TINJAUAN PUSTAKA
Ada delapan sinus paranasal, empat buah pada masing-masing sisi hidung. Sinus
frontalis kanan dan kiri, sinus ethmoidalis kanan dan kiri ( anterior dan posterior), sinus
maksilaris kanan dan kiri ( antrium highmore ) dan sinus sphenoidalis kanan dan kiri. Semua
sinus ini dilapisi oleh mukosa yang merupakan lanjutan mukosa hidung, berisi udara dan
semua bermuara di rongga hidung melalui ostium masing-masing.
Sinus paranasal terbentuk pada fetus usia bulan III atau menjelang bulan IV dan tetap
berkembang selama masa kanak-kanak, jadi tidak heran jika pada foto rontgen anak-anak
belum ada sinus frontalis karena belum terbentuk. Pada meatus superior yang merupakan
ruang diantara konka superior dan konka media terdapat muara sinus ethmoid posterior dan
sinus sphenoid (Anggraini, 2005).
A. Sinus Maksilaris
Terbentuk pada usia fetus bulan IV yang terbentuk dari prosesus maksilaris arcus
I. Bentuknya piramid, dasar piramid pada dinding lateral hidung, sedang apexnya pada
pars zygomaticus maxillae. Merupakan sinus terbesar dengan volume kurang lebih 15cc
pada orang dewasa. Berhubungan dengan :
a. Cavum orbita, dibatasi oleh dinding tipis (berisi n. infra orbitalis) sehingga jika
dindingnya rusak maka dapat menjalar ke mata.
b. Gigi, dibatasi dinding tipis atau mukosa pada daerah P2 Mo1ar.
c. Ductus nasolakrimalis, terdapat di dinding cavum nasi.
B. Sinus Ethmoidalis
Terbentuk pada usia fetus bulan IV. Saat lahir, berupa 2-3 cellulae (ruang-ruang
kecil), saat dewasa terdiri dari 7-15 cellulae, dindingnya tipis. Bentuknya berupa rongga
tulang seperti sarang tawon, terletak antara hidung dan mata Berhubungan dengan :
a. Fossa cranii anterior yang dibatasi oleh dinding tipis yaitu lamina cribrosa. Jika
terjadi infeksi pada daerah sinus mudah menjalar ke daerah cranial (meningitis,
encefalitis dsb).
3
4
b. Orbita, dilapisi dinding tipis yakni lamina papiracea. Jika melakukan operasi pada
sinus ini kemudian dindingnya pecah maka darah masuk ke daerah orbita sehingga
terjadi Brill Hematoma.
c. Nervus Optikus.
d. Nervus, arteri dan vena ethmoidalis anterior dan pasterior.
5
Dikutip dari: Paranasal Sinuses: Atlas of Human Anatomy (Netter, F.H., 2006)
C. Sinus Frontalis
Sinus ini dapat terbentuk atau tidak. Tidak simetri kanan dan kiri, terletak di os
frontalis. Volume pada orang dewasa ± 7cc. Bermuara ke infundibulum ( meatus nasi
media ). Berhubungan dengan :
a. Fossa cranii anterior, dibatasi oleh tulang compacta.
b. Orbita, dibatasi oleh tulang compacta.
c. Dibatasi oleh Periosteum, kulit, tulang diploic.
7
D. Sinus Sfenoidalis
Terbentuk pada fetus usia bulan III. Terletak pada corpus, alas dan Processus os
sfenoidalis. Volume pada orang dewasa ± 7 cc. Berhubungan dengan :
a. Sinus cavernosus pada dasar cavum cranii.
b. Glandula pituitari, chiasma n.opticum.
c. Tranctus olfactorius.
d. Arteri basillaris brain stem (batang otak)
sinus maxilla dan sinus ethmoid yang berkembang sedangkan sinus frontal dan sinus
sphenoid mulai berkembang pada anak berusia kurang lebih 8 tahun.
Sinus maxilla merupakan sinus yang paling sering terinfeksi, karena merupakan sinus
paranasal terbesar, letak ostiumnya lebih tinggi dari dasar sehingga sekret dari sinus
maxilla hanya tergantung dari gerakan silia, dasar sinus maxilla adalah dasar akar gigi
(processus alveolaris), sehingga infeksi pada gigi dapat menyebabkan sinusitis maxilla,
ostium sinus maxilla terletak di meatus medius, di sekitar hiatus semilunaris yang sempit,
sehingga mudah tersumbat (Ballenger J, 2002).
2.3.2 Polip Sinus
Polip adalah pertumbuhan abnormal jaringan dari membran mukosa. Jika
menempel pada permukaan oleh tangkai memanjang yang sempit, disebut
pedunculated tetapi jika tanpa tangkai disebut sessile. Polip umumnya ditemukan
di usus besar, lambung, hidung, telinga, sinus, kandung kemih, dan rahim. Mereka
juga dapat tumbuh di tempat lain di tubuh di mana ada selaput lendir, termasuk
leher rahim, pita suara, dan usus kecil.
