Anda di halaman 1dari 21

Definisi

Hipertensi adalah peninggian tekanan darah diatas nilai normal. Ini termasuk golongan
penyakit yang terjadi akibat suatu mekanisme kompensasi kardiovaskuler untuk
mempertahankan metabolisme tubuh agar berfungsi nomal. Mekanisme tersebut terjadi melalui
sistem neurohumoral dan kardiovaskuler. Apabila hipertensi tidak terkontrol akan menyebabkan
kelainan pada organ-organ lain yang berhubungan dengan sistem-sistem tersebut, misalnya otak,
jantung, ginjal, mata, aorta dan pembuluh darah tepi. Semakin tinggi tekanan darah, lebih besar
kemungkinan timbulnya penyakit-penyakit kardiovaskuler secara prematur. Penyulit pada
jantung dan segala manifestasi kliniknya, dinamakan penyakit jantung hipertensif atau disebut
juga sebagai Hipertensive Heart Disease (HHD). Penyakit Jantung Hipertensif adalah istilah
yang digunakan untuk menyebutkan penyakit jantung secara keseluruhan yang disebabkan
karena peningkatan tekanan darah, baik secara langsung maupun tidak langsung, mulai dari left
ventricular hyperthrophy (LVH), aritmia jantung, penyakit jantung koroner, dan penyakit jantung
kronis.

Penyakit jantung hipertensif adalah suatu penyakit yang berkaitan dengan dampak
sekunder pada jantung karena hipertensi sistemik yang lama dan berkepanjangan. Hipertensi
yang berkepanjangan dan tidak terkendali dapat mengubah struktur miokard, pembuluh darah
dan sistem konduksi jantung. Perubahan-perubahan ini dapat mengakibatkan hipertrofi ventrikel
kiri, penyakit arteri koroner, gangguan sistem konduksi, disfungsi sistolik dan diastolik miokard
yang nantinya bermanifestasi klinis sebagai angina (nyeri dada), infark miokard, aritmia jantung
(terutama fibrilasi atrium) dan gagal jantung kongestif. Sepuluh persen dari individu-individu
dengan hipertensi kronis mengalami pembesaran ventrikel kiri (left ventricular hypertrophy)
dengan tujuh kali lipat kemungkinan lebih dapat terkena dan memiliki resiko kematian akibat
kegagalan jantung kongestif, gangguan ritme jantung (ventrikel arrhythmias) dan serangan
jantung (myocardial infarction).
Penyakit jantung hipertensif diketahui bila dapat dideteksi hipertrofi ventrikel kiri sebagai
akibat langsung dari peningkatan bertahap tahanan pembuluh perifer dan beban akhir ventrikel
kiri. Faktor yang menentukan hipertrofi ventrikel kiri adalah derajat dan lamanya peningkatan
diastolik. Pengaruh faktor genetik di sini lebih jelas. Fungsi pompa ventrikel kiri selama
hipertensi berhubungan erat dengan penyebab hipertrofi dan terjadinya aterosklerosis koroner.
Epidemiologi
Hipertensi atau tekanan darah tinggi merupakan penyebab meningkatnya resiko penyakit
stroke, jantung dan ginjal. Pada akhir abad 20, penyakit jantung dan pembuluh darah menjadi
penyebab utama kematian di negara maju dan negara berkembang. Berdasarkan Survei
Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001, kematian akibat penyakit jantung dan pembuluh
darah di Indonesia sebesar 26,3%. Sedangkan data kematian di rumah sakit tahun 2005 sebesar
16,7%. Faktor resiko utama penyakit jantung dan pembuluh darah adalah hipetensi, di samping
hiperkolesterollemia dan diabetes melitus. Menteri Kesehatan Dr. dr. Siti Fadilah Supari, Sp. JP
(K) menyatakan, prevalensi hipertensi di Indonesia pada daerah urban dan rural berkisar antara
17-21%. Data secara nasional yang ada belum lengkap. Sebagian besar penderita hipertensi di
Indonesia tidak terdeteksi, sementara mereka yang terdeteksi umumnya tidak menyadari kondisi
penyakitnya, Sejumlah 85-90% hipertensi tidak diketahui penyebabnya atau disebut sebagai
hipertensi primer (hipertensi esensial atau idiopatik). Hanya sebagian kecil hipertensi yang dapat
ditetapkan penyebabnya (hipertensi sekunder). Tidak ada data akurat mengenai prevalensi
hipertensi sekunder dan sangat tergantung di mana angka itu diteliti. Diperkirakan terdapat
sekitar 6% pasien hipertensi sekunder sedangkan di pusat rujukan dapat mencapai sekitar 35%.

Etiologi
Tekanan darah tinggi akan meningkatkan kerja jantung, dan seiring waktu, hal ini dapat
menyebabkan otot jantung menjadi lemah. Fungsi jantung sebagai pompa terhadap peninggian
tekanan darah di atrium kiri diperbesar ke bilik jantung dan jumlah darah yang dipompa oleh
jantung setiap menit (output jantung) menjadi turun, dimana tanpa pengobatan, gejala-gejala
kegagalan jantung kongestif dapat berkembang.
Tekanan darah tinggi yang paling umum adalah faktor resiko untuk penyakit jantung dan
stroke. Iskemia dapat menyebabkan penyakit jantung (penurunan suplai darah ke otot jantung
pada kejadianangina pektoris dan serangan jantung) dari peningkatan pasokan oksigen yang
dibutuhkan oleh otot jantung yang lemah.
Tekanan darah tinggi juga memberikan kontribusi untuk perubahan dari dinding
pembuluh darah yang pada gilirannya dapat memperburuk aterosklerosis. Hal ini juga akan
meningkatkan resiko serangan jantung dan stroke.
Peningkatan tekanan darah selain disebabkan faktor keturunan, gaya hidup dan
hipertensi primer dapat juga disebabkan karena hipertensi sekunder akibat dari penyakit,
kelainan atau kondisi seperti :

1. Penyakit Ginjal
Hipertensi sekunder yang terkait dengan ginjal disebut hipertensi ginjal (renal hypertension).
Gangguan ginjal yang paling banyak menyebabkan tekanan darah tinggi adalah penyempitan
arteri ginjal, yang merupakan pembuluh darah utama penyuplai darah ke kedua organ ginjal. Bila
pasokan darah menurun, ginjal akan memproduksi berbagai zat yang meningkatkan tekanan
darah.

2. Stress
Stress bisa memicu sistem saraf simpati sehingga meningkatkan aktivitas jantung dan tekanan
pembuluh darah.

3. Apnea
Obstructive sleep apnea (OSA) adalah gangguan tidur di mana penderita berkali-kali berhenti
bernafas (antara 10-30 detik) selama tidur. Apnea biasanya diderita oleh orang yang kegemukan
dan diikuti dengan gejala lain seperti rasa kantuk luar biasa di siang hari, mendengkur, sakit
kepala pagi hari dan edema (pembengkakan) di kaki bagian bawah. Separuh penderita apnea
menderita hipertensi, yang mungkin dipicu oleh perubahan hormon karena reaksi terhadap
penyakit dan stress yang ditimbulkannya.

