Anda di halaman 1dari 15

Edema Serebri

DISUSUN OLEH:
dr. Zulfadli Rizky Akbar
dr. Risdiansyah

Edema serebri atau edema otak adalah keadaan patologis


terjadinya akumulasi cairan di dalam jaringan otak sehingga
meningkatkan volume otak. Dapat terjadi peningkatan volume
intraseluler (lebih banyak di daerah substansia grisea) maupun
ekstraseluler (daerah substansia alba), yang menyebabkan terjadinya
peningkatan tekanan intrakranial.

1 ETIOLOGI
Edema otak dapat muncul pada kondisi neurologis dan non
neurologis:
a Kondisi neurologis : Stroke iskemik dan perdarahan
intraserebral, trauma kepala, tumor otak, dan infeksi otak.
b Kondisi non neurologis : Ketoasidosis diabetikum, koma asidosis
laktat, hipertensi maligna, ensefalopati, hiponatremia,
ketergantungan pada opioid, gigitan reptil tertentu, atau high
altitude cerebral edema (HACE).

2 KLASIFIKASI
Berdasarkan patofisiologinya, edema serebri dibagi atas:
1 Edema serebri vasogenik
Paling sering dijumpai di klinik. Gangguan utama pada blood
brain barrier (sawar darah-otak). Permeabilitas sel endotel kapiler
meningkat sehingga air dan komponen yang terlarut keluar dari
kapiler masuk ruangan ekstraseluler, sehingga cairan
ekstraseluler bertambah. Dugaan bahwa serotonin memegang
peranan penting pada perubahan permeabilitas sel-sel endotel
masih memerlukan penelitian lebih lanjut. Jenis edema ini
dijumpai pada trauma kepala, iskemia otak,tumor otak, hipertensi
maligna, perdarahan otak dan berbagai penyakit yang merusak
pembuluh darah otak

1
Gambar 1. Edema vasogenik
2 Edema serebri sitotoksik
Kelainan dasar terletak pada semua unsur seluler otak
(neuron, glia dan endotel kapiler). Pompa Na tidak berfungsi
dengan baik, sehingga ion Na tertimbun dalam sel,mengakibatkan
kenaikan tekanan osmotik intraseluler yang akan menarik cairan
masuk ke dalam sel. Sel makin lama makin membengkak dan
akhirnya pecah. Akibat pembengkakan endotel kapiler, lumen
menjadi sempit, iskemia otak makin hebat karena perfusi darah
terganggu.
Pada binatang percobaan, pemakaian bakterisid yang luas
pada kulit seperti heksaklorofen dan bahan yang mengandung
and, seperti trietil tin, dapat menimbulkan edema sitotoksik.
Edema serebri sitotoksik sering ditemukan pada hipoksia/
anoksia (cardiac arrest),iskemia otak, keracunan air dan
intoksikasi zat-zat kimia tertentu. Juga sering bersama-sama
dengan edema serebri vasogenik, misalnya pada stroke obstruktif
(trombosis, emboli serebri) dan meningitis

2
Gambar 2. Edema Sitotoksik
3 Edema serebri osmotic
Edema terjadi karena adanya perbedaan tekanan osmotic
antara plasma darah (intravaskuler) dan jaringan otak
(ekstravaskuler).

4 Edema serebri hidrostatik/interstisial


Dijumpai pada hidrosefalus obstruktif. Karena sirkulasi
terhambat, cairan srebrospinal merembes melalui dinding
ventrikel, meningkatkan volume ruang ekstraseluler.

3
3 PATOFISIOLOGI
a Vasogenic edema
Pada vasogenic edema, terdapat peningkatan volume cairan
ekstrasel yang berhubungan dengan peningkatan permeabilitas
kapiler. Vasogenic edema ini disebabkan oleh faktor tekanan
hidrostatik, terutama meningkatnya tekanan darah dan aliran darah
dan oleh factor osmotic. Ketika protein dan makromolekur lain
memasuki rongga ekstraseluler otak karena kerusakan sawar darah
otak, kadar air dan natrium pada rongga ekstraseluler juga
meningkat.
Pada cedera kepala, kerusakan dari BBB (peningkatan
permeabilitas BBB) akan mengakibatkan ekstravasasi solut
intravascular yang memiliki tekanan osmotik lebih tinggi masuk ke
ruang interstisial sehingga mengakibatkan cairan intraselular yang
memiliki tekanan osmotik lebih rendah dari solut intravascular
tertarik keluar dan mengakibatkan edema ektraselular dan sel-sel

