Anda di halaman 1dari 6

Hukum Pengangkutan

A. Pengertian Pengangkutan dan Hukum Pengangkutan

Pengangkutan adalah perjanjian timbal balik antara pengangkut dengan pengirim,


dimana pengangkut mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang dan
atau orang dari suatu tempat ketempat tujuan tertentu dengan selamat, sedangkan pengirim
mengikatkan diri untuk membayar angkutan. Sedangkan pengertian Hukum Pengangkutan
adalah keseluruhan peraturan-peraturan baik yang telah dikodifikasi atau yang belum
dikodifikasi yang mengatur semua hal-hal yang berkaitan dengan pengangkutan.

Didalam suatu Hukum Pengangkutanpun terdapat sebuah aspek aspek


Pengangkutan, yaitu :

1. Pelaku, yaitu orang yang melakukan pengangkutan.


2. Alat pengangkutan, yaitu alat yang digunakan untuk menyelenggarakan
pengangkutan
3. Obyek pengangkutan, yaitu muatan yang diangkut baik barang atau penumpang.
4. Perbuatan yaitu kegiatan mengangkut barang/penumpang sejak pemuatan sampai
dengan penurunan di tempat tujuan
5. Fungsi pengangkutan, yaitu meningkatkan kegunaan dan nilai barang
6. Tujuan pengangkutan yaitu sampai ditempat tujuan dengan selamat, biaya
pengangkutan lunas.

B. Jenis Pengangkutan dan pengaturannya

Pengangkutan Darat
Pengangkutan darat dapat dibagi menjadi 2 yaitu :
1. angkutan darat yang berada di jalan
2. angkutan darat yang menggunakan rel (perkeretaapian).
DASAR HUKUM ANGKUTAN DARAT
UU No. 22 Tahun 2009 tentang lalu lintas, yaitu angkatan darat di jalan dan
angkutan jalan. UU ini bersifat umum, yang lebih rinci diatur dalam peraturan
menteri/PP. Diatur dalam Bab X dari pasal 137 ada peran serta pemerintah dalam
pengadaan jalan, angkutan umum, terminal tapi peraturannya masih umum, perizinan,
dll. UU No.23 Tahun 2007 tentang perkeretaapian.
Pengangkutan Udara
Pertanggungjawaban pengangkutan udara menjadi hal yang sangat sensitif
karena dalam pengangkutan udara kemungkinan berhubungan dengan negara-negara
lain lebih besar.Ini berarti kemungkinan persinggungan hukum antara dua negara atau
lebih menjadi lebih besar pula.Bukan hal yang mudah mengkoordinasikan dua
kepentingan yang berasal dari hukum yang berbeda tersebut sehingga perlu sebuah
hukum ataupun aturan-aturan tertentu yang mampu menaungi berbagai kepentingan
tersebut. Hukum udara adalah keseluruhan ketentuan-ketentuan hukum yang
mengatur ruang udara dan penggunaannya untuk keperluan penerbangan. Undang-
undang yang mengatur pengangkutan adalah UU No 1 tahun 2009 tentang
penerbangan.

C. Sifat-sifat atau Asas perjanjian pengangkutan


1. Konsensuil : perbuatan perjanjian pengangkutan tidak disyaratkan harus tertulis,
sudah cukup apabila ada persetujuan kehendak antara pihak-pihak.
2. Koordinasi : di dalam perjanjian pengangkutan mensyaratkan kedudukan para pihak
sejajar.
3. Campuran :
a. Pemberian kuasa,
b. penitipan,
c. pelayanan berkala melekat pula dalam perjanjian pengangkutan.
4. Pengangkutan tidak menggunakan hak retensi. Penggunaan hak retensi bertentangan
dengan tujuan dan fungsi pengangkutan. Pengangkutan hanya mempunyai
kewajiban menyimpan barang atas biaya pemiliknya.
5. Pembuktian dengan dokumen
Setiap pengangkutan selalu dibuktikan dengan dokumen angkutan. Tidak ada
dokumen angkutan berarti tidak ada perjanjian pengangkutan, kecuali jika kebiasaan
yang sudah berlaku umum, misalnya pengangkutan dengan angkutan kota (angkot)
tanpa karcis/tiket penumpang.
D. Unsur-unsur Perjanjian Pengangkutan
1. Perjanjian timbal balik yaitu suatu perjanjian dimana para pihak mempunyai hak
dan kewajiban sama
2. Para pihak adalah pengangkut, penumpang,pengirim walaupun dimungkinkan
adanya pihak ketiga yang berkepentingan.
3. Obyek pengangkutan adalah barang dan atau orang
4. Kewajiban pengangkut menyelenggarakan pengangkutan dengan selamat
5. Kewajiban pengirim, penumpang membayar biaya pengangkutan