4. Gangguan tiroid (Hiper/Hipotiroid)


Hipertiroid atau kelebihan hormon tiroid ditandai dengan mudah kepanasan (merasa gerah),
penurunan berat badan, jantung berdebar dan tremor. Hormon tiroid yang berlebih merangsang
aktivitas jantung, meningkatkan produksi darah, dan meningkatkan resistensi pembuluh darah
sehingga menimbulkan hipertensi.
Hipotiroid atau kekurangan hormon tiroid ditandai dengan kelelahan, penurunan berat badan,
kerontokan rambut dan lemah otot. Hubungan antara kekurangan tiroid dan hipertensi belum
banyak diketahui, namun diduga bahwa melambatnya metabolisme tubuh karena kekurangan
tiroid mengakibatkan pembuluh darah terhambat dan tekanan darah meningkat.

5. Preeklamsia
Preeklamsia adalah hipertensi karena kehamilan (gestational hypertension) yang biasanya terjadi
pada trimester ketiga kehamilan. Preeklamsia disebabkan oleh volume darah yang meningkat
selama kehamilan dan berbagai perubahan hormonal. Sekitar 5-10% kehamilan pertama ditandai
dengan preeklamsia.

6. Koarktasi Aorta (Aortic coarctation)


Koarktasi atau penyempitan aorta adalah kelainan bawaan yang menimbulkan tekanan darah
tinggi.

7. Gangguan Kelenjar Adrenal


Kelenjar adrenal berfungsi mengatur kerja ginjal dan tekanan darah. Bila salah satu atau kedua
kelenjar adrenal mengalami gangguan, maka dapat mengakibatkan produksi hormon berlebihan
yang meningkatkan tekanan darah.

Patofisiologi

Pada stadium permulaan hipertensi, hipertrofi yang terjadi adalah difus (konsentrik).
Rasio massa dan volume akhir diastolik ventrikel kiri meningkat tanpa perubahan yang berarti
pada fungsi pompa efektif ventrikel kiri. Pada stadium selanjutnya, karena penyakit berlanjut
terus, hipertrofi menjadi tak teratur, dan akhimya akibat terbatasnya aliran darah koroner,
menjadi eksentrik. Berkurangnya rasio antara massa dan volume jantung akibat peningkatan
volume diastolik akhir adalah khas pada jantung dengan hipertrofi eksentrik. Hal ini
diperlihatkan sebagai penurunan secara menyeluruh fungsi pompa (penurunan ejeksi,
peningkatan tegangan dinding ventrikel pada saat sistolik, peningkatan konsumsi oksigen otot
jantung, serta penurunan efek mekanik pompa jantung). Diperburuk lagi bila disertai dengan
penyakit jantung koroner.
Walaupun tekanan perfusi koroner meningkat, tahanan pembuluh koroner juga meningkat
sehingga cadangan aliran darah koroner berkurang. Perubahan hemodinamik sirkulasi koroner
pada hipertensi berhubungan erat dengan derajat hipertrofi otot jantung.
Ada 2 faktor utama penyebab penurunan cadangan aliran darah koroner, yaitu :
1. Penebalan arteriol koroner, yaitu bagian dari hipertrofi umum otot polos pernbuluh
darah resistensi arteriol (arteriolar resistance vessels) seluruh badan. Kemudian terjadi
retensi garam dan air yang mengakibatkan berkurangnya compliance pembuluh ini dan
meningkatnya tahanan perifer.
2. Peningkatan hipertrofi mengakibatkan berkurangnya kepadatan kapiler per unit otot
jantung bila timbul hipertrofi eksentrik. Peningkatan jarak difusi antara kapiler dan serat
otot yang hipertrofi menjadi faktor utama pada stadium lanjut dan gambaran hemodinamik
ini.

Jadi faktor koroner pada hipertensi berkembang menjadi akibat penyakit, meskipun tampak
sebagai penyebab patologis yang utama dan gangguan aktivitas mekanik ventrikel kiri.
Peningkatan tekanan darah secara sistemik meningkatkan resistensi terhadap
pemompaan darah dari ventrikel kiri, sehingga beban jantung bertambah. Sebagai akibatnya
terjadi hipertrofi ventrikel kiri untuk meningkatkan kontraksi. Hipertrofi ini ditandai dengan
ketebalan dinding yang bertambah, fungsi ruang yang memburuk, dan dilatasi ruang jantung.
Akan tetapi kemampuan ventrikel untuk mempertahankan curah jantung dengan hipertrofi
kompensasi akhirnya terlampaui dan terjadi dilatasi dan payah jantung. Jantung semakin
terancam seiring parahnya aterosklerosis koroner. Angina pectoris juga dapat terjadi kerana
gabungan penyakit arterial koroner yang cepat dan kebutuhan oksigen miokard yang bertambah
akibat penambahan massa miokard.
Penyulit utama pada penyakit jantung hipertensif adalah hipertrofi ventrikel kiri yang
terjadi sebagai akibat langsung dari peningkatan bertahap tahanan pembutuh perifer dan beban
akhir ventrikel kiri. Faktor yang menentukan hipertrofi ventrikel kiri adalah derajat dan lamanya
peningkatan diastol. Pengaruh beberapa faktor humoral seperti rangsangan simpato-adrenal yang
meningkat dan peningkatan aktivasi sistem renin-angiotensin-aldosteron (RAA) belum diketahui,
mungkin sebagai penunjang saja. Pengaruh faktor genetik disini lebih jelas. Fungsi pompa
ventrikel kiri selama hipertensi berhubungan erat dengan penyebab hipertrofi dan terjadinya
aterosklerosis koroner. Pada stadium permulaan hipertensi, hipertrofi yang terjadi adalah difus
(konsentrik). Rasio massa dan volume akhir diastolik ventrikel kiri meningkat tanpa perubahan
yang berarti pada fungsi pompa efektif ventrikel kiri. Pada stadium selanjutnya, karena penyakit
berlanjut terus, hipertrofi menjadi tak teratur, dan akhirnya eksentrik, akibat terbatasnya aliran
darah koroner. Khas pada jantung dengan hipertrofi eksentrik menggambarkan berkurangnya
rasio antara massa dan volume, oleh karena meningkatnya volum diastolik akhir. Hal ini
diperlihatkan sebagai penurunan secara menyeluruh fungsi pompa (penurunan fraksi ejeksi),
peningkatan tegangan dinding ventrikel pada saat sistol dan konsumsi oksigen otot jantung, serta
penurunan efek mekanik pompa jantung, Hal-hal yang memperburuk fungsi mekanik vantrikel
kiri berhubungan erat bifa disertai dengan penyakit jantung koroner.
Patofisiologi dari penyakit jantung hipertensi adalah satu hal komplek yang melibatkan
banyak faktor yang saling mempengaruhi, yaitu hemodinamik, struktural, neuroendokrin, seluler,
dan faktor molekuler. Di satu sisi, faktor-faktor ini memegang peranan dalam perkembangan
hipertensi dan komplikasinya, di sisi lain peningkatan tekanan darah itu sendiri dapat
memodulasi faktor-faktor tersebut. Adapun patofisiologi berbagai manifestasi hipertensi terhadap
jantung berbeda-beda dan akan dijelaskan berikut satu persatu.