Beberapa polip adalah tumor (neoplasma) dan lainnya non-neoplastik,
misalnya hiperplastik atau displastik. Yang neoplastik biasanya jinak, meskipun
beberapa bisa pra-malignansi, atau tumbuh berrsama bersamaan dengan
malignansi (Hilger P, 1997).
2.3.3 Malignansi
Keganasan rongga hidung dan sinus paranasal merupakan 1% dari semua
keganasan dan 3% keganasan pada saluran aerodigestif bagian atas. Dalam saluran
sinonasal, hampir setengah dari semua keganasan muncul dari rongga hidung,
sedangkan sebagian besar keganasan lainnya muncul di sinus maksilaris atau
ethmoid. Karsinoma sel skuamos adalah subtipe histologis paling umum dari
tumor ganas yang terjadi di daerah ini, diikuti oleh karsinoma epitel lainnya,
limfoma, dan tumor ganas jaringan lunak. Meskipun banyak dari tumor ini hadir
dengan gejala nonspesifik, setiap tumor menunjukkan fitur pencitraan yang khas.
Anatomi kompleks dan berbagai varian normal dari saluran sinonasal
menyebabkan kesulitan dalam mengidentifikasi asal dan perluasan tumor
sinonasal yang besar, kriteria lain seperti invasi struktur vital berupa otak, saraf
optik, dan arteri karotid internal akan sangat mempengaruhi prognosis pasien.
Dengan demikian, pencitraan diagnostik memainkan peran penting dalam
9
2.4.2 Tekhnik
Menurut Bontrager (2010) teknik radiografi sinus paranasal adalah teknik
penggambaran sinus dengan menggunakan sinar–x untuk memperoleh radiograf guna
membantu menegakkan diagnosa.
a. Persiapan alat dan bahan, meliputi :
Alat dan bahan yang harus dipersiapkan adalah pesawat sinar-X, kaset dan film,
apron, ID camera, grid dan alat prossesing film. Penggunaan identitas pada radiograf
dengan marker meliputi informasi tanggal pemeriksaan, nama atau nomor pasien,
usia pasien, jenis foto dan skala foto.
b. Persiapan Pasien
Persiapan pasien sebelum dilakukan pemeriksaan radiografi sinus paranasal antara
lain melepaskan benda-benda logam,plastik atau benda lain yang terdapat dikepala.
Pengambilan radiograf dengan pasien berdiri
c. Teknik Radiografi sinus paranasal (Standar)
1) Proyeksi lateral
Menurut Bontrager (2010), tujuan dilakukannya proyeksi lateral adalah untuk
menampakkan patologi sinusitis dan polip. Teknik pemeriksaan proyeksi lateral:
a) Posisi pasien
Atur pasien posisi berdiri
b) Posisi objek:
(1) Letakkan lateral kepala yang sakit dekat dengan kaset
(2) Atur kepala hingga benar-benar pada posisi lateral (MSP sejajar kaset)
(3) IPL tegak lurus kaset
10
(4) Atur dagu hingga IOML tegak lurus terhadap samping depan kaset
c) Sinar pusat:
(1) Arah sinar tegak lurus horizontal terhadap kaset
(2) Titik bidik tegak lurus terhadap kaset diantara outer canthus dan EAM
(3) Minumin SID 100 cm
e) Pernafasan :
Pasien tahan nafas selama ekposi berlangsung
f) Kriteria radiograf : Tampak sinus maksillaris,sinus spenoid, sinus frontal dan
sinus ethimoid tampak secara lateral (gambar 2.16).
Gambar 2.6 Radiograf Proyeksi parietoacanthial / waters method close mouth Bontrager
(2010)
3) Proyeksi parietoacanthial (waters method open mouth)
Menurut Bontrager (2010), tujuan dilakukannya proyeksi parietoacanthial (waters
method open mouth) untuk menampakkan gambaran sinus terutama gambaran sinus
ethmoidalis. Teknik pemeriksaan proyeksi parietoacanthial (waters method open
mouth):
a) Posisi Pasien
Atur pasien dalam posisi erect dan membuka mulut
b) Posisi Objek :
(1) Ekstensikan leher, istirahatkan dagu di meja pemeriksaan
(2) Atur kepala sehingga OML membentuk sudut 370 terhadap kaset (MML akan
tegak lurus dengan mulut yang terbuka)
(3) MSP tegak lurus terhadap grid
c) Sinar pusat :
(1) Arah sinar tegak lurus horizontal terhadap kaset
(2) Titik bidik pada pertengahan kaset keluar menuju acanthion
(3) Minimum SID 100 cm
d) Pernafasan
Pasien tahan nafas selama pemeriksaan berlangsung
e) Kriteria radiograf
13
Sinus maksillaris tampak tidak super posisi dengan prosesus alveolar dan petrous
ridges, Inferior orbital rim tampak, Sinus frontal tampak oblique dan tampak sinus
spenoid dengan membuka mulut (gambar 2.22).
