Anda di halaman 1dari 52

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIT OPERASI PROSES II

MODUL pH CONTROL

KELOMPOK 10sn
ANGGOTA KELOMPOK:

JOSHUA JESSE K. (1406559950)


MARTHA IVANA S. S. (1406607924)
MELODY GITA M. O. (1406531593)
OSEL SAKADEWA (1406604600)

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA


UNIVERSITAS INDONESIA
APRIL 2017
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................4
1.1 Latar Belakang..........................................................................................4
1.2 Tujuan Percobaan......................................................................................5
BAB II DASAR TEORI.........................................................................................6
2.1 Sistem Pengendalian..................................................................................6
2.2 Model Pengendalian Proses.......................................................................6
2.3 Sistem Kontrol Loop Tertutup...................................................................7
2.4 Sistem Kontrol Loop Terbuka...................................................................7
2.5 Komponen-komponen dasar pada sistem kontrol.....................................8
2.6 Pemodelan Empirik...................................................................................9
2.7 Alogaritmik Pengontrolan.......................................................................14
2.8 Quarter Decay Ratio................................................................................24
BAB III PERCOBAAN.......................................................................................26
3.1 Alat dan bahan.........................................................................................26
3.2 Variabel-variabel dalam Percobaan.........................................................26
3.3 Prosedur Percobaan.................................................................................26
3.3.1 Persiapan Larutan Asam-Basa.........................................................26
3.3.2 Persiapan Tinta dan Kertas Recorder...............................................27
3.3.3 Percobaan Proses Control pH..........................................................27
3.4 Skema Alat..............................................................................................29
BAB IV PENGOLAHAN DATA.........................................................................34
3.1 Manual Controller...................................................................................34
3.2 Automatic Controller...............................................................................38
3.2.1 Automatic Contoller dengan Nilai Kc, Ti, dan Td diperoleh dari
Perhitungan Mesin.........................................................................................38
3.1.2 Automatic Controller dengan Nilai Kc, Ti, dan Td diperoleh dari
Perhitungan Manual.......................................................................................40
BAB V ANALISIS................................................................................................44
5.1 Analisis Percobaan..................................................................................44
5.2 Analisis Hasil & Grafik Percobaan.........................................................45
5.3 Analisis Kesalahan..................................................................................48
BAB VI KESIMPULAN.....................................................................................50
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................51

2
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pengendalian merupakan sebuah salah satu proses yang ada di dalam suatu
sistem. Di dalam setiap sistem diperlukan adanya sebuah pengontrol. Dengan
adanya pengontrol, sistem tersebut dapat berjalan dengan baik dan dengan stabil.
Pengontrol dibutuhkan karena adanya ketidakstabilan di dalam sistem yang
disebabkan oleh gangguan ataupun perubahan yang dikenakan terhadap sistem.
Salah satu contoh sistem pengendalian alami yang ada adalah sistem
hormonal dalam tubuh manusia. Sistem hormon akan mengeluarkan hormon
apabila terjadi ketidakseimbangan kinerja dalam tubuh manusia. Contoh nya
adalah kinerja hormon adrenalin dan insulin yang saling berlawanan, namun
memiliki tujuan yang sama yaitu untuk mengatur kadar gula darah. Adrenalin dan
insulin merupakan sistem pengendalian dalam tubuh manusia untuk menstabilkan
kadar gula darah agar selalu berada pada batas yang normal.
Pengendalian proses di dalam tubuh manusia tersebut juga diadaptasi oleh
dunia industri. Salah satu contohnya adalah pengontrolan tekanan dari vessel
untuk menghindari overbalance yang dapat mengakibatkan keadaan berbahaya.
Pengendalian proses menangani sistem yang akan dikontrol agar mempunyai
kemampuan untuk menjadi stabil dengan otomatis, sehingga hasil
pengontrolannya akan selalu berada pada kondisi stabil.
Secara umum, terdapat tujuh tujuan utama dari pengendalian proses,
yakni: (1) keamanan dan keselamatan kerja (safety); (2) perlindungan lingkungan
(environmental protection); (3) perlindungan alat (equipment protection); (4)
operasi yang mulus dan laju produksi yang tinggi (smooth operation and
production rate); (5) kualitas produk (product quality); (6) keuntungan (profit); (7)
monitoring dan diagnosis.
Di dalam sebuah industri biasanya sudah terdapat peralatan kontrol
sehingga karakteristik dinamis dan statis dari suatu proses perlu untuk dibuat agar
pengontrolan laju alir dapat dilakukan. Karena karakteristik respon dinamis dari
perubahan laju alir memiliki hubungan terhadap waktu dan faktor-faktor lainnya,
maka pengaturan laju alir tidak bisa dilakukan secara sederhana (ON-OFF

3
Control), melainkan harus dengan algoritma tertentu, misalnya PID (Proportional,
Integral, Derivative).
Salah satu pengendalian proses yang dilakukan di industri adalah
pengontrolan kadar pH dari keluaran limbah atau air hasil dari proses industri.
Limbah atau air yang dibuang, harus memenuhi spesifikasi tertentu sehingga tidak
membahayakan apabila dibuang ke lingkungan luar. Pengendalian yang dilakukan
dapat secara manual, ataupun otomatis menggunakan kontroller P,PI atau PID.
Sistem pengendalian penetralan pH dirancang untuk mengontrol pH keluaran dari
aliran sehingga mendekati atau sama dengan setpoint yang diinginkan (setpoint =
7). Oleh sebab itu, sebagai calon sarjana Teknik Kimia yang akan sangat berperan
dalam proses water treatment tersebut, penting bagi kita untuk melakukan
percobaan mengenai control pH ini untuk mengetahui kinerja sistem pengendalian
dan pengenalan akan alat-alat yang berperan dalam sistem kendali tersebut.
Praktikum pengendalian pH ini dilakukan secara sederhana di dalam
laboratorium pengendalian proses DTK-FTUI yaitu dengan menggunakan air
(diasumsikan sebagai air limbah) yang bersifat asam (diasamkan dengan larutan
H2SO4 97%) dinetralkan dengan air bersifat basa (dibasakan dengan larutan
NaOH) untuk mencapai keluaran air yang memiliki pH sekitar 7 sehingga aman
untuk dibuang. Dalam praktikum ini, ingin dikendalikan pH dari air asam yang
akan dibuang agar tidak melebihi dari 7 (tidak terlalu asam dan tidak terlalu basa).
Pengendalian yang dilakukan dilakukan secara manual dan otomatis.
1.2 Tujuan Percobaan
Adapun beberapa targetan yang ingin dicapai setelah dilaksakanannya
percobaan modul pengeringan pH control ini adalah:
Mengamati berbagai respon yang terjadi (perubahan bukaan valve) akibat
berbagai macam bentuk masukan
Membandingkan karakteristik perubahan set point pada sistem PID, PI,
dan P
Mengamati karakteristik perubahan manipulated variabel ketika
digunakan pengontrol PID
Mengamati perubahan nilai pH pada saat variasi nilai set value.

4
BAB II
DASAR TEORI

2.1 Sistem Pengendalian


Suatu sistem pengendalian merupakan suatu sistem yang dirancang dan dibuat
dengan tujuan untuk dapat memantau dan mengambil suatu tindakan yang harus
dilakukan ketika variabel-variabel proses yang kita tinjau sudah mencapai titik
maksimalnya ataupun minimal ataupun juga telah sampai pada kondisi yang telah
kita tetapkan sehingga kita dapat menyesuaikan variabel-variabel tersebut pada
kondisi yang stabil seperti yang seharusnya.
2.2 Model Pengendalian Proses
Pengendalian proses berhubungan dengan mekanisme, arsitektur dan
algoritma untuk mengendalikan sebuah proses yang tingkah laku sistemnya
dinamik. Beberapa contoh proses yang dikendalikan adalah:
1. Mengendalikan suhu aliran air dengan mengendalikan jumlah uap yang
dialirkan pada bagian shell alat penukar kalor
2. Mengoperasikan selubung reaktor secara isothermal dengan
mengendalikan suhu pencampuran air pendingin dan uap yang mengalir
pada selubung yang menyelubungi reaktor
3. Menjaga perbandingan reaktan yang ditambahkan ke sebuah reaktor
dengan mengendalikan laju alirnya
4. Mengendalikan ketinggian fluida proses dalam tangki supaya tidak
melimpah
Loop control memiliki enam dasar unsur pokok, seperti berikut:
Controller variable: kondisi yang sedang dikendalikan
Setpoint: nilai dimana sebuah controlled variable harus dipertahankan
Manupulated variable: sebuah kondisi (variable) yang dapat dirubah
untuk menyebabkan controlled variable berubah
Controller: suatu alat yang menjaga controlled variable pada setpoint
Final control element: alat yang diatur kontroler merubah manipulated
variable
Disturbances:kondisi proses yang cenderung merubah nilai controlled
variable
Terdapat dua jenis sistem kendali yang digunakan dalam pengendalian proses:
1. Sistem kendali manual (open loop)
2. Sistem kendali otomatis (closed loop)
2.3 Sistem Kontrol Loop Tertutup

5
Sistem kontrol tertutup merupakan suatu sistem kontrol dengan kondisi di
mana kontroler terhubung dengan proses, dan kontroler melakukan perbadingan
set point terhadap variabel yang dikontrol dan adanya aksi untuk melakukan
koreksi. Sistem tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:
Masukan Keluaran
Elemen
Kontroler Kontrol Proses
Akhir

Sensor-
Transmitter

Gambar 2.1 Sistem Kontrol Lup Tertutup


Secara umum sistem kontrol lup tertutup terbagi menjadi:
sistem kontrol berumpan balik
sistem kontrol inferensial
sistem kontrol berumpan maju
2.4 Sistem Kontrol Loop Terbuka
Sistem kontrol terbuka merupakan suatu sistem kontrol dengan kondisi
dimana kontroler tidak terhubung dengan proses, dimana kontroler tidak
melakukan keputusan untul mempertahan variabel yang dikontrol pada set point.
Sistem tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 2.2 Sistem Kontrol Lup Terbuka

Pada suatu pengontrolan dalam sistem kontrol, variabel yang dikontrol


dapat berubah dari set point yang ditetapkan karena adanya gangguan. Regulatory
Control merupakan suatu sistem yang didesain untuk mengkompensasi terjadinya
gangguan. Set point itu sendiri, bisa juga berubah karena memang diinginkan
setpointnya berubah. Servo Control merupakan suatu sistem yang didesain untuk
tujuan di mana set point diubah sebagai fubgsi waktu sehingga variabel yang
dikontrol harus mengikuti set point tersebut.
2.5 Komponen-komponen dasar pada sistem kontrol
Komponen-komponen utama pada sistem pengendalian berumpan-balik terdiri
dari:

6
1. Sensor-transmitter
Sensor berfungsi untuk mengukur (measuring) CV dan menghasilkan
sinyal mV yang sesuai, sensor sering juga disebut sebagai elemen primer.
Sedangkan transmitter menguatkan sinyal ke tingkat voltase V(t) dan
mengirimkan ke kontroler. Transmiter sering disebut sebagai elemen
sekunder. Ada 3 hal penting dalam sensor-transmitter:
Range of the instrument : harga yang terendah dan tertinggi
Span of instrument : beda antara harga yang terendah dan tertinggi
Zero of the instrument : haraga range yang terendah
2. Controller
Controler merupakan otak dari sistem kontrol dan membuat keputusan
(decision). Pembuatan keputusan dilakukan dengan cara:
mengubah set point ke tegangan VR
menghitung error e(t) = VR V(t)
menghitung daya yang diperlukan dan mengirim sinyalnya yang
sesuai p(t) ke final element
Ada 2 jenis aksi kontroller:
Aksi berlawanan (reverse action), bila harga output naik maka
kontroler akan mengurangi sinyal outputnya
Aksi searah (direct action), bila harga output naik maka kontroler
akan meningkatkan sinyal outputnya
3. Process
4. Final Element
Sebagai respon sinyal masukan p(t), final element merubah sinyal p(t) ke
arus yang menghasilkan daya yang sesuai. Final elemen biasanya berupa
control valve. Ada 2 jenis kontrol valve berdasarkan suplai udara yaitu:
Fail to Open (FO) atau Air to Close (AC): control valve akan terbuka
jika tidak ada suplai udara maka katup. Untuk menutup katup
diperlukan suplai udara
Fail to Close (FC) atau Air to Open (AO): control valve akan tertutup
jika ada suplai udara. Untuk membuka katup diperlukan suplai udara
5. Recoder
Recoder merupakan sistem pencatatan dari perubahan yang ada dan
recoder tidak diikutkan dalam perhitungan. Keseluruhan komponen dasar
pada sistem kontrol tersusun dalam sistem kontrol tutup sebagai berikut:

7
Masukan Keluaran
Elemen
Kontroler Kontrol Proses
Akhir

Sensor-
Transmitter

Gambar 2.3 Komponen Dasar Sistem Terkontrol


Adapun operasi-opreasi dasar dari komponen-komponen pada sistem
kontrol adalah:
Mesurement (M) yakni mengukur variabel yang dikontrol yang
dilakukan oleh sensor-transmiter.
Decison (D) didasarkan pada pengukuran; kontroller harus
memutuskan apa yang dilakukan untuk menjaga variabel terkontrol
pada harga yang diinginkan.
Action (A) sebagai hasil dari keputusan kontroler , biasanya dilakukan
oleh elemen akhir
2.6 Pemodelan Empirik
1. Offset
Offset adalah perbedaan antara keadaan akhir set point saat stabil dengan
set point yang ditentukan. Offset yang baik adalah zero steady state offset
di mana nilai yang diinginkan untuk dicapai sama dengan nilai yang
dicapai pada keadaan steady state walaupun pada waktu yang lama. Untuk
memperkecil offset dapat dilakukan dengan memperbesar nilai Kc akan
tetapi pada sistem ini ada batasan K c (Kcu) di mana pada Kc > Kcu maka
sistem tidak stabil. Selain itu, dengan memperbesar nilai Kc maka osilasi
akan bertambah banyak dan waktu stabil yang diperlukanpun semakin
besar.
2. IAE
Integral of Absolute value of the Error, merupakan luas absolut area antara
kurva dengan garis steady state yang dicapai. Metode yang digunakan
untuk menghitung IAE dari tuning PID yang dilakukan adalah dengan
menggunakan metode trapesoidal integral. IAE PID terkecil memberikan
hasil respon yang paling baik (PID optimum).
3. Controlled Variable
Variabel yang harus dijaga atau dikendalikan pada harga yang diinginkan.
Contoh: laju alir, suhu, tekanan, komposisi dan level.
4. Setpoint

8
Harga yang diinginkan dari controlled variable.
5. Disturbance atau upset (gangguan):
Variabel yang dapat menyebabkan controlled variable berubah dari harga
setpoint-nya; biasanya berupa laju alir, suhu, atau komposisi sebuah aliran
yang masuk (tapi kadang meninggalkan) suatu proses. Gangguan dapat
diklasifikasikan dan didefinisikan dalam beberapa cara:
a. Bentuk: step, pulse, impulse, ramp, sinusoidal, dsb.
b. Lokasi di feedback loop:
load disturbance (perubahan komposisi umpan, suplai tekanan uap
air, suhu air pendingin, dsb.); fungsi kontroler: mengembalikan
controlled variable pada setpoint-nya dengan perubahan yang tepat
pada manipulated variable
setpoint disturbance (perubahannya dapat dibuat, khususnya dalam
proses batch atau dalam merubah dari satu kondisi ke kondisi lain
dalam proses kontinyu); fungsi kontroler: mendorong controlled
variable mencapai setpoint yang baru.

Gambar 2.4 Variabel-Variabel Sistem Kontrol dalam Destilasi


6. Sistem Kontrol
Empat komponen utama pada sistem pengendalian berumpan-balik, antara
lain:
Sensor-transmitter
Sensor berfungsi untuk mengukur (measuring) CV dan menghasilkan
sinyal mV yang sesuai, sedangkan transmitter menguatkan sinyal ke
tingkat voltase V(t) dan mengirimkan ke kontroler.
Kontroler
- merupakan otak dari sistem kontrol
- membuat keputusan (decision) dengan cara :
merubah set point ke tegangan VR
menghitung error e(t) = VR V(t)

9
menghitung daya yang diperlukan dan mengirim sinyalnya
yang sesuai p(t) ke final element
Process
Final Element
Sebagai respon sinyal masukan p(t), final element merubah sinyal p(t)
ke arus yang menghasilkan daya yang sesuai.
Masukan Keluaran
Elemen
Kontroler Kontrol Proses
Akhir

Sensor-
Transmitter

Gambar 2.5 Perubahan Sinyal p(t) oleh Final Element


7. FOPDT
FOPDT merupakan metode pemodelan proses dinamik yang digunakan
untuk menentukan konstanta gain (Kp), dead time (), dan konstanta
waktu () pada sistem yang dianggap memiliki orse satu sehingga
didapatkan permodelan proses untuk suatu sistem dinamik sebagai
berikut.
K p es
G ( s )=
s+1

Nilai gain (Kp), dead time (), dan konstanta waktu (), dapat ditentukan.
Metode penentuan FOPDT dengan model empirik terbagi lagi menjadi
dua metode, yang dijelaskan sebagai berikut.
Metode I
Metode I dilakukan sebagai berikut dan diilustrasikan pada gambar 2.8
1. Menghitung KP dengan persamaan:

KP=

di mana adalah besar perubahan respon dan adalah besar
perubahan input.
2. Menghitung dengan persamaan:

=
s
di mana s adalah slope maksimum yang dicari dari garis singgung
Process Reaction Curve (PRC) yang paling tegak.