1. Hipertrofi ventrikel kiri


Hipertrofi ventrikel kiri (left ventricular hypertrophy / LVH) terjadi pada 15-20%
penderita hipertensi dan risikonya meningkat 2 kali lipat pada pasien obesitas. Hipertrofi
ventrikel kiri adalahpembesaran massa pada ventrikel (bilik) kiri jantung. Hal ini merupakan
respon sel miosit terhadap stimulus yang menyertai peningkatan tekanan darah. Hipertrofi miosit
terjadi sebagai mekanisme kompensasi peningkatan tekanan afterload. Stimulus mekanis dan
neurohormonal yang menyertai hipertensi akan mengaktivasi pertumbuhan sel miokard, ekspresi
gen dan berujung kepada hipertrofi ventrikel kiri. Selain itu aktivasi sistem renin-angiotensin
akan menyebabkan pertumbuhan interstitium dan komponen sel matriks.
Beberapa bentuk hipertrofi ventrikel kiri di antaranya hipertrofi ventrikel kiri
konsentrik dan hipertrofi ventrikel kiri ekstenstrik. Pada hipertrofi ventrikel kiri konsentrik
terjadi peningkatan massa dan ketebalan serta volume dan tekanan diastolik. Pasien dengan
hipertrofi ventrikel kiri konsentrik umumnya memiliki prognosis yang lebih buruk. Adapun pada
hipertrofi ventrikel kiri eksentrik terjadi peningkatan hanya pada lokasi tertentu, misalnya
daerah septal. Walaupun hipertrofi ventrikel kiri bertujuan untuk melindungi terhadap stress yang
ditimbulkan oleh hipertensi, namun apabila berlangsung dalam waktu yang lama dapat
menyebabkan disfungsi miokard sistolik dan diastolik.

2. Kelainan atrium kiri


Walaupun sering tidak terduga, abnormalitas atrium kiri umum terjadi pada pasien
dengan hipertensi. Abnormalitas atrium kiri ini meliputi perubahan struktural dan fungsi,.
Hipertensi akan meningkatkan volume diastolik akhir (end diastolic volume / EDV) di ventrikel
kiri sehingga atrium kiri pun akan mengalami perubahan fungsi dan peningkatan ukuran.
Peningkatan ukuran atrium kiri tanpa disertai gangguan katup atau disfungsi sistolik biasanya
menunjukkan hipertensi yang sudah berlangsung lama / kronis dan berhubungan dengan derajat
keparahan disfungsi diastolik ventrikel kiri. Perubahan struktur atrium ini menjadi faktor
predisposisi terjadinya atrial fibrilasi pada pasien-pasien tersebut. Atrial fibrilasi, dengan
hilangnya kontribusi atrium pada disfungsi diastolik, dapat memperbesar kemungkinan
terjadinya gagal jantung.

3. Gangguan katup
Meskipun penyakit katup tidak menyebabkan penyakit jantung hipertensi, hipertensi
yang kronik dan berat dapat menyebabkan dilatasi cincin katup aorta, yang menyebabkan
terjadinyainsufisiensi aorta signifikan. Beberapa derajat perubahan perdarahan secara signifikan
akibat insufisiensi aorta sering ditemukan pada pasien dengan hipertensi yang tidak terkontrol.
Peningkatan tekanan darah yang akut dapat menentukan derajat insufisiensi aorta, yang akan
kembali ke dasar bila tekanan darah terkontrol secara lebih baik. Sebagai tambahan, selain
menyebabkan regurgitasi aorta, hipertensi juga diperkirakan dapat mempercepat proses sklerosis
aorta dan menyebabkan regurgitasi mitral.

4. Gagal jantung
Pada pasien hipertensi, tekanan dalam lumen aorta sangat tinggi sehingga ventrikel kiri
akan melakukan kompensasi menghadapi tekanan tersebut. Dengan adanya faktor
neurohormonal otot jantung kiri akan mengalami penebalan konsentrik (hipertrofi konsentrik).
Fungsi diastolik mulai terganggu akibat dari gangguan relaksasi ventrikel kiri, sehingga terjadi
dilatasi ventrikel kiri akibat penimbunan darah yang berlebih. Pada awalnya dilatasi ventrikel itu
memenuhi hukum starling, dimana peningkatan volume diastolik akan menambah kekuatan
kontraksi otot jantung. Namun jika isi ventrikel bertambah melebihi batas, maka kekuatan
kontraksi dari otot jantung juga akan menurun, sehingga tidak bisa memompakan darah
memenuhi kebutuhan oksigen di seluruh tubuh.
Gagal jantung merupakan komplikasi yang sering terjadi pada hipertensi kronis. Pasien
dengan hipertensi dapat menunjukkan gejala-gejala gagal jantung namun dapat juga bersifat
asimptomatis (tanpa gejala). Prevalensi (gagal jantung) disfungsi diastolik asimptomatis pada
pasien hipertensi tanpa disertai hipertrofi ventrikel kiri adalah sebanyak 33 %. Peningkatan
tekanan afterload kronik dan hipertrofi ventrikel kiri dapat mempengaruhi fase relaksasi dan
pengisian diastolik ventrikel.
Disfungsi diastolik sering terjadi pada penderita hipertensi, dan terkadang disertai
hipertrofi ventrikel kiri. Hal ini disebabkan oleh peningkatan tekanan afterload, penyakit arteri
koroner, penuaan, disfungsi sistolik dan fibrosis. Disfungsi sistolik asimptomatis biasanya
mengikuti disfungsi diastolik. Setelah beberapa lama, hipertrofi ventrikel kiri gagal
mengkompensasi peningkatan tekanan darah sehingga lumen ventrikel kiri berdilatasi untuk
mempertahankan cardiac output. Lama kelamaan, fungsi sistolik ventrikel kiri akan menurun.
Penurunan ini mengaktifkan sistem neurohormonal dan renin-angiontensin, sehingga meretensi
garam dan air dan meningkatkan vasokonstriksi perifer, yang akhirnya malah memperburuk
keadaan dan menyebabkan disfungsi sistolik.
Apoptosis (kematian sel terprogram yang dirangsang oleh hipertrofi miosit dan
ketidakseimbangan stimulus dan inhibitornya) diduga memainkan peranan penting dalam
peralihan fase terkompensasi menjadi fase dekompensasi. Peningkatan mendadak tekanan
darah dapat menyebabkan edema paru tanpa adanya perubahan fraksi ejeksi ventrikel kiri. Secara
umum dilatasi ventrikel kiri (asimtomatik atau simtomatik) dapat memperburuk keadaan dan
meningkatkan risiko kematian. Disfungsi ventrikel kiri serta dilatasi septal dapat menyebabkan
penebalan ventrikel kanan dan disfungsi diastolik.

5. Iskemia otot jantung


Pada pasien hipertensi dapat timbul iskemia miokard yang bermanifestasi sebagai nyeri
dada / angina pektoris. Hal ini dikarenakan hipertensi menyebabkan peningkatan tekanan di
ventrikel kiri dan transmural, peningkatan beban kerja yang mengakibatkan hipertrofi ventrikel
kiri. Suplai oksigen yang tidak sanggup memenuhi kebutuhan otot jantung yang membesar akan
menyebabkan nyeri dada. Hal ini diperparah jika terdapat penyulit seperti aterosklerosis.