Patologi Observasi
Normal - Prosesus
odontoid
terletak tepat
dibawah
mentum
- Sinus
maksilaris
lebih lusen
daripada
orbit
Sumber:http://image.wikifoundry.com/image/1/eiDWrOrYU7dtePkttXr
aLQ93344/GW820H674
Gambar 2.9 Foto Waters
Sinusiti - Sinus
s maksilaris
Maksila menunjukka
ris n adanya
radio-
opasitas
- Membran
mukosa
menunjukka
n adany
penebalan
- Adanya Sumber:
air-fluid https://www.ghorayeb.com/files/maxillary_sinus_water_s_fluid_labeled.
level bila jpg
foto diambil
dalam posisi Gambar 2.10 Air Fluid Level Foto Waters
tegak (tidak
berbaring).
Akan terlihat
opasitas
cairan yang
cekung ke
atas.
Polip - Sinus
maksilaris
menunjukka
n adanya
radio- https://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/4/40/Waters%27_vie
opasitas w_sinus_pathology.svg
15
yang terlihat Gambar 2.11 Perbedaan Sinusitis Maksilaris dan Polip pada Foto Waters
saat foto
diambil
dalam posisi
tegak
ataupun
berbaring
- Umumnya
radio-
opasitas
memperlihat
kan
kecembunga
n yang
menghadap
ke atas
Maligna - Sinus
nsi tampak
radio-opak
- Dapat
terlihat
destruksi
dinding sinus
dan
merupakan
dasar
diagnosa
malignansi
- Jarak antara
dinding
antero lateral
maksila dan
prosesus
koronoid
mandibula
diukur. Bila
meningkat
pada satu https://en.wikipedia.org/wiki/Waters%27_view#/media/File:Onhgren%2
sisi, 7s_line.svg
mengindikasi
kan Gambar 2.12 Onhgren Line
malignansi
yang sampai
ke fossa
infratempora
l. Hal ini
disebut tanda
Handousa.
Prognosa
malignansi
diketahui
16
berdasarkan
garis
Onhgren.
Sumber: Kumar, McD & V, Suresh kandagal & Patil, Mr & rc, Pramod
& Yusuf, Raa & Naduvakattu, Bilahari. (2014). Mesenchymal
Chondrosarcoma of Posterior Maxilla: Report of a Case with Brief
Literature Review. Annals of medical and health sciences research. 4.
S49-52. 10.4103/2141-9248.131717.
Terlihat bayangan opak yang luas pada region sinus maksilaris kanan.
Diagnosa penyakit tersebut adalah Mesenchymal Chondrosarcoma
Maksila Posterior
Persiapan pasien untuk pemeriksaan CT-Scan SPN adalah sebagai berikut (Emilia dkk,
2013):
1. Semua benda metalik harus disingkirkan dari daerah yang diperiksa, termasuk
anting, kalung, dan jepit rambut.
2. Pasien harus diinstruksikan agar mengosongkan vesika urinarianya sebelum
pemeriksaan dilakukan, karena jika menggunakan media kontras intra vena
menyebabkan vesika urinaria cepat terisi penuh sehingga pemeriksaan tidak
akan terganggu oleh jeda waktu ke kamar kecil.
3. Jika menggunakan media kontras, alasan penggunaannya harus dijelaskan
kepada pasien.
4. Komunikasikan kepada pasien tentang prosedur pemeriksaan sejelas-jelasnya
(inform consern) agar pasien nyaman dan mengurangi pergerakan sehingga
dihasilkan kualitas gambar yang baik.
b. Persiapan Alat dan Bahan Alat dan bahan untuk pemeriksaan CT-Scan SPN dengan
kasus mass misalnya, antara lain :
1. Pesawat CT-Scan
c. Teknik Pemeriksaan
Pemeriksaan CT-Scan SPN dengan kasus mass menggunakan dua jenis potongan , yaitu
potongan axial dan potongan coronal. (Calhoun, 1991).
1. Potongan Axial
Posisi pasien : pasien berbaring supine di atas meja pemeriksaan. Kedua lengan di
samping tubuh, kaki lurus ke bawah dan kepala berada di atas headrest (bantalan kepala
). Posisi pasien diatur senyaman mungkin. b) Posisi objek : kepala diletakkan tepat di
terowongan gantry, mid sagital plane segaris tengah meja. Mid axial kepala tepat pada
sumber terowongan gantry (Calhoun dkk., 1991).
Posisi pasien : pasien berbaring prone di atas meja pemeriksaan dengan bahu diganjal
bantal. Kepala digerakkan ke belakang (hiperekstensi) sebisa mungkin
dengan membidik menuju vertikal. Gantry sejajar dengan tulang-tulang wajah.
d. Scan Parameter
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran