Anda di halaman 1dari 24

BAB II

PEMBAHASAN
Konsep Medik
A. Definisi
Istilah uveitis merupakan suatu peradangan pada iris (iritis, iridosiklitis),
corpus ciliare (uveitis intermediate, siklitis, uveitis perifer, atau pars planitis), atau
koroid (koroiditis). Namun dalam praktiknya, istilah ini turut mencakup
peradangan pada retina (retinitis), pembuluh-pembuluh retina (vaskulitis retinal),
dan nervus optikus intraokuler (papilitis). Uveitis bisa juga terjadi sekunder
akobat radang kornea (keratitis), radang sklera (skleritis), atau keduanya
(sklerokeratitis).
Radang pada uvea dapat mengenai hanya bagian depan jaringan uvea atau
selaput pelangi atau iris saja, dan keadaan ini yang disebut dengan iritis. Bila
peradangan mengenai bagian tengah uvea atau badan siliar saja, maka keadaan ini
yang disebut dengan siklitis. Biasanya iritis akan disertai dengan siklitis yang
disebut sebagai uveitis anterior atau iridosiklitis. Bila peradangan mengenai
selaput hitam bagian belakang mata, maka keadaan ini yang disebut dengan
uveitis posterior atau koroiditis.
Uvea merupakan lapisan vaskuler tengah mata dan dilindungi oleh kornea dan
sklera. Uvea ikut memasok darah ke retina. Oleh karena itu, bila terjadi
peradangan pada uvea atau uveitis, maka dapat menyebabkan peradangan pada
jaringan lain yang divaskularisasi oleh traktus uvea.

B. Klasifikasi
Uveitis adalah peradangan atau inflamasi yang terjadi pada lapisan traktus
uvealis yang meliputi peradangan pada iris, korpus siliaris dan koroid. Klasifikasi
uveitis dibedakan menjadi empat kelompok utama, yaitu klasifikasi secara
anatomis, klinis, etiologis, dan patologis. Penyakit peradangan traktus uvealis
umumnya unilateral, biasanya terjadi pada oreng dewasa dan usia pertengahan.
Pada kebanyakan kasus penyebabnya tidak diketahui. (Raja Rani Verdianti, 2012)

3
1. Klasifikasi berdasarkan Anatomis
a Uveitis anterior
Merupakan inflamasi yang terjadi terutama pada iris dan korpus siliaris
atau disebut juga dengan iridosiklitis.
b Uveitis intermediet
Merupakan inflamasi dominan pada pars plana dan retina perifer yang
disertai dengan peradangan vitreous.
c Uveitis posterior
Merupakan inflamasi yang mengenai retina atau koroid.
d Panuveitis
Merupakan inflamasi yang mengenai seluruh lapisan uvea.

2. Klasifikasi berdasarkan Klinis


a Uveitis akut
Uveitis yang berlangsung selama < 6 minggu, onsetnya cepat dan
bersifat simptomatik.
b Uveitis kronik

4
Uveitis yang berlangsung selama > 6 minggu bahkan sampai berbulan-
bulan atau bertahun-tahun, seringkali onset tidak jelas dan bersifat
asimtomatik.
3. Klasifikasi berdasarkan Etiologis
a Uveitis infeksius
Uveitis yang disebabkan oleh infeksi virus, parasit, dan bakteri
b Uveitis non-infeksius
Uveitis yang disebabkan oleh kelainan imunologi atau autoimun.
4. Klasifikasi berdasarkan patologis
a) Uveitis non-granulomatosa
Infiltrat dominan limfosit pada koroid.
b) Uveitis granulomatosa
Infiltrat dominan sel epiteloid dan sel-sel raksasa multinukleus
C. Etiologi.
Uveitis terjadi karena beberapa hal, antara lain:
a. Eksogen
Pada umumnya disebabkan oleh karena trauma, operasi intraokuler,
ataupun iatrogenik.
b. Endogen
Karena adanya kelainan sistemik sebagai faktor predisposisi
Bakteri : Tuberkulosa, sifilis
Virus : Herpes simpleks, Herpes zoster, CMV, Penyakit
Vogt- Koyanagi-Hanada, Sindrom Bechet.
Jamur : Kandidiasis
Parasit : Toksoplasma, Toksokara
Penyakit Sistemik : Penyakit kolagen, arthritis reumatoid, multiple
sklerosis, sarkoidosis, penyakit vaskuler
Imunologik : Lens-induced iridosiklitis, oftalmia simpatika
Neoplastik : Limfoma, reiculum cell carcinoma
c. Immunodefisiensi : AIDS
d. Idiopatik

D. Patofisiologi
Badan siliar berfungsi sebagai pembentuk cairan bilik mata (humor
aqueus) yang memberi makanan kepada lensa dan kornea. Dengan adanya
peradangan di iris dan badan siliar, maka timbullah hiperemi yang aktif,
pembuluh darah melebar, pembentukan cairan bertambah, sehingga dapat
menyebabkan glaukoma sekunder. Selain oleh cairan bilik mata, dinding
pembuluh darah dapat juga dilalui oleh sel darah putih, sel darah merah, dan