4
otak mengkerut (shrink) contohnya adalah edema yang berkaitan
dengan contusion dan ICH

Vasogenic edema ini lebih terakumulasi pada substansia alba


cerebral karena perbedaan compliance antara substansia abla dan
grisea. Edema vasogenic ini juga disebut edema basah karena pada
beberapa kasus, potongan permukaan otak nampak cairan edema.
Tipe edema ini terlihat sebagai respon terhadap trauma, tumor,
inflamasi fokal, stadium akhir dari iskemia cerebral.

b Edema Sititoksik
Pada edema sitotoksik terdapat peningkatan volume cairan
intrasel, yang berhubungan dengan kegagalan dari mekanisme
energy yang secara normal tetap mencegah air memasuki sel,
mencakup fungsi yang inadekuat dari pompa natrium dan kalium
pada membrane sel glia. Neuron, glia dan sel endotelial pada
substansia alba dan grisea menyerap air dan membengkak.
Edema yang terjadi di dalam sel otak. Terjadi berkaitan dengan
kerusakan akibat hipoksia-iskemia yang mengakibatkan gangguan
metabolisme otak dan gangguan pada gradient ion sehingga
mengakibatkan terjadinya retensi Na dan air didalam sel otak
Pada kondisi yang seimbang di dinding sel bekerja suatu transport
aktif (pump) yang mengatur konsentrasi ion-ion di dalam sel dan di
luar sel sehingga terjadi keseimbangan, transport aktif tersebut
bekerja membutuhkan suatu enzym yaitu Na-K ATP ase yang bekerja
membutuhkan energi ATP. Pada kondisi kekurangan ATP maka enzim
ini tidak bekerja sehingga sistem transport aktif juga tidak bekerja
sehingga ion Na yang biasanya dapat dipompa keluar sel menjadi
sebaliknya masuk ke dalam sel diikuti oleh air Edema intraselular
Pembengkakan otak berhubungan dengan edema sititoksik yang
berarti terdapat volume yang besar dari sel otak yang mati. Yang
akan berakibat sangat buruk, edema sitotoksik ini sering di istilahkan
dengan edema kering. Edema sitotoksik terjadi bila otak mengalami
kerusakan yang berhubungan dengan hipoksia, iskemia, abnormalitas

5
metabolic (uremia, ketoasidosis, metabolic), intoksikasi (dimetrofenol,
triethylitin, hexachlrophenol, isoniazid) dan pada sindrom reye,
Hipoksia Berat.

c Edema Osmotic
Apabila tekanan osmotik plasma turun > 12%, akan terjadi
edema serebri dan kenaikan TIK. Hal ini dapat dibuktikan pada
binatang percobaan dengan infus air suling, yang menunjukkan
kenaikan volume air. Pada edema serebri osmotik tidak ada kelainan
pada pembuluh darah dan membran sel.

d Edema Interstitial
Edema interstisial adalah peningkatan volume cairan ekstrasel
yang terjadi pada substansia alba periventrikuler karena transudasi
cairan serebrospinal melalui dinding ventrikel ketika tekanan
intraventrikuler meningkat.

4 MANIFESTASI KLINIK
Pada kondisi terjadi peningkatan tekanan intrakranial dapat
ditemukan tanda dan gejala berupa:
a Nyeri kepala hebat.
b Muntah; dapat proyektil maupun tidak.
c Penglihatan kabur.
d Bradikardi dan hipertensi; terjadi akibat iskemi dan terganggunya
pusat vasomotor medular. Hal ini merupakan mekanisme untuk
mempertahankan aliran darah otak tetap konstan pada keadaan
meningkatnya resistensi serebrovaskular akibat kompresi pembuluh
darah kapiler serebral oleh edema.
e Penurunan frekuensi dan dalamnya pemapasan; respirasi menjadi
lambat dan dangkal secara progresif akibat peningkatan tekanan
intracranial (TIK) yang menyebabkan herniasi unkal. Saat terjadi
kompresi batang otak, timbul perubahan pola pernapasan menjadi

6
pola Cheyne-Stokes, kemudian timbul hiperventilasi, diikuti dengan
respirasi yang ireguler, apnea, dan kematian.
f Gambaran papil edema pada funduskopi; ditandai dengan batas
papil yang tidak tegas, serta cup and disc ratio lebih dari 0,2.