6. Aritmia jantung
Aritmia kardiak umumnya ditemukan pada pasien dengan hipertensi yang mengalami
atrial fibrilasi kontraksi ventrikel yang prematur dan ventrikuler takikardi.
Resiko henti jantung mendadak dapat meningkat. Berbagai metabolisme diperkirakan
memegang peranan dalam patogenesis aritmia termasuk perubahan struktur dan metabolisme sel,
ketidakhomogen miokard, perfusi yang buruk, fibrosis miokard dan fluktuasi pada afterload.
Semua faktor tersebut dapat menyebabkan peningkatan resiko ventrikel takiaritmia.
Atrial fibrilasi (paroksisimal, kronik rekuren, atau kronik persisten), sering ditemukan
pada pasien dengan hipertensi. Faktanya, peningkatan tekanan darah merupakan faktor umum
bagi atrial fibrilasi. Pada suatu penelitian hampir 50% pasien dengan atrial fibrilasi mengidap
hipertensi walaupun etiologi yang pasti tidak diketahui, abnormalitas struktur atrium kiri,
penyakit arteri koroner, dan LVH telah dianggap sebagi faktor yang mungkin berperan.
Perkembangan atrial fibrilasi dapat menyebabkan disfungsi sistolik dekompensata, dan yang
lebih penting, disfungsi diastolik, menyebabkan hlangnya kontraksi atrium, dan juga
meningkatkan resiko komplikasi tromboembolik, khususnya stroke.
Kontraksi ventrikuler prematur, ventrikuler aritmia dan henti jantung mendadak
ditemukan lebih sering pada pasien dengan LVH daripada pasien tanpa LVH. Penyebab
arimitmia tersebut dianggap terjadi bersama-sama dengan penyakit arteri koroner dan fibrosis
miokard.

Manifestasi Klinis
Pada stadium dini hipertensi, tampak tanda-tanda akibat rangsangan simpatis yang
kronik. Pada tahap awal, seperti hipertensi pada umumnya kebanyakan pasien tidak ada keluhan.
Bila simtomatik, maka biasanya disebabkan oleh:
Peninggian tekanan darah itu sendiri dapat bermanifestasi seperti berdebar-debar, rasa
melayang (dizzy) bahkan impotensi. Cepat lelah, sesak napas, sakit dada, bengkak kedua kaki
atau perut. Gangguan vaskular lainnya adalah epistaksis, hematuria, pandangan kabur karena
perdarahan retina, transient cerebral ischemic dapat terjadi.
Gejala penyakit dasar yang mejadi penyebab hipertensi pada hipertensi sekunder seperti :
polidipsia, poliuria, kelemahan otot pada aldosteronisme primer, peningkatan berat badan cepat
dengan emosi yang labil pada sindrom Cushing. Feokromositoma dapat muncul dengan keluhan
episode sakit kepala, palpitasi, banyak keringat, dan rasa melayang saat berdiri (postural dizzy)
Jantung berdenyut cepat dan kuat, terjadi hipersirkulasi yang mungkin diakibatkan
peningkatan aktivitas sistem neurohumoral disertai hipervolemia. Pada stadium selanjutnya,
timbul mekanisme kompensasi pada otot jantung berupa hipertrofi ventrikel kiri yang difus dan
peningkatan tahanan pembuluh darah perifer.
Pemeriksaan yang paling sederhana adalah palpasi. Pada hipertrofi konsentrik lama, iktus
bertambah. Bila telah terjadi dilatasi ventrikel kiri, iktus kordis bergeser ke kiri bawah. Pada
auskultasi pasien dengan hipertrofi konsentrik dapat ditemukan S4 dan bila sudah terjadi dilatasi
jantung didapatkan tanda-tanda insufisiensi mitral relatif.
Timbulnya iskemia miokard menunjukkan tidak seimbangnya supply O2 miokard dengan
demand O2. Hipertensi bersama-sama faktor resiko lain mempercepat terjadinya penyakit jantung
koroner.Penderita hipertensi lebih sering menunjukkkan silent ischemia dan painless
Myocardial Infarct. Dibanding tensi normal akibat sensitivitas terhadap rasa sakit berkurang.
Kenaikan tekanan darah yang akut dapat menjadi pemicu Angina. Tekanan darah yang turun
mendadak jika terjadi miokard infark yang luas disertai fungsi pompa yang menurun
Gambaran klinis seperti sesak napas adalah salah satu gejala gangguan fungsi diastolik
dan peningkatan tekanan pengisian ventrikel walaupun fungsi sistolik masih normal. Bila
berkembang terus, terjadi hipertrofi eksentrik dan akhimya menjadi dilatasi ventrikel kemudian
timbul gejala payah jantung. Stadium ini kadangkala disertai dengan gangguan sirkulasi pada
cadangan aliran darah koroner dan akan memperburuk kelainan fimgsi mekanik/pompa jantung
yang selektif

Pemeriksaan Penunjang
Pada foto toraks posisi posteroanterior pasien hipertrofi konsentrik, besar jantung dalam
batas normal. Pembesaran jantung ke kiri terjadi bila sudah ada dilatasi ventrikel kiri. Terdapat
elongasi aorta pada hipertensi yang kronik dan tanda-tanda bendungan pembuluh paru pada
stadium payah jantung hipertensi.
Gambaran radiologis
Tanda-tanda radiologis HHD (Penyakit Jantung Hipertensif) pada foto thorax (PA) adalah seperti
berikut:
Keadaan awal batas kiri bawah jantung menjadi bulat karena hipertrofi konsentrik
ventrikel kiri.
Pada keadaan lanjut, apeks jantung membesar ke kiri dan ke bawah.
Aortic knob membesar dan menonjol disertai kalsifikasi.
Aorta ascenden dan descenden melebar dan berkelok, ini
disebut pemanjangan/elongatio aorta.

Gagal Jantung Kiri


Pada foto thorax gagal jantung, terlihat perubahan corakan vaskuler paru:
Distensi vena di lobus superior, bentuknya menyerupai huruf Y, dengan cabang lurus
mendatar ke lateral.
Batas hilus pulmo terlihat kabur.
Menunjukkan adanya edema pulmonum keadaan awal.
Terdapat tanda-tanda edema pulmonum, meliputi edema paru interstisial

Edema interstisial
Edema ini menimbulkan septal lines yang dikenal sebagai Kerleys lines,yang ada 4 jenis,
yaitu:
Kerley A: garis panjang di lobus superior paru, berasal dari daerah hilus menuju ke
atas dan perifer.
Kerley B: garis-garis pendek dengan arah horizontal tegak lurus pada dinding pleura
dan letaknya di lobus inferior, paling mudah terlihat karena letaknya tepat di atas sinus
costophrenicus. Garis ini adalah yang paling mudah ditemukan pada keadaan gagal
jantung.
Kerley C: garis-garis pendek, bercabang, ada di lobus inferior. Perlu pengalaman
untuk melihatnya, karena hampir sama dengan pembuluh darah.
Kerley D: garis-garis pendek, horizontal, letaknya retrosternal. Hanya tampak pada
foto lateral.

Edema alveoler
Terjadi pengurangan lusensi paru yang difus mulai dari hilus sampai perifer bagian atas dan
bawah. Gambaran ini dinamakan butterfly appearance/butterfly pattern, atau bats wing pattern.
Batas kedua hilus menjadi kabur.
Pemeriksaan laboratorium darah rutin yang diperlukan adalah Ht serta ureum dan
kreatinin untuk menilai fungsi ginjal. Selain itu juga elektrolit untuk melihat kemungkinan
adanya kelainan hormonal aldosteron. Pemeriksaan laboratorium urinalisis juga diperlukan untuk
melihat adanya kelainan pada ginjal. Pemeriksaan TSH : bisa meningkat pada pasien dengan
hipotiroidisme dan menurun pada hipertiroidisme. Pemeriksaan histologis dapat menemukan
tanda brutto dan lintas bagian yang terkena serangan jantung artery atherosclerosis dan myocyle
hypertrophy.
CT scan, MRI, dan MRA (magnetic resonance angiografi) abdomen dan dada:
memperlihatkan adanya massa adrenal atau membuktikan adanya koarktasio aorta . CT scan dan
MRI jantung, walaupun tidak dilakukan secara rutin telah membuktikan secara eksperimental
terjadinya LVH.
Pada EKG tampak tanda-tanda hipertrofi ventrikel kiri dan strain. Ekokardiografi dapat
mendeteksi hipertrofi ventrikel kiri secara dini mencakup kelainan anatomik dan fungsional
jantung pasien hipertensi asimtomatik yang belum didapatkan kelainan pada EKG dan radiologi.
Perubahan-perubahan yang dapat terlihat adalah sebagai berikut:
1. Tanda-tanda hipersirkulasi pada stadium dini, seperti hiperkinesis, hipervolemia.
2. Hipertrofi yang difus (konsentrik) atau yang iregular eksentrik.
3. Dilatasi ventrikel yang dapat merupakan tanda-tanda payah jantung, serta tekanan
akhir diastolik ventrikel kiri meningkat.
4. Tanda-tanda iskemia seperti hipokinesis dan pada stadium lanjut adanya diskinetik.
Diagnosis
Pemeriksaan awal pasien hipertensif harus menyertakan riwayat lengkap dan
pemeriksaan fisik untuk mengkonfirmasi diagnosis hipertensi, menyaring faktor-faktor risiko
penyakit kardiovaskular lain, menyaring penyebab-penyebab sekunder hipertensi,
mengidentifikasi konsekuensi kardiovaskular hipertensi dan komorbiditas lain, memeriksa gaya
hidup terkait-tekanan darah, dan menentukan potensi intervensi.
Sebagian besar pasien dengan hipertensi tidak memiliki gejala spesifik yang dapat
dikaitkan dengan peningkatan tekanan darah mereka. Walaupun popular dianggap sebagai gejala
peningkatan tekanan arterial, sakit kepala lazim terjadi hanya pada pasien dengan hipertensi
berat. Suatu sakit kepala hipertensif khas terjadi pada waktu pagi dan berlokasi di regio oksipital.
Gejala nonspesifik lain yang dapat berkaitan dengan peningkatan tekanan darah antara lain
adalah rasa pusing, palpitasi, rasa mudah lelah, dan impotensi. Ketika gejala-gejala didapati,
mereka umum berhubungan dengan penyakit kardiovaskular hipertensif atau dengan manifestasi
hipertensi sekunder. Tabel berikut mendaftarkan fitur-fitur nyata yang harus diselidiki dalam
perolehan riwayat dari pasien hipertensif.

Tabel Riwayat yang relevan


Durasi hipertensi
Terapi terdahulu: respon dan efek samping
Riwayat diet dan psikososial
Faktor-faktor risiko lain: perubahan berat badan, dislipidemia, kebiasaan merokok, diabetes, inaktivitas
fisik
Bukti-bukti hipertensi sekunder: riwayat penyakit ginjal; perubahan penampilan; kelemahan otot;
palpitasi, tremor; banyak berkeringan, sulit tidur, perilaku mendengkur, somnolens siang hari; gejala-
gejala hipo atau hipertiroidisme; penggunaan agen-agen yang dapat meningkatkan tekanan darah
Bukti-bukti kerusakan organ target: riwayat TIA, stroke, kebutaan transien; angina, infark miokardium,
gagal jantung kongestif; fungsi seksual
Komorbiditas lain

Pengukuran tekanan darah


Pengukuran tekanan darah yang terpercaya tergantung pada perhatian terhadap detail
mengenai teknik dan kondisi pengukuran. Karena peraturan terkini yang melarang penggunaan
merkuri karena perhatian mengenai toksisitas potensialnya, sebagian besar pengukuran kantor
dibuat menggunakan instrumen aneroid. Akurasi instrumen pengukur tekanan darah
terotomatisasi harus dikonfirmasi. Sebelum pengukuran tekanan darah, individu harus
didudukkan selama 5 menit dalam kondisi hening dan dengan privasi yang terjaga serta
temperatur yang nyaman. Bagian tengah cuff harus berada sejajar jantung, dan lebar cuff harus
setara dengan sekurang-kurangnya 40% lingkar lengan. Penempatan cuff, penempatan stetoskop,
dan kecepatan deflasi cuff (2 mmHg/detik) penting untuk diperhatikan. Tekanan darah sistolik
adalah yang pertama dari sekurang-kurangnya dua ketukan suara Korotkoff regular, dan tekanan
darah diastolik adalah titik di mana suara Korotkoff regular terakhir didengar. Dalam praktik saat
ini, diagnosis hipertensi umumnya dilandasi oleh pengukuran dalam kondisi duduk di tempat
praktik.
Monitor ambulatorik yang tersedia sekarang adalah sepenuhnya otomatis, menggunakan
tekhik osilometrik, dan umumnya diprogram untuk membuat pembacaan setiap 15-30 menit.
Namun pengawasan tekanan darah ambulatorik tidaklah sering digunakan secara rutin di praktik
klinis dan lazim disimpan bagi pasien yang dicurigai mengalami white coat hypertension. JNC 7
juga telah merekomendasikan pengawasan ambulatorik untuk resistensi terhadap penanganan,
hipotensi simtomatik, kegagalan otonom, dan hipertensi episodik.

Pemeriksaan fisik
Habitus tubuh, seperti tinggi dan berat badan, harus dicatat. Pada pemeriksaan awal,
tekanan harus diukur pada kedua lengan, dan lebih baik pada posisi terlentang, duduk dan berdiri
untuk mengevaluasi keberadaan hipotensi postural. Bahkan jika nadi femoral teraba normal,
tekanan arterial harus diukur sekurangnya sekali pada ekstremitas inferioir pada pasien di mana
hipertensi ditemui sebelum usia 30 tahun. Kecepatan detak jantung juga harus dicatat. Individu
hipertensif memiliki peningkatan prevalensi untuk mengalami fibrilasi atrial. Leher harus
dipalpasi untuk mencari pembesaran kelenjar tiroid, dan para pasien harus diperiksa untuk tanda-
tana hipo dan hipertiroidisme. Pemeriksaan pembuluh darah dapat menyediakan petunjuk
mengenai penyakit vaskular yang mendasari dan harus menyertakan pemeriksaan funduskopik,
auskultasi untuk bruit di arteri karotid dan femoral, dan palpasi denyut nadi femoral dan pedal
(pedis). Retina adalah satu-satunya jaringan di mana arteri dan arteriol dapat diamati secara
langsung. Seiring peningkatan tingkat keparahan hipertensi dan penyakit atherosklerotik,
perubahan funduskopik progresif antara lain seperti peningkatan refleks cahaya arteriolar, defek
perbandingan arteriovenous, hemorrhagi dan eksudat, dan, pada pasien dengan hipertensi
maligna, papiledema. Pemeriksaan pada jantung dapat mengungkapkan bunyi jantung kedua
yang menguat karena penutupan katup aorta dan suatu gallop S4 yang dikarenakan kontraksi
artrium terhadap ventrikel kiri yang tidak seiring. Hipertropi ventrikel kiri dapat terdeteksi
melalui keberadaan impuls apikal yang menguat, bertahan, dan bertempat di lateral. Suatu bruit
abdominal, terutama bruit yang berlateralisasi dan terjadi selama sistole ke diastole,
meningkatkan kemungkinan hipertensi renovaskular. Ginjal pasien dengan penyakit ginjal
polikistik dapat dipalpasi di abdomen. Pemeriksaan fisik harus menyertakan pemeriksaan tanda-
tanda CHF (Chronic Heart Failure) dan pemeriksaan neurologis.
Pemeriksaan fisik dimulai dengan menilai keadaan umum; memperhatikan keadaan
khusus seperti Cushing, feokromasitoma, perkembangan tidak proporsionalnya tubuh atas
dibanding bawah yang sering ditemukan pada koarktasio aorta.
Tanda fisik yang ditemukan adalah sebagai berikut:

