Disusun oleh :
Muhammad Dhiya Rahadian
30101206667
Pembimbing:
dr. Bambang Suryadi Sp.THT-KL
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG
2017
LEMBAR PENGESAHAN
oleh :
Muhammad Dhiya Rahadian
30101206667
1. 1. TELINGA LUAR
Telinga luar terdiri atas auricula dan meatus akustikus eksternus. Auricula
mempunyai bentuk yang khas dan berfungsi mengumpulkan getaran udara, auricula
terdiri atas lempeng tulang rawan elastis tipis yang ditutupi kulit. Auricula juga
mempunyai otot intrinsic dan ekstrinsik, yang keduanya dipersarafi oleh N.facialis.
Auricula atau lebih dikenal dengan daun telinga membentuk suatu bentuk unik yang
terdiri dari antihelix yang membentuk huruf Y, dengan bagian crux superior di sebelah
kiri dari fossa triangularis, crux inferior pada sebelah kanan dari fossa triangularis,
antitragus yang berada di bawah tragus, sulcus auricularis yang merupakan sebuah
struktur depresif di belakang telinga di dekat kepala, concha berada di dekat saluran
pendengaran, angulus conchalis yang merupakan sudut di belakang concha dengan sisi
kepala, crus helix yang berada di atas tragus, cymba conchae merupakan ujung terdekat
dari concha, meatus akustikus eksternus yang merupakan pintu masuk dari saluran
pendengaran, fossa triangularis yang merupakan struktur depresif di dekat anthelix,
helix yang merupakan bagian terluar dari daun telinga, incisura anterior yang berada di
antara tragus dan antitragus, serta lobus yang berada di bagian paling bawah dari daun
telinga, dan tragus yang berada di depan meatus akustikus eksternus.
Yang kedua adalah meatus akustikus eksternus atau dikenal juga dengan liang
telinga luar. Meatus akustikus eksternus merupakan sebuah tabung berkelok yang
menghubungkan auricula dengan membran timpani. Pada orang dewasa panjangnya
lebih kurang 1 inchi atau kurang lebih 2,5 cm, dan dapat diluruskan untuk memasukkan
otoskop dengan cara menarik auricula ke atas dan belakang. Pada anak kecil auricula
ditarik lurus ke belakang, atau ke bawah dan belakang. Bagian meatus yang paling
sempit adalah kira-kira 5 mm dari membran timpani.
Rangka sepertiga bagian luar meatus adalah kartilago elastis, dan dua pertiga bagian
dalam adalah tulang yang dibentuk oleh lempeng timpani. Meatus dilapisi oleh kulit,
dan sepertiga luarnya mempunyai rambut, kelenjar sebasea, dan glandula seruminosa.
Glandula seruminosa ini adalah modifikasi kelenjar keringat yang menghasilkan sekret
lilin berwarna coklat kekuningan. Rambut dan lilin ini merupakan barier yang lengket,
untuk mencegah masuknya benda asing.
Saraf sensorik yang melapisi kulit pelapis meatus berasal dari n.auriculotemporalis
dan ramus auricularis n. vagus. Sedangkan aliran limfe menuju nodi parotidei
superficiales, mastoidei, dan cervicales superficiales.
1. 2. TELINGA TENGAH
Telinga tengah adalah ruang berisi udara di dalam pars petrosa ossis temporalis
yang dilapisi oleh membrana mukosa. Ruang ini berisi tulang-tulang pendengaran yang
berfungsi meneruskan getaran membran timpani (gendang telinga) ke perilympha
telinga dalam. Kavum timpani berbentuk celah sempit yang miring, dengan sumbu
panjang terletak lebih kurang sejajar dengan bidang membran timpani. Di depan, ruang
ini berhubungan dengan nasopharing melalui tuba auditiva dan di belakang dengan
antrum mastoid.