5 PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Dapat dilakukan pemeriksaan CT scan atau MRI otak untuk melihat
etiologi dan luas edema serebri.
Pada iskemia fokal serebri, edema dapat terlihat karena
pengurangan radiodensitas pada jaringan pada daerah infark dan
karena ada midline shift dan desakan serta distorsi ventrikular.

6 PENATALAKSANAAN
a Posisi Kepala dan Leher. Posisi kepala harus netral dan kompresi
vena jugularis harus dihindari. Fiksasi endotracheal tube (ETT)
dilakukan dengan menggunakan perekat yang kuat dan jika posisi
kepala perlu diubah harus dilakukan dengan hati-hati dan dalam
waktu sesingkat mungkin. Untuk mengurangi edema otak dapat
dilakukan elevasi kepala 30.
b Analgesik, Sedasi, dan Zat Paralitik. Nyeri, kecemasan, dan
agitasi meningkatkan kebutuhan metabolisme otak, aliran darah
otak, dan tekanan intrakranial. Oleh karena itu, analgesik dan sedasi
yang tepat diperlukan untuk pasien edema otak. Pasien yang
menggunakan ventilator atau ETT harus diberi sedasi supaya tidak
memperberat TIK. Obat sedasi yang sering digunakan untuk pasien
neurologi diantaranya adalah opiat, benzodiazepin, dan propofol.
c Ventilasi dan Oksigenasi. Keadaan hipoksia dan hiperkapnia
harus dihindari karena merupakan vasodilator serebral poten yang
menyebabkan penambahan volume darah otak sehingga terjadi
peningkatan TIK, terutama pada pasienm dengan pernicabilitas
kapilcr yang abnormal. Intubasi dan ventilasi mekanik diindikasikan
jika ventilasi atau oksigenasi pada pasien edema otak buruk.

7
d Penatalaksanaan Cairan. Osmolalitas serum yang rendah dapat
menyebabkan edema sitotoksik sehingga harus dihindari. Keadaan
ini dapat dicegah dengan pembatasan ketat pemberian cairan
hipotonik (balans 200 ml).
e Penatalaksanaan Tekanan Darah. Tekanan darah yang ideal
dipengaruhi oleh penyebab edema otak. Pada pasien stroke dan
trauma, tekanan darah harus dipelihara dengan cara menghindari
kenaikan tekanan darah tiba-tiba dan hipertensi yang sangat tinggi
untuk menjaga perfusi tetap adekuat. Tekanan perfusi serebral
harus tetap terjaga di atas 60-70 mmHg pascatrauma otak.
f Pencegahan Kejang, Demam, dan Hiperglikemi. Kejang,
demam, dan hiperglikemi merupakan faktor-faktor yang dapat
memperberat sehingga harus dicegah atau diterapi dengan baik bila
sudah terjadi. Penggunaan antikonvulsan profilaktik seringkali
diterapkan dalam praktek klinis. Suhu tubuh dan kadar glukosa
darah kapiler harus tetap diukur.
g Terapi Osmotik
Terapi osmotik menggunakan manitol dan salin hipertonik.
Efek Ostnotik
Efek Hemodinamik
Efek Oxygen Free Radical Scavenging

a Manitol
Dosis awal manitol 20% 1-1,5 g/kgBB IV bolus, diikuti
dengan 0,25-0,5 g/kgBB IV bolus tiap 4-6 jam. Efek maksimum
terjadi setelah 20 menit pemberian dan durasi kerjanya 4 jam.
Pernberian manitol ini harus disertai pemantauan kadar
osmolalitas serum. Osmolalitas darah yang terlalu tinggi akan
meningkatkan risiko gagal ginjal (terutama pada pasien yang
sebelumnya sudah mengalami vollyrfg depletion). Kadar
osmolalitas serum tidak boleh lebih dan 320 mOsmol/L.