1. Pulsasi
Pulsasi arteri normal pada stage awal penyakit
Ritme

Regular jika pasien pada sinus rhythm


irregular jika pasien pada fibrilasi atrium
Denyut

Normal pada pasien dengan sinus rhythm dan tidak gagal jantung
Takikardia pada pasien dengan gagal jantung dan pada pasien dengan fibrilasi atrium
Volume

Normal
Menurun pada pasien dengan disfungsi ventrikel kiri

2. Tekanan darah
Sistolik dan atau diastolic meningkat (>140/90 mmHg). Tekanan darah rata-rata dan tekanan
pulsasi juga meningkat.

3. Vena
Pada pasien dengan gagal jantung, vena jugular mungkin menggembung.

4. Jantung
Pemeriksaan jantung untuk mencari pembesaran jantung ditujukan untuk menilai tanda-tnada
gagal jantung. Bunyi jantung S2 yang meningkat akibat kerasnya penutupan katup aorta. Kadang
ditemukan murmur diastolik akibat regurgitasi aorta. Bunyi S4 (gallop atrial atau presistolik)
dapat ditemukan akibat dari peninggian tekanan atrium kiri. Sedangkan bunyi S3 (gallop
ventrikel atau protodiastolik) ditemukan bila tekanan akhir diastolik ventrikel kiri meningkat
akibat dilatasi ventrikel kiri. Bila S3 dan S4 ditemukan bersama disebut summation gallop.
5. Paru
Pada pemeriksaan dada mungkin normal atau mungkin termasuk tanda pulmonary congestion,
seperti menurunnya suara napas,atau rasa tumpul pada perkusi karena efusi pleura.

6. Abdomen
Pemeruksaan abdomen meungkin menemukan bruit arteri renal pada pasien dengan hipertensi
sekunder terhadap renal artery stenosis.

7. Ekstremitas
Edema pergelangan kaki mungkin ada pada pasien dengan gagal jantung parah. Arteri radialis,
arteri femoralis, dan arteri dorsalis pedia harus diraba. Tekanan darah di betis harus diukur
minimal sekali pada hipertensi umur muda (kurang dari 30 tahun).

Tes laboratorium
Tabel dibawah ini mencantumkan tes-tes laboratorium yang direkomendasikan dalam
evaluasi awal pasien hipertensif. Pengukuran fungsi ginjal berulang, elektrolit serum, glukosa
puasa, dan lipid dapat dilakukan setelah pemberian agen antihipertensif baru dan kemudian tiap
tahun, atau lebih sering bila diindikasikan secara klinis. Tes laboratorium yang lebih ekstensif
dapat dilakukan bagi pasien dengan hipertensi resistan-pengobatan yang nyata atau ketika
evaluasi klinis menunjukkan bentuk hipertensi sekunder.4

Tabel Tes laboratorium dasar untuk evaluasi awal


Sistem Tes
Urinalisis mikroskopik, ekskresi albumin, BUN
Ginjal atau kreatinin serum
Endokrin Natrium, kalium, kalsium, dan TSH serum
Glukosa darah puasa, kolesterol total, HDL dan
Metabolik LDL, trigliserida
Lain-lain Hematokrit, elektrokardiogram

Diagnosis Banding
Coronary Artery Atherosclerosis
Hypertrophic cardiomyopathy
Jantung atlet (dengan LVH)
Fibrilasi atrium karena etiologi lain
Disfungsi diastolic karena etiologi lain
Sleep apnea

Penatalaksanaan

Pengobatan ditujukan untuk menurunkan tekanan darah menjadi normal, mengobati


payah jantung karena hipertensi, mengurangi morbiditas dan mortalitas terhadap penyakit
kardiovaskular, dan menurunkan faktor risiko terhadap penyakit kardiovaskular semaksimal
mungkin.
Untuk menurunkan tekanan darah dapat ditinjau 3 faktor fisiologis yaitu, menurunkan isi
cairan intravaskular dan Na darah dengan diuretik, menurunkan aktivitas susunan saraf simpatis
dan respons kardiovaskular terhadap rangsangan adrenergik dengan obat dari golongan
antisimpatis, dan menurunkan tahanan perifer dengan obat vasodilator.

Terapi farmakologis
Terapi obat direkomendasikan bagi individu dengan penyakit jantung hipertnsif dengan
tekanan darah 140/90 mmHg keatas. Derajat keuntungan yang diperoleh dari agen-agen
antihipertensif berhubungan dengan besarnya reduksi tekanan darah. Penurunan tekanan darah
sistolik sebesar 10-12 mmHg dan tekanan darah diastolik sebesar 5-6 mmHg bersama-sama
memberikan reduksi risiko sebesar 35-40% untuk stroke dan 12-16% untuk CHD dalam 5 tahun
dari mula penatalaksanaan. Risiko gagal jantung berkurang sebesar >50%. Terdapat variasi yang
nyata dalam respon individual terhadap kelas-kelas agen antihipertensif yang berbeda, dan
besarnya respon terhadap agen tunggal apapun dapat dibatasi oleh aktivasi mekanisme counter-
regulasi yang melawan efek hipotensif dari agen tersebut. Pemilihan agen-agen antihipertensif,
dan kombinasi agen-agen, harus dilakukan secara individual, dengan pertimbangan usia, tingkat
keparahan hipertensi, faktor-faktor risiko penyakit kardiovaskular lain, kondisi komorbid, dan
pertimbangan praktis yang berkenaan dengan biaya, efek samping, dan frekuensi pemberian
obat.

Diuretik
Diuretik thiazide dosis-rendah sering digunakan sebagai agen lini pertama, sendiri atau
dalam kombinasi dengan obat antihipertensif lain. Thiazide menghambat pompa Na+/Cl di
tubulus konvultus distal sehingga meningkatkan ekskresi natrium. Dalam jangka panjang,
mereka juga dapat berfungsi sebagai vasodilator. Thiazide bersifat aman, memiliki efikasi tinggi,
dan murah serta mengurangi kejadian klinis. Mereka memberikan efek penurunan-tekanan darah
tambahan ketika dikombinasikan dengan beta blocker, ACE inhibitor, atau penyekat reseptor
angiotensin. Sebaliknya, penambahan diuretik terhadap penyekat kanal kalsium adalah kurang
efektif. Dosis biasa untuk hydrochlorothiazide berkisar dari 6.25 hingga 50 mg/hari. Karena
peningkatan insidensi efek samping metabolik (hipokalemia, resistansi insulin, peningkatan
kolesterol), dosis yang lebih tinggi tidaklah dianjurkan. Dua diuretik hemat kalium, amiloride
dan triamterene, bekerja dengan menghambat kanal natrium epitel di nefron distal. Agen-agen ini
adalah agen antihipertensif yang lemah namun dapat digunakan dalam kombinasi dengan
thiazide untuk melindungi terhadap hipokalemia. Target farmakologis utama untuk diuretik loop
adalah kotransporter Na+-K+-2Cl di lengkung Henle ascenden tebal. Diuretik loop umumnya
dicadangkan bagi pasien hipertensif dengan penurunan kecepatan filtrasi glomerular [kreatinin
serum refleksi >220 mol/L (>2.5 mg/dL)], CHF, atau retensi natrium dan edema karena alasan-
alasan lain seperti penatalaksanaan dengan vasodilator yang poten, seperti monoxidil.

Penyekat sistem renin-angiotensin


ACE inhibitor mengurangi produksi angiotensin II, meningkatkan kadar bradikinin, dan
mengurangi aktivitas sistem saraf simpatis. Penyekat reseptor angiotensin II menyediakan
blokade reseptor AT1 secara selektif, dan efek angiotensin II pada reseptor AT2 yang tidak
tersekat dapat menambah efek hipotensif. Kedua kelas agen-agen ini adalah agen antihipertensif
yang efektif yang dapat digunakan sebagai terapi tunggal atau dalam kombinasi dengan diuretik,
antagonis kalsium, dan agen-agen penyekat alfa. Efek samping ACE inhibitor dan penyekat
reseptor angiotensin antara lain adalah insufisiensi ginjal fungsional karena dilatasi arteriol
eferen ginjal pada ginjal dengan lesi stenotik pada arteri renalis. Kondisi-kondisi predisposisi
tambahan terhadap insufisiensi ginjal yang diinduksi oleh agen-agen ini antara lain adalah
dehidrasi, CHF, dan penggunaan obat-obat antiinflamasi non steroid. Batuk kering terjadi pada
~15% pasien, dan angioedema terjadi pada <1% pasien yang mengkonsumsi ACE inhibitor.
Angioedema paling sering terjadi pada individu yang berasal dari Asia dan lebih lazim terjadi
pada orang Afrika Amerika dibanding orang Kaukasia. Hiperkalemia yang disebabkan
hipoaldosteronisme merupakan efek samping yang kadang terjadi baik pada penggunaan ACE
inhibitor maupun penyekat reseptor angiotensin.

Antagonis aldosteron
Spironolakton adalah antagonis aldosteron nonselektif yang dapat digunakan sendiri atau
dalam kombinasi dengan diuretik thiazide. Ia adalah agen yang terutama efektif pada pasien
dengan hipertensi esensial rendah-renin, hipertensi resistan, dan aldosteronisme primer. Pada
pasien dengan CHF, spironolakton dosis rendah mengurangi mortalitas dan perawatan di rumah
sakit karena gagal jantung ketika diberikan sebagai tambahan terhadap terapi konvensional
dengan ACE inhibitor, digoxin, dan diuretik loop. Karena spironolakton berikatan dengan
reseptor progesteron dan androgen, efek samping dapat berupa ginekomastia, impotensi, dan
abnormalitas menstruasi. Efek-efek samping ini dihindari oleh agen yang lebih baru, eplerenone,
yang merupakan antagonis aldosteron selektif. Eplerenone baru-baru ini disetujui di US untuk
penatalaksanaan hipertensi.

Beta blocker
Penyekat Beta mengurangi tekanan darah melalui penurunan curah jantung, karena
reduksi kecepatan detak jantung dan kontraktilitas. Mekanisme lain yang diajukan mengenai
bagaimana beta blocker mengurangi tekanan darah adalah efek pada sistem saraf pusat, dan
inhibisi pelepasan renin. Beta blocker terutama efektif pada pasien hipertensif dengan takikardia,
dan potensi hipotensif mereka dikuatkan oleh pemberian bersama diuretik. Pada dosis yang lebih
rendah, beberapa beta blocker secara selektif menghambat reseptor 1 jantung dan kurang
memiliki pengaruh pada reseptor 2 pada sel-sel otot polos bronkus dan vaskular; namun tampak
tidak terdapat perbedaan pada potensi antihipertensif beta blocker kardio selektif dan non kardio
selektif. Beta blocker tertentu memiliki aktivitas simpatomimetik intrinsik, dan tidaklah jelas
apakah aktivitas ini memberikan keuntungan atau kerugian dalam terapi jantung. Beta blocker
tanpa aktivitas simpatomimetik intrinsik mengurangi tingkat kejadian kematian mendadak
(sudden death), mortalitas keseluruhan, dan infark miokardium rekuren. Pada pasien dengan
CHF, beta blocker telah dibuktikan mengurangi risiko perawatan di rumah sakit dan mortalitas.
Carvedilol dan labetalol menyekat kedua reseptor 1 dan 2 serta reseptor adrenergik perider.
Keuntungan potensial dari penyekatan kombinasi dan adrenergik dalam penatalaksanaan
hipertensi masih perlu ditentukan.

Blocker adrenergik
Antagonis adrenoreseptor selektif postsinaptik mengurangi tekanan darah melalui
penurunan resistansi vaskular perifer. Mereka adalah agen antihipertensif yang efektif, yang
digunakan sebagai monoterapi maupun dalam kombinasi dengan agen-agen lain. Namun dalam
uji klinis pada pasien hipertensif, penyekatan alfa tidak terbukti mengurangi morbiditas dan
mortalitas kardiovaskular ataupun menyediakan perlindungan terhadap CHF sebesar kelas-kelas
agen antihipertensif lain. Agen-agen ini juga efektif dalam menangani gejala tractus urinarius
bawah pada pria dengan hipertropi prostat. Antagonis adrenoreseptor nonselektif berikatan
dengan reseptor postsinaptik dan presinaptik dan terutama digunakan untuk penatalaksanaan
pasien dengan pheokromositoma.

Obat simpatolitik
Agonis simpatolitik yang bekerja secara sentral mengurangi resistansi perifer dengan
menghambat aliran simpatis. Mereka terutama berguna pada pasien dengan neuropati otonom
yang memiliki variasi tekanan darah yang luas karena denervasi baroreseptor. Kerugian agen ini
antara lain somnolens, mulut kering, dan hipertensi rebound saat penghentian. Simpatolitik
perifer mengurangi resistansi perifer dan konstriksi vena melalui pengosongan cadangan
norepinefrin ujung saraf. Walaupun merupakan agen antihipertensif yang potensial efektif,
kegunaan mereka dibatasi oleh hipotensi orthostatik, disfungsi seksual, dan berbagai interaksi
obat.