E. Pihak-pihak dalam Pengangkutan


a. Pengangkut, adalah yang bertugas dan berkewajiban mengangkut dan yang
bertanggung jawab terhadap semua kerugian yang diderita dalam pengangkutan.
b. Pengirim, adalah pihak yang membuat perjanjian pengangkutan dengan pihak
pengangkut untuk menyelenggarakan pengangkutan dengan selamat, sesuai
dengan perjanjian, dan sebagai kontra prestasinya pengirim membayar biaya
pengangkutan.
c. Penerima, adalah pihak ketiga yang berkepentingan terhadap diterimanya barang
kiriman. Kedudukan Penerima :
1. Bisa sekaligus pengirim, yaitu pihak yang mengadakan perjanjian
pengangkutan dengan pengangkut atau dapat juga
2. Orang lain yang ditunjuk oleh pengirim untuk menerima barang-barang yang
dikirimnya.

Kapan penerima mulai mendapatkan haknya :

Pasal 1317 (2) BW :

Sejak penerima menyatakan kehendaknya untuk menerima barang-barang


kiriman itu.

Sejak saat ini pengirim tidak berwenang lagi mengubah tujuan pengiriman
barang itu.

F. Dokumen Pengangkutan

Surat muatan/Vracht Brief (Pasal 90 KUHD)

