TINJAUAN PUSTAKA
oleh membran mukosa yang berada disekitar rongga hidung. Rongga udara
bagian sinus akan dipelajari, dimulai dari sinus yang paling besar, yaitu sinus
1. Sinus Maksilaris
8
9
yang menyerupai suatu pyramid bila dilihat dari anterior, bila dilihat secara
bawah dari sinus maksilaris super posisi dengan bagian bawah tulang
nasal. Bila dilihat pada bagian bawah sinus maksilaris adalah terlihat
lainnya dan berhubungan juga dengan rongga hidung, yang mana dibagi
menjadi dua ruangