(Buku Ajar Ilmu Kesehatan THT dan KL, 2012, Badan Penerbit FKUI, Jakarta )
3. Bagaimana perbedaan polip hidung dengan konka hipertrofi pada pemeriksaan fisik?
Dari hasil rhinoskopi anterior :
Sensitivitas pada
perabaan Tidak Sensitif Sensitif
(Diseases of the nose and paranasal sinuses in child, Markus Stenner and Claudia Rudack,
GMS Curr Top Otorhinolaryngol Head Neck Surg. 2014; 13)
(Arsyad, Efiati dkk. Buku Ajar Ilmu THT-KL. 2012. Jakarta: Badan Penerbit FK UI)
Promontorium
Merupakan tonjolan bulat dan berongga. Dibentuk olah lengkung pertama cochlea.
Pada permukaannya terdapat parit yang ditempati oleh cabang cabang plexus
tympanicus, dan permukannnya tertutup mukosa.
Processus cochleariformis
Merupakan tonjolan berlubang, yang terletak di sebelah anterior Prominetia canalis
facialis. Tonjolan ini berisi tendo M. tensor tympani.
Aditus ad antrum
Adalah lubang yang terdapat di bagian atas dinding posterior. Lubang ini
menghubungkan cavitas tympani dengan ruangan yang disebut antrum
mastoideum yang terletak di processus mastoideus.
Fosa incudis
merupakan cekungan pada bagian inferoposterior recessus epitympanicum. Fosa ini
ditempati oleh crus breve incudis
M. tensor tympani
Origo :
Pars cartilagines tubes auditivae
Ala magna os. sphenoid
Pars osaes tubae auditivae
Insertio :
Dengan sebuah tendo yang ramping masuk kedalam cavum tympani, kemudian melekat
pada manubrium mallei dekat dengan collum mallei.
Innervasi : Cabang N. mandibularis.yang telah melewati ganglion oticum.
Fungsi : Menarik manubrium mallei ke medial sehingga rnenegangkan membrana
tympani.
M.stapedius
Origo : dinding rongga eminentia pyramidalis.
Insertio : tendo m. stapedius setelah keluar dari apex eminentia pyramidalis membelok
tajam kemudian melekat pada collum stapedis.
Innervasi : Cabang N. facialis (yang dipercabangkan dari N facialis sawaktu berada
didalam canalis facialis falopii).
Fungsi : Dianggap mengurangi gerakan basis- stapedis dengan jalan menariknya ke arah
lateral dengan tujuan melindungi auris interna dari suara keras
Keduanya berperan:
1. Menjaga kedudukan ossicula auditiva
2. Melindungi auris interna dari amplitudo suara yang terlalu tinggi
Pada suara dengan amplitudo > 70 dB, musculi tersebut akan berkontraksi dengan
tujuan mengurangi getaran yang masuk ke auris interna. Disebut Refleks Akustik
3. Bagaimana mekanisme mendengar ?
1. Auricula mengarahkan gelombang suara ke dalam CAE
2. Saat gelombang suara mengenai membran timpani, gelombang tekanan tinggi
dan rendah di udara bergantian menyebabkan membran timpani untuk bergetar
bolak-balik. Membran timpani bergetar perlahan sebagai respons terhadap
frekuensi rendah (Bernada rendah) terdengar dan cepat dalam merespon
frekuensi tinggi (Bernada tinggi).
3. Daerah pusat membran timpani berhubungan dengan malleus, yang bergetar
bersamaan dengan membran timpani. Getaran ini ditransmisikan dari malleus ke
incus dan kemudian ke stapes.
4. Karena stapes bergerak maju mundur, basis stapedis yang berbentuk oval, dan
dilekatkan melalui ligamen ke lingkar jendela oval, menggetarkan jendela oval.
Getaran di jendela oval sekitar 20 kali lebih kuat dari pada di membran timpani
karena ossicula auditiva secara efisien mengirimkan getaran kecil ke permukaan
yang luas (membran timpani) menjadi getaran yang lebih besar pada permukaan
yang lebih kecil (jendela oval).
5. Pergerakan stapes pada jendela oval membentuk gelombang tekanan dalam
cairan perilymph. Saat jendela oval bergerak menekan ke dalam, terjadi
dorongan pada perilymph pada scala vestibuli.
6. Gelombang tekanan ditransmisikan dari rongga scala ke arah scala tympani dan
akhirnya ke jendela bundar, menyebabkannya menonjol ke luar ke telinga
tengah.
7. Gelombang tekanan berjalan melalui perilymph dari scala vestibuli, lalu
membran vestibular, lalu masuk ke dalam endolymph di dalam saluran koklea.
8. Gelombang tekanan pada endolymph menyebabkan membran basilar bergetar,
yang menggerakkan sel rambut dari organon spiralis melawan membran
tectorial. Hal ini menyebabkan stereocilia bergoyang dan akhirnya membentuk
impuls saraf pada neuron orde pertama pada serabut saraf koklea.
Interpretasi
Normal getaran dirasakan sama pada kedua telinga
Bila getaran dirasakan telinga kanan lebih keras disebut dgn lateralisasi kanan
Tuli konduktif. Jika pasien mendengar lebih keras pada telinga yang sakit.
Tuli sensorineural. Jika pasien mendengar lebih keras pada telinga yang sehat.
TEST RINNE
Lakukan prosedur yg sama masih pada telinga yg sama yaitu AC dulu baru BC dengan
Interpretasi :
Normal atau SNHL : test rhine positif
CHL : test rhine negatif
TEST SWABACH
Membangdingkan kepekaan hantaran tulang BC penderita dengan pemeriksa (normal)
PASTIKAN TELINGA PEMERIKSA NORMAL!!