b Salin Hipertonik

8
Cairan salin hipertonik (NaC1 3%) juga dapat digunakan
sebagai alternatif pengganti manitol dalam terapi edema otak.
Mekanisme kerjanya kurang lebih sama dengan manitol, yaitu
dehidrasi osmotik.

h Steroid
a Glukokortikoid efektif untuk mengatasi edema vasogenik
yang menyertai tumor, peradangan, dan kelainan lain yang
berhubungan dengan peningkatan permeabilitas sawar darah-
otak, termasuk akibat manipulasi pembedahan. Namun,
steroid tidak berguna untuk mengatasi edema sitotoksik dan
berakibat buruk pada pasien iskemi otak.
b Deksametason paling disukai karena aktivitas mineralokorti-
koidnya yang sangat rendah. Dosis awal adalah 10 mg IV atau
per oral, dilanjutkan dengan 4 mg setiap 6 jam. Dosis ini
ekuivalen dengan 20 kali lipat produksi kortisol normal yang
fisiologis. Responsnya seringkali muncul dengan cepat namun
pada beberapa jenis tumor hasilnya kurang responsif. Dosis
yang lebih tinggi, hingga 90 mg/hari, dapat diberikan pada
kasus yang refrakter. Setelah penggunaan selama berapa hari,
dosis steroid harus diturunkan secara bertahap (tapering off)
untuk menghindari komplikasi serius yang mungkin timbul,
yaitu edema rekuren dan supresi kelenjar adrenal.
Deksametason kini direkomendasikan untuk anak > 2 bulan
penderita meningitis bakterialis. Dosis yang dianjurkan adalah
0,15 mg/kg IV setiap 6 jam pada 4 hari pertama pengobatan
disertai dengan terapi antibiotik. Dosis pertama harus
diberikan sebelum atau bersamaan dengan terapi antibiotik
(lihat bab meningitis bakterialis).

9
i Hiperventilasi
Sasaran pCO2, yang diharapkan adalah 30-35 mmHg agar
menimbulkan vasokonstriksi serebral sehingga menurunkan volume
darah serebral.
j Barbiturat
Barbiturat dapat menurunkan tekanan intrakranial secara efektif
pada pasien cedera kepala berat dengan hemodinamik yang stabil.
Terapi ini biasanya digunakan pada kasus yang refrakter terhadap
pengobatan lain maupun penanganan TIK dengan pembedahan.

10
k Furosemid
Terkadang dikombinasikan dengan manitol. Terapi kombinasi ini
telah terbukti berhasil pada beberapa penelitian. Furosemid dapat
meningkatkan efek manitol, namun harus diberikan dalam dosis
tinggi, sehingga risiko terjadinya kontraksi volume melampaui
manfaat yang diharapkan. Peranan asetasolamid, penghambat
karbonik anhidrase yang mengurangi produksi CSS, terbatas pada
pasien high-altitude illness dan hipertensi intracranial benigna.
Induksi hipotermi telah digunakan sebagai intervensi neuroproteksi
pada pasien. dengan lesi serebral akut.

7 KOMPLIKASI
Pada edema serebri, tekanan intrakranial meningkat, yang
menyebabkan meningkatnya morbiditas dan menurunnya cerebral
blood flow (CBF). Peningkatan tekanan intrakranial menyebabkan
tekanan tambahan pada sistem, memaksa aliran yang banyak untuk
kebutuhan jaringan. Edema serebri dapat menyebabkan sakit kepala,
penurunan kesadaran dan muntah, pupil edema. Herniasi dapat
menyebabkan kerusakan yang berhubungan dengan tekanan kepada
jaringan yang bersangkutan dan tanda-tanda dari disfungsi struktur
yang tertekan.
a Fungsi Otak
Pada edema serebri dapat terjadi gangguan fungsi otak, baik
oleh edema serebri sendiri sehingga neuron-neuron tidak berfungsi
sepenuhnya maupun oleh kenaikan TIK akibat edema serebri. Otak
terletak dalam rongga tengkorak yang dibatasi oleh tulang-tulang
keras; dengan adanya edema serebri, mudah sekali terjadi kenaikan
TIK dengan akibat-akibat seperti herniasi, torsi dan lain-lain yang
akan mengganggu fungsi otak.
b Aliran Darah ke Otak
Berdasarkan hasil percobaan, terdapat hubungan antara TIK
dan aliran darah yang menuju ke otak. Perfusi darah ke jaringan otak
dipengaruhi oleh tekanan arteri (tekanan sistemik), TIK dan