5
eksudat yang akan mengakibatkan tekanan osmose cairan bilik mata
bertambah dan dapat mengakibatkan glaukoma.
Cairan dengan lain-lainya ini, dari bilik mata belakang melalui celah antar
lensa iris, dan pupil ke kamera okuli anterior. Di kamera okuli anterior, oleh
karena iris banyak mengandung pembuluh darah, maka suhunya meningkat
dan berat jenis cairan berkurang, sehingga cairan akan bergerak ke atas.
Di daerah kornea karena tidak mengandung pembuluh darah, suhu
menurun dan berat jenis cairan bertambah, sehingga di sini cairan akan
bergerak ke bawah. Sambil turun sel-sel radang dan fibrin dapat melekat pada
endotel kornea, membentuk keratik presipitat yang dari depan tampak sebagai
segitiga dengan endapan yang makin ke bawah semakin besar. Di sudut
kamera okuli anterior cairan melalui trabekula masuk ke dalam kanalis
Schlemn untuk menuju ke pembuluh darah episklera. Bila keluar masuknya
cairan ini masih seimbang maka tekanan mata akan berada pada batas normal
15-20 mmHg. Sel radang dan fibrin dapat pula menyumbat sudut kamera okuli
anterior, sehingga alirannya terhambat dan terjadilah glaukoma sekunder.
Galukoma juga bisa terjadi akibat trabekula yang meradang atau sakit
Elemen darah dapat berkumpuk di kamera okuli anterior dan timbullah
hifema (bila banyak mengandung sel darah merah) dan hipopion (yang
terkumpul banyak mengandung sel darah putihnya). Elemen-elemen radang
yang mengandung fibrin yang menempel pada pupil dapat juga mengalami
organisasi, sehingga melekatkan ujung iris pada lensa. Perlekatan ini disebut
sinekia posterior. Bila seluruh iris menempel pada lensa, disebut seklusio pupil
sehingga cairan yang dari kamera okuli posterior tidak dapat melalui pupil
untuk masuk ke kamera okuli anterior, iris terdorong ke depan, disebut iris
bombe dan menyebabkan sudut kamera okuli anterior menyempit, dan
timbullah glaukoma sekunder.
Perlekatan-perlekatan iris pada lens menyebabkan bentuk pupil tidak
teratur. Pupil dapat pula diisi oleh sel-sel radang yang menyebabkan
organisasi jaringan dan terjadi oklusi pupil. Peradangan badan siliar dapat pula
menyebabkan kekeruhan pada badan kaca, yang tampak seperti kekeruhan
karena debu. Dengan adanya peradangan ini maka metabolisme pada lensa

6
terganggu dan dapat mengakibatkan katarak. Pada kasus yang sudah lanjut,
kekeruhan badan kaca pun dapat mengakibatkan organisasi jaringan yang
tampak sebagai membrana yang terdiri dari jaringan ikat dengan
neurovaskularisasi dari retina yang disebut retinitis proloferans. Pada kasus
yang lebih lanjut lagi dapat mengakibatkan ablasi retina. (Raja Rani Verdianti,
2012)
E. Manifestasi Klinis
Gejala Subyektif
1) Nyeri
2) Fotofobia dan lakrimasi
Fotofobia disebabkan spasmus siliar bukan karena sensitif terhadap
cahaya. Lakrimasi disebabkan oleh iritasi saraf pada kornea dan siliar, jadi
berhubungan erat dengan fotofobia. Terjadi pada uveitis anterior akut.
3) Penglihatan Kabur
4) Konjungtiva kemerahan

Gejala Obyektif
1) Injeksi siliar, hiperemi pembuluh darah siliar sekitar limbus, berwarna
keunguan.
2) Perubahan kornea, kreatik presipitat.
Terjadi karena pengendapan sel radang dalam bilik mata depan pada
endotel kornea akibat aliran konveksi akuos humor, gaya berat dan
perbedaan potensial listrik endotel kornea.
3) Kelainan kornea
4) Kekeruhan dalam bilik depan mata yang disebabkan oleh meningkatnya
kadar protein, sel, dan fibrin.
5) Perubahan pada lensa, berupa pengendapan sel radang, pengendapan
pigmen, dan perubahan kejernihan lensa.
6) Perubahan dalam badan kaca
Kekeruhan badan kaca terjadi karena pengelompokkan sel, eksudat fibrin
dan sisa kolagen, di depan atau di belakang, difus, berbentuk debu,
benang, menetap atau bergerak.
7) Perubahan tekanan bola mata.
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Tes kulit terhadap tuberculosis
2. Tes kulit terhadap histoplasmosis
3. Antibody terhadap toksoplasmosis
4. Funduskopi

