Genetik. Perbedaan genetik antar ras menyebabkan perbedaan dalam reaksi obat disebabkan karena defisiensi enzim G6PD, sehingga pada pemberian sulfonamid, kloramfenikol, dapson dan nitrofuran akan menyebabkan anemia hemolisis 4. Keadaan patologik tubuh hospes. Fungsi hati dan ginjal berpengaruh besar pada farmakokinetik obat. Sirosis hati akan meningkatkan toksisitas terhadap tetrasiklin Memperpanjang waktu paruh eliminasi linkomisin, meningkatkan kadar kloramfenikol dalam darah sehingga menjadi toksik. Gangguan pada hepar juga akhirnya mengganggu ekskresi obat melalui saluran empedu. Pada gangguan fungsi ginjal ,streptomisin, kanamisin, penisilin diekskresikan melalui ginjal,menimbulkan intoksikasi Sebab kegagalan terapi 1. Dosis kurang, dosis tergantung dari kuman penyebab dan tempat infeksi. Walaupun kuman penyebabnya sama, Penisilin G untuk mengobati meningitis oleh pneumococcus jauh lebih tinggi daripada pengobatan infeksi saluran nafas bagian bawah oleh kuman yang sama 2. masa terapi kurang 3. Faktor mekanik. Abses, jaringan nekrotik, batu saluran kemih, mukus yang banyak. Tindakan untuk mengatasi faktor mekanik meliputi pencucian luka, insisi dll 4. Kesalahan menetapkan etiologi. Demam tidak selalu bakteri, bisa saja virus, jamur, parasit, reaksi obat, peningkatan suhu badan. 5. Farmakokinetik. Tidak semua tubuh dapat ditembus oleh antibiotik, contohnya prostat 6. Pilihan obat yang tidak tepat. Obat terpilih untuk Streptococcus foecalis adalah ampicillin walaupun secara in vitro kuman juga sensitif terhadap sefamandol/gentamisin. 7. Pasien. Mengalami gangguan imunitas seluler dan humoral, penyakit AIDS, agamaglobulin kongenital, obat sitostatik Untuk memutuskan perlu tidaknya pemberian antibiotik perlu diperhatikan gejala klinisnya, jenis dan patogenitas mikroba, daya tahan tubuh hospes. Apabila GK ringan tidak perlu diberikan atau ditunda terlebih dahulu untuk meningkatkan kekebalan tubuhnya. Apabila GK berat dan lama, maka perlu diberikan. Sebagai contoh demam adalah gejala infeksi umum tidak merupakan indikator pembrian antibiotik.