11
mekanisme otoregulasi otak. Perfusi darah ke jaringan otak hanya
dapat berlangsung apabila tekanan arteri lebih besar daripada TIK.
Perbedaan minimal antara tekanan arteri dan TIK yang masih
menjamin perfusi darah ialah 40 mmHg. Kurang dari nilai tersebut,
perfusi akan berkurang/ terhenti sama sekali.
Sampai pada batas-batas tertentu perubahan tekanan arteri TIK
dapat diimbangi oleh mekanisme otoregulasi otak, sehingga perfusi
darah tidak terganggu dan fungsi otak dapat berlangsung seperti
biasa. Mekanisme otoregulasi mudah mengalami kerusakan oleh
trauma, tumor otak, perdarahan, iskemia dan hipoksia.
c Kenaikan Tekanan Intrakranial
Karena mekanisme kompensasi ruang serebrospinalis dan
sistem vena, maka pada awal penambahan volume cairan jaringan
otak belum ada kenaikan TIK. Mekanisme kompensasi tersebut
terbatas kemampuannya sehingga penambahan volume intrakranial
selanjutnya akan segera disertai kenaikan TIK. Pertambahan volume
2% atau 10 -15 ml tiap hemisfer sudah menimbulkan kenaikan TIK
yang hebat

d Herniasi Jaringan Otak


Edema serebri yang hebat menyebabkan terjadinya herniasi
jaringan otak terutama pada tentorium serebellum dan foramen
magnum.

12
1 Herniasi tentorium serebelum
Akibat herniasi tentorium serebelum ialah tertekannya
bangunan-bangunan pada daerah tersebut seperti mesensefalon,
N. III, A. serebri posterior, lobus temporalis dan unkus. Yang
mungkin terjadi akibat herniasi ini ialah :
a Unkus lobus temporalis tertekan ke bawah dan menekan
bangunan pada hiatus.
b N. III yang mengandung serabut parasimpatis untuk konstriksi
pupil mata tertekan sehingga pupil berdilatasi dan refleks
cahaya negatif.
Tekanan pada mesensefalon antara lain dapat
menimbulkan gangguan kesadaran, sebab di sini terdapat
formatio retikularis. Penderita menjadi somnolen, sopor atau
koma. tekanan pada A. serebri posterior menyebabkan iskemia
dan infark pada korteks oksipitalis.

2 Herniasi foramen magnum


Peninggian TIK terutama pada fossa posterior akan
mendorong tonsil serebelum ke arah foramen magnum. Herniasi
ini dapat mencapai servikal 1 dan 2 dan akan menekan medulla
oblongata, tempatnya pusat-pusat vital. Akibatnya antara lain
gangguan pernapasan dan kardiovaskuler.

13
Daftar Pustaka

A. Raslan and A. Bhardwaj. 2007. Medical Management of Cerebral


Edema. Neurosurg. Focus/Volume 22 / May, 2007

Brain Swelling. http://www.webmd.com/brain/brain-swelling-brain-edema-


intracranial-pressure diakses 10 januari 2015 6:12:47 AM

D. George, Wita J. Suwono, Budi Riyanto, Yuda Turana. 2009. Panduan Praktis Diagnosis
dan tata Laksana Penyakit Saraf. Jakarta : EGC

Kumar V, Cotran RS, Robbins SL. Buku ajar patologi.7nd ed, Vol. 2. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC, 2007 : 905-7.

Shri Krishna Puri, Patna, Bihar. 2003. Cerebral Edema and its
Management. Neurology Clinic, B-27. MJAFI, Vol. 59, No. 4, 2003

Silbernagl Stefan, Lang Florian. 2007. Teks dan Atlas Berwarna Patofisiologi. Jakarta : EGC

14

Anda mungkin juga menyukai