7
Digunakan untuk memeriksa reflek fundus, dengan cara jatuhkan sinar
oftalmoskop ke dalam bola mata melalui pupil. Fokus diletakkan pada
kornea atau lensa. Bila ada kekeruhan pada kornea akan terlihat bayangan
hitam pada dasar jingga. Penilaian : reflek fundus cemerlang dan kurang
cemerlang.
5. Pemeriksaan Slit Lamp
Tujuan penggunaan slit lamp adalah untuk memeriksa segmen anterior
mata, untuk pemeriksaan gangguan fungsi N. V (N. Trigeminus), refelk
kedip, dan sensibilitas kornea terhadap cahaya.
6. Foto X-ray
Digunakan untuk memeriksa proyeksi sinar dan untuk menilai fungsi
retina. Penilaiannya meliputi proyeksi sinar baik : bisa menentukan
keempat arah sinar, proyeksi sinar buruk : tidak bisa menetukan keempat
arah sinar
7. Uji fluoresein
Untuk mengetahui adanya kerusakan pada epitelkornea akibat erosi,
keratitis epitelial, bila terjadi defek epitel kornea akan terlihat warna hijau
pada defek tersebut
8. Uji sensibilitas kornea
Untuk mengetahui keadaan sensibilitas kornea yang berkaitan dengan
penyakit mata akibat kelainan saraf trigeminus oleh herpes zooster
ataupun akibat gangguan ujung saraf sensibel kornea oleh infeksi herpes
simpleks
9. Uji fistel
Untuk melihat kebocorankornea atau fistel akibat adanya perforasi kornea
10. Uji biakan dan sensitivitas
Mengidentifikasi patogen penyebab UVEITIS
11. Uji plasido
Untuk mengetahui kelainan pada permukaan kornea
G. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Medis
a. Midritikum/ sikloplegik
Tujuan pemberian midriatikum adalah agar otot-otot iris dan badan silier
relaks, sehingga dapat mengurangi nyeri dan mempercepat penyembuhan.
Selain itu, midriatikum sangat bermanfaat untuk mencegah terjadinya
sinekia, ataupun melepaskan sinekia yang telah ada.
Midriatikum yang biasanya digunakan adalah:
1) Sulfas atropin 1% sehari 3 kali tetes

8
2) Homatropin 2% sehari 3 kali tetes
3) Scopolamin 0,2% sehari 3 kali tetes
b. Anti inflamasi
Anti inflamasi yang biasanya digunakan adalah kortikosteroid, dengan
dosis sebagai berikut:
Dewasa : Topikal dengan dexamethasone 0,1 % atau prednisolone 1 %.
Bila radang sangat hebat dapat diberikan subkonjungtiva atau periokuler : :
1 Dexamethasone phosphate 4 mg (1 ml)
2 Prednisolone succinate 25 mg (1 ml)
3 Triamcinolone acetonide 4 mg (1 ml)
4 Methylprednisolone acetate 20 mg
Bila belum berhasil dapat diberikan sistemik Prednisone oral mulai 80 mg
per hari sampai tanda radang berkurang, lalu diturunkan 5 mg tiap hari.
Anak : prednison 0,5 mg/kgbb sehari 3 kali.
Pada pemberian kortikosteroid, perlu diwaspadai komplikasi-komplikasi
yang mungkin terjadi, yaitu glaukoma sekunder pada penggunaan lokal
selama lebih dari dua minggu, dan komplikasi lain pada penggunaan
sistemik.
c. Terapi yang spesifik dapat diberikan apabila penyebab pasti dari uveitis
anterior telah diketahui. Karena penyebab yang tersering adalah bakteri,
maka obat yang sering diberikan berupa antibiotik, yaitu :
Dewasa : Lokal berupa tetes mata kadang dikombinasi dengan steroid.
Anak : Chloramphenicol 25 mg/kgbb sehari 3-4 kali.
Walaupun diberikan terapi spesifik, tetapi terapi non spesifik seperti
disebutkan diatas harus tetap diberikan, sebab proses radang yang terjadi
adalah sama tanpa memandang penyebabnya.
d. Terapi terhadap komplikasi
1) Sinekia posterior dan anterior
Untuk mencegah maupun mengobati sinekia posterior dan sinekia
anterior, perlu diberikan midriatikum, seperti yang telah diterangkan
sebelumnya.

2) Glaukoma sekunder

9
Glaukoma sekunder adalah komplikasi yang paling sering terjadi pada
uveitis anterior. Terapi yang harus diberikan antara lain:
Terapi konservatif :
Timolol 0,25 % - 0,5 % 1 tetes tiap 12 jam
Acetazolamide 250 mg tiap 6 jam
Terapi bedah:
Dilakukan bila tanda-tanda radang telah hilang, tetapi TIO masih tetap
tinggi.
Sudut tertutup : iridektomi perifer atau laser iridektomi, bila telah
terjadi perlekatan iris dengan trabekula (Peripheral Anterior
Synechia atau PAS) dilakukan bedah filtrasi.
Sudut terbuka : bedah filtrasi.
3) Katarak komplikata
Komplikasi ini sering dijumpai pada uveitis anterior kronis. Terapi
yang diperlukan adalah pembedahan, yang disesuaikan dengan
keadaan dan jenis katarak serta kemampuan ahli bedah.
2. Penatalaksanaan non Medis
a. Penggunaan kacamata hitam
Kacamata hitam bertujuan untuk mengurangi fotofobi, terutama akibat
pemberian midriatikum.
b. Kompres hangat
Dengan kompres hangat, diharapkan rasa nyeri akan berkurang, sekaligus
untuk meningkatkan aliran darah sehingga resorbsi sel-sel radang dapat
lebih cepat.

H. Komplikasi
Komplikasi dari uveitis dapat berupa :
1. Glaucoma, peninggian tekanan bola mata
Pada uveitis anterior dapat terjadi sinekia posterior sehingga
mengakibatkan hambatan aliran aquos humor dari bilik posterior ke bilik
anterior. Penumpukan cairan ini bersama-sama dengan sel radang
mengakibatkan tertutupnya jalur dari out flow aquos humor sehigga terjadi
glaucoma. Untuk mencegahnya dapat diberikan midriatika.
2. Katarak
Kelainan polus anterior mata seperti iridosiklitis yang menahun dan
penggunaan terapi kortikosteroid pada terapi uveitis dapat mengakibatkan
gangguan metabolism lensa sehingga menimbulkan katarak. Operasi

10
katarak pada mata yang uveitis lebih komplek lebih sering menimbulkan
komplikasi post operasi jika tidak dikelola dengan baik. Sehingga
dibutuhkan perhatian jangka panjang terhadap pre dan post operasi.
Operasi dapat dilakukan setelah 3 bulan bebas inflamasi. Penelitian
menunjukan bahwa fakoemulsifikasi dengan penanaman IOL pada bilik
posterior dapat memperbaiki visualisasi dan memiliki toleransi yang baik
pada banyak mata dengan uveitis.
3. Sinekia posterior perlekatan antara iris dengan kapsul lensa bagian
anterior akibat sel-sel radang, fibrin, dan fibroblas.
4. Sinekia anterior perlekatan iris dengan endotel kornea akibat sel-sel
radang, fibrin, dan fibroblas.
5. Seklusio pupil perlekatan pada bagian tepi pupil
6. Oklusio pupil seluruh pupil tertutup oleh sel-sel radang
7. Endoftalmitis peradangan supuratif berat dalam rongga mata dan
struktur di dalamnya dengan abses di dalam badan kaca akibat dari
peradangan yang meluas.
8. Panoftalmitis peradangan pada seluruh bola mata termasuk sklera dan
kapsul tenon sehingga bola mata merupakan rongga abses.
9. Ablasio retina

Konsep Keperawatan
A. Pengkajian
1. Pengkajian Umum
a. Riwayat kesehatan sekarang
Mengkaji adanya :
1) Bintik hitam dan floating spot saat melihat
2) Penglihatan kabur (susah memfokuskan penglihatan)
3) Tajam penglihatan menurun
4) Sakit mata ketika melihat sesuatu dalam jangka waktu yang lama
5) Mata memerah secara difus daerah sirkumkornea
6) Hipertermi
7) Nyeri akut
8) Eksudasi pada mata
b. Riwayat kesehatan dahulu

11
1) Riwayat invasi mikroba aktif ke jaringan oleh Myobacterium
tuberculosis dan Toxoplasma gondii
2) Riwayat artritis, terpajan histoplasmosi, sifilis, sitomegalovirus,
retinitis, herpes, dan infeksi rubella.
3) Trauma, kecelakan sehinga benda asing mengenai organ mata.
4) Konsumsi obat-obatan untuk penyakit tertentu atau narkoba
(intravenous drug induced)
5) Penggunaan jarum suntik secara bersamaan dan bergantian serta
perilaku seksual (Sexual Transmitted Disease atau AIDS)
6) Pernah menjalani operasi yang berefek menganggu organ mata
contohnya bedah intraokuler terhadap katarak atau glaukoma
c. Riwayat kesehatan keluarga
Memiliki riwayat saudara/keluarga dengan penyakit yang berpotensi
menyebar dengan cepat seperti TB, sifilis, dan lain-lain.
2. Pola kebiasaan
a. Makan dan minum
Mengkaji pola makan pasien, kapan saat mengalami mual dan muntah,
frekuensi mual dan muntah
b. Gerak dan Aktivitas
Megkaji data pasien mengenai kebiasaan sehari-hari, pergerakan,
frekuensi dibantu oleh orang lain, dan tingkat keleluasaan.
c. Kebersihan diri
Mengkaji frekuensi bantuan saat melakukan aktivitas kebersihan diri
akibat penurunan kualitas penglihatan
d. Pengaturan suhu tubuh
Mengkaji adanya peningkatan suhu tubuh, frekuensi dan pola
peningkatan suhu.
e. Rasa nyaman
Mengkaji adanya nyeri dengan memberikan skala intensitas nyeri 0-10
f. Data social
Mengkaji data social pasien seperti interaksi dengan keluarga atau
petugas kesehatan, perilaku saat mengalami sakit dan sebelum
mengalami sakit
3. Pemeriksaan Fisik
Mata
a. Inspeksi
Terdapat eksudasi di area anterior mata, kemerahan pada sirkum korneal,
fotofobia, pupil kecil, terdapat synecheae anterior atau posterior dengan

12
slit lamp, nodul pada iris, terdapat epifora (air mata yang mengucur), COA
(Camera Oculi Anterior) keruh dan dalam.
b. Palpasi
Nyeri tekan area palpebra
4. Pemeriksaan penunjang :
a. Funduskopi
b. Pemeriksaan Slit Lamp
c. Foto X-ray
d. Pemeriksaan darah lengkap
5. Data Fokus
DATA SUBJEKTIF DATA OBJEKTIF
1. Klien mengeluh nyeri pada mata 1. Terdapat eksudasi di area anterior mata
2. Klien mengeluh bahwa penglihatannya 2. kemerahan pada sirkum korneal
3. fotofobia
kabur
4. pupil kecil
5. terdapat synecheae anterior atau
posterior dengan slit lamp,
6. nodul pada iris
7. terdapat epifora (air mata yang
mengucur)
8. COA (Camera Oculi Anterior) keruh
dan dalam.
9. Kongjungtiva kemerahan

