DEFINISI
Disentri adalah peradangan usus besar yang ditandai dengan sakit perut dan buang air besar.
Buang air besar ini berulang-ulang yang menyebabkan penderita kehilangan banyak cairan dan
darah. Disentri berasal dari bahasa Yunani, yaitu dys (gangguan) dan enteron(usus), yang berarti
radang usus yang menimbulkan gejala meluas dengan gejala buang air besar dengan tinja
berdarah, diare encer dengan volume sedikit, buang air besar dengan tinja bercampur lendir
(mucus) dan nyeri saat buang air besar (tenesmus).
ETIOLOGI
Disentri merupakan suatu infeksi yang menimbulkan luka yang menyebabkan tukak terbatas
di usus besar.
Adanya darah dan lekosit dalam tinja merupakan suatu bukti bahwa kuman penyebab disentri
tersebut menembus dinding usus besar dan bersarang di bawahnya. Penyakit ini seringkali terjadi
karena kebersihan tidak terjaga, baik karena kebersihan diri atau individu maupun kebersihan
masyarakat dan lingkungan.
KLASIFIKASI
Ada 2 macam disentri, yaitu
1. Disentri Amoebica
2. Disentri Bacilaris
Dimulai Tidak dengan tiba-tiba dan hebat Dengan hebat dan tiba-tiba
Berak Tidak sering kali, tidak banyak darah dan Terlalu sering, lebih banyak darah, lender
lender dan baunya amat busuk dan nanah, tidak bau busuk.
Berjangkitnya Tidak berat dan tidak secara wabah Hebat dan sering secara wabah
PATOFISIOLOGI
a. Disentri basiler Semua strain kuman Shigella menyebabkan disentri, yaitu suatu keadaan
yang ditandai dengan diare, dengan konsistensi tinja biasanya lunak, diserta ieksudat inflamasi
yang mengandung leukosit polymorfonuclear (PMN) dan darah. Kuman Shigella secara genetik
bertahan terhadap pH yang rendah, maka dapat melewati barrier asam lambung. Ditularkan
secara oral melalui air,makanan, dan lalat yang tercemar oleh ekskreta pasien. Setelah melewati
lambung dan usus halus, kuman ini menginvasi sel epitel mukosa kolon dan berkembang biak
didalamnya. Kolon merupakan tempat utama yang diserang Shigella namun ileumterminalis
dapat juga terserang. Kelainan yang terberat biasanya di daerahsigmoid, sedang pada ilium hanya
hiperemik saja. Pada keadaan akut dan fatalditemukan mukosa usus hiperemik, lebam dan tebal,
nekrosis superfisial, tapi biasanya tanpa ulkus. Pada keadaan subakut terbentuk ulkus pada
daerah folikel limfoid, dan pada selaput lendir lipatan transversum didapatkan ulkus yang
dangkal dan kecil, tepi ulkus menebal dan infiltrat tetapi tidak berbentuk ulkus bergaung
S.dysentriae, S.flexeneri, dan S.sonei menghasilkan eksotoksin antara lain ShET1, ShET2, dan
toksin Shiga, yang mempunyai sifat enterotoksik, sitotoksik,dan neurotoksik. Enterotoksin
tersebut merupakan salah satu faktor virulen sehingga kuman lebih mampu menginvasi sel eptitel
mukosa kolon dan menyebabkan kelainan pada selaput lendir yang mempunyai warna hijau yang
khas. Pada infeksi yang menahun akan terbentuk selaput yang tebalnya sampai 1,5cm sehingga
dinding usus menjadi kaku, tidak rata dan lumen usus mengecil. Dapat terjadi perlekatan dengan
peritoneum.
b. Disentri Amuba Trofozoit yang mula-mula hidup sebagai komensal di lumen usus besar
dapat berubah menjadi patogen sehingga dapat menembus mukosa usus danmenimbulkan ulkus.
Akan tetapi faktor yang menyebabkan perubahan ini sampaisaat ini belum diketahui secara pasti.
Diduga baik faktor kerentanan tubuh pasien,sifat keganasan (virulensi) amoeba, maupun
lingkungannya mempunyai peran. Amoeba yang ganas dapat memproduksi enzim
fosfoglukomutase danlisozim yang dapat mengakibatkan kerusakan dan nekrosis jaringan
dinding usus.Bentuk ulkus amoeba sangat khas yaitu di lapisan mukosa berbentuk kecil, tetapidi
lapisan submukosa dan muskularis melebar (menggaung). Akibatnya terjadiulkus di permukaan
mukosa usus menonjol dan hanya terjadi reaksi radang yangminimal. Mukosa usus antara ulkus-
ulkus tampak normal. Ulkus dapat terjadi disemua bagian usus besar, tetapi berdasarkan
frekuensi dan urut-urutan tempatnya adalah sekum, kolon asenden, rektum, sigmoid, apendiks
dan ileum terminalis.
Atau secara umum dapat dijelaskan dengan;
Trofozoid
patogen
Mukosa Usus
Radang
Ulkus
Perdarahan
Perporasi Sembuh
MANIFESTASI KLINIS
Gejala-gejala disentri antara lain :
Buang air besar dengan tinja berdarah
Diare encer dengan volume sedikit
Buang air besar dengan tinja bercampur lendir (mucus)
Nyeri saat buang air besar (tenesmus)
1. Disentri basiler
Gejala Disentri Basiler Masa tunas berkisar antara 7 jam sampai 7 hari. Lama gejala
rerata 7 hari sampai 4 minggu. Pada fase awal pasien mengeluh nyeri perut bawah, diare disertai
demam yang mencapai 400C. Selanjutnya diare berkurang tetapi tinja masih mengandung darah
dan lendir, tenesmus, dan nafsu makan menurun.
Bentuk klinis dapat bermacam-macam dari yang ringan, sedang sampai yang berat.Sakit
perut terutama di bagian sebelah kiri, terasa melilit diikuti pengeluaran tinja sehingga
mengakibatkan perut menjadi cekung. Bentuk yang berat (fulminating cases) biasanya
disebabkan olehS.dysentriae.
Gejalanya timbul mendadak dan berat, berjangkitnya cepat, berak-berak seperti air
denganlendir dan darah, muntah-muntah, suhu badan subnormal, cepat terjadi dehidrasi,renjatan
septik dan dapat meninggal bila tidak cepat ditolong. Akibatnya timbulrasa haus, kulit kering dan
dingin, turgor kulit berkurang karena dehidrasi. Mukamenjadi berwarna kebiruan, ekstremitas
dingin dan viskositas darah meningkat (hemokonsentrasi).
Kadang-kadang gejalanya tidak khas,dapat berupa seperti gejala kolera atau keracunan
makanan. Kematian biasanya terjadi karena gangguan sirkulasi perifer, anuria dan koma uremik.
Angka kematian bergantung pada keadaan dan tindakan pengobatan. Angka ini bertambah pada
keadaan malnutrisi dan keadaan darurat misalnya kelaparan.
Perkembangan penyakit ini selanjutnya dapat membaik secara perlahan-lahan tetapi
memerlukan waktu penyembuhan yang lama. Pada kasus yang sedang keluhan dan gejalanya
bervariasi, tinja biasanya lebih berbentuk, mungkin dapat mengandung sedikit darah/lendir.
Sedangkan pada kasus yang ringan, keluhan/gejala tersebut di atas lebih ringan. Berbeda dengan
kasus yang menahun, terdapat serangan seperti kasus akut secaramenahun. Kejadian ini jarang
sekali bila mendapat pengobatan yang baik.
Setelah masa inkubasi yang pendek (1-3 hari) secara mendadak timbul nyeri perut,
demam, dan tinja encer. Tinja yang encer tersebut berhubungan dengan kerja eksotoksin dalam
usus halus. Sehari atau beberapa hari kemudian, karena infeksi meliputi ileum dan kolon, maka
jumlah tinja meningkat, tinja kurang encer tapi sering mengandung lendir dan darah. Tiap
gerakan usus disertai dengan mengedan dan tenesmus (spasmus rektum), yang menyebabkan
nyeri perut bagian bawah. Demam dan diare sembuh secara spontan dalam 2-5 hari pada lebih
dari setengah kasus dewasa. Namun, pada anak-anak dan orang tua, kehilangan air dan elektrolit
dapat menyebabkan dehidrasi, asidosis, dan bahkan kematian.