Telinga tengah mempunyai atap, lantai, dinding anterior, dinding posterior, dinding
lateral, dan dinding medial. Atap dibentuk oleh lempeng tipis tulang, yang disebut
tegmen timpani, yang merupakan bagian dari pars petrosa ossis temporalis. Lempeng
ini memisahkan kavum timpani dan meningens dan lobus temporalis otak di dalam
fossa kranii media. Lantai dibentuk di bawah oleh lempeng tipis tulang, yang mungkin
tidak lengkap dan mungkin sebagian diganti oleh jaringan fibrosa. Lempeng ini
memisahkan kavum timpani dari bulbus superior V. jugularis interna. Bagian bawah
dinding anterior dibentuk oleh lempeng tipis tulang yang memisahkan kavum timpani
dari a. carotis interna. Pada bagian atas dinding anterior terdapat muara dari dua buah
saluran. Saluran yang lebih besar dan terletak lebih bawah menuju tuba auditiva, dan
yang terletak lebih atas dan lebih kecil masuk ke dalam saluran untuk m. tensor
tympani. Septum tulang tipis, yang memisahkan saluran-saluran ini diperpanjang ke
belakang pada dinding medial, yang akan membentuk tonjolan mirip selat. Di bagian
atas dinding posterior terdapat sebuah lubang besar yang tidak beraturan, yaitu auditus
antrum. Di bawah ini terdapat penonjolan yang berbentuk kerucut, sempit, kecil,
disebut pyramis. Dari puncak pyramis ini keluar tendo m. stapedius. Sebagian besar
dinding lateral dibentuk oleh membran timpani.
1. 1. 3. TUBA EUSTACHIUS
Tuba eustachius terbentang dart dinding anterior kavum timpani ke bawah,
depan, dan medial sampai ke nasopharynx. Sepertiga bagian posteriornya adalah
tulang dan dua pertiga bagian anteriornya adalah cartilago. Tuba berhubungan
dengan nasopharynx dengan berjalan melalui pinggir atas m. constrictor pharynges
superior. Tuba berfungsi menyeimbangkan tekanan udara di dalam cavum timpani
dengan nasopharing.
1. 1. 4. ANTRUM MASTOID
Antrum mastoid terletak di belakang kavum timpani di dalam pars petrosa ossis
temporalis, dan berhubungan dengan telinga tengah melalui auditus ad antrum,
diameter auditus ad antrum lebih kurang 1 cm.
Dinding anterior berhubungan dengan telinga tengah dan berisi auditus ad
antrum, dinding posterior memisahkan antrum dari sinus sigmoideus dan
cerebellum. Dinding lateral tebalnya 1,5 cm dan membentuk dasar trigonum
suprameatus. Dinding medial berhubungan dengan kanalis semicircularis posterior.
Dinding superior merupakan lempeng tipis tulang, yaitu tegmen timpani, yang
berhubungan dengan meninges pada fossa kranii media dan lobus temporalis cerebri.
Dinding inferior berlubang-lubang, menghubungkan antrum dengan cellulae
mastoideae.
I. 3. TELINGA DALAM
Telinga dalam terletak di dalam pars petrosa ossis temporalis, medial terhadap
telinga tengah dan terdiri atas (1) telinga dalam osseus, tersusun dari sejumlah rongga di
dalam tulang; dan (2) telinga dalam membranaceus, tersusun dari sejumlah saccus dan
ductus membranosa di dalam telinga dalam osseus.
B. TEKNIK PEMERIKSAAN
1. Pemeriksa mengucapkan salam dan memperkenalkan diri
2. Pemeriksa menerangkan pemeriksaan yang akan dilakukan
3. Pemeriksa mengatur posisi pasien :
- Pasien dewasa duduk berhadapan dengan pemeriksa lutut bersisian.
- Mulai pemeriksaan dari yang tidak sakit.
- Pasien anak dipangku dengan posisi yang sama dengan ibu
- Pasien bayi ditidurkan di pangkuan (paha) orang tua
4. Mengucapkan terimakasih pada pasien
DAUN TELINGA
1. Diperhatikan bentuk serta tanda-tanda peradangan atau pembengkakan.
2. Daun telinga ditarik, untuk menentukan nyeri tarik dan menekan tragus untuk
menentukan nyeri tekan.
DAERAH MASTOID
1. Adakah abses atau fistel di belakang telinga.
2. Mastoid diperkusi untuk menentukan nyeri ketok.
LIANG TELINGA
1. Lapang atau sempit, dindingnya adakah edema, hiperemis atau ada furunkel.
Perhatikan adanya polip atau jaringan granulasi, tentukan dari mana asalnya.
Apakah ada serumen atau sekret.