B. ANALISA DATA
Tabel Analisa data
DATA ETIOLOGI DIAGNOSA
Data Subjektif Faktor eksogen (virus, Nyeri Akut (00132)
1. Klien mengeluh nyeri bakter, jamur, parasite) Domain 12. Kenyamanan
pada mata dan faktor endogen
Data Objektif Kelas 1. kenyamanan fisik
(trauma, operasi
1. kemerahan pada
intraocular)
sirkum korneal

2. Kongjungtiva

13
kemerahan Menginfeksi Uvea,
3. terdapat epifora (air Hipersensivitas
mata yang mengucur)

Peradangan Uvea (Iris,


Badan siliare, Koroid

UVEITIS

Merangsang pengeluaran
histamine, brdikin dan
prostaglandin

Impuls menuju ke sistem
saraf pusat di korteks
serebri

Impuls di
persepsikan

Dx Nyeri Akut

Data Subjektif Faktor eksogen (virus, Gangguan persepsi sensori


1. Klien mengeluh bakter, jamur, parasite) Penglihatan (
bahwa penglihatannya dan faktor endogen
kabur Domain 5.
(trauma, operasi
Data Objektif intraocular) Persepsi/kognisi
1. Fotofobia Kelas 3. Sensasi/persepsi
2. COA (Camera Oculi Menginfeksi Uvea,
Anterior) keruh dan Hipersensivitas
dalam.
3. pupil kecil
Peradangan Uvea (Iris,
4. Terdapat eksudasi di
Badan siliare, Koroid
area anterior mata
5. terdapat synecheae
anterior atau posterior UVEITIS
dengan slit lamp
Rusaknya Blood aquous
barrier

Protein, fibrin dan sel
radang

Sel radang dan fibrin
menempel pada pupil

14

Iris menempel pada
lensa

Gangguan aliran aquous
humor

Kamera okuli anterior
menyempit

Tekanan Intraocular
(TIO)

Tekanan pada sel ganglion
dan syaraf optik

Kerusakan retina,
gangguan fungsi
penglihatan

Pe fungsi penglihatan ,
penurunan lapang
pandang, fotofobia.

Dx Gangguan Persepsi
Sensori Visual
Data Subjektif Faktor eksogen (virus, Resiko Cidera (00035)
1. Klien mengeluh bakter, jamur, parasite) Domain 11: Keamanan/
bahwa penglihatannya dan faktor endogen
kabur Perlindungan
(trauma, operasi
Data Objektif intraocular) Kelas 2. Cedera Fisik
1. Terdapat eksudasi di
area anterior mata Menginfeksi Uvea,
2. terdapat epifora (air Hipersensivitas
mata yang mengucur)
3. COA (Camera Oculi
Peradangan Uvea (Iris,
Anterior) keruh dan
Badan siliare, Koroid
dalam.

UVEITIS

Rusaknya Blood aquous
barrier

Protein, fibrin dan sel

15
radang

Gangguan metabolisme
lensa

Lensa keruh

Hilangnya transparansi
lensa

Menghalangi
cahaya masuk ke
retina

Penglihatan kabur

Persepsi sensorik
penglihatan terhadap
lingkungan sekitar

Dx Resiko cidera

C. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri Akut (00132)
Domain 12. Kenyamanan
Kelas 1. kenyamanan fisik
2. Gangguan persepsi sensori Penglihatan (
Domain 5. Persepsi/kognisi
Kelas 3. Sensasi/persepsi
3. Resiko Cidera (00035)
Domain 11: Keamanan/ Perlindungan
Kelas 2. Cedera Fisik

16
6. Intervensi dan Rasional

Rencana keperawatan

Dx Keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil (NOC) Intervensi (NIC) Rasional

Nyeri Akut (00132) NOC NIC


Domain 12. kenyamanan 1. Pain level Observasi: Observasi:
Kelas 1. kenyamanan fisik 2. Pain control 1. Observasi dan catat lokasi, 1. Untuk melihat nyeri yang di
Definisi: Pengalaman sensori dan 3. Comfort level beratnya nyeri rasakan pasien beradapada skala
emosional yang Kriteria Hasil:
tidak
1. Mampu mengontrol nyeri (tahu (1-10)
menyenangkan yang muncul akibat 2. Pantau bukti adanya keletihan 2. Untuk mengetahui adanya
kerusakan jaringan yang aktual atau penyebab nyeri, mampu fisik dan emosi yang berlebihan keletihan fisik dan emosi yang
potensial atau digambarkan dalam menggunakan tehnik pada pasien. berlebihan.
hal kerusakan sedemikian rupa nonfarmakologi untuk 3. Pantau dan catat pola tidur 3. Menjaga keseimbangan pola dan
(International Association for the mengurangi nyeri, mencari pasien dan jumlah jam tidurnya. jam tidur pasien.
bantuan)
study of pain): awitan yang tiba-tiba 4. Kaji skala, lokasi, dan faktor
2. Melaporkan bahwa nyeri yang memperberat atau
atau lambat dari intensitas ringan 4. Mengevaluasi terapi yang
berkurang dengan menggunakan meringankan nyeri
hingga berat dengan akhir yang diberikan dan membantu
manajemen nyeri
dapat diantisipasi atau diprediksi menentukan tindakan
3. Mampu mengenali nyeri (skala, 5. Observasi TTV
dan berlangsung <6 bulan. selanjutnya.
intensitas, frekuensi dan tanda
5. Mengetahui perkembangan
Data Subjektif nyeri) Mandiri:
4. Menyatakan rasa nyaman setelah kondisi pasien
1. Klien mengeluh nyeri pada 1. Berikan waktu istirahat yang
nyeri berkurang. Mandiri:
mata cukup.
1. Istirahat yang cukup dapat
Data Objektif
1. kemerahan pada sirkum korneal meningkatkan perasaan rileks
2. Kongjungtiva kemerahan 2. Anjurkan teknik distraksi dan pada pasien dan menurunkan