Surat angkutan merupakan perjanjian antara pengirim atau ekspeditur dengan


pengangkut atau nahkoda, dan memuat selain apa yang telah diperjanjikan antara pihak-pihak
baik tentang selesainya pengangkutan, penggantian kerugian bilamana terjadi kelambatan
maupun lain-lain :
1. Nama dan berat atau ukuran barang yang diangkut, beserta merk-merk dan jumlahnya
2. Nama orang kepada siapa barang dikirim
3. Nama dan tempat kediaman pengangkut
4. Jumlah biaya angkutan
5. Tanggal pengangkutan
6. Tanda tangan pengirim/ekspeditur.
G. Hak Retensi dan perjanjian penitipan
Hak Retensi Pasal 493 KUHD :
Kecuali yang ditentukan dalam ayat kedua dari pasal ini, pengangkut tidak wenang
menahan barang padanya untuk jaminan bagi apa yang terhutang kepadanya dari
sebab pengangkutan dan sebagai urunan dalam averij umum, suatu janji yang
bertentangkan dengan ini adalah batal.
Penitipan Pasal 468 KUHD:
Perjanjian pengangkutan mewajibkan pengangkut menjaga keselamatan barang yang
diangkut sejak saat penerimaannya sampai saat penyerahan.
H. Prinsip-prinsip Tanggung Jawab Pengangkut
1. Tanggung Jawab berdasarkan kesalahan/fault liability;
Setiap pengangkut yang melakukan kesalahan dalam menyelenggarakan
pengangkutan harus bertanggung jawab mengganti rugi atas segala kerugian yang
timbul akibat dari kesalahannya itu, pihak yang dirugikan harus membuktikan
kesalahan pengangkut.
2. Tanggung jawab berdasarkan praduga/presumption of liability
Pengangkut dianggap selalu bertanggung jawab atas setiap kerugian yang timbul
dalam pengangkutan yang diselenggarakannya, tetapi jika pengangkut dapat
membuktikan bahwa ia tidak bersalah, maka ia dibebaskan dari kewajiban memberi
ganti rugi
3. Tanggung Jawab Mutlak/Absolute Liability
Pengangkut harus bertanggung jawab membayar ganti kerugian terhadap setiap
kerugian yang timbul dari pengangkutan yang diselenggarakannya tanpa keharusan
pembuktian ada tidaknya kesalahan pengangkut. Pengangkut tidak mungkin
membebaskan diri dari tanggung jawab kecuali disebabkan/turut disebabkan pihak
penumpang/barang itu sendiri atau overmach.
4. Tanggung JawabTerbatas/Limitation of Liability
Pengangkut bertanggung jawab terbatas sejumlah limit tertentu
I. Dasar Hukum Tanggung Jawab Pengangkut
Pasal 91 KUHD
Pengangkut dan nahkoda harus menanggung semua kerusakan yang terjadi atau
benda-benda perniagaan atau benda-benda yang diangkut, kecuali kerusakan yang
disebabkan karena cacat pada benda sendiri, atau karena kesalahan/kelalaian si
pengirim/ekspeditur, karena keadaan memaksa.
Pasal 468 KUHD
Pengangkut wajib mengganti rugi yang disebabkan :
Tidak diserahkannya barang baik seluruhnya atau sebagian atau karena kerusakan
barang, kecuali hal tersebut akibat peristiwa yang sepantasnya tidak dapat
dicegah/dihindari, akibat dari sifat, keadaan/cacat barang, kesalahan pengirim.
J. Dasar Tanggung Jawab Pengangkut
Pasal 234 (1) UU 22/2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Pengemudi,pemilik kendaraan bermotor, dan/atau perusahaan angkutan umum
bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh penumpang dan/atau pemilik
barang dan/atau pihak ketiga karena kelalaian pengemudi.
Ketentuan di atas tidak berlaku jika:
- adanya keadaan memaksa
- perilaku korban sendiri
- Gerakan orang dan/atau hewan walaupun telah diambil tindakan pencegahan
UU N0 23/2007 tentang perkeretaapian :
a. Pasal 87 :
(1) Penyelenggara prasarana perkeretaapian bertanggung jawab kepada
penyelenggara sarana perkeretaapian dan pihak ketiga atas kerugian kerugian
sebagai akibat kecelakaan yang disebabkan kesalahan pengoperasian prasarana
perkeretaapian.
(3)Penyelenggara prasarana perkeretaapian bertanggung jawab kepada pihak
ketiga atas kerugian harta benda, luka-luka atau meninggal dunia yang
disebabkan oleh penyelenggara prasarana perkereta apian
(5)Tanggung jawab dihitung berdasarkan kerugian yang nyata dialami
b. Pasal 88 :
Penyelenggara prasarana perkeretaapian tidak bertanggung jawab terhadap
kerugian yang diderita oleh penyelenggara sarana perkeretaapian dan/atau
pihak ketiga yang disebabkan oleh pengoperasian prasarana perkeretaapian
apabila :
Pihak yang berwenang (KNKT)menyatakan bahwa kerugian bukan
disebabkan kesalahan pengoperasian prasarana perkeretaapian
Terjadi keadaan memaksa
UU No 1/2009 tentang penerbangan
Pasal 141 (1):
Pengangkut bertanggung jawab atas kerugian penumpang yang meninggal
dunia, cacat tetap, atau luka-luka yang diakibatkan kejadian angkutan udara di
dalam pesawat dan/atau naik turun pesawat udara.
Pasal 143 :
Pengangkut tidak bertanggung jawab untuk kerugian karena hilang atau
rusaknya bagasi kabin, kecuali apabila penumpang dapat membuktikan bahwa
kerugian tersebut disebabkan oleh tindakan pengangkut atau orang yang
dipekerjakannnya.
Pasal 144
Pengangkut bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh penumpang
karena bagasi tercatat hilang, musnah, atau rusak yang diakibatkan oleh
kegiatan angkutan udara selama bagasi tercatat berada dalam pengawasan
pengangkut.
Pasal 145
Pengangkut bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh pengirim
kargo karena kargo yang dikirim hilang, musnah atau rusak yang diakibatkan
oleh kegiatan angkutan udara selama kargo berada dalam pengawasan
pengangkut.
Pasal 146
Pengangkut bertanggung jawab atas kerugian yang diderita karena
keterlambatan pada angkutan penumpang, bagasi, atau kargo kecuali apabila
pengangkut dapat membuktikan bahwa keterlambatan tersebut disebabkan
oleh faktor cuaca dan teknis operasional.
Pasal 165
Jumlah ganti kerugian yang diberikan adalah ganti kerugian yang diberikan
oleh badan usaha angkutan udara niaga diluar ganti kerugian yang diberikan
oleh lembaga asuransi yang ditetapkan oleh pemerintah.
Pasal 179
Pengangkut wajib mengasuransikan tanggung jawabnya terhadap penumpang
dan kargo yang diangkut sebagaimana dimaksud dalam Pasal
141,143,144,145,146.
UU No 17 tahun 2008 tentang Pelayaran :
Pasal 40 (1)
Perusahaan angkutan diperairan bertanggung jawab terhadap keselamatan dan
keamanan penumpang dan/atau barang yang diangkutnya.
Pasal 41 (1)
Tanggung jawab sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 dapat ditimbulkan
sebagai akibat pengoperasian kapal,berupa :
a. kematian, atau lukanya penumpang yang diangkut;
b. musnah, hilang atau rusaknya barang yang diangkut; c.
c. keterlambatan angkutan penumpang dan/atau barang yang diangkut;
d. kerugian pihak ketiga.
Pasal 41 (2)
Jika dapat membuktikan bahwa kerugian sebagaimana dimaksud dalam ayat 1
huruf b,c dan huruf d bukan disebabkan oleh kesalahannya, perusahaan
angkutan di perairan dapat dibebaskan sebagian atau seluruh tanggung
jawabnya.
Pasal 41 (3)
Perusahaan angkutan diperairan wajib mengasuransikan tanggung jawabnya
sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan melaksanakan asuransi perlindungan
dasar penumpang umum sesuai dengan ketentuan perundang-undangan .
Ekspeditur :
- Seorang perantara yang bersedia untuk mencarikan pengangkut yang baik
bagi pengirim.
- Orang, yang pekerjaannya menyuruh orang lain untuk menyelenggarakan
pengangkutan barang-barang dagangan dan barang-barang lainnya melalui
daratan dan perairan.

Anda mungkin juga menyukai