Kebanyakan orang pada penyembuhan mengeluarkan kuman disentri untuk waktu yang
singkat, tetapi beberapa diantaranya tetap menjadi pembawa kuman usus menahun dan dapat
mengalami serangan penyakit berulang-ulang.Pada penyembuhan infeksi, kebanyakan orang
membentuk antibodi terhadap Shigella dalam darahnya, tetapi antibodi ini tidak melindungi
terhadap reinfeksi
Diare mendadak yang disertai darah dan lendir dalam tinja. Pada disentri shigellosis, pada
permulaan sakit, bisa terdapat diare encer tanpa darah dalam 6-24 jam pertama, dan setelah 12-
72 jam sesudah permulaan sakit, didapatkan darah dan lendir dalam tinja.
Panas tinggi (39,50 400 C), appear toxic.
Muntah-muntah.
Anoreksia.
Sakit kram di perut dan sakit di anus saat BAB.
Kadang-kadang disertai dengan gejala menyerupai ensefalitis dan sepsis (kejang,
sakit kepala, letargi, kaku kuduk, halusinasi).
2. Disentri amoeba
Gejala-gejala disentri amuba biasanya berlangsung dari beberapa hari sampai beberapa
minggu. Namun, tanpa pengobatan, bahkan jika gejala hilang, amuba dapat terus hidup di usus
selama berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun. Infeksi masih dapat ditularkan kepada orang
lain dan diare masih bisa kembali. Bahayanya penyakit desentri amuba dapat bersifat fatal bila
terjadi komplikasi antara lain usus berlubang (perforasi usus), infeksi selaput rongga perut
(peritonitis), abses di hati dan otak. Dan bila infeksi amuba ini tidak diobati secara tuntas, dapat
mengakibatkan kematian.
Diare disertai darah dan lendir dalam tinja.
Frekuensi BAB umumnya lebih sedikit daripada disentri basiler (10x/hari)
Sakit perut hebat (kolik)
Gejala konstitusional biasanya tidak ada (panas hanya ditemukan pada 1/3 kasus)
Demam dan menggigil.
a) Carrier (Cyst Passer)
Pasien ini tidak menunjukkan gejala klinis sama sekali. Hal ini disebabkan karena
amoeba yang berada dalam lumen usus besar tidak mengadakan invasi kedinding usus.
b) Disentri amoeba ringan
Timbulnya penyakit (onset penyakit) perlahan-lahan. Penderita biasanyamengeluh perut
kembung, kadang nyeri perut ringan yang bersifat kejang. Dapattimbul diare ringan, 4-5 kali
sehari, dengan tinja berbau busuk. Kadang juga tinja bercampur darah dan lendir. Terdapat
sedikit nyeri tekan di daerah sigmoid, jarang nyeri di daerah epigastrium. Keadaan tersebut
bergantung pada lokasiulkusnya. Keadaan umum pasien biasanya baik, tanpa atau sedikit demam
ringan(subfebris). Kadang dijumpai hepatomegali yang tidak atau sedikit nyeri tekan.
c) Disentri amoeba sedang
Keluhan pasien dan gejala klinis lebih berta dibanding disentri ringan,tetapi pasien masih
mampu melakukan aktivitas sehari-hari. Tinja biasanyadisertai lendir dan darah. Pasien
mengeluh perut kram, demam dan lemah badan disertai hepatomegali yang nyeri ringan.
d) Disentri amoeba berat
Keluhan dan gejala klinis lebih berta lagi. Penderita mengalami diaredisertai darah yang
banyak, lebih dari 15 kali sehari. Demam tinggi (400C 40,5 0C) disertai mual dan anemia.
e) Disentri amoeba kronik
Gejalanya menyerupai disentri amoeba ringan, serangan-serangan diarediselingi dengan
periode normal atau tanpa gejala. Keadaan ini dapat berjalan berbulan-bulan hingga bertahun-
tahun. Pasien biasanya menunjukkan gejala neurastenia. Serangan diare yang terjadi biasanya
dikarenakan kelelahan, demam atau makanan yang sulit dicerna.
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan :
1. Pemeriksaan tinja
Makroskopis : suatu disentri amoeba dapat ditegakkan bila ditemukan bentuk trofozoit dalam tinja
Benzidin test
Mikroskopis : leukosit fecal (petanda adanya kolitis), darah fecal.
a) Biakan tinja :
Media : agar MacConkey, xylose-lysine deoxycholate (XLD), agar SS.
b) Pemeriksaan darah rutin : leukositosis (5.000 15.000 sel/mm3), kadang-
kadang dapat ditemukan leukopenia.
c) Endoscopy : memberikan visualisasi area yang terlibat.