17
3. terdapat epifora (air mata yang relaksasi tingkat nyeri
mengucur) 2. Distraksi dan relaksasi, dapat
Batasan Karakteristik: 3. Anjurkan pasien untuk mengurangi rasa nyeri pasien
1. Perubahan tekanan darah mengistirahatkan matanya saat 3. Dapat meringankan rasa nyeri
2. Perilaku distraksi (mis.,berjalan sudah tampak tanda-tanda pada saat memandang dan
mondar-mandir mencari orang kelelahan. mencegah iritasi lebih lanjut.
lain dan atau aktivitas lain, 4. Delegatif dari dokter untuk
aktivitas yang berulang) pemberian obat analgetik sesuai 4. Analgetik membantu
3. Mengekspresikan perilaku dengan program terapi. mengurangi rasa nyeri
mis.,gelisah, merengek, 5. Gunakan teknik komunikasi
menangis) terapiutik untuk mengetahui 5. Agar mendapat data yang jelas
4. Masker wajah mis.,mata kurang pengalaman nyeri pasien dari klien melalui hubungan
bercahaya, tampak kacau, BHSP, dan untuk membantu
gerakan mata berpencar atau dalam pengobatan nyeri pada
6. Informasikan kepada pasien
tetap pada satu fokus meringis) klien
tentang prosedur yang dapat 6. Agar pasien tidak stress dengan
5. Sikap melindungi area nyeri
6. Fokus menyempit (mis., menurunkan nyeri nyeri yang dialami
7. Bantu pasien untuk lebih
gangguan persepsi nyeri,
berfokus pada aktivitas, bukan 7. Untuk mengurangi nyeri
penurunan interaksi dengan
pada nyeri
orang dan lingkungan)
8. Tentukan lokasi, karakteristik,
7. Indikasi nyeri yang dapat
kualitas dan derajat nyeri 8. Agar tidak terjadi kesalahan
diamati
sebelum pemberian obat dalam pemberian obat
8. Sikap tubuh melindungi
9. Dilatasi pupil 9. Cek riwayat alergi
9. Untuk menghindari terjadinya
10. Melaporkan nyeri secara verbal
11. Gangguan tidur alergi saat pemberian analgesic
10. Terapi latihan keseimbangan 10. Pentingnya menjaga
Faktor yang berhubungan:
keseimbangan tubuh dalam
3. Agen cedera (mis.,biologis, zat
menghadapi kondisi yang tidak

18
kimia, fisik psikologis) stabil.
11. Imajinasi terbimbing, 11. Untuk relaksasi dan mengurangi
pemijatan/masase, terapi music nyeri yang dirasakan oleh pasien.
dan terapi relaksasi HE:
HE: 1. Istrahat yang cukup dapat
1. Ajarkan pengaturan aktivitas dan mengurangi penggunaan energi
teknik manajemen waktu untuk yang berlebihan serta
mencegah keletihan. mengurangi nyeri yang
dirasakan.
kolaborasi
Kolaborasi: 1. Untuk mengatasi keluhan dan
1. Kolaborasikan dengan dokter tindakan nyeri
jika ada keluhan dan tindakan
nyeri tidak berhasil 2. Agar tidak akan terjadi
2. Tentukan pilihan analgesic kesalahan dalam pemberian
tergantung tipe dan beratnya analgesic
nyeri

Gangguan persepsi sensori NOC Observasi: Observasi:


(penglihatan) () 1. Distorsi kendali piker diri : 1. Observasi tanda-tanda vital 1. Pengawasan tanda-tanda
Domain 5. Persepsi/kognisi pembatasan diri terhadap pasien (TD, N, S, dan RR). penyebaran infeksi dan keadaan
Kelas 3. Sensasi/persepsi gangguan persepsi, proses piker umum pasien
Definisi: perubahan pada jumlah 2. Kaji ketajaman penglihatan 2. Penggunaan Snellen Card akan
da nisi piker
atau pola stimulus yang diterima, 2. Status neurologis : fungsi motoric (visus). sangat membantu untuk
yang disertai respons terhadap sensorik/ kranial: kemampuan mengetahui keabnormalan visus
stimulus tersebut yang dihilangkan, saraf kranial untuk mengenali pasien.
dilebihkan, disimpangkan, atau 3. Observasi penglihatan yang 3. Cahaya yang kuat menyebabkan
impuls sensorik dan motoric
dirusakan. kabur dimana dapat terjadi bila
3. Fungsi sensorik: kutaneus: rasa tidak nyaman setelah

19
Data Subjektif tingkatan stimulasi terhadap kulit menggunakan tetes mata. menggunakan tetes mata dilator.
1. Klien mengeluh bahwa dirasakan dengan tepat Mandiri:
penglihatannya kabur 4. Perilaku kompensasi penglihatan: Mandiri: 1. Menurunkan bahaya keamanan
Data Objektif tindakan pribadi untuk 1. Anjurkan pasien untuk sehubungan dengan perubahan
1. Fotofobia mengompensasi gangguan menangani keterbatasan lapang pandang/ kehilangan
2. COA (Camera Oculi Anterior) penglihatan penglihatan, misalnya hindari penglihatan dan akomodasi pupil
keruh dan dalam. cahaya yang menyilaukan, terhadap sinar lingkungan.
3. pupil kecil istirahatkan mata apabila sudah
4. Terdapat eksudasi di area 2. Meningkatkan self care dan
terlihat tanda-tanda kelelahan.
anterior mata 2. Sesuaikan lingkungan dengan mengurangi ketergantungan.
5. terdapat synecheae anterior atau 3. Kaca mata dapat digunakan
kemampuan penglihatan.
posterior dengan slit lamp 3. Anjurkan pasien menggunakan sebagai proteksi awal terhadap
kaca mata ketika terbangun dan paparan benda asing ke mata dan
Batasan karakteristik:
Subjektif: tutup dengan penutup mata penutup mata saat tidur dapat
Distorsi sensori selama tidur sesuai kebutuhan. menghindari eksudasi berlebih
Objektif: 4. Untuk mencegah perlengketan
4. Bersihkan mata, apabila ada palpebra akibat penumpukan
1. Perubahan pola perilaku
2. Perubahan ketajaman sensori kotoran dan gunakan kapas secret.
3. Perubahan respon yang basah dan bersih. 5. Agar pasien dapat mengetahui
biasanya terhadap stimulus 5. Peningkatan komunikasi: metode dlam upaya menjalani
4. Disorientasi membantu pembelajaran dan hidup dengan kekurangan dalam
5. iritabilitas penerimaan metode alternative melihat.
6. gelisah untuk menjalani hidup dengan
Faktor yang berhubungan: penurunan fungsi penglihatan
1. Perubahan persepsi, transmisi, 6. Manajemen waham: 6. Meningkatkan kenyamanan
dan/atau integrasi sensori meningkatkan kenyamanan, pasien yang bisa meminimalkan
keamanan dan orientasi realitas kecemasan pasien
pasien yang mengalami

20
keyakinan yang kuat dan salah
yang tidak sesuai dengan
kenyataan 7. Meningkatkan keamanan
7. Manajemen lingkungan: mobilitas fisik dalam lingkungan
memanipulasi lingkungan sekitar
pasien untuk manfaat teraupetik 8. Agar menurunkan resiko cedera
8. Manajemen halusinasi: mengembalikan kesadaran dari
meningkatkan keamanan, halusinasinya
kenyamanan dan orientasi
realitas pasien yang mengalami
9. Agar mengetahui keaadaan
halusinasi
9. Pemantauan neurologis: pasien secara umum
mengumpulkan dan menganalisis
data pasien untuk mencegah atau
meminimalkan komplikasi
neurologis.
HE: HE:
1. Ajarkan pasien untuk pemberian 1. Mengontrol TIO dan mencegah
tetes mata (jumlah tetesan, kehilangan penglihatan lanjut.
jadwal dan dosis) Kolaborasi:
Kolaborasi 2. Menurunkan jumlah organisme
2. Kolaborasi dalam pemberian penyebab infeksi
tetes mata Chloramphenicol /
3. Pemberian sikloplegik ditujukan
Kloramfenikol, Tetrasiklin
sebagai anti inflamasi ringan,
3. Kolaborasi dalam pemberian
analgesic, mencegah/
siklopegik
melepaskan sinekia posterior dan
untuk mengistirahatkan mata

21
Resiko Cidera (00035) Tujuan: Observasi: Observasi:
Domain 11: Keamanan/ 1. Risiko kontrol 1. Observasi tingkah laku pasien 1 Tingkah laku hiperaktif
Perlindungan mengindikasikan pasien beresiko
Kelas 2. Cedera Fisik Kriteria Hasil: mengalami cedera
Definisi : Rentan mengalami cedera 1. Klien terbebas dari cedera Mandiri: Mandiri:
fisik akibat kondisi lingkungan 2. Klien mampu menjelaskan 2. Sediakan lingkungan yang aman 2 Dapat meningkatkan
yang berinteraksi dengan sumber cara/metode untuk mencegah untuk pasien kenyamanan untuk menghindari
adaptif dan sumber defensif injury/cedera terjadinya cedera
individu, yang dapat mengganggu 3. Klien mampu menjelaskan factor 3. Indentifikasi kebutuhan 3 Sebagai adaptasi aktivitas klien
kesehatan. resiko dari lingkungan/perilaku keamanan pasien, sesuai dengan menghindari dan mencegah
Data Subjektif personal kondisi fisik dan fungsi kognitif komplikasi.
1. Klien mengeluh bahwa 4. Mampu memodifikasi gaya hidup pasien dan riwayat penyakit
5. Mengguanakan fasilitas kesehatan terdahulu pasien
penglihatannya kabur
yang ada 4. menghindarkan lingkungan yang
Data Objektif
6. Mampu mengenali perubahan berbahaya (misalnya 4 Memelihr kenyamanan pasien
1 Terdapat eksudasi di area
status kesehatan memindahkan perabotan) dengan keterbatasan aktivitas
anterior mata
2 terdapat epifora (air mata yang 5. memasang side rail tempat tidur
5 Melindungi dari resiko jatuh
mengucur) ketika tidur atau gerakan tubuh
3 COA (Camera Oculi Anterior)
6. menyediakan tempat tidur yang yang tidak terkoordinasi apabila
keruh dan dalam.
nyaman dan bersih muncul tiba-tiba
6 Memelihara kenyamanan dengan
Faktor Risiko: keterbatasan aktivitas sehingga
1. Gangguang fungsi psikomotor kebersihannya tetap terjaga
7. menempatkan sakral lampu
2. Hambatan fisik (pengaturan
ditempat yang mudah dijangkau 7 Memudahkan untuk memenuhi
komunitas) penerangan sesuai kebutuhan
3. Pajanan pada patogen pasien

