Anda di halaman 1dari 21

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Sinus Paranasalis

Ada delapan sinus paranasal, empat buah pada masing-masing sisi hidung. Sinus
frontalis kanan dan kiri, sinus ethmoidalis kanan dan kiri ( anterior dan posterior), sinus
maksilaris kanan dan kiri ( antrium highmore ) dan sinus sphenoidalis kanan dan kiri. Semua
sinus ini dilapisi oleh mukosa yang merupakan lanjutan mukosa hidung, berisi udara dan
semua bermuara di rongga hidung melalui ostium masing-masing.
Sinus paranasal terbentuk pada fetus usia bulan III atau menjelang bulan IV dan tetap
berkembang selama masa kanak-kanak, jadi tidak heran jika pada foto rontgen anak-anak
belum ada sinus frontalis karena belum terbentuk. Pada meatus superior yang merupakan
ruang diantara konka superior dan konka media terdapat muara sinus ethmoid posterior dan
sinus sphenoid (Anggraini, 2005).

A. Sinus Maksilaris
Terbentuk pada usia fetus bulan IV yang terbentuk dari prosesus maksilaris arcus
I. Bentuknya piramid, dasar piramid pada dinding lateral hidung, sedang apexnya pada
pars zygomaticus maxillae. Merupakan sinus terbesar dengan volume kurang lebih 15cc
pada orang dewasa. Berhubungan dengan :
a. Cavum orbita, dibatasi oleh dinding tipis (berisi n. infra orbitalis) sehingga jika
dindingnya rusak maka dapat menjalar ke mata.
b. Gigi, dibatasi dinding tipis atau mukosa pada daerah P2 Mo1ar.
c. Ductus nasolakrimalis, terdapat di dinding cavum nasi.
B. Sinus Ethmoidalis
Terbentuk pada usia fetus bulan IV. Saat lahir, berupa 2-3 cellulae (ruang-ruang
kecil), saat dewasa terdiri dari 7-15 cellulae, dindingnya tipis. Bentuknya berupa rongga
tulang seperti sarang tawon, terletak antara hidung dan mata Berhubungan dengan :
a. Fossa cranii anterior yang dibatasi oleh dinding tipis yaitu lamina cribrosa. Jika
terjadi infeksi pada daerah sinus mudah menjalar ke daerah cranial (meningitis,
encefalitis dsb).

3
4

b. Orbita, dilapisi dinding tipis yakni lamina papiracea. Jika melakukan operasi pada
sinus ini kemudian dindingnya pecah maka darah masuk ke daerah orbita sehingga
terjadi Brill Hematoma.
c. Nervus Optikus.
d. Nervus, arteri dan vena ethmoidalis anterior dan pasterior.
5

Dikutip dari: Paranasal Sinuses: Atlas of Human Anatomy (Netter, F.H., 2006)

Gambar 2.1: Anatomi Sinus Paranasalis


6

Dikutip dari: http://atlas.centralx.com/p/image/respiratory-system/nose/paranasal-


sinuses/
Gambar 2.2 Sinus Paranasal dalam Tulang Tengkorak

C. Sinus Frontalis
Sinus ini dapat terbentuk atau tidak. Tidak simetri kanan dan kiri, terletak di os
frontalis. Volume pada orang dewasa ± 7cc. Bermuara ke infundibulum ( meatus nasi
media ). Berhubungan dengan :
a. Fossa cranii anterior, dibatasi oleh tulang compacta.
b. Orbita, dibatasi oleh tulang compacta.
c. Dibatasi oleh Periosteum, kulit, tulang diploic.
7

D. Sinus Sfenoidalis
Terbentuk pada fetus usia bulan III. Terletak pada corpus, alas dan Processus os
sfenoidalis. Volume pada orang dewasa ± 7 cc. Berhubungan dengan :
a. Sinus cavernosus pada dasar cavum cranii.
b. Glandula pituitari, chiasma n.opticum.
c. Tranctus olfactorius.
d. Arteri basillaris brain stem (batang otak)

2.2 Fungsi sinus paranasal


Fungsi sinus paranasal antara lain (Feenstra, 2007):
1. Sebagai pengatur kondisi udara ( air condition )
Sinus berfungsi sebagai ruang tambahan untuk memanaskan dan mengatur kelembaban
udara inspirasi.
2. Sebagai penahan suhu
Sinus paranasal bekerja sebagai penahan panas, melindungi orbita dan fossa serebri dari
suhu rongga hidung yang berubah-ubah.
3. Membantu keseimbangan kepala
Sinus membantu keseimbangan kepala karena mengurangi berat tulang muka.
4. Membantu resonansi suara
Fungsi ini berjalan bila ada perubahan tekanan yang besar dan mendadak, misalnya
pada waktu bersin atau membuang ingus.
5. Membantu produksi mucus.

2.3 Kelainan Pada Sinus


2.3.1 Sinusitis
Sinusitis didefinisikan sebagai inflamasi sinus paranasalis. Penyebab utamanya ialah
infeksi virus yang kemudian diikuti oleh infeksi bakteri. Secara epidemiologi yang paling
sering terkena adalah sinus etmoid dan maksilla. Sinusitis bisa terjadi pada salah satu dari
keempat sinus yang ada (maksilaris, etmoidalis, frontalis atau sfenoidalis). Bila mengenai
beberapa sinus disebut multisinusitis, sedangkan bila mengenai semua sinus paranasal
disebut pansinusitis.
Yang paling sering ditemukan adalah sinusitis maxilla dan sinusitis ethmoid,
sedangkan sinusitis frontal dan sinusitis sphenoid lebih jarang ditemukan. Pada anak hanya
8

sinus maxilla dan sinus ethmoid yang berkembang sedangkan sinus frontal dan sinus
sphenoid mulai berkembang pada anak berusia kurang lebih 8 tahun.
Sinus maxilla merupakan sinus yang paling sering terinfeksi, karena merupakan sinus
paranasal terbesar, letak ostiumnya lebih tinggi dari dasar sehingga sekret dari sinus
maxilla hanya tergantung dari gerakan silia, dasar sinus maxilla adalah dasar akar gigi
(processus alveolaris), sehingga infeksi pada gigi dapat menyebabkan sinusitis maxilla,
ostium sinus maxilla terletak di meatus medius, di sekitar hiatus semilunaris yang sempit,
sehingga mudah tersumbat (Ballenger J, 2002).
2.3.2 Polip Sinus
Polip adalah pertumbuhan abnormal jaringan dari membran mukosa. Jika
menempel pada permukaan oleh tangkai memanjang yang sempit, disebut
pedunculated tetapi jika tanpa tangkai disebut sessile. Polip umumnya ditemukan
di usus besar, lambung, hidung, telinga, sinus, kandung kemih, dan rahim. Mereka
juga dapat tumbuh di tempat lain di tubuh di mana ada selaput lendir, termasuk
leher rahim, pita suara, dan usus kecil.
Beberapa polip adalah tumor (neoplasma) dan lainnya non-neoplastik,
misalnya hiperplastik atau displastik. Yang neoplastik biasanya jinak, meskipun
beberapa bisa pra-malignansi, atau tumbuh berrsama bersamaan dengan
malignansi (Hilger P, 1997).
2.3.3 Malignansi
Keganasan rongga hidung dan sinus paranasal merupakan 1% dari semua
keganasan dan 3% keganasan pada saluran aerodigestif bagian atas. Dalam saluran
sinonasal, hampir setengah dari semua keganasan muncul dari rongga hidung,
sedangkan sebagian besar keganasan lainnya muncul di sinus maksilaris atau
ethmoid. Karsinoma sel skuamos adalah subtipe histologis paling umum dari
tumor ganas yang terjadi di daerah ini, diikuti oleh karsinoma epitel lainnya,
limfoma, dan tumor ganas jaringan lunak. Meskipun banyak dari tumor ini hadir
dengan gejala nonspesifik, setiap tumor menunjukkan fitur pencitraan yang khas.
Anatomi kompleks dan berbagai varian normal dari saluran sinonasal
menyebabkan kesulitan dalam mengidentifikasi asal dan perluasan tumor
sinonasal yang besar, kriteria lain seperti invasi struktur vital berupa otak, saraf
optik, dan arteri karotid internal akan sangat mempengaruhi prognosis pasien.
Dengan demikian, pencitraan diagnostik memainkan peran penting dalam
9

memprediksi subtipe histologis dan mengevaluasi ekstensi tumor ke struktur yang


berdekatan (Hilger P, 1997).
2.4 Foto Waters
2.4.1 Definisi
Foto Waters (juga dikenal sebagai Occipitomental view) adalah posisi
radiografi, di mana sinar-X dipancarkan miring pada sudut 45 ° ke garis
orbitomeatal. Sinar melewati dari belakang kepala dan tegak lurus ke lempeng
radiografi. Ini biasanya digunakan untuk mendapatkan pandangan yang lebih baik
dari sinus maksilaris. Variasi lain menurut Atlas Posisi dan Prosedur Radiografi
Merrill menempatkan garis orbitomeatal pada sudut 37 ° ke media gambar.