10
3. Menentukan dead time () dari kurva.
Metode II
Metode II dilakukan sebagai berikut dan diilustrasikan pada Gambar 2.9.
1. Menghitung KP

KP=

di mana adalah besar perubahan respon dan adalah besar


perubahan input.
2. Menghitung dengan persamaan:
=1,5(t 63 t 28 )

di mana t63% adalah waktu yang diperlukan untuk mencapai 63%


respon maksimum dan t28% adalah waktu yang diperlukan untuk
mencapai 28% respon maksimum.
3. Menentukan dead time () dengan persamaan:
=t 28

Gambar 2.6 Penentuan Konstanta gain (Kp), Dead time (), dan Konstanta waktu ()
dengan Metode I FOPDT

11
Gambar 2.7 Penentuan Konstanta gain (Kp), Dead time (), dan Konstanta waktu ()
dengan Metode II FOPDT
Pendekatan Orde Tinggi
Pada pendekatan orde tinggi (selain orde satu), dibutuhkan patameter-
parameter lain, seperti rise time, time to first peak, settling time,
overshoot, decay ratio, dan periode osilasi. Nilai-nilai ini ditunjukkan
secara grafis pada Gambar 2.10.

Gambar 2.8 Besaran-Besaran pada Pendekatan Orde Tinggi

12
2.7 Alogaritmik Pengontrolan
Secara umum, jenis-jenis pengontrol yang sering digunakan, anatara lain:
ON-OFF Controller
Sistem ini merupakan loop control yang paling sederhana. Final control
element hanya mempunyai dua keadaan operasi. Jika sinyal kesalahan
positif, controller mengirim sinyal hingga final control element (control
valve) bergerak ke salah satu posisi untuk meminimalkan kesalahan; jika
sinyal kesalahan negative, control valve akan bergerak ke posisi
sebaliknya. Secara matematis, sistem ini dapat dituliskan sebagai berikut:
u ( t ) =M untuk e (t)>0

u ( t ) =M untuk e ( t ) <0

Ciri khas dari sistem dengan algoritma ON-OFF adalah keluaran akan
menunjukkan nilai yang berosilasi sebelum mencapai harga set point-
nya.
Pengontrol Proporsional (Proportional Controller, P Controller)
Dalam aksi pengontrolan proporsional, alat pengoreksi akhir
memiliki suatu daerah posisi yang kontinu. Posisi tepatnya sebanding
dengan besarnya kesalahan. Dengan kata lain, output dari controller
(manipulated variable) sebanding dengan input-nya (besarnya
penyimpangan atau error). Semakin besar error, semakin besar sinyal
kendali yang dihasilkan P Control. Output aktual pada controller ini
(actuating output) dirumuskan sebagai:
u ( t ) =K P ( t )+ us

dengan: u(t) adalah actuating output atau manipulated variable, (t)


adalah error, KP adalah proportional gain dari controller, dan us adalah
sinyal bias (output aktual ketika error (t) = 0)
Kontroler proportional memiliki dua besaran utama, yakni
proportional gain, KP dan proportional band, PB. Kedua besaran ini
dihubungkan secara matematis:
100
PB=
KP

13
dengan KP adalah perubahan output/perubahan input. Dengan demikian,
proportional band adalah perbandingan antara perubahan input terhadap
perubahan output.
Dari persamaan-persamaan di atas, fungsi transfer dari P
Control bisa dibuat. Persamaan (11) bisa disusun ulang menjadi:
u ( t ) us=K P ( t )

Misalkan u(t) - us = u(t), maka berlaku:


u ( t ) =K P ( t )

Transformasi Laplace dari persamaan di atas menghasilkan fungsi


transfer Proportional Control:
U ( s)
=G p ( s )=K P
E ( s)

dengan KP dikenal juga sebagai gain atau penguatan.


Keluaran P Control memiliki beberapa ciri khas, yaitu:
1 P Control akan berfungsi baik untuk sistem yang proses perubahan
bebannya secara lambat dan variasi set point-nya kecil, karena
dengan demikian proportional band-nya dapat diambil cukup kecil.
2 Tuning nilai proportional band pada angka atau keadaan tertentu
akan menghilangkan osilasi yang timbul di sekitar set point.
Semakin besar harga proportional band, maka osilasi pada output
relatif tidak terjadi; sebaliknya, semakin kecil harga proportional
band, maka besar kemungkinan osilasi terjadi (peredaman osilasi
kecil).
3 Adanya offset pada hasil pengontrolannya, yakni harga setpoint tidak
dapat dicapai sesudah suatu perubahan beban terjadi. Besarnya offset
ini tergantung pada harga proportional band. Semakin besar harga
proportional band, maka akan semakin besar nilai offset; sebaliknya,
semakin kecil proportional band, maka semakin kecil nilai offset.

14
Gambar 2.9 Hasil Keluaran P Control
4 Dari K. Ogata, diketahui bahwa proses dinamik akan stabil jika 14/9
> KP > 0. Perbedaan kestabilan pada saat K P bernilai 1.2 (stabil) dan
bernilai 1.6 (tidak stabil) diberikan pada Gambar 1.13.

Gambar 2.10 Plot Keluaran Terhadap Waktu pada: (a) KP = 1.2; (b) KP = 1.6
Penambahan P Control pada sistem lup tertutup memberikan pengaruh
berikut:
1 Menambah atau mengurangi kestabilan;
2 Memperbaiki respon transien, khususnya: rise time dan settling
time;
3 Mengurangi (tetapi tidak menghilangkan) steady state error (SSE).
Untuk dapat menghilangkan SSE, dibutuhkan KP yang sangat besar.
Hal ini akan berakibat langsung pada penurunan kestabilan sistem.
Pengontrol Integral (Integral Controller, I Controller)
Pada I Control, perubahan sinyal kontrol sebanding dengan
integral sinyal kesalahan terhadap waktu, artinya besarnya kesalahan
dikalikan dengan waktu dimana kesalahan tersebut terjadi. Semakin besar

15
error, semakin cepat sinyal kontrol bertambah/berubah. Persamaan
matematis untuk I Control adalah sebagai berikut:
t
u ( t ) =K I ( t ) dt
0

di mana KI adalah konstanta integral. Transformasi Laplace dari


persamaan ini menghasilkan:
U ( s) K I
=
E ( s) s

Penambahan I Control pada sistem lup tertutup memberikan pengaruh


berikut:
1 Menghilangkan steady state error (SSE);
2 Memperlambat respon jika dibandingkan dengan P Control;
3 Dapat menimbulkan ketidakstabilan karena menambah orde sistem.
Pengontrol Derivatif (Derivative Controller, D Controller)
Pada pengontrol derivatif, besarnya sinyal kontrol sebanding
dengan perubahan error (e). Semakin cepat error berubah, semakin
besar aksi kontrol yang ditimbulkan. Dengan adanya bagian derivatif,
d/dt, kontroler PID mengantisipasi apa yang akan terjadi pada error di
masa sesaat yang akan datang dan kemudian melakukan aksi kontrol
yang sebanding dengan kecepatan perubahan error saat ini. Berdasarkan
sifat ini, aksi kontrol derivatif kadang-kadang mengacu sebagai
anticipatory control. Secara matematis dituliskan:
d
u ( t ) =K D +u
dt s

Pengaruh pada D Control pada sistem adalah:


1 Memberikan efek redaman pada sistem yang berosilasi sehingga
bisa memperbesar pemberian nilai KP
2 Memperbaiki respon transien karena memberikan aksi saat ada
perubahan error.
3 D Control hanya berubah saat ada perubahan error dan saat ada
error statis D tidak beraksi. Akibatnya, D Control tidak boleh
digunakan sendiri
Proportional Integral Controller (PI Controller)

16
Dalam aksi pengontrolan proporsional plus integral
(proportional-plus-reset), posisi alat pengoreksi akhir (control valve)
ditentukan oleh dua hal:
1 Besarnya sinyal kesalahan, yang merupakan kontribusi dari P
Control.
2 Integral waktu dari sinyal kesalahan, artinya besarnya kesalahan
dikalikan dengan waktu di mana kesalahan tersebut terjadi, yang
merupakan kontribusi dari I Control.
Persamaan matematis dari PI Control adalah gabungan dari persamaan
untuk P Control dan I Control:
KP t
u ( t ) =K P ( t )+ ( t ) dt+u s
I 0

dengan I adalah konstanta integral time atau reset time dalam satuan
menit. Konstanta ini merupakan parameter yang dapat diatur dan kadang-
kadang mengacu sebagai minutes per repeat. Dalam industri yang
digunakan sebagai acuan adalah kebalikan dari konstanta waktu yang
dikenal sebagai reset rate.
Ciri khas dari PI Controller adalah
1 Output berubah selama error tidak sama dengan nol. Oleh karena
sifat inilah, pengontrol ini dapat menghilangkan error bahkan pada
kondisi error yang kecil.