22
4. Disfungsi integrasi sensori dan menghindarkan dari resiko
jatuh
8. membatasi pengunjung 8 Membantu dalam pengawasan
aktivitas pasien
9. menganjurkan keluarga untuk 9 Membantu dalam memerlukan
menemani pasien sesuatu yang tidak bisa
dilakukan secara mandiri
10 Agar pasien lebih bisa
10. mengontrol lingkungan dari mengontrol diri dalam
kebisingan beraktivitas
11 Mencegah pasien yang memiliki
pandangan yang kabur akan
11. memindahkan barang-barang
menabrak benda dan hanya akan
yang dapat membahayakan
membahayakan klien.
12 Untuk meningkatkan kerjasama
antara keluarga dan perawat
dalam proses penyembuhan
12. berikan penjelasan pada pasien
pasien
dan keluarga atau pengunjung
adanya perubahan status 13 Menghindarkan pasien dari luka
kesehatan dan penyebab tusuk/ gores.
penyakit.
13. Jauhkan alat-alat yang berpotensi
menimbulkan bahaya misalnya : 14 Untuk mencegah terjadinya
gunting, pisau, barang pecah cedera/jatuh/luka
belah. 15 Untuk mencegah terjadinya
14. Awasi dan bantu pasien dalam cedera/jatuh/luka
melakukan suatu kegiatan
16 Pengawasan dari petugas

23
15. Anjurkan pasien meminta kesehatan (perawat) tidak dapat
bantuan setiap kali melakukan merawat selama 24 jam penuh
kegiatan maka dari itu perlu bantuan
16. Anjurkan keluarga pasien untuk keluarga atau orang terdekat
ikut mengawasi pasien pasien
17 Melindungi mata dari cedera
kecelakaan

17. Pertahankan perlindungan mata


sesuai indikasi

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Uveitis adalah inflamasi traktus uvea (iris,korpus siliaris,dan koroid) dengan berbagai penyebab.Struktur yang berdekatan dengan
jaringan uvea yang mengalami inflamasi biasanya juga ikut mengalami inflamasi. Uveitis anterior merupakan radang iris dan badan
siliar bagian depan atau pars plikata, yang disebabkan oleh gangguan sistemik di tempat lain, yang secara hematogen dapat menjalar
ke mata atau timbul karena reaksi alergi mata. Uveitis anterior dikatakan akut jika terjadi kurang dari 6 minggu dan dikatakan sebagai
kronik jika lebih dari 6 minggu. Laboratorium sangat dibutuhkan guna mendapat sedikit gambaran mengenai penyebab uveitis.
Penatalaksanan yang utama untuk uveitis tergantung pada keparahannnya dan bagian organ yang terkena dan prognosis kebanyakan
kasus uveitis anterior berespon baik jika dapat didiagnosis secara awal.

24
B. Saran
Semoga Makalah ni dapat berguna bagi penyusun dan pembaca. Kritik dan saran sangat diharapkan untuk pengerjaan berikutnya
yang lebih baik

DAFTAR PUSTAKA

Bulechek, G. M., Butcher, H. K., Dochterman, J. M., & wagner, c. M. (2016). Nursing Intervention Classification (NIC). United
Kingdom: Elseiver.
Judith M. Wilkinson, P. A., & Nancy R. Ahern, P. R. (2015). Buku Saku Diagnosa Keperawatan Edisi 9. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.

25
Mansjoer, A., Triyanti, K., Safitri, R., Wardhani, W. I., & Setiowulan, W. (2001). KAPITA SELEKTA KEDOKTERAN Edidi Ketiga
Jilid Pertama. Jakarta: Media Aesculapius.
Raja Rani Verdianti, S. (2012). REFERAT MATA UVEITIS. Retrieved Maret 8, 2017, from www.scribe.com:
http://www.scribd.com/rani_verdianti/d/82077003-UVEITIS
Setyawardani, B. (n.d.). asuhan keperawatan UVEITIS ANTERIOR. Retrieved maret 7, 2017, from Asuhan Keperawatan Uveitis
Anterior web site: file://D/uveitis/Asuhan Keperawatan Uveitis Anterior komplit-document.Html
Sitompul, R. (Aprill 2016). Diagnosis dan Penatalaksanaan Uveitis dalam. 60-70.
T. Heather Herdman, P. R., & Shigemi Kamitsuru, P. R. (2015-2017). DIAGNOSIS KEPERAWATAN definisi & klasifikasi Edisi 10.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

26

Anda mungkin juga menyukai