Penyekat kanal kalsium


Antagonis kalsium mengurangi resistansi vaskular melalui penyekatan L-channel, yang
mengurangi kalsium intraselular dan vasokonstriksi. Kelompok ini terdiri dari bermacam agen
yang termasuk dalam tiga kelas berikut: phenylalkylamine (verapamil), benzothiazepine
(diltiazem), dan 1,4-dihydropyridine (mirip-nifedipine). Digunakan sendiri atau dalam kombinasi
dengan agen-agen lain (ACE inhibitor, beta blocker, 1-adrenergic blocker), antagonis kalsium
secara efektif mengurangi tekanan darah; namun, apakah penambahan diuretik terhadap
penyekat kalsium menghasilkan penurunan lebih lanjut pada tekanan darah adalah tidak jelas.
Efek samping seperti flushing, sakit kepala, dan edema dengan penggunaan dihydropyridine
berhubungan dengan potensi mereka sebagai dilator arteriol; edema disebabkan peningkatan
gradien tekanan transkapiler, dan bukan karena retensi garam dan cairan.

Vasodilator Langsung
Pengobatan ini mengurangi resistensi perifer, lazimnya mereka tidak dianggap sebagai
agen lini pertama namun mereka paling efektif ketika ditambahkan dalam kombinasi yang
menyertakan diuterik dan beta blocker. Hydralazine adalah vasodilator direk yang poten yang
memiliki efek antioksidan dan penambah NO, dan minoxidil merupakan agen yang amat poten
dan sering digunakan pada pasien dengan insufisiensi ginjal yang refrakter terhadap semua obat
lain. Hydralazine dapat menyebabkan sindrom mirip-lupus, dan efek samping minoxidil antara
lain adalah hipertrikosis dan efusi perikardial.

Perubahan gaya hidup


Implementasi gaya hidup yang mempengaruhi tekanan darah memiliki pengaruh baik
pada pencegahan maupun penatalaksanaan hipertensi. Modifikasi gaya hidup yang meningkatkan
kesehatan direkomendasikan bagi individu dengan prehipertensi dan sebagai tambahan untuk
terapi obat pada individu hipertensif. Intervensi-intervensi ini harus diarahkan untuk mengatasi
risiko penyakit kardiovaskular secara keseluruhan. Walaupun efek dari intervensi gaya hidup
pada tekanan darah adalah jauh lebih nyata pada individu dengan hipertensi, pada uji jangka-
pendek, penurunan berat badan dan reduksi NaCl diet juga telah terbukti mencegah
perkembangan hipertensi. Pada individu hipertensif, bahkan jika intervensi-intervensi ini tidak
menghasilkan reduksi tekanan darah yang cukup untuk menghindari terapi obat, namun jumlah
pengobatan atau dosis yang diperlukan untuk kontrol tekanan darah dapat dikurangi. Modifikasi
diet yang secara efektif mengurangi tekanan darah adalah penurunan berat badan, reduksi
masukan NaCl, peningkatan masukan kalium, pengurangan konsumsi alkohol, dan pola diet
sehat secara keseluruhan.

Tabel Modifikasi gaya hidup untuk mengatasi hipertensi


Memperoleh dan mempertahankan BMI <25
Reduksi berat badan kg/m2
Reduksi garam < 6 g NaCl/hari
Diet yang kaya buah-buahan, sayur-sayuran, dan
produk susu rendah-lemak dengan kandungan
Adaptasi rencana diet jenis-DASH lemak tersaturasi dan total yang dikurangi
Bagi mereka yang mengkonsumsi alkohol,
minumlah maksimal 2 gelas/hari untuk laki-laki
Pengurangan konsumsi alkohol dan 1 gelas/hari untuk wanita
Aktivitas aerobik teratur, seperti jalan cepat
Aktivitas fisik selama 30 menit/hari

Pencegahan dan penatalaksanaan obesitas adalah penting untuk mengurangi tekanan darah dan
risiko penyakit kardiovaskular. Pada uji jangka-pendek, bahkan penurunan berat badan yang
moderat dapat mengarah pada reduksi tekanan darah dan peningkatan sensitivitas insulin.
Penurunan tekanan darah rata-rata sebesar 6.3/3/1 mmHg telah diamati terjadi dengan reduksi
berat badan rata-rata sebesar 9.2 kg. Aktivitas fisik teratur memudahkan penurunan berat badan,
mengurangi tekanan darah, dan mengurangi risiko keseluruhan untuk penyakit kardiovaskular.
Tekanan darah dapat dikurangi oleh aktivitas fisik intensitas moderat selama 30 menit, seperti
jalan cepat, 6-7 hari per minggu, atau oleh latihan dengan intensitas lebih dan frekuensi kurang.
Terdapat variasi individual dalam sensitivitas tekanan darah terhadap NaCl, dan variasi
ini mungkin memiliki dasar genetis. Berdasarkan hasil dari metaanalisis, penurunan tekanan
darah dengan pembatasan masukan NaCl harian menjadi 4.4-7.4 g (75-125 mEq) menghasilkan
reduksi tekanan darah sebesar 3.7-4.9/0.9-2.9 mmHg pada individu hipertensif dan reduksi yang
lebih rendah pada individu normotensif. Diet yang kurang mengandung kalium, kalsium, dan
magnesium berkaitan dengan tekanan darah yang lebih tinggi dan prevalensi hipertensi yang
lebih tinggi. Perbandingan natrium-terhadap-kalium urin memiliki hubungan yang lebih kuat
terhadap tekanan darah dibanding natrium atau kalium saja. Suplementasi kalium dan kalsium
memiliki efek antihipertensif moderat yang tidak konsisten, dan, tidak tergantung pada tekanan
darah, suplementasi kalium mungkin berhubungan dengan penurunan mortalitas stroke.
Penggunaan alkohol pada individu yang mengkonsumsi tiga atau lebih gelas per hari (satu gelas
standar mengandung ~14 g etanol) berhubungan dengan tekanan darah yang lebih tinggi, dan
reduksi konsumsi alkohol berkaitan dengan reduksi tekanan darah. Mekanisme bagaimana
kalium, kalsium, atau alkohol dapat mempengaruhi tekanan darah masihlah belum diketahui.
Uji DASH secara meyakinkan mendemonstrasikan bahwa pada periode 8 minggu, diet
yang kaya buah-buahan, sayur-sayuran, dan produk susu rendah-lemak mengurangi tekanan
darah pada individu dengan tekanan darah tinggi-normal atau hipertensi ringan. Reduksi
masukan NaCl harian menjadi <6 g (100 mEq) menambah efek diet ini pada tekanan darah.
Buah-buahan dan sayur-sayuran merupakan sumber yang kaya akan kalium, magnesium, dan
serat, dan produk susu merupakan sumber kalsium yang penting.

Prognosis
Resiko komplikasi tergantung pada seberapa besar hipertropi ventrikel kiri. Semakin besar
ventrikel kiri, semakin besar kemungkinan komplikasi terjadi. Pengobatan hipertensi dapat
mengurangi kerusakan pada ventrikel kiri. Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa obat-
obatan tertentu seperti ACE-Inhibitor, Beta-blocker, dan diuretik spinorolakton dapat mengatasi
hipertropi ventrikel kiri dan memperpanjang kemungkinan hidup pasien dengan gagal jantung
akibat penyakit jantung hipertensi. Bagaimanapun juga, penyakit jantung hipertensif adalah
penyakit serius yang harus diperhatikan karena memiliki risiko kematian mendadak.

Anda mungkin juga menyukai