KOMPLIKASI
Dehidrasi
Kejang
Malnutrisi/malabsorpsi
Hipoglikemia
Prolapsus rektum
Reactive arthritis
Sindroma Guillain-Barre
Ameboma
Megakolon toksik
Perforasi lokal
Peritonitis
1. Disentri Basiler
Stenosis
Peritonetis
Hemoroid
Neuritis perifer
artritis
2. Disentri Amoebica
Perdarahan usus
Perforasi
Ameboma
Striktura
PENATALAKSANAAN MEDIS
Disentri basiler Prinsip dalam melakukan tindakan pengobatan adalah istirahat, mencegah
atau memperbaiki dehidrasi dan pada kasus yang berat diberikan antibiotika. Cairan dan
elektrolit Dehidrasi ringan sampai sedang dapat dikoreksi dengan cairan rehidrasi oral. Jika
frekuensi buang air besar terlalu sering, dehidrasi akan terjadi dan berat badan penderita turun.
Dalam keadaan ini perlu diberikancairan melalui infus untuk menggantikan cairan yang hilang.
Akan tetapi jika penderita tidak muntah, cairan dapat diberikan melalui minuman atau pemberian
air kaldu atau oralit. Bila penderita berangsur sembuh, susu tanpa gula mulai dapat diberikan.
Diet Diberikan makanan lunak sampai frekuensi berak kurang dari 5kali/hari, kemudian
diberikan makanan ringan biasa bila ada kemajuan.
Pengobatan spesifik Menurut pedoman WHO, bila telah terdiagnosis shigelosis pasien
diobati dengan antibiotika. Jika setelah 2 hari pengobatan menunjukkan perbaikan, terapi
diteruskan selama 5 hari. Bila tidak ada perbaikan,antibiotika diganti dengan jenis yang lain.
Resistensi terhadap sulfonamid, streptomisin, kloramfenikol dantetrasiklin hampir universal
terjadi. Kuman Shigella biasanya resisten terhadap ampisilin, namun apabila ternyata dalam uji
resistensi kuman Terhadap ampisilin masih peka, maka masih dapat digunakan dengan dosis4 x
500 mg/hari selama 5 hari. Begitu pula dengan trimetoprim-sulfametoksazol, dosis yang
diberikan 2 x 960 mg/hari selama 3-5 hari. Amoksisilin tidak dianjurkan dalam pengobatan
disentri basiler karenatidak efektif. Pemakaian jangka pendek dengan dosis tunggal
fluorokuinolon seperti siprofloksasin atau makrolide azithromisin ternyata berhasil baik untuk
pengobatan disentri basiler. Dosis siprofloksasin yang dipakai adalah 2 x 500 mg/hari selama 3
hari sedangkan azithromisin diberikan 1gram dosis tunggal dan sefiksim 400 mg/hari selama 5
hari. Pemberian Ciprofloksasin merupakan kontraindikasi terhadap anak-anak dan wanita hamil.
Di negara-negara berkembang di mana terdapat kuman S.dysentriae tipe 1 yang multiresisten
terhadap obat-obat, diberikan asam nalidiksik dengan dosis 3 x 1 gram/hari selama 5 hari. Tidak
ada antibiotika yang dianjurkan dalam pengobatan stadium carrier disentri basiler.
Disentri amuba Asimtomatik atau carrier : Iodoquinol (diidohydroxiquin) 650 mg tiga kali
perhari selama 20 hari.Amebiasis intestinal ringan atau sedang : tetrasiklin 500 mg empat kali
selama 5 hari. Amebiasis intestinal berat, menggunakan 3 obat : Metronidazol 750 mgtiga kali
sehari selama 5-10 hari, tetrasiklin 500 mg empat kali selama5 hari, dan emetin 1
mg/kgBB/hari/IM selama 10 hari. Amebiasis ektraintestinal, menggunakan 3 obat : Metonidazol
750 mg tiga kali sehari selama 5-10 hari, kloroquin fosfat 1 gram per hari selama 2 hari
dilanjutkan 500 mg/hari selama 4 minggu, dan emetin 1mg/kgBB/hari/IM selama 10 hari.
1. Perhatikan keadaan umum anak, bila anak appear toxic, status gizi kurang, lakukan
pemeriksaan darah (bila memungkinkan disertai dengan biakan darah) untuk mendeteksi adanya
bakteremia. Bila dicurigai adanya sepsis, berikan terapi sesuai penatalaksanaan sepsis pada anak.
Waspadai adanya syok sepsis.
2. Komponen terapi disentri
a. Koreksi dan maintenance cairan dan elektrolit
Seperti pada kasus diare akut secara umum, hal pertama yang harus diperhatikan dalam
penatalaksanaan disentri setelah keadaan stabil adalah penilaian dan koreksi terhadap status
hidrasi dan keseimbangan elektrolit.
b. Diet
Anak dengan disentri harus diteruskan pemberian makanannya. Berikan diet lunak tinggi kalori
dan protein untuk mencegah malnutrisi. Dosis tunggal tinggi vitamin A (200.000 IU) dapat
diberikan untuk menurunkan tingkat keparahan disentri, terutama pada anak yang diduga
mengalami defisiensi. Untuk mempersingkat perjalanan penyakit, dapat diberikan sinbiotik dan
preparat seng oral. Dalam pemberian obat-obatan, harus diperhatikan bahwa obat-obat yang
memperlambat motilitas usus sebaiknya tidak diberikan karena adanya risiko untuk
memperpanjang masa sakit.
c. Antibiotika
Anak dengan disentri harus dicurigai menderita shigellosis dan mendapatkan terapi yang sesuai.
Pengobatan dengan antibiotika yang tepat akan mengurangi masa sakit dan menurunkan risiko
komplikasi dan kematian.
Pilihan utama untuk Shigelosis (menurut anjuran WHO) : Kotrimoksazol (trimetoprim
10mg/kbBB/hari dan sulfametoksazol 50mg/kgBB/hari) dibagi dalam 2 dosis, selama 5 hari.
Alternatif yang dapat diberikan : o Ampisilin 100mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 dosis o Cefixime
8mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis o Ceftriaxone 50mg/kgBB/hari, dosis tunggal IV atau IM o
Asam nalidiksat 55mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 dosis.
Perbaikan seharusnya tampak dalam 2 hari, misalnya panas turun, sakit dan darah dalam tinja
berkurang, frekuensi BAB berkurang, dll. Bila dalam 2 hari tidak terjadi perbaikan, antibiotik
harus dihentikan dan diganti dengan alternatif lain.
Terapi antiamebik diberikan dengan indikasi : o Ditemukan trofozoit Entamoeba hystolistica
dalam pemeriksaan mikroskopis tinja. o Tinja berdarah menetap setelah terapi dengan 2
antibiotika berturut-turut (masing-masing diberikan untuk 2 hari), yang biasanya efektif untuk
disentri basiler.
Terapi yang dipilih sebagai antiamebik intestinal pada anak adalah Metronidazol 30-
50mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis selama 10 hari. Bila disentri memang disebabkan oleh E.
hystolistica, keadaan akan membaik dalam 2-3 hari terapi.
d. Sanitasi
Beritahukan kepada orang tua anak untuk selalu mencuci tangan dengan bersih sehabis
membersihkan tinja anak untuk mencegah autoinfeksi.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan diare atau output berlebihan
dan intake yang kurang.
2. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan kehilangan cairan sekunder
terhadap diare.
3. Resiko peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi skunder terhadap diare.
4. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan peningkatan frekwensi diare
5. Resiko tinggi gangguan tumbuh kembang berhubungan dengan BB menurun terus menerus.
6. Kecemasan anak berhubungan dengan tindakan invasive.
INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan kehilangan cairan skunder
terhadap diare
a) Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam keseimbangan dan
elektrolit dipertahankan secara maksimal
b) Kriteria hasil :
Tanda vital dalam batas normal (N: 120-60 x/mnt, S; 36-37,50 c, RR : < 40 x/mnt
Turgor elastik , membran mukosa bibir basah, mata tidak cowong, UUB tidak cekung
Konsistensi BAB lembek, frekwensi 1 kali perhari
c) Intervensi :
Pantau tanda dan gejala kekurangan cairan dan elektrolit
R/ Penurunan sirkulasi volume cairan menyebabkan kekeringan mukosa dan pemekataj urin.
Deteksi dini memungkinkan terapi pergantian cairan segera untuk memperbaiki deficit
Pantau intake dan output
R/ Dehidrasi dapat meningkatkan laju filtrasi glomerulus membuat keluaran tak kuat untuk
membersihkan sisa metabolisme.
Timbang berat badan setiap hari
R/ Mendeteksi kehilangan cairan , penurunan 1 kg BB sama dengan kehilangan cairan 1 lt
Anjurkan keluarga untuk memberi minum banyak pada kien, 2-3 lt/hr
R/ Mengganti cairan dan elektrolit yang hilang secara oral
d) Kolaborasi :
Pemeriksaan laboratorium serum elektrolit (Na, K,Ca, BUN)
R/ koreksi keseimbang cairan dan elektrolit, BUN untuk mengetahui faal ginjal (kompensasi).
Cairan parenteral ( IV line ) sesuai dengan umur
R/ Mengganti cairan dan elektrolit secara adekuat dan cepat.
Obat-obatan : (antisekresin, antispasmolitik, antibiotik)
R/ anti sekresi untuk menurunkan sekresi cairan dan elektrolit agar simbang, antispasmolitik
untuk proses absorbsi normal, antibiotik sebagai anti bakteri berspektrum luas untuk
menghambat endotoksin.
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan tidak adekuatnya intake dan
out put
a) Tujuan : setelah dilakukan tindakan perawatan selama dirumah di RS kebutuhan
nutrisi terpenuhi
b) Kriteria :
Nafsu makan meningkat
BB meningkat atau normal sesuai umur
c) Intervensi :
Diskusikan dan jelaskan tentang pembatasan diet (makanan berserat tinggi, berlemak dan air
terlalu panas atau dingin)
R/ Serat tinggi, lemak,air terlalu panas / dingin dapat merangsang mengiritasi lambung dan
sluran usus.
Ciptakan lingkungan yang bersih, jauh dari bau yang tak sedap atau sampah, sajikan makanan
dalam keadaan hangat
R/ situasi yang nyaman, rileks akan merangsang nafsu makan.
Berikan jam istirahat (tidur) serta kurangi kegiatan yang berlebihan
R/ Mengurangi pemakaian energi yang berlebihan
Monitor intake dan out put dalam 24 jam
R/ Mengetahui jumlah output dapat merencenakan jumlah makanan
d) Kolaborasi dengan tim kesehatan lain :
terapi gizi : Diet TKTP rendah serat, susu
beri obat-obatan atau vitamin ( A)
R/ Mengandung zat yang diperlukan , untuk proses pertumbuhan
3. Resiko peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi dampak sekunder dari diare
a) Tujuan : Stelah dilakukan tindakan perawatan selama 3x 24 jam tidak terjadi peningkatan suhu
tubuh
b) Kriteria hasil : suhu tubuh dalam batas normal ( 36-37,5 C)
Tidak terdapat tanda infeksi (rubur, dolor, kalor, tumor, fungtio leasa)
c) Intervensi :
Monitor suhu tubuh setiap 2 jam
R/ Deteksi dini terjadinya perubahan abnormal fungsi tubuh ( adanya infeksi)
Berikan kompres hangat
R/ merangsang pusat pengatur panas untuk menurunkan produksi panas tubuh
Kolaborasi pemberian antipirektik
R/ Merangsang pusat pengatur panas di otak
4. Resiko gangguan integritas kulit perianal berhubungan dengan peningkatan frekwensi BAB
(diare)
a) Tujuan : setelah dilakukan tindaka keperawtan selama di rumah sakit integritas kulit tidak
terganggu
b) Kriteria hasil :
Tidak terjadi iritasi : kemerahan, lecet, kebersihan terjaga
Keluarga mampu mendemontrasikan perawatan perianal dengan baik dan benar
c) Intervensi
Diskusikan dan jelaskan pentingnya menjaga tempat tidur
R/ Kebersihan mencegah perkembang biakan kuman
Demontrasikan serta libatkan keluarga dalam merawat perianal (bila basah dan mengganti
pakaian bawah serta alasnya)
R/ Mencegah terjadinya iritassi kulit yang tak diharapkan oleh karena kelebaban dan keasaman
feces
Atur posisi tidur atau duduk dengan selang waktu 2-3 jam
R/ Melancarkan vaskulerisasi, mengurangi penekanan yang lama sehingga tak terjadi iskemi dan
irirtasi .