Gambar 2.11 Respon PI Controller Terhadap Error Berupa Step

17
2 Adanya waktu reset menyebabkan output kembali ke set point.
Respon output pada nilai waktu reset yang berbeda-beda
digambarkan pada gambar di bawah ini:

Gambar 2.12 Respon PI Controller Terhadap Perubahan Beban


Jenis PI controller di industri dapat menangani hampir setiap situasi
kontrol proses. Perubahan beban yang besar dan variasi yang besar pada
set point dapat dikontrol dengan baik tanpa osilasi yang berkepanjangan,
tanpa offset permanen, dan dengan cepat kembali ke keadaan seharusnya
setelah gangguan terjadi. Perbedaan keluaran menggunakan P Control
saja, I Control saja, dan PI Control diberikan pada gambar di bawah ini.

Gambar 2.13 Perbedaan Respon pada: (a) Tanpa Kontrol; (b) P Control dengan KP = 2;
(c) I Control dengan KI = 1; (d) PI Control dengan KP = 2, KI = 1
Proportional Derivative Control (PD Control)

18
Dalam aksi pengontrolan proporsional plus integral
(proportional-plus-reset), posisi alat pengoreksi akhir (control valve)
ditentukan oleh dua hal:
1 Besarnya sinyal kesalahan, yang merupakan kontribusi dari P
Control.
2 Besarnya perubahan error (e) terhadap waktu, yang merupakan
kontribusi D Control.
Perbedaan keluaran P Control dan PD Control diberikan pada gambar di
bawah ini

(a)

(b)
Gambar 2.14 Perbedaan Respon pada: (a) P Control dengan KP = 1;
(b) PD Control dengan KP = 1, KD = 3
Pengontrol Proporsional, Integral, dan Derivatif (Proportional
Integral Derivative Control, PID Control)
Kontroler jenis ini dikenal juga sebagai kontroler
proportional-plus-reset-plus-rate. Dalam aksi pengontrolan proporsional,
integral, dan derivatif (PID Control), posisi alat pengoreksi akhir (control
valve) ditentukan oleh tiga hal:
1 Besarnya sinyal kesalahan, ini adalah bagian proporsional;
2 Integral waktu dari sinyal kesalahan, artinya besarnya kesalahan
dikalikan dengan waktu di mana kesalahan tersebut terjadi, ini
adalah bagian integral;
3 Laju perubahan kesalahan terhadap waktu. Perubahan kesalahan
yang cepat menyebabkan suatu aksi korektif yang lebih besar dari
perubahan kesalahan. Ini adalah bagian derivatif.

19
Output dari kontroler ini dinyatakan sebagai:
KP t
u ( t ) =K P ( t )+ ( t ) dt+ K P D d
I 0
+u
dt s

Dengan D adalah konstanta derivative time dalam satuan menit.


Karakteristik tambahan dengan adanya derivative control dikenal sebagai
rate time (konstanta waktu derivatif). PID Controller memiliki transfer
function sebagai sebagai berikut:
K D s 2+ K P s + K I
H ( s )=
s 3+ K D s2 + K P s+ K I

PID Control bisa disusun seri dan paralel. Persamaan matematis untuk
PID seri adalah:
t

(
u ( t ) =K P e ( t )+
1 de ( t )
e ( t ) dt +T d dt
Ti 0 )
1
(
U ( s )=K P E ( s ) +
Ti s
E(s)dt+T d sE( s) )
KI
U ( s )=K P E ( s ) + E(s) dt+ K D sE ( s)
s

Sedangkan persamaan matematis untuk PID Paralel adalah:


t
1 de ( t )
u ( t ) =K P e ( t ) + e ( t ) dt+ T d
Ti 0 dt

1
U ( s )=K P E ( s ) + E (s) dt +T d sE (s )
Tis

KI
U ( s )=K P E ( s ) + E(s) dt+ K D sE ( s)
s

Beberapa ciri khas dari PID Control adalah:


1 Bila pada proses kesalahannya sangat besar, maka PI Control akan
membutuhkan waktu yang panjang untuk mencapai set point-nya,
tetapi untuk PID Contrrol proses pencapaian set point lebih cepat.

20
2 Rate time akan berpengaruh terhadap respon controller. Rate time
yang terlalu besar mempercepat laju pencapaian set point tetapi
akan menyebabkan terjadinya osilasi di sekitar set point.

Gambar 2.15 Respon PID Controller Terhadap Perubahan Beban dengan Variasi Rate
Time
PID Control digunakan pada dua jenis proses yang sangat sulit
pengontrolannya, di mana PI Control tidak lagi memadai, yaitu: proses
dengan beban berubah dengan sangat cepat dan proses yang memiliki
kelambatan yang besar antara tindakan korektif dan hasil yang muncul
dari tindakan tersebut. Aksi PID Control memiliki beberapa kelemahan
seperti berikut ini:
1 Untuk respon dengan error konstan dan tidak nol, kontroler ini
tidak memberikan aksi;
2 Untuk respon yang bergejolak dengan error yang hampir nol,
kontroler ini dapat memperoleh nilai derivatif yang besar, yang
menghasilkan aksi kontrol yang besar, meskipun seharusnya tidak
diperlukan.
Walaupun memiliki kelemahan di atas, PID Control memiliki beberapa
kelebihan:
1 Mengadopsi kelebihan P Control, yaitu memperbaiki respon
transien. KP mengurangi rise time, tetapi tidak menghilangkan
steady state error (SSE).
2 Mengadopsi kelebihan I Control, yaitu menghilangkan steady state
error (SSE). KI menghilangkan SSE, tetapi membuat transisent
response lebih buruk

21
3 Mengadopsi kelebihan D Control, yaitu memberikan efek redaman.
KD meningkatkan stabilitas sistem, mengurangi overshoot dan
meningkatkan transient response.
Tabel 2.1. Pengaruh KP, KI, KD pada Berbagai Faktor
Closed-Loop Rise Time Overshoot Settling Time SS Error
Response
KP Turun Naik Sedikit berubah Turun
KI Turun Naik Naik Dihilangkan
KD Sedikit berubah Turun Turun Sedikit berubah
Respon dinamik pada berbagai jenis kontrol diberikan pada gambar di
bawah ini:

Gambar 2.16 Respon Dinamik Berbagai Jenis Pengontrol

22
2.8 Quarter Decay Ratio
Metode Quarter Decay atau biasa disebut juga metode Ziegler-Nichols online
atau metode Ziegler-Nichols closed loop dikembangkan oleh John G. Ziegler
dan Nathaniel B. Nichols. Pada tahun itu, metode ini dijadikan standar untuk
mengontrol temperatur dan tekanan.
Hasil perhitungan dari metode ini (controller ultimate gain dan critical
frequency) dapat digunakan untuk tunning P,PI dan PID. Keuntungan dari
metode ini adalah:
1 Dapat digunakan pada proses yang tidak dapat dimodelkan dengan model
first-order with dead-time.
2 Memberikan informasi mengenai efek pada seluruh elemen yang ada
pada loop pada keadaan stabil dan besaran-besaran tuning.
Metode ini terdiri dari 2 langkah :
1 Menentukan karakteristik dinamik atau kepribadian dari control loop
2 Estimasi parameter tuning controller yang menghasilkan respon yang
diinginkan untuk karakteristik dinamik yang ditentukan pada langkah
pertama dengan kata lain mencocokkan kepribadian kontroler dengan
elemen lain pada loop.
Parameter yang direpresentasikan oleh karakteristik dinamik dari proses
adalah ultimate gain dari kontroler proporsional dan ultimate period of
oscillation. Parameter ini dapat ditentukan dengan metode substitusi langsung
jika fungsi alih dari semua komponen loop diketahui secara kuantitatif.
Ultimate gain dan periode dari sistem aktual yang mengikuti prosedur sebagai
berikut:
1 Mengatur harga set-point Ti dan mematikan derivative dan integral
actions dengan menyetel levelnya ke 0. Pada beberapa model integral
action tidak dapat dimatikan tetapi dapat dibuat seakan-akan mati dengan
cara mengeset integral time (Ti) hingga harga maksimum atau ekivalen
dengan integral rate pada harga minimum.
2 Dengan controller dalam keadaan automatik (loop closed), Atur
proportional gain hingga loop berosilasi dengan amplitudo konstan.
Harga gain yang menghasilkan osilasi dengan amplitudo konstan dicatat
sebagai Kcu, ultimate gain. Langkah ini harus dilakukan delam incremen

23
gain yang berlainan, menggeser sistem dengan menggunakan perubahan
set point yang kecil pada setiap pengaturan gain. Incremen dari gain
seharusnya lebih kecil seiring dengan semakin dekat mencapai ultimate.
Waktu yang dibutuhkan untuk berosilasi dikenal dengan ultimates period
(tu).
3 Konstanta PID dapat dihitung dengan menggunakan Tabel 2.2.
Tabel 2.2. Perhitungan Konstanta PID
Kp Ti Td
P action Kcu/2 - -
PI action Kcu/2.2 Tu/1.2 -
PID action Kcu/1.7 Tu/2 Tu/8
2.9

24
BAB III
PERCOBAAN

3.1 Alat dan bahan


Alat Bahan
1. Mesin ph control 1. Air
2. Stopwatch 2. Asam sulfat
3. NaOH
3.2 Variabel-variabel dalam Percobaan
1. Diameter Partikel (pasir)
2. Temperatur
3. Laju alir udara
4. Waktu
3.3 Prosedur Percobaan
3.3.1 Persiapan Larutan Asam-Basa
a. Persiapan yang dilakukan untuk membuat larutan asam adalah :
1. Menyiapkan air pada tangki T52 sampai garis level batas yang ada
pada bagian tangki sejumlah 70L
2. Mengambil dan mengukur sekitar 20 mL larutan H 2SO4 98% pada
gelas ukur 50 ml
3. Menuang secara perlahan larutan H2SO4 kedalam tangki T52 sambil
diaduk hingga merata.Dengan ini kita mendapatkan larutan asam
H2SO4 dengan konsentrasi sekitar 0,01 N
b. Persiapan yang dilakukan untuk membuat larutan basa adalah :
1. Menyiapkan air pada tangki T51 sampai garis level batasa yang ada
pada bagian tangki sejumlah 70 L
2. Mengambil dan menimbang sekitar 30 gram NaOH 99% yang
berbentuk granula 98% pada wadah 1 atau 2 L dan menggunakan air
pada tangki T51 yang sudah diukur sebanyak 70 L
3. Menuangkan secara perlahan larutan NaOH pada wadah tersebut
kedalam tangki T51 semabil diaduk hingga merata. Dengan ini kita
mendapatkan larutan basa NaOH dengan konsentrasi 0,01 N

25
3.3.2 Persiapan Tinta dan Kertas Recorder
Tinta dan kertas recorder disipakan dengan memasukkan kertas dan tinta
pada unit PLC yang tersedia di mini plant W921. Kertas dan tinta dimasukkan dan
disiapkan oleh asisten.
3.3.3 Percobaan Proses Control pH
Pada percobaan pH control ini dilakukan secara linier control yang meliputi
metoda manual (open loop) dan otomatis (closed loop) dengan cara S dan L,
namun pada percobaan ini untuk metode otomatis hanya dilakukan dengan cara S
saja. Cara S merupakan cara kontrol dimana aliran asam dan basa dari tangki
pompa asam (P52) dan pompa basa (P51) langsung dimasukkan ke wadah sensor
(W53) tanpa melalui tangki proses (T53), konfigurasi ini akan menghasilkan
proses pH dengan dead time dan time constant yang singkat. Cara S ini dilakukan
dengan membuka manual valve 2 dan 3 adn menutupi manual valve 1 dan 4.
Sebaliknya cara L merupakan cara kontrol dimana aliran asam dan basa
dilewatkan terlebih dahulu ke tangki proses (T53) sebelum dimasukkan ke wadah
sensor (W53), konfigurasi ini akan menghasilkan proses pH dengan dead time dan
time constant yang panjang. Cara L ini dilakukan dengan membuka manual valve
1 serta 4 dan menutup manual valve 2 serta 3. Perbedaan kedua cara S dan L ini
sebetulnya hanya terletak pada penempatan sensornya. Pada cara S, sensor
ditempatkan sebelum tangki proses, sedangkan pada cara L, sensor ditempatkan
sesudag tangki proses. Berikut prosedur percobaan pH control:
A. Metode Manual (Open Loop)
1. Memastikan kontroller pHlC51 dalam manual mode
2. Mengatur SV = 7, dan PV sekitar nilai pH 7 (misal sekitar 6.5 7.5)
3. Menaikkan/menurunkan nilai MV kira-kira 10%-20% dari nilai MV saat
stabil
4. Mengamati respon perubahan pH di kertas recorder
5. Menghentikan percobaan jika perubahan pH tidak terjadi lagi dengan
penambahan/pengurangan basa
B. Metode Automatic (Closed Loop, Controller P)

26
1. Men-set hingga mencapai keadaan awal (pH sekitar 7) dengan
mengaturnya dalam keadaan manual. Untuk melakukan pengesetan dapat
mengubah-ubah nilai MV atau menyalakan/mematikan tombol pompa
asam/pompa basa.
2. Sambil mengatur hingga pH sekitar 7, memasukkan nilai Pb = 25%, Ti =
9999 detik dan Td = 0 detik.
3. Setelah tercapai keadaan awal dan nilai Pb, Ti, Td, SV telah dimasukkan,
kemudian mengganti mode kontroller pHlC51 dalam automatic mode.
4. Men-set nilai SV = 8 kemudian mengamati respon perubahan pH di kertas
recorder.
5. Menghentikan percobaan jika perubahan pH tidak terjadi lagi dengan
penambahan/pengurangan basa (mencapai keadaan stabil)
C. Metode Automatic (Closed Loop, Controller PI)
1. Men-set hingga mencapai keadaan awal (pH sekitar 7) dengan
mengaturnya dalam keadaan manual. Untuk melakukan pengesetan dapat
mengubah-ubah nilai MV atau menyalakan/mematikan tombol pompa
asam/pompa basa.
2. Sambil mengatur hingga pH sekitar 7, memasukkan nilai Pb = 25%, Ti =
40 detik dan Td = 0 detik.
3. Setelah tercapai keadaan awal dan nilai Pb, Ti, Td, SV telah dimasukkan,
kemudian mengganti mode kontroller pHlC51 dalam automatic mode.
4. Men-set nilai SV = 8 kemudian mengamati respon perubahan pH di kertas
recorder.
5. Menghentikan percobaan jika perubahan pH tidak terjadi lagi dengan
penambahan/pengurangan basa (mencapai keadaan stabil)
D. Metode Automatic (Closed Loop, Controller PID)
1. Men-set hingga mencapai keadaan awal (pH sekitar 7) dengan
mengaturnya dalam keadaan manual. Untuk melakukan pengesetan dapat
mengubah-ubah nilai MV atau menyalakan/mematikan tombol pompa
asam/pompa basa.

27
2. Sambil mengatur hingga pH sekitar 7, memasukkan nilai Pb = 25%, Ti =
40 detik dan Td = 10 detik.
3. Setelah tercapai keadaan awal dan nilai Pb, Ti, Td, SV telah dimasukkan,
kemudian mengganti mode kontroller pHlC51 dalam automatic mode.
4. Men-set nilai SV = 8 kemudian mengamati respon perubahan pH di
kertas recorder.
5. Menghentikan percobaan jika perubahan pH tidak terjadi lagi dengan
penambahan/pengurangan basa (mencapai keadaan stabil)

3.4 Skema Alat

Gambar 3.1 Tampak depan Unit Mini Plant WA921

Unit Mini Plant WA921 dapat dibagi menjadi 3 macam yaitu :


1. Alat proses yaitu WA92 yang terdiri dari :
a. Tangki T52 berisi larutan encer asam sulfat (H 2SO4). Tangki ini
menggambarkan sebagai larutan asam buangan. Secara manual, atur
laju pompa P52, jumlah buangan dapat diatur. Ini dilakukan secara
manual dengan cara merubah langkah stroke 0-100% pada tombol
bulat penghubung pompa P52.

28
b. Tangki T51 mengandung larutan encer NaOH. Ini menggambarkan
sebagai larutan penetral asam buangan yang akan dibuang. Laju alir
dapat dimanipulasi melalui signal 4-20 mA dari controller pHIC51,
dengan cara mengatur jumlah stroke per menit (spm) pompa pengukur
P51.
c. Tangki T53 yang dapat digunakan sebagai tangki reaksi dalam loop
pengendalian pH atau untuk memperlancar bagian bawah diluar loop
pengendalian pH. Isi tangki T53 hanya bisa dibuang jika nilai pH
berada pada batas yang diijinkan (6 sampai 8 atau 8,5) dengan cara
mengatur controller ON/OFF pH pHIC51, yang secara otomatis
membuka solenoid valve pHSV51, yang kemudian mengalirkan udara
untuk membuka katup pengendali (control valve) pHCV51 untuk
melakukan pembuangan.
d. Tangki T54 untuk menerima buangan dari tangki T53. Selain itu di
tangki T54 juga dilakukan pengukuran konduktivitas dan pengendalian
konduktivitas.
e. Tangki T55 untuk menerima buangan berlebih dari tangki T54.
2. Sistem Instrumen dan Kontrol WA 921
a. Panel control yang berfungsi sebagai pusat kontrol operator dipasang
pada flatform bersama-sama dengan alat proses.
b. Ruang kecil tempat sistem listrik juga disediakan untuk
mendistribusikan kebutuhan listrik ke bermacam-macam instrumen
dan alat proses.
c. Jika DCS (distributed control sistem) diperlukan untuk direct digital
control (DDC), sebuah panel/DDC selektor switch disediakan untuk
mengubah semua signal hard-wiring ke DCS melalui panel instrumen
kontrol. Kemudian DCS mengganti kontrol panel sebagai pusat
pengendalian.
Instrumentasi
Berikut ini adalah daftar instrumen yang digunakan dalam WA921
- Sensor
a. pHE51: Elemen sensor pH, dibenamkan dalam wadah pengukur
W53.
b. CE51: Elemen sensor konduktivitas, dibenamkan dalam tangki T54.
c. DOE51: Elemen sensor oksigen terlarut, dibenamkan dalam tangki
T54.