PEMERIKSA-PASIEN
Getarkan penala 512 hz
Letakkan gagang tegak lurus pada planum mastoid pemeriksa
Setelah bunyinya tidak terdengar oleh pemeriksa, segera garputala tersebut kita pindahkan
dan letakkan tegak lurus pada planum mastoid pasien.
Tanyakan pd pasien apakah masih terdengarkan bunyi
Jika masih dapat mendengar : tes schwabach memanjang
Jika sudah tidak dapat mendengar : tes schwabach normal atau memendek
PASIEN-PEMERIKSA
Getarkan garpu tala 512 hz
Letakkan tegak lurus pada planum mastoid pasien
Setelah bunyinya tidak terdengar oleh pasien, segera garputala tersebut kita pindahkan dan
letakkan tegak lurus pada planum mastoid pemeriksa.
Nilai apakah pemeriksa masih mendengarkan bunyi garputala
Jika masih dapat mendengar : tes schwabach memendek tuli saraf (SNHL)/ Sensory
Neural Hearing Lose
Jika sudah tidak dapat mendengar : memanjang tuli konduktif
Sama normal
1. Labyrinthus osseus
a. Vestibulum
b. Canalis semicirculares ossei
c. Cochlea
d. Meatus acusticus internus
2. Labyrinthus membranaceus
a. Labyrinthus vestibularis
i. Utriculus
ii. Sacculus
iii. Ductus semicirculares
b. Labyrinthus cochlearis
i. Ductus cochlearis
Anatomi Fisiologi dan Pemeriksaan Fisik Faring
1. Apa itu cincin tonsil waldeyer dan jelaskan pembentuknya
Merupakan cincin yang terbentuk oleh jaringan limfoid di faring yang berfungsi sebagai
salah satu pertahanan tubuh.
Tersusun oleh
1. Adenoid/ tonsilla faringeal di nasofaring
2. Tonsilla tubaria di nasofaring
3. Tonsilla palatina di orofaring
4. Tonsilla lingualis pada radix lingua
(Herawati, Sri. Buku Ajar Telinga Hidung dan Tenggorok, EGC)
2. Stadium pharynxeal
Bila bolus makanan didorong ke belakang mulut, ia merangsang daerah reseptor
menelan yang semuanya terletak sekitar pintu pharynx, khususnya tonsila palatina, dan
impuls dari sini berjalan ke batang otak (daerah medulla oblongata yang erat hubungannya
dengan traktus solitarius) untuk menimbulkan serangkaian kontraksi otot pharynx otomatis
yaitu sebagai berikut :
i. Pallatum molle didorong ke atas untuk menutup nares posterior, dengan cara ini mencegah
refluks makanan ke rongga hidung
ii. Lipatan palatopharyngeal pada tiap sisi pharynx satu sama lain saling mendorong ke
medial sehingga membentuk celah sagital tempat makanan harus lewat ke pharynx
posterior
iii. Pita suara larynx dan epiglottis mencegah masuknya makanan ke dalam trachea.
iv. Larynx didorong ke atas dan ke depan oleh otot-otot yang melekat pada os hyoid sehingga
meregangkan pintu oesofagus. Bersamaan dengan itu, suatu daereh yang disenut sfingter
oesofagus bagian atas atau sfingter pharynxoesofageal, melemas (relaksasi), sehingga
memungkinkan makanan berjalan dengan mudah dan bebas dari pharynx posterior ke
dalam oesofagus.Selain itu, m. konstriktor pharynx superior berkontraksi sehingga
menambah timbulnya gelombang peristaltic dengan cepat yang berjalan ke bawah
melewati otot-otot pharynx dan masuk ke oesofagus, yang juga mendorong makanan ke
dalam oesofagus.
3. Stadium oesofageal
Dalam keadaan normal, oesofagus menunjukkan dua jenis pergerakan peristaltic yaitu
peristaltic
primer dan peristaltic sekunder. Peristaltik primer merupakan lanjutan gelombang
peristaltic yang dimulai dari pharunx dan menyebar ke oesofagus selama stadium
pharynxeal proses menelan. Gelombang ini berjalan dari pharynx ke lambung kira-kira
dalam waktu 5-10 detik. Bila gelombang peristaltic primer gagal menggerakkan seluruh
makanan yang sudah masuk oesofagua ke lambung, timbul gelombang peristaltic sekunder
akibat regangan oesofagus oleh makanan yang tertinggal. Jadi, gelombang peristaltic
sekunder berasal dari oesofagus dan terus dibentuk sampai semua makanan masuk ke
dalam lambung.
4. M. Stylopharyngeus
5. M. Palatopharyngeus (M. pharyngopalatini)
6. M. Salpingopharyngeus
Cara pemeriksaan :
Persiapan alat : lampu kepala, spekulum hidung, pinset baionet, kapas steril,
ephedrin yang diencerkan
b. Pada rinoskopi oedem mukosa atau konka aplikasi dengan cara
memasukkan kapas dipipihkan yang ditetesi ephedrine dengan pinset
masukkan ke hidung melalui spekulum.
i. Ephedrin sebagai vasokonstriktor.
c. Biarkan kapas ditinggal dalam hidung
d. Setelah beberapa menit kapas dikeluarkan.
e. Arahkan sinar lampu pada coanae/dinding nasofaring, kemudian penderita
diminta untuk mengucapkan iiiiii yang panjang.