Anda di halaman 1dari 15

Patofisiologi Hidung dan Sinus Paranasal

1. Bagaimana perbedaan rhinitis alergi dan vasomotor dari pemeriksaan fisik?

Rhinitis Alergi Rhinitis Vasomotor


1. Rinoskopi anterior Rinoskopi anterior
Mukosa edema, basah, berwarna Mukosa edema
Konka berwarna merah gelap atau
pucat, disertai sekret encer yang
banyak. merah tua, tetapi dapat pula pucat.
Bila gejala persisten mukosa Permukaan konka dapat licin atau

inferior tampak hipertrofi. berbenjol-benjol (hipertrofi).


2. Gejala spesifik lain: *>>anak Pada rongga hidung terdapat secret
Allergic shiner bayangan gelap di mukoid, biasanya sedikit. Tapi pada
daerah bawah mata karena stasis golongan rinore sekretnya banyak
vena sekunder akibat obstruksi dan serosa.
hidung.
Allergic salute sering
menggosok-gosok hidung, karena
gatal, dengan punggung tangan.
Allergic crease garis melintang di
1
dorsum nasi /3 bawah (akibat
allergic salute).
Facies adenoid mulut sering
terbuka, lengkung langit-langit tinggi
sehingga menyebabkan gangguan
pertumbuhan gigi geligi.
Cobblestone appearance dinding
posterior faring tampak granuler dan
edema.
Geographic tongue lidah tampak
seperti gambaran peta.

2. Bagaimana cara memasang tampon untuk epistaxis posterior ?


Tampon ini dibuat dari kasa padat dibentuk kubus atau bulat dengan diameter
3 cm. Pada tampon ini terikat 3 utas benang, 2 buah di satu sisi dan sebuah di
sisi berlawanan. tampon bellocq
Untuk memasang tampon posterior pada perdarahan satu sisi, digunakan
bantuan kateter karet yang dimasukkan dari lubang hidung sampai tampak di
orofaring, lalu ditarik keluar dari mulut.
Pada ujung kateter ini diikatkan 2 benang tampon Bellocq tadi, kemudian
kateter ditarik kembali melalui hidung sampai benang keluar dan dapat ditarik.
Tampon perlu didorong dengan bantuan jari telunjuk untuk dapat meliwati
palatum mole masuk ke nasofaring.
Bila masih ada perdarahan, maka dapat ditambah tampon anterior ke dalam
kavum nasi.
Kedua benang yang keluar dari hidung diikat pada sebuah gulungan kain kasa
di depan nares anterior, supaya tampon yang terletak di nasofaring tetap di
tempatnya. Benang lain yang keluar dari mulut diikatkan secara longgar pada
pipi pasien. Gunanya untuk menarik tampon keluar melalui mulut setelah 2
3 hari.

(Buku Ajar Ilmu Kesehatan THT dan KL, 2012, Badan Penerbit FKUI, Jakarta )

3. Bagaimana perbedaan polip hidung dengan konka hipertrofi pada pemeriksaan fisik?
Dari hasil rhinoskopi anterior :

Polip nasal Turbinate hypertrophy

Warna Pucat Pink

Konsistensi Lunak Keras

Sensitivitas pada
perabaan Tidak Sensitif Sensitif

Mobilitas Mobile Immobile


Tes dekongestan Tak ada perubahan Ukuran mengecil

(Diseases of the nose and paranasal sinuses in child, Markus Stenner and Claudia Rudack,
GMS Curr Top Otorhinolaryngol Head Neck Surg. 2014; 13)

4. Apa saja faktor predisposisi sinusitis


ISPA
Infeksi
i. Rhinitis
1. Rhinitis alergi
2. Rhinitis hormonal
3. Polip nasi
ii. Infeksi gigi
Kelainan anatomi
i. Deviasi septum
ii. Hipertrofi konka
Sindroma kartagener

(Arsyad, Efiati dkk. Buku Ajar Ilmu THT-KL. 2012. Jakarta: Badan Penerbit FK UI)

5. Apa saja proyeksi pemeriksaan x-foto untuk sinusitis?


1) Proyeksi lateral
Menurut Bontrager (2010), tujuan dilakukannya proyeksi lateral adalah untuk
menampakkan patologi sinusitis, osteomilitis dan polip. Teknik pemeriksaan proyeksi
lateral:
a) Posisi pasien
Atur pasien posisi berdiri
b) Posisi objek:
(1) Letakkan lateral kepala yang sakit dekat dengan kaset
(2) Atur kepala hingga benar-benar pada posisi lateral (MSP sejajar
kaset)
(3) IPL tegak lurus kaset
(4) Atur dagu hingga IOML tegak lurus terhadap samping depan kaset
c) Sinar pusat:
(1) Arah sinar tegak lurus horizontal terhadap kaset
(2) Titik bidik tegak lurus terhadap kaset diantara outer canthus dan
EAM
(3) Minumin SID 100 cm
f) Kriteria radiograf : Tampak sinus maksillaris,sinus spenoid, sinus frontal
dan sinus ethimoid tampak secara lateral
2) Proyeksi PA (Cadwell method)
Menurut Bontrager (2010), tujuan dilakukannya proyeksi PA (Cadwell method)
adalah untuk menampakkan patologi adalah sinusitis, osteomilitis dan polip. Teknik
pemeriksaan proyeksi lateral:
a) Posisi pasien
Atur pasien dalam keadaan erect
b) Posisi objek:
(1) Letakkan hidung dan dahi pasien menempel pada kaset, atau
ekstensikan kepala hingga OML membentuk sudut 150 dari kaset
(2) MSP tegak lurus kaset
c) Sinar pusat:
(1) Atur arah sinar horizontal, sejajar dengan kaset
(2) Titik bidik keluar nasion
(3) Minimum SID 100 cm
f) Kriteria radiograf : Tampak sinus frontal diatas sutura frontonasal,
cairan anterior etmoid tergambarkan secara lateral terhadap tulang nasal
langsung dibawah sinus frontal

3) Proyeksi parietoacanthial (waters methode close mouth)


Menurut Bontrager (2010), tujuan dilakukannya proyeksi parietoacanthial (waters
methode close mouth) adalah untuk menampakkan patologi sinusitis, osteomilitis dan
polip. Teknik pemeriksaan proyeksi parietoacanthial (waters method close mouth):
a) Posisi pasien
Atur pasien dalam posisi erect
b) Posisi objek:
(1) Ekstensikan leher, letakkan dagu dan hidung pada permukaan
kaset.
(2) Atur kepala hingga MML (mento meatal line) tegak lurus kaset,
sehingga OML akan membentuk sudut 370 dari kaset.
(3) MSP tegak lurus terhadap grid
c) Sinar pusat:
(1) Atur arah sinar horizontal tegak lurus pertengahan kaset keluar dari
acanthion
(2) Minimum SID 100 cm
d) Kriteria radiograf : Sinus maksillaris tampak tidak super posisi dengan
prosesus alveolar dan petrous ridges.Inferior orbital rim tampak Sinus frontal
tampak oblique

4) Proyeksi parietoacanthial (waters method open mouth)


Menurut Bontrager (2010), tujuan dilakukannya proyeksi parietoacanthial (waters
method open mouth) untuk menampakkan patologi sinusitis, osteomilitis dan polip.
Teknik pemeriksaan proyeksi parietoacanthial (waters method open mouth):
a) Posisi Pasien
Atur pasien dalam posisi erect dan membuka mulut
b) Posisi Objek :
(1) Ekstensikan leher, istirahatkan dagu di meja pemeriksaan
(2) Atur kepala sehingga OML membentuk sudut 370 terhadap kaset
(MML akan tegak lurus dengan mulut yang terbuka)
(3) MSP tegak lurus terhadap grid
c) Sinar pusat :
(1) Arah sinar tegak lurus horizontal terhadap kaset
(2) Titik bidik pada pertengahan kaset keluar menuju acanthion
(3) Minimum SID 100 cm
f) Kriteria radiograf : Sinus maksillaris tampak tidak super posisi dengan
prosesus alveolar dan petrous ridges, Inferior orbital rim tampak, Sinus frontal
tampak oblique dan tampak sinus spenoid dengan membuka mulut

2) Proyeksi Submentovertex (SMV)


Menurut Bontrager (2010), tujuan dilakukannya proyeksi Submentovertex (SMV)
adalah untuk menampakkan patologi sinusitis, osteomilitis dan polip. teknik
pemeriksaan proyeksi Submentovertex (SMV).
a) Posisi Pasien
Atur pasien dalam keadaan erect (berdiri), jika memungkinkan untuk
menampakkan batas ketinggian cairan.
b) Posisi Objek:
(1) MSP tegak lurus kaset
(2) Tengadahkan Dagu, hyperextensikan leher jika memungkinkan
hingga IOML paralel kaset. Puncak kepala menempel pada kaset.
c) Sinar pusat :
(1) Arah sinar tegak lurus IOML
(2) Titik bidik jatuh di pertengahan sudut mandibular
(3) Minimum SID 100 cm
f) Kriteria radiograf : Tampak sinus sphenoid, ethmoid, maksillaris dan
fossa nasal

Anatomi Fisiologi dan Pemeriksaan Fisik Telinga


1. Jelaskan dinding-dinding cavum tympani
Paries tegmentalis (Atap)
Dibentuk oleh tegmen tympani yang merupakan lamina ossea yang tipis yang memisahkan
cavitas tympanica dengan cavum cranii. Tegmen tympani terletak pada facies anterior
pars petrosa os temporale, dekat dengan squama temporalis.

Paries jugularis (Lantai)


Sempit, merupakan keping tulang yang tipis yang disebut fundus tympani memisahkan
cavitas tympanica dengan fossa jugularis. Di dalam fossa jugularis diisi oleh bulbus
superior V. jugularis interna. Di dekat paries labyrinthus terdapat lubang kecil untuk
lewat R. tympanicus cabang N. glossopharyngeus.

Paries membranaceus (dinding lateral)


Terutama ditempati oleh membrana tympani, dan sebagian kecil oleh cincin tulang yang
rnerupakan perlekatan membrana tympani. Cincin tulang ini tidak sempurna di bagian atas
sehingga membentuk lekuk yang disebut fissura tympanica rivini

di dekat lubang ini terdapat tiga lubang kecil yaitu :

Iter chordae posterius (apertura tympanica canaliculi chordae), dilalui Chorda


tympani waktu masuk cavitas tympanica
Fissura petrotympnica glasseri, dilalui oleh r. tympanicus anterior A. maxillaris
interna
Iter chordae anterius (canalis huguler), dilalui oleh Chorda tympani sewaktu
meninggalkan Cavitas tympnica.
Recessus epitympanicus juga menjorok ke lateral di atas membrana tympani sehingga
bagian atas dinding lateral juga dibentuk oleh Pars squamosa os. temporal.
Paries Labyrinthicus (Dinding medial)
Kedudukannya vertical, dinding ini memisahkan Cavitas tympani dengan Auris
Interna. Pada dinding ini terdapat bangunan-bangunan :

Promontorium
Merupakan tonjolan bulat dan berongga. Dibentuk olah lengkung pertama cochlea.
Pada permukaannya terdapat parit yang ditempati oleh cabang cabang plexus
tympanicus, dan permukannnya tertutup mukosa.

Prominentia canalis facialis (Prominentia aquaeductus Fallopii)


Terletak di sebelah inferior dari canalis semicircularis lateralis. Merupakan petunjuk
letak saluran yang berisi N. Facialis.

Fenestra vestibuli (Fenestra ovalis)


adalah lubang yang terdapat di sebelah inferior canalis facialis. Lubang ini
berbentuk reniformis dan menghubungkan cavitas tympanica dengan vestibulum.
Lubang ini ditutup oleh basis stapedis yang dilekatkan pada pinggir Fenestra vestibuli
oleh Ligamentum annulare.

Fenestra cochleae (Fenestra rotunda)


Terletak di bawah sedikit ke belakang dari fenestra vestibuli. Terhadap Fenestra
vestibuli dipisahkan oleh tonjolon yang disebut Promontorium. Lubang ini
menghubungkan Cavites tympanica dengan Cochlea dan pada keadaan segar ditutup
oleh Membrana tympani secundaria

Sinus tympani (Recessus tympanicus subcanalis fallopii)


adalah cekungan yang terletak di sebelah promontorium, di sebelah inferomedial
Eminentia pyramidalis dan di sebelah inferior Prominentia canalis facialis.

Prominentia conalis semicircularis lateralis


adalah tonjolan di sabalah posterosuperior. Tonjolan ini dibentuk oleh bagian
anterior dari Canalis semicircularis lateralis

Processus cochleariformis
Merupakan tonjolan berlubang, yang terletak di sebelah anterior Prominetia canalis
facialis. Tonjolan ini berisi tendo M. tensor tympani.

Paries mastoideus (dinding posterior)


Bangunan yang tardapat di sini

Aditus ad antrum
Adalah lubang yang terdapat di bagian atas dinding posterior. Lubang ini
menghubungkan cavitas tympani dengan ruangan yang disebut antrum
mastoideum yang terletak di processus mastoideus.

Eminentia pyramidalis (pyramid)


Adalah tonjolan yang terletak di belakang fenestera vestibuli, di depan canalis
facialis. Tonjolan ini berongga dan ditempati oleh m. stapedius. Puncaknya
berlubang, untuk keluarnya tendo m. stepadius. Disebelah superoposterior basis
pyramid terdapat n. facialis yang semula membentang horizontal, membelok ke
bawah.

Fosa incudis
merupakan cekungan pada bagian inferoposterior recessus epitympanicum. Fosa ini
ditempati oleh crus breve incudis

Paries caroticus (dinding anterior)


Bagian atas lebih lebar dari pada bagian bawah. Berhadapan dengan canalis caroticus
dengan dipisahkan oleh keping tulang yang berlubang, yang dilalui oleh R, tympanicus
cabang A. carotis interna dan N. caroticotympanicus. Nervus ini menghubungkan plexus
sympathicus di daerah A. carotis interna dengan Plexus tympanicus pada promontorium.
Di sebelah superior terdapat orificium semicanalis M. tensor tympani dan ostium
tympanicum tubae auditivae. Kedua lubang ini dipisahkan oleh sekat tulang horizontal yang
disebut septum canalis musculotubarii.

2. Jelaskan fungsi m. Tensor tympani dan m. Stapedius

M. tensor tympani
Origo :
Pars cartilagines tubes auditivae
Ala magna os. sphenoid
Pars osaes tubae auditivae
Insertio :
Dengan sebuah tendo yang ramping masuk kedalam cavum tympani, kemudian melekat
pada manubrium mallei dekat dengan collum mallei.
Innervasi : Cabang N. mandibularis.yang telah melewati ganglion oticum.
Fungsi : Menarik manubrium mallei ke medial sehingga rnenegangkan membrana
tympani.

M.stapedius
Origo : dinding rongga eminentia pyramidalis.
Insertio : tendo m. stapedius setelah keluar dari apex eminentia pyramidalis membelok
tajam kemudian melekat pada collum stapedis.
Innervasi : Cabang N. facialis (yang dipercabangkan dari N facialis sawaktu berada
didalam canalis facialis falopii).
Fungsi : Dianggap mengurangi gerakan basis- stapedis dengan jalan menariknya ke arah
lateral dengan tujuan melindungi auris interna dari suara keras

Keduanya berperan:
1. Menjaga kedudukan ossicula auditiva
2. Melindungi auris interna dari amplitudo suara yang terlalu tinggi
Pada suara dengan amplitudo > 70 dB, musculi tersebut akan berkontraksi dengan
tujuan mengurangi getaran yang masuk ke auris interna. Disebut Refleks Akustik
3. Bagaimana mekanisme mendengar ?
1. Auricula mengarahkan gelombang suara ke dalam CAE
2. Saat gelombang suara mengenai membran timpani, gelombang tekanan tinggi
dan rendah di udara bergantian menyebabkan membran timpani untuk bergetar
bolak-balik. Membran timpani bergetar perlahan sebagai respons terhadap
frekuensi rendah (Bernada rendah) terdengar dan cepat dalam merespon
frekuensi tinggi (Bernada tinggi).
3. Daerah pusat membran timpani berhubungan dengan malleus, yang bergetar
bersamaan dengan membran timpani. Getaran ini ditransmisikan dari malleus ke
incus dan kemudian ke stapes.
4. Karena stapes bergerak maju mundur, basis stapedis yang berbentuk oval, dan
dilekatkan melalui ligamen ke lingkar jendela oval, menggetarkan jendela oval.
Getaran di jendela oval sekitar 20 kali lebih kuat dari pada di membran timpani
karena ossicula auditiva secara efisien mengirimkan getaran kecil ke permukaan
yang luas (membran timpani) menjadi getaran yang lebih besar pada permukaan
yang lebih kecil (jendela oval).
5. Pergerakan stapes pada jendela oval membentuk gelombang tekanan dalam
cairan perilymph. Saat jendela oval bergerak menekan ke dalam, terjadi
dorongan pada perilymph pada scala vestibuli.
6. Gelombang tekanan ditransmisikan dari rongga scala ke arah scala tympani dan
akhirnya ke jendela bundar, menyebabkannya menonjol ke luar ke telinga
tengah.
7. Gelombang tekanan berjalan melalui perilymph dari scala vestibuli, lalu
membran vestibular, lalu masuk ke dalam endolymph di dalam saluran koklea.
8. Gelombang tekanan pada endolymph menyebabkan membran basilar bergetar,
yang menggerakkan sel rambut dari organon spiralis melawan membran
tectorial. Hal ini menyebabkan stereocilia bergoyang dan akhirnya membentuk
impuls saraf pada neuron orde pertama pada serabut saraf koklea.

(Tortora, Gerrard J. Principles Of Anatomy and Physiology 14th Edition)

4. Jelaskan mengenai pemeriksaan garputala

TEST WEBER (membandingkan hantaran tulang kedua telinga)

Prinsip tes weber : garputala digetarkan kemudian diletakan di garis tengah


kepala (ubun2, dahi, glabela, diantara incicivus, dagu), tanyakan kepada
penderita apakah bunyi terdengar sama keras di kedua telinga atau terdengar
lebih keras di salah satu telinga.
Getarkan penala 512 hz
Tempatkan gagang penala tegak lurus pd garis median kepala pasien (ubun-ubun,
dahi, glabella, incisivus, dagu di midline
Kemudian tanyakan pada pasien :
Apakah di tengah kepala?
Sama keras di kedua telinga
Terdengar lebih keras di salah satu telinga? Jika iya tanyakan lagi terdengar lebih
keras di kanan/kiri?
Catat jika ada lateralisasi

Interpretasi
Normal getaran dirasakan sama pada kedua telinga
Bila getaran dirasakan telinga kanan lebih keras disebut dgn lateralisasi kanan
Tuli konduktif. Jika pasien mendengar lebih keras pada telinga yang sakit.
Tuli sensorineural. Jika pasien mendengar lebih keras pada telinga yang sehat.

Misal didapatkan lateralisasi ke kanan, maka kemugkinannya


CHL telinga kanan, telinga kiri normal
CHL kedua telinga , tapi lebih parah pd telinga kanan
SNHL telinga kiri, telinga kanan normal
SNHL kedua telinga, tapi lebih parah pd telinga kiri
SNHL telinga kiri dan CHL telinga kanan, hal ini jarang.

TEST RINNE

(membandingkan hantaran tulang dg hantaran udara)yaitu persepsi getaran AC dan BC


Getarkan penala 512 hz, tempatkan gagangnya tegak lurus di os. Mastoid (belakang
telinga). Minta pasien untuk memberi tanda jika sudah tidak terdengar getaran di os.
Mastoid utk menilai bone conduction (BC)
Jika sdh tdk mendengar, segera pindahkan 2,5-3cm di depan CAE dg arah tangkai
sejajar CAE menilai air conduction (AC)
Tanyakan apakah pasien masih dapat mendengar?
Jika masih dapat mendengar Rhinne (+)
Jika tak dapat mendengar Rhinne (-)

Lakukan prosedur yg sama masih pada telinga yg sama yaitu AC dulu baru BC dengan
Interpretasi :
Normal atau SNHL : test rhine positif
CHL : test rhine negatif
TEST SWABACH
Membangdingkan kepekaan hantaran tulang BC penderita dengan pemeriksa (normal)
PASTIKAN TELINGA PEMERIKSA NORMAL!!
PEMERIKSA-PASIEN
Getarkan penala 512 hz
Letakkan gagang tegak lurus pada planum mastoid pemeriksa
Setelah bunyinya tidak terdengar oleh pemeriksa, segera garputala tersebut kita pindahkan
dan letakkan tegak lurus pada planum mastoid pasien.
Tanyakan pd pasien apakah masih terdengarkan bunyi
Jika masih dapat mendengar : tes schwabach memanjang
Jika sudah tidak dapat mendengar : tes schwabach normal atau memendek

PASIEN-PEMERIKSA
Getarkan garpu tala 512 hz
Letakkan tegak lurus pada planum mastoid pasien
Setelah bunyinya tidak terdengar oleh pasien, segera garputala tersebut kita pindahkan dan
letakkan tegak lurus pada planum mastoid pemeriksa.
Nilai apakah pemeriksa masih mendengarkan bunyi garputala
Jika masih dapat mendengar : tes schwabach memendek tuli saraf (SNHL)/ Sensory
Neural Hearing Lose
Jika sudah tidak dapat mendengar : memanjang tuli konduktif
Sama normal

5. Jelaskan pembagian auris interna

Auris interna Terdiri atas :

1. Labyrinthus osseus
a. Vestibulum
b. Canalis semicirculares ossei
c. Cochlea
d. Meatus acusticus internus
2. Labyrinthus membranaceus
a. Labyrinthus vestibularis
i. Utriculus
ii. Sacculus
iii. Ductus semicirculares
b. Labyrinthus cochlearis
i. Ductus cochlearis
Anatomi Fisiologi dan Pemeriksaan Fisik Faring
1. Apa itu cincin tonsil waldeyer dan jelaskan pembentuknya
Merupakan cincin yang terbentuk oleh jaringan limfoid di faring yang berfungsi sebagai
salah satu pertahanan tubuh.
Tersusun oleh
1. Adenoid/ tonsilla faringeal di nasofaring
2. Tonsilla tubaria di nasofaring
3. Tonsilla palatina di orofaring
4. Tonsilla lingualis pada radix lingua
(Herawati, Sri. Buku Ajar Telinga Hidung dan Tenggorok, EGC)

2. Jelaskan mekanisme deglutisi

Pada umumnya, menelan dapat dibagi dalam :


1. Stadium volunteer
Bila makanan siap untuk ditelan, secara sadar makanan ditekan atau didorong ke bagian
belakang mulut oleh tekanan lidah ke atas dan belakang terhadap palatum. Jadi, lidah
memaksa bolus makanan masuk ke dalam pharynx.

2. Stadium pharynxeal
Bila bolus makanan didorong ke belakang mulut, ia merangsang daerah reseptor
menelan yang semuanya terletak sekitar pintu pharynx, khususnya tonsila palatina, dan
impuls dari sini berjalan ke batang otak (daerah medulla oblongata yang erat hubungannya
dengan traktus solitarius) untuk menimbulkan serangkaian kontraksi otot pharynx otomatis
yaitu sebagai berikut :
i. Pallatum molle didorong ke atas untuk menutup nares posterior, dengan cara ini mencegah
refluks makanan ke rongga hidung
ii. Lipatan palatopharyngeal pada tiap sisi pharynx satu sama lain saling mendorong ke
medial sehingga membentuk celah sagital tempat makanan harus lewat ke pharynx
posterior
iii. Pita suara larynx dan epiglottis mencegah masuknya makanan ke dalam trachea.
iv. Larynx didorong ke atas dan ke depan oleh otot-otot yang melekat pada os hyoid sehingga
meregangkan pintu oesofagus. Bersamaan dengan itu, suatu daereh yang disenut sfingter
oesofagus bagian atas atau sfingter pharynxoesofageal, melemas (relaksasi), sehingga
memungkinkan makanan berjalan dengan mudah dan bebas dari pharynx posterior ke
dalam oesofagus.Selain itu, m. konstriktor pharynx superior berkontraksi sehingga
menambah timbulnya gelombang peristaltic dengan cepat yang berjalan ke bawah
melewati otot-otot pharynx dan masuk ke oesofagus, yang juga mendorong makanan ke
dalam oesofagus.

3. Stadium oesofageal
Dalam keadaan normal, oesofagus menunjukkan dua jenis pergerakan peristaltic yaitu
peristaltic
primer dan peristaltic sekunder. Peristaltik primer merupakan lanjutan gelombang
peristaltic yang dimulai dari pharunx dan menyebar ke oesofagus selama stadium
pharynxeal proses menelan. Gelombang ini berjalan dari pharynx ke lambung kira-kira
dalam waktu 5-10 detik. Bila gelombang peristaltic primer gagal menggerakkan seluruh
makanan yang sudah masuk oesofagua ke lambung, timbul gelombang peristaltic sekunder
akibat regangan oesofagus oleh makanan yang tertinggal. Jadi, gelombang peristaltic
sekunder berasal dari oesofagus dan terus dibentuk sampai semua makanan masuk ke
dalam lambung.

3. Sebutkan otot-otot penyusun faring dan fungsinya


1. . m. constrictor pharyngis superior
M. pterygopharyngeus
M. buccpharyngeus
M. mylopharyngeus
M. glossopharyneus
2. M. Constrictor pharyngis medius
M. chondropharyngeus
M. ceratopharyngeus

3. M. Constrictor pharyngis inferior


M. thyropharyngeus
M. cricopharyngea

4. M. Stylopharyngeus
5. M. Palatopharyngeus (M. pharyngopalatini)
6. M. Salpingopharyngeus

Fungsi Otot-Otot Pharynx :


- Mm. constrictores pharyngis : menyempitkan rongga pharynx
- M. stylopharyngeus : melebarkan pharynx serta elevasi pharynx dan larynx
M. palatopharyngeus : depresi palatum molle ke arah radix lingua serta
serabut-serabut horizontalnya (sphincternya) untuk menyempitkan isthmus
pharyngeum (dapat membentuk crista Passavant pada dinding dorsal pharynx)

4. Jelaskan hubungan faring dengan ruangan-ruangan disekitarnya

1 Choanae Menghubungkannya dengan cavum nasi


.
2 Ostium pharyngeum Menghubungkannya dengan cavum tympani
. tuba auditiva
3 Isthmus faucium Menghubungkannya dengan cavum oris proprium
.
4 Aditus laryngis Menghubungkannya dengan larynx
.
5 Pharyngooesophageal Menghubungkannya dengan oesophagus
. junction
(Sphincter
oesophagus)

5. Jelaskan indikasi dan cara pemeriksaan palatal phenomen

Pemeriksaan palatal phenomen dilakukan jika ada kecurigaan adanya massa di


nasofaring/ pembesaran adenoid

Cara pemeriksaan :

Persiapan alat : lampu kepala, spekulum hidung, pinset baionet, kapas steril,
ephedrin yang diencerkan
b. Pada rinoskopi oedem mukosa atau konka aplikasi dengan cara
memasukkan kapas dipipihkan yang ditetesi ephedrine dengan pinset
masukkan ke hidung melalui spekulum.
i. Ephedrin sebagai vasokonstriktor.
c. Biarkan kapas ditinggal dalam hidung
d. Setelah beberapa menit kapas dikeluarkan.
e. Arahkan sinar lampu pada coanae/dinding nasofaring, kemudian penderita
diminta untuk mengucapkan iiiiii yang panjang.

Perhatikan palatum molle:


(+) bila tampak bergerak /cahaya lampu terang (massa (-))
(-) bila tidak bergerak, massa (+)

Anda mungkin juga menyukai