29
d. ORPE51: Elemen sensor potensial oksidasi-reduksi (atau redoks),
dibenamkan dalam wadah pengukur W53.
- Indikator-Transmitter
a. pHIT51 : Transmitter menunjukkan pH, keluaran 4-20 mA,
terpasang di panel
b. CIT51: Transmitter menunjukkan konduktivitas, keluaran 4-20 mA,
terpasang di panel
c. DOIT51: Transmitter menunjukkan oksigen terlarut, keluaran 4-20
mA, terpasang di panel
d. ORPIT51: Transmitter menunjukkan ORP, keluaran 4-20 mA,
terpasang di panel.
- Kontrol
Satu unit panel controller pHIC51/CIC51 disusun dengan sebuah PID
dan dua buah ON/OFF controller, pHIC51 (PID), PHIC511 (ON/OFF)
dan CIC51 (ON/OFF), sebagai berikut:
Pengontrol pH Keasaman/Kebasahan
a. Phic: Pengontrol pH, PID
b. pHIC511: Pengontrol pH, ON/OFF
c. CIC51 : Pengontrol konduktivitas kandungan ion atau total
padatan terlarut, kelebihan asam/basa. Pengontrol konduktivitas
bekerja dengan ON/OFF. Besar nilai setpoint konduktivitas diatur
pada CIC51.
- Pencatat
pHCR51: Terdapat tiga buah pen sebagai pencatat. Kedua pH dan
konduktivitas, variabel proses kunci dicatat. ORP atau oksigen terlarut
dapat dipilih untuk pencatatan. Alat pencatat memiliki multiple chart
speed. Kecepatan kerja diperlukan untuk latihan controller PID
- Elemen Pengontrol Akhir
a. P51: Pompa pengukur/dosis. Diatur melalui keluaran 4-20 mA dari
controller pHIC51 untuk PID pengontrol pH.
b. pHSV51 : Valve electric solenoid, Normally Closed (NC),
berfungsi untuk mengatur OPEN/CLOSE dengan controller
ON/OFF pHIC51, mengontrol kebutuhan udara untuk
mengoperasikan katup pengendali pHCV51
c. pHCV51: Kontrol valve pneumatic, OPEN/CLOSE melalui udara
dari pHSV51.
d. CSV51 : Valve electric seleniod, Normally Open (NO), berfungsi
untuk mengatur OPEN/CLOSE dengan ON/OFF controller

30
konduktivitas CIC51 , mengontrol kebutuhan udara untuk
mengoperasikan katub pengendali CSV51
e. CCV51: Kontrol valve pneumatic, OPEN/CLOSE malalui udara
dari CSV51
f. CSV52 : Valve electric solenoid, Normally Closed (NC), berfungsi
untuk mengatur OPEN/CLOSE dengan controller konduktivitas
CIC51
g. P54A : Pompa beroperasi dengan udara. Beroperasi ketika udara
masuk dari CSV52.
- Lain-Lain
AR : Pengatur udara, diatur sesuai dengan tekanan yang
ditunjukan
3. Sistem Annunciator
Berikut ini adalah annunciator yang dipasang pada panel kontrol:
a. pHAH51: pH ketika W53 melebihi saat batas high alarm
b. pHAL51: pH ketika W53 dibawah saat batas low alarm
c. CAH51: Konduktivitas ketika T54 melebihi batas high alarm
d. LAL51: Level di T51 dibawah batas low. Jika level terus turun ke batas
low-low, pompa P51 akan berhenti secara otomatis.
e. LAL52: Level di T52 dibawah batas low. Jika level terus turun ke batas
low-low, pompa P52 akan berhenti secara otomatis.

Jika terdapat batas alarm melebihi (seperti proses variabel meningkat


diatas batas atas atau proses variabel turun dibawah batas bawah) layar
annnunciator (lampu) akan berkedip-kedip dan sirene akan berbunyi. Sirene akan
tetap hidup sampai tombol penjawab ditekan. Hal ini untuk memastikan bahwa
ada operator yang mengetahui dan melakukan tindakan. Layar yang berkedip-
kedip akan tetap berkedip selama proses variabel dalam keadaan proses
peringatan, dan akan dimatikan secara otomatis hanya jika proses variabel
dikembalikan ke keadaan normal.

31
BAB IV
PENGOLAHAN DATA

3.1 Manual Controller


Percobaan pertama yang dilakukan ialah pengendalian manual dengan
metode OP Increasing. Data pengamatan yang didapatkan dirangkum dalam tabel
berikut:
Tabel 4.1 Data Pengamatan Percobaan Manual Controller

t (s) pH
0 7.17
167 7.18
183 7.19
225 7.2
239 7.21
251 7.22
262 7.23
271 7.24
303 7.25
327 7.26
329 7.27
339 7.28
344 7.29
t (s) pH
354 7.3
369 7.31
383 7.32
413 7.33
434 7.34
467 7.35
499 7.36
513 7.37
547 7.38
550 7.39
626 7.4
694 7.41
728 7.42
t (s) pH
767 7.41
769 7.42
789 7.43

32
827 7.44
888 7.43
965 7.44
981 7.45
1052 7.46
1091 7.45
1131 7.46
1144 7.47
1254 7.46

33
Dari hasil percobaan tersebut, kami mendapatkan grafik berupa:
7.5

7.45

7.4

7.35

7.3

7.25
pH
7.2

7.15

7.1

7.05

7
1000
0 2000

t (s)

Gambar 4.1 Grafik Hubungan Kenaikan Waktu vs pH pada Percobaan Manual


Parameter kondisi awal dan kondisi akhir yang diperoleh dari pengamatan
pada alat, sebagai berikut:
Tabel 4.2 Parameter kondisi awal dan kondisi akhir
Kondisi Awal Kondisi Akhir
PV 7.17 7.46
SV 7 7
MV 1 71
Kemudian kami mencari parameter pengendalian PID dengan melakukan
langkah perhitungan seperti berikut:
1. Menghitung delta ()
= PV akhir PV awal
= 7.46 7.17 = 0.29

2. Menghitung Kp (K)

Kp=
MV akhir MV awal

0.29
Kp= = 0.4143
0.7
3. Menghitung
=1,5 ( t 63 t 28 )

34
Nilai t 63 dan t 28 didapat dari grafik. Maka didapat hasil pengolahan data

sebagai berikut:
63% 0.1827 7.423 774.40
0
28% 0.0812 7.321 386.6
=1,5 ( t 63 t 28 )
=581.7 sekon
4. Menghitung (o)
=t 63
=192.7
Maka FOPDTnya adalah
192.7 s
0.41 e
FOPDT =
581.7 s+ 1
Kemudian dilakukan pula perhitungan dengan menggunakan metode
Ziegler Nichols yang terlihat pada tabel berikut:
Table 4.3 Persamaan PID dengan metode Ziegler Nichlos

PID, PI, dan P dihitung dengan menggunakan metode Ziegler Nichlos dengan
persamaan
Maka didapatkan nilai Kc, Ti, dan Td untuk PID, PI dan P sebagai berikut:
Tabel 4.4 Hasil Perhitungan Nilai Kc, Ti dan Td

Kc Ti Td SK
8.7437
385.4 96.350 PID
7
6.5578
635.91 - PI
3
7.2864
- - P
7

35
Pada pendekatan selain orde satu (orde tinggi), dibutuhkan parameter
lainnya, seperti rise time, time to firsr peak, settling time, overshoot, decay ratio
serta periode osilasi. Gambar berikut menunjukkan cara memperoleh nilai
parameter tersebut menggunakan grafik yang didapat sebelumnya:

Gambar 4.2 Parameter Sistem Pengontrol

Jenis Time to
Oversh Rise Decay Settlin Period of Offs
Kontrole First
oot Time Ratio g Time Oscillation et
r Peak
PID 0.0013 1052 s 0 1144 s 1254 s 102 0

36
Berikut merupakan grafik hasil percobaan yang didapat dari mesin kontroler:

Gambar 4.3 Grafik Hasil Percobaan Manual dari Mesin Kontroler


3.2 Automatic Controller
3.2.1 Automatic Contoller dengan Nilai Kc, Ti, dan Td diperoleh dari
Perhitungan Mesin
Data pengamatan yang didapat dari percobaan ini dirangkum dalam tabel
berikut:
Tabel 4.5 Data Pengamatan Percobaan Automatic Controller

t (s) pH
0 7.45
31 7.54
40 7.56
52 7.57
69 7.6
77 7.61
107 7.62
115 7.63
127 7.64
150 7.65
164 7.67
185 7.68
249 7.69
254 7.7
263 7.72
t (s) pH
274 7.75
290 7.76
326 7.74
345 7.75
356 7.76
416 7.77
425 7.78
452 7.79
482 7.8

37
492 7.81
512 7.82
570 7.83
597 7.84
606 7.85
647 7.86
t (s) pH
672 7.87
739 7.88
767 7.89
805 7.9
833 8
905 7.92
928 7.93
982 7.94
1076 7.95
1093 7.96
1142 7.97
1232 8
1288 7.98
1383 7.97
1410 7.97

38
8.1

7.9

7.8

7.7

pH 7.6

7.5

7.4

7.3

7.2

7.1
0 500 1000 1500

t (s)

Gambar 4.4 Grafik Controller dengan Kc, Ti, dan Td dari Perhitungan Mesin

Tabel 4.6 Parameter Kondisi Awal dan Akhir Percobaan Automatic Contoller dengan Nilai Kc, Ti,
dan Td dari Mesin
Awal Akhir
PV 7.45 PV 7.96
SV 7 SV 8
MV 57.1 MV 100

Dari data tersebut, kami melakukan pengolahan data untuk mendapatkan


parameter pendendalian PIDnya, dengan langkah sebagai berikut:
Menghitung delta ()
= PV akhir PV awal
= 7.96 7.45 = 0.51
Menghitung Kp (K)

39

Kp=
MV akhir MV awal
0.51
Kp= =0.012
10057.1

Dengan grafik tersebut, kami menentukan paremeter kondisi kontroler, yaitu:

40
Tabel 4.7 Parameter Kondisi Percobaan Automatic Controller I
Jenis
Over- Rise Decay Time to Settling Period of Off
Kontrole
shoot Time Ratio First Peak Time Oscillation set
r
PID 0.037 805 s 1 833 s 1383 s 399 s 0

Berikut merupakan grafik hasil percobaan yang didapat dari mesin kontroler:

Gambar 4.5 Grafik Hasil Percobaan Automatic I dari Mesin Kontroler

3.1.2 Automatic Controller dengan Nilai Kc, Ti, dan Td diperoleh dari
Perhitungan Manual
Data pengamatan percobaan ini dirangkum pada tabel berikut:
Tabel 4.7 Data Pengamatan Percobaan Automatic Controller

t (s) pH
0 6.82
17 6.83
57 6.85
60 6.87
61 6.88
62 6.96
66 6.91
69 6.92
72 6.93
74 6.94
76 6.95
79 6.96
83 6.97
89 6.98
97 6.99
104 7

41
111 7.01
120 7.02
124 7.03
129 7.04
132 7.05
136 7.06
141 7.07
146 7.08
151 7.09
155 7.1
159 7.11
165 7.12
174 7.13
180 7.14
186 7.15
192 7.16
199 7.17
204 7.18
208 7.19
214 7.2
220 7.21
229 7.22
234 7.23
244 7.24
264 7.25
271 7.26
278 7.27
280 7.28
286 7.29
298 7.3
300 7.31
326 7.32
330 7.33
335 7.34
346 7.35
348 7.36
350 7.37
353 7.38
356 7.39
358 7.4
360 7.41
369 7.42

42
378 7.43
384 7.44
387 7.45
396 7.46
420 7.47
430 7.48
444 7.49
460 7.5
489 7.51
492 7.52
496 7.53
513 7.54
520 7.55
532 7.56
546 7.57
571 7.58
590 7.59
623 7.6
671 7.61
689 7.62
776 7.63
790 7.64
812 7.65
848 7.66
888 7.67
903 7.68
956 7.69
979 8
1044 7.71
1067 7.72
1187 7.73
1199 7.74
1293 7.91
1454 8.12
1686 7.77
1775 7.78
1786 7.79
1856 7.8
1956 7.7

43
Kemudian kami mengolah data tersebut menjadi sebuah grafik:
8.5

7.5

pH
7

6.5

6
0 500 1000 1500 2000 2500

t (s)

Gambar 4.6 Grafik Data Pengamatan Percobaan Automatic Controller dengan Nilai Kc, Ti, dan
Td dari Percobaan Manual

Tabel 4.8 Parameter Kondisi Awal dan Akhir Percobaan Automatic Contoller 2
Awal Akhir
PV 6.82 PV 7.7
SV 7 SV 8
MV 5.7 MV 100

Tabel 4.9 Parameter Kondisi Percobaan Automatic Controller II


Jenis Over- Rise Decay Time to Settling Period of Offse
Kontrole shoot Time Ratio First Peak Time Oscillatio t
r n
PID 0.06 956 s 1.4 979 s 1686 s 475 s 0.12

44
Berikut merupakan grafik percobaan yang didapatkan dari mesin kontroler:

Gambar 4.7 Grafik Hasil Percobaan Automatic II dari Mesin Kontroler

45
BAB V
ANALISIS

5.1 Analisis Percobaan


Pada percobaan pH control ini bertujuan untuk mempelajari dan simulasi
dari proses pengendalian pH atau tingkat keasaman. Dalam percobaan ini terdapat
beberapa variabel-variabel penting yang perlu dipahami seperti pengontrol
karakteristik statis dan dinamis yang penting. Selain itu variasi dari variabel-
variabel ini akan menghasilkan beberapa respon yang dapat diamati dan dapat
dianalisis untuk mendapatkan sistem yang sesuai.
Sebelum melakukan simulasi, praktikan melakukan preparasi dengan
mengisi air serta membuat larutan asam dan basa. Pada percobaan manual,
praktikan mengisi air ke dalam tangki asam dan basa sampai mendekati tanda tera.
Selain itu, seiring dengan diisinya air ke dalam tangki praktikan menyiapkan
larutan asam 25 ml H2SO4 dan 25 gr NaOH yang masing-masing dilarutkan
dengan 500ml air. Selanjutnya larutan asam dan basa dimasukan ke dalam tangki
asam dan basa lalu dihomogenkan. Langkah selanjutnya yang dilakukan adalah
penyetelan mesin dan pengaturan variabel-variabel sesuai dengan prosedur.
Mesin yang digunakan merupakan sebuah mini-plant yang mana
mempunyai memiliki beberapa elemen-elemen yang penting untuk percobaan ini
seperti kertas recorder, sistem aktuator, layar input. Recorder berfungsi untuk
mencatat perubahan variasi variabel yang terjadi. Sistem aktuator berfungsi untuk
membuka dan menutup aliran valve. Layar input yang berfungsi untuk
memasukan variabel pengontrol dan PID.
Pada percobaan pertama, alat di setel ke mode manual dan dilakukan
penginputan PID yaitu kc = 20 atau Pb = 5, Ti = 40 dan TD = 10. Tujuan dari
percobaan manual adalah untuk mengamati respon dari perubahan manipulated
variable terhadap set value. Pada percobaan ini manipulated variable-nya adalah
besar bukaan valve pada tanki larutan basa. Besar bukaan valve dimanipulasi
sedemikian rupa untuk mencapat set point yang telah diatur. Set value pada
percobaan ini adalah pH neutral (=7). Pencatatan dimulai dengan melihat

46
perubahan PV dan MV seiring berjalannya waktu sampai stabil. Kondisi stabil
tercapai ketika sudah tidak ada perubahan nilai PV dan MV.
Pada percobaan kedua, prosedurnya yang sama dengan percobaan pertama
namun alat di setel ke mode otomatis. Tujuan dari percobaan ini adalah untuk
mengamati respon dari perubahan manipulated value (MV) dan terhadap
perubahan set value. Sama seperti sebelumnya pada percobaan ini yang menjadi
manipulated variable-nya adalah besar bukaan valve dan set valuenya adalah pH.
Pada percobaan ini harga set value (SV) dinaikkan dari 7 menjadi 8. Pencatatan
dimulai dengan melihat perubahan PV, SV, dan MV seiring berjalannya waktu
sampai mencapai set value yang baru.
Pada percobaan ketiga, sama dengan percobaan kedua namun yang berbeda
adalah data PID-nya. Dimana data PID-nya didapat dari perhitungan nilai Kc, Ti,
Td dari percobaan manual. Tujuan dari percobaan ini adalah untuk melihat respon
dari perubahan pH terhadap nilai Kc, Ti, dan Td yang didapat dari percobaan
manual.
Percobaan pH control juga dilakukan karena untuk mendapatkan parameter-
parameter pengendalian dengan nilai optimum, yaitu respon cepat mencapai
kestabilan atau cepat menuju set value yang diinginkan,tidak ada offset, nilai IAE
(Integral of the Absolute Error) kecil, nilai settling time kecil, nilai overshoot
(puncak grafik respon) kecil dan nilai rise time (waktu untuk mencapai set point)
kecil.
5.2 Analisis Hasil & Grafik Percobaan
Percobaan Manual Controller
Pada percobaan manual controller, set point yang ditetapkan adalah pH
neutral (=7). Grafik diatas menunjukkan seiring berjalanya waktu maka nilai
maka nilai pH akan terus meningkatkan yang mana kestabilan tercapai pada
PV = 7.46 dan MV = 71 dimana sudah tidak ada lagi perubahan. Namun,
grafik yang dihasilkan tidak ideal dengan kata lain tidak sinusoid atau
membentuk osilasi berulang seperti pada grafik yang seharusnya. Selain itu,
PV dapat berubah dari set point yang ditetapkan karena adanya gangguan.
Berdasarkan pengolahan data, maka nilai Kc, Ti, dan Td yang didapat dari
ketiga sistem kontroller yang berbeda adalah sebagai berikut;
Tabel 5.1 Hasil Perhitungan Nilai Kc, Ti dan Td

47
Kc Ti Td SK
8.74377 385.4 96.350 PID
6.55783 635.91 - PI
7.28647 - - P

Dengan menggunakan sistem PID, maka harga Kc, Ti, dan Td bisa dicari
dibandingkan dengan sistem PI dan P dikarenakan tidak adanya pengaruh
Pengontrol Integral dan Derivatif. Pada sistem pengontrolan PID,
didapatkan juga data seperti berikut;
Tabel 5.2 Hasil Perhitungan Parameter Kondisi
Jenis Overshoo Rise Decay Time to Settling Period of Offse
Kontroler t Time Ratio First Peak Time Oscillation t
PID 0.0013 1052 s 0 1144 s 1254 s 102 0

Terdapat beberapa hasil yang diinginkan dan tidak dinginkan yang akan
dibahas dengan detail. Menurut Marlin, nilai overshoot yang paling baik
adalah sekitar 5%-25%. Sedangkan pada data yang diperoleh, nilai
overshoot adalah 0,13% yang mana hal ini membuktikan bahwa overshoot
terlalu rendah dan hampir tidak ada overshoot sama sekali. Selain itu
berdasarkan parameter yang ditetapkan, nilai offset dan nilai decay ratio
yang baik adalah mendekati 0 dimana hal ini sudah sesuai dengan hasil yang
didapat. Settling time to mencapai kestabilan adalah 1254 s dan lebih tinggi
110s dari Time to First Peak. Ini mengindikasikan bahwa sistem ini lambat
merespon perubahan atau gangguan. Selain itu rise time yang dihasilkan
adalah 1052 s. Menandakan butuh waktu yang lama untuk mencapai set
point. Perbandingan dengan automatic controller dari modul dan hasil
perhitungan manual akan dibahas pada analisis dibawah.
Percobaan Automatic Controller dari Modul
Pada percobaan ini, dilakukan perubahan set point dari 7 menjadi 8, yang
mana secara fisis menyatakan bahwa pH yang dinginkan menuju pH larutan
basa. Dimana hal ini mengakibatkan perubahan bukaan valve yang semakin
besar jika dibandingkan dengan percobaan manual. Selain itu nilai PV akan
semakin tinggi dikarenakan nilai PV akan menyeimbangi nilai SV. Grafik
yang dihasilkan menunjukkan kenaikkan pH menuju set point seiring
berjalannya waktu, namun grafik yang dihasilkan tidak ideal dengan kata

48
lain tidak sinusoid atau membentuk osilasi berulang seperti pada grafik yang
seharusnya.
Berdasarkan pengolahan data yang dilakukan, dengan menginput nilai Kc,
Ti, dan Td didapatkan data parameter kondisi sebagai berikut;
Tabel 5.3 Hasil Perhitungan Parameter Kondisi
Jenis Over- Rise Decay Time to Settling Period of Offset
Kontroler shoot Time Ratio First Peak Time Oscillation
PID 0.037 805 s 1 833 s 1383 s 399 s 0

Terdapat beberapa hasil yang diinginkan dan tidak dinginkan yang akan
dibahas dengan detail. Menurut Marlin, nilai overshoot yang paling baik
adalah sekitar 5%-25%. Sedangkan pada data yang diperoleh, nilai
overshoot adalah 3.7% yang mana hal ini membuktikan bahwa terdapat
overshoot namun sangat rendah. Selain itu berdasarkan parameter yang
ditetapkan, nilai offset yang baik adalah mendekati 0 dimana hal ini sudah
sesuai dengan hasil yang didapat.
Nilai Decay ratio dan period of oscilation diatas menyatakan bahwa osilasi
berulang terlalu banyak atau fluktuatif. Settling time to mencapai kestabilan
adalah 1383s. Ini mengindikasikan bahwa sistem ini lambat merespon
perubahan atau gangguan. Selain itu rise time yang dihasilkan adalah 805s.
Jika dibandingkan dengan percobaan yang manual, percobaan ini lebih cepat
untuk mencapai set point, memiliki nilai overshoot yang lebih tinggi (namun
masih dalam batas aman), lebih lama dan fluktuatif untuk mencapai keadaan
kondisi stabil.
Percobaan Automatic Controller dari Perhitungan Manual
Pada percobaan ini, dilakukan perubahan set point dari 7 menjadi 8, yang
mana secara fisis menyatakan bahwa pH yang dinginkan menuju pH larutan
basa. Dimana hal ini mengakibatkan perubahan bukaan valve yang semakin
besar jika dibandingkan dengan percobaan manual. Selain itu nilai PV akan
semakin tinggi dikarenakan nilai PV akan menyeimbangi nilai SV. Sama
halnya dengan percobaan Automatic Controller dari Modul, grafik yang
dihasilkan menunjukkan kenaikkan pH menuju set point seiring berjalannya
waktu namun tidak ideal dengan kata lain tidak sinusoid atau membentuk
osilasi berulang seperti pada grafik yang seharusnya.

49
Pada percobaan ini nilai Kc, Ti, dan Td yang didapat pada percobaan
manual digunakan untuk mencari parameter-parameter kondisi seperti
dibawah.
Tabel 5.4 Hasil Perhitungan Parameter Kondisi
Jenis Over- Rise Decay Time to First Settling Period of Offs
Kontr shoot Time Ratio Peak Time Oscillation et
oler
PID 0.06 956s 1.4 979s 1686s 475 s 0.12

Terdapat beberapa hasil yang diinginkan dan tidak dinginkan yang akan
dibahas dengan detail. Menurut Marlin, nilai overshoot yang paling baik
adalah sekitar 5%-25%. Sedangkan pada data yang diperoleh, nilai
overshoot adalah 6% yang mana hal ini membuktikan bahwa terdapat
overshoot berada pada rentang yang baik. Selain itu berdasarkan parameter
yang ditetapkan, nilai offset yang baik adalah mendekati 0 dimana hal ini
sudah sesuai dengan hasil yang didapat. Settling time to mencapai
kestabilan adalah 1686s dan lebih tinggi 707s dari Time to First Peak. Ini
mengindikasikan bahwa sistem ini sangat lambat merespon perubahan atau
gangguan. Selain itu rise time yang dihasilkan adalah 956s.
Jika dibandingkan dengan percobaan yang manual dan automatic controller
dari modul, percobaan ini lebih cepat untuk mencapai set point
dibandingkan manual namun lebih lambat dibandingkan dengan automatic
controller dari modul, memiliki nilai overshoot yang lebih tinggi (namun
masih dalam batas aman), lebih lama dan fluktuatif untuk mencapai keadaan
kondisi stabil.
5.3 Analisis Kesalahan
Kesalahan yang dilakukan praktikan saat praktikum adalah sebagai berikut;
Bukaan valve tangki larutan basa sudah mencapai 100% sebelum mencapai
set point.
Penambahan konsentrasi larutan NaOH yang dilakukan untuk mencapai set
point dengan waktu yang lebih cepat sehingga terdapat inkonsistensi
terhadap waktu yang diperlukan untuk mencapai set point.
Masih terdapat kristal-kristal NaOH yang tidak larut sehingga membuat pH
larutan tidak stabil.

50
BAB VI
KESIMPULAN

Berdasarkan ketiga jenis percobaan modul ph control yang telah kami


lakukan, dapat disimpulkan beberapa hal, antara lain:
1. Proses pengendalian pH merupakan suatu proses yang biasa terdapat di
industri yaitu dalam proses water-treatment. Dengan melakukan
pengendalian pH, air limbah yang mungkin bersifat terlalu asam atau basa
akan dikendalikan nilai pH nya berdasarkan prinsip pengendalian proses
agar pH air limbah tersebut bersifat netral (7) sehingga aman untuk
dibuang ke lingkungan.
2. Pada FOPDT, nilai konstanta gain (Kp) menunjukkan sensitivitas terhadap
gangguan yang diberikan. Konstanta dead time () menunjukkan waktu
yang diperlukan sistem sebelum terjadinya respon. Nilai dead time yang
terkecil adalah yang optimum. Konstanta waktu () menunjukkan
kecepatan sistem untuk merespon gangguan. Semakin besar nilai maka
waktu untuk merespon semakin lambat.

51
3. DAFTAR PUSTAKA
4.
5. Marlin, T. 2000. Process Control: Designing Processes and Control
Systems for Dynamic Performance, 2nd Edition. New York: McGraw-
Hill.
6. Smith & Corripio. 1985. Principles and Practice of Automatic Process
Control. New York: John Wiley.
7.

52

Anda mungkin juga menyukai