2.4.2 Tekhnik
Menurut Bontrager (2010) teknik radiografi sinus paranasal adalah teknik
penggambaran sinus dengan menggunakan sinar–x untuk memperoleh radiograf guna
membantu menegakkan diagnosa.
a. Persiapan alat dan bahan, meliputi :
Alat dan bahan yang harus dipersiapkan adalah pesawat sinar-X, kaset dan film,
apron, ID camera, grid dan alat prossesing film. Penggunaan identitas pada radiograf
dengan marker meliputi informasi tanggal pemeriksaan, nama atau nomor pasien,
usia pasien, jenis foto dan skala foto.
b. Persiapan Pasien
Persiapan pasien sebelum dilakukan pemeriksaan radiografi sinus paranasal antara
lain melepaskan benda-benda logam,plastik atau benda lain yang terdapat dikepala.
Pengambilan radiograf dengan pasien berdiri
c. Teknik Radiografi sinus paranasal (Standar)
1) Proyeksi lateral
Menurut Bontrager (2010), tujuan dilakukannya proyeksi lateral adalah untuk
menampakkan patologi sinusitis dan polip. Teknik pemeriksaan proyeksi lateral:
a) Posisi pasien
Atur pasien posisi berdiri
b) Posisi objek:
(1) Letakkan lateral kepala yang sakit dekat dengan kaset
(2) Atur kepala hingga benar-benar pada posisi lateral (MSP sejajar kaset)
(3) IPL tegak lurus kaset
10

(4) Atur dagu hingga IOML tegak lurus terhadap samping depan kaset
c) Sinar pusat:
(1) Arah sinar tegak lurus horizontal terhadap kaset
(2) Titik bidik tegak lurus terhadap kaset diantara outer canthus dan EAM
(3) Minumin SID 100 cm
e) Pernafasan :
Pasien tahan nafas selama ekposi berlangsung
f) Kriteria radiograf : Tampak sinus maksillaris,sinus spenoid, sinus frontal dan
sinus ethimoid tampak secara lateral (gambar 2.16).

Gambar 2.3 Proyeksi Lateral (Bontrager,2010)

Gambar 2.4 Radiograf Proyeksi Lateral (Bontrager,2010)

2) Proyeksi parietoacanthial (waters methode close mouth)


11

Menurut Bontrager (2010), tujuan dilakukannya proyeksi parietoacanthial (waters


methode close mouth) adalah untuk menampakkan gambaran sinus terutama sinus
maksilaris dan frontalis. Teknik pemeriksaan proyeksi parietoacanthial (waters method
close mouth):
a) Posisi pasien
Atur pasien dalam posisi erect
b) Posisi objek:
(1) Ekstensikan leher, letakkan dagu dan hidung pada permukaan kaset.
(2) Atur kepala hingga MML (mento meatal line) tegak lurus kaset, sehingga OML
akan membentuk sudut 370 dari kaset.
(3) MSP tegak lurus terhadap grid
c) Sinar pusat:
(1) Atur arah sinar horizontal tegak lurus pertengahan kaset keluar dari acanthion
(2) Minimum SID 100 cm
d) Pernafasan
Pasien tahan nafas selama eskpos berlangsung
e) Kriteria radiograf : Sinus maksillaris tampak tidak super posisi dengan prosesus
alveolar dan petrous ridges. Inferior orbital rim tampak Sinus frontal tampak
oblique (gambar 2.20)

Gambar 2.5 Proyeksi parietoacanthial / waters method close mouth (Bontrager,2010)


12

Gambar 2.6 Radiograf Proyeksi parietoacanthial / waters method close mouth Bontrager
(2010)
3) Proyeksi parietoacanthial (waters method open mouth)
Menurut Bontrager (2010), tujuan dilakukannya proyeksi parietoacanthial (waters
method open mouth) untuk menampakkan gambaran sinus terutama gambaran sinus
ethmoidalis. Teknik pemeriksaan proyeksi parietoacanthial (waters method open
mouth):
a) Posisi Pasien
Atur pasien dalam posisi erect dan membuka mulut
b) Posisi Objek :
(1) Ekstensikan leher, istirahatkan dagu di meja pemeriksaan
(2) Atur kepala sehingga OML membentuk sudut 370 terhadap kaset (MML akan
tegak lurus dengan mulut yang terbuka)
(3) MSP tegak lurus terhadap grid
c) Sinar pusat :
(1) Arah sinar tegak lurus horizontal terhadap kaset
(2) Titik bidik pada pertengahan kaset keluar menuju acanthion
(3) Minimum SID 100 cm
d) Pernafasan
Pasien tahan nafas selama pemeriksaan berlangsung
e) Kriteria radiograf
13

Sinus maksillaris tampak tidak super posisi dengan prosesus alveolar dan petrous
ridges, Inferior orbital rim tampak, Sinus frontal tampak oblique dan tampak sinus
spenoid dengan membuka mulut (gambar 2.22).

Gambar 2.7 Proyeksi parietoacanthial / waters method open mouth (Bontrager,2010)

Gambar 2.8 Radiograf Proyeksi parietoacanthial / waters method open mouth


(Bontrager,2010)
14

Patologi Observasi
Normal - Prosesus
odontoid
terletak tepat
dibawah
mentum

- Sinus
maksilaris
lebih lusen
daripada
orbit

Sumber:http://image.wikifoundry.com/image/1/eiDWrOrYU7dtePkttXr
aLQ93344/GW820H674
Gambar 2.9 Foto Waters
Sinusiti - Sinus
s maksilaris
Maksila menunjukka
ris n adanya
radio-
opasitas

- Membran
mukosa
menunjukka
n adany
penebalan

- Adanya Sumber:
air-fluid https://www.ghorayeb.com/files/maxillary_sinus_water_s_fluid_labeled.
level bila jpg
foto diambil
dalam posisi Gambar 2.10 Air Fluid Level Foto Waters
tegak (tidak
berbaring).
Akan terlihat
opasitas
cairan yang
cekung ke
atas.

Polip - Sinus
maksilaris
menunjukka
n adanya
radio- https://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/4/40/Waters%27_vie
opasitas w_sinus_pathology.svg
15

yang terlihat Gambar 2.11 Perbedaan Sinusitis Maksilaris dan Polip pada Foto Waters
saat foto
diambil
dalam posisi
tegak
ataupun
berbaring

- Umumnya
radio-
opasitas
memperlihat
kan
kecembunga
n yang
menghadap
ke atas

Maligna - Sinus
nsi tampak
radio-opak

- Dapat
terlihat
destruksi
dinding sinus
dan
merupakan
dasar
diagnosa
malignansi

- Jarak antara
dinding
antero lateral
maksila dan
prosesus
koronoid
mandibula
diukur. Bila
meningkat
pada satu https://en.wikipedia.org/wiki/Waters%27_view#/media/File:Onhgren%2
sisi, 7s_line.svg
mengindikasi
kan Gambar 2.12 Onhgren Line
malignansi
yang sampai
ke fossa
infratempora
l. Hal ini
disebut tanda
Handousa.
Prognosa
malignansi
diketahui
16

berdasarkan
garis
Onhgren.

Sumber: Kumar, McD & V, Suresh kandagal & Patil, Mr & rc, Pramod
& Yusuf, Raa & Naduvakattu, Bilahari. (2014). Mesenchymal
Chondrosarcoma of Posterior Maxilla: Report of a Case with Brief
Literature Review. Annals of medical and health sciences research. 4.
S49-52. 10.4103/2141-9248.131717.

Gambar 2.13 Contoh Gambaran Keganasan pada Foto Waters

Terlihat bayangan opak yang luas pada region sinus maksilaris kanan.
Diagnosa penyakit tersebut adalah Mesenchymal Chondrosarcoma
Maksila Posterior

2.5 CT-Scan Sinus Paranasal


2.5.1 Pengertian

Teknik pemeriksaan CT-Scan SPN merupakan pemeriksaan radiologi untuk mendapatkan


gambaran irisan dari sinus paranasal baik secara aksial maupun coronal. CT-Scan SPN
memberikan tampilan yang memuaskan atas sinus dan dapat menilai opasitas, penyebab, dan
jenis kelainan dari sinus. CT-Scan SPN baik dalam memperlihatkan dekstruksi tulang dan
mempunyai peranan penting dalam perencanaan terapi serta menilai respon terhadap
radioterapi. Hal-hal tersebut merupakan kelebihan CT-Scan SPN dibandingkan dengan foto
polos SPN biasa (Ariji dkk., 1996).
17

2.5.2 Indikasi Pemeriksaan (Emilia dkk, 2013)

Sespect mass, lesi atau tumor


Infeksi atau alergi
o Udara dalam sinus digantikan oleh cairan/ mukosa yang menebal hebat atau
kombinasi keduanya.
Mukokel
o Merupakan sinus yang mengalami obstruksi. CT-Scan SPN jelas
memperlihatkan ukuran dan luas mukokel.
Karsinoma sinus atau rongga hidung
o CT-Scan SPN baik dalam menampakkan dekstruksi tulang akibat tumor, luas
dan invasi tumor.

2.5.3 Prosedur Pemeriksaan CT-Scan SPN


a. Persiapan Pasien

Persiapan pasien untuk pemeriksaan CT-Scan SPN adalah sebagai berikut (Emilia dkk,
2013):

1. Semua benda metalik harus disingkirkan dari daerah yang diperiksa, termasuk
anting, kalung, dan jepit rambut.
2. Pasien harus diinstruksikan agar mengosongkan vesika urinarianya sebelum
pemeriksaan dilakukan, karena jika menggunakan media kontras intra vena
menyebabkan vesika urinaria cepat terisi penuh sehingga pemeriksaan tidak
akan terganggu oleh jeda waktu ke kamar kecil.
3. Jika menggunakan media kontras, alasan penggunaannya harus dijelaskan
kepada pasien.
4. Komunikasikan kepada pasien tentang prosedur pemeriksaan sejelas-jelasnya
(inform consern) agar pasien nyaman dan mengurangi pergerakan sehingga
dihasilkan kualitas gambar yang baik.
b. Persiapan Alat dan Bahan Alat dan bahan untuk pemeriksaan CT-Scan SPN dengan
kasus mass misalnya, antara lain :
1. Pesawat CT-Scan

2. Alat-alat fiksasi kepala


18

c. Teknik Pemeriksaan

Pemeriksaan CT-Scan SPN dengan kasus mass menggunakan dua jenis potongan , yaitu
potongan axial dan potongan coronal. (Calhoun, 1991).

1. Potongan Axial

Posisi pasien : pasien berbaring supine di atas meja pemeriksaan. Kedua lengan di
samping tubuh, kaki lurus ke bawah dan kepala berada di atas headrest (bantalan kepala
). Posisi pasien diatur senyaman mungkin. b) Posisi objek : kepala diletakkan tepat di
terowongan gantry, mid sagital plane segaris tengah meja. Mid axial kepala tepat pada
sumber terowongan gantry (Calhoun dkk., 1991).

Sumber: Calhoun dkk., 1991


2. Potongan Coronal

Potongan coronal merupakan teknik khusus.

Posisi pasien : pasien berbaring prone di atas meja pemeriksaan dengan bahu diganjal
bantal. Kepala digerakkan ke belakang (hiperekstensi) sebisa mungkin
dengan membidik menuju vertikal. Gantry sejajar dengan tulang-tulang wajah.

Posisi objek : kepala tegak atau digerakkan ke belakang (hiperekstensi) sebisa


mungkin dan diberi alat fiksasi agar tidak bergerak (McAlister, 1989).

Sumber: Calhoun dkk., 1991


19

d. Scan Parameter

Scanogram : cranium lateral


Slice thickness
o axial : 5 mm
o coronal : 3 mm
Anatomi Coverage
o axial : 5 mm di bawah sinus maksilaris sampai sinus frontalis
o coronal : 5 mm posterior sinus sphenoideus sampai sinus frontalis
Standar algorithma
o axial : algorithma tulang
o coronal : algorithma standar
kV : 130
mAs : 60 ( Kirmeier dkk., 2011)
Gambar yang dihasilkan dalam pemeriksaan CT-Scan sinus paranasal adalah sebagai berikut:
20
21
22

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Teknik radiografi waters sangat penting untuk memeriksa daerah sinus


paranasalis dan dalam posisi berdiri dapat melihat adanya air level fluid pada sinusitis
maksilaris. tetapi pemeriksaan ini termasuk pemeriksaan yang kurang nyaman pada
tekhnik open mouth karena pasien harus membuka mulutnya dan sedikit mendongak
keatas, dan karena ketidaknyamanan ini pasien cenderung merubah posisi dari posisi
awal yang sudah diatur oleh radiografer. Hal ini dapat mengurangi kualitas hasil
gambaran. Dengan menaruh kedua tangan pada wall bucky maka kenyamanan pasien
akan meningkat dan dapat mengurangi adanya perbahan posisi dari apa yang telah
radiografer atur.

3.2 Saran

Diperlukan pengaturan posisi yang tepat pada pengambilan foto agar


menghasilkan gambaran yang baik dan dapat menjelaskan keadaan sekitar sinus
paranasal pasien.
23

Anda mungkin juga menyukai