MEMBRAN TIMPANI
1. Nilai warna, reflek cahaya, perforasi dan tipenya dan gerakannya.
2. Warna membran timpani yang normal putih seperti mutiara.
3. Refleks cahaya normal berbentuk kerucut, warna seperti air raksa.
4. Bayangan kaki maleus jelas kelihatan bila terdapat retraksi membrane timpani ke
arah dalam.
Perforasi umumnya berbentuk bulat. Bila disebabkan oleh trauma
biasanyaberbentuk robekan dan di sekitarnya terdapat bercak darah. Lokasi perforasi
dapat di atik (di daerah pars flaksida), di sentral (di pars tensa dan di sekitar perforasi
masih terdapat membran) dan di marginal (perforasi terdapat di pars tensa dengan salah
satu sisinya langsung berhubungan dengan sulkus timpanikus). Gerakan membran
timpani normal dapat dilihat dengan memakai balon otoskop. Pada sumbatan tuba
Eustachius tidak terdapat gerakan membran timpani ini.
Tes WEBER
o Prinsip tes Weber : Membandingkan hantaran tulang telinga kiri dan kanan
penderita.
o Garpu tala digetarkan di linea mediana, dahi atau di gigi insisivus atas kemudian
tentukan bunyi terdengar di mana ? sama keras di kedua telinga atau terdengar lebih
keras di salah satu telinga.
o Penilaiannya ada atau tidak ada lateralisasi
o Interpretasi
- Lateralisasi ke telinga sakit ( tuli konduktif yang sakit)
- Lateralisasi ke telinga sehat ( tulisaraf yang sakit)
Tes SCHWABACH
o Prinsip : Membandingkan hantaran tulang yang diperiksa dengan pemeriksa,
dimana pemeriksa harus normal
o Garputala digetarkan, di letakkan di prosesus mastoid yang diperiksa, setelah tidak
terdengar bunyi garputala dipindahkan ke prosesus mastoid pemeriksa dan
sebaliknya.
o Interprestasi :
- Schwabach memanjang gangguan konduksi
- Schwabach memendek gangguan sensorineural
- Schwabach sama Normal
Tes STENGER
digunakan pada pemeriksaan tuli anorganik (simulasi atau pura-pura tuli)
Cara: Menggunakan prinsip Masking.
Contoh : Misalnya pada seseorang yang berpura-pura tuli pada telinga kiri.
Dua buah penala yang identik digetarkan dan masing-masing diletakkan di depan
telinga kiri dan kanan, dengan cara yang tidak kelihatan oleh yang diperiksa. Penala
pertama digetarkan dan diletakkan di depan telinga kanan (yang normal) sehingga jelas
terdengar. Kemudian penala yang kedua digetarkan lebih keras dan diletakkan di depan
teling yang kiri (yang pura-pura tuli).
Apabila kedua telinga normal karena efek masking, hanya telinga kiri yang mendengar
bunyi, jadi telinga kanan tidak akan nebdebgar bunyi. Tetapi bila telinga kiri tuli, telinga
kanan tetap mendengar bunyi.
KALORI TEST
Berfungsi untuk mengetahui apakah keadaan labirin normal, hipoaktif/ tdk
berfungsi.
Kepala px diangkat ke belakang 60. Tabung suntik 20 cc diisi dgn air 30C,
disemprotkan ke liang telinga, shg gendang telinga tersiram kira-kira 20 detik. Amati
bola mata px, ada nistagmus atau tdk. Bila telinga kiri yg dipanaskan maka nistagmus
ke kiri
Telinga yg satu diberi 5 ml air es diinjeksikan ke telinga scr lambat. Amati ada
nistagmus atau tdk. Jika tdk ulangi. Jk msh blm berarti labirin tdk berfungsi. Bila
telinga kiri yg didinginkan maka nistagmus ke kanan, krn air yg disuntikkan lbh
dingin dari suhu badan)
Catatlah arah gerak nistagmus, frekuensi (biasanya 3-5x/ detik) & lamanya
nistagmus berlsg (biasanya - 2 menit) tiap org beda.
ROMBERG TEST
Pasien dgn kaki yg satu di depan kaki yg lainnya. Tumit kaki yg satu berada di depan
jari kaki yg lainnya, lengan dilipat pd dada & mata kemudian ditutup. Orang normal
mampu berdiri dlm sikap romberg yg dipertajam selama 30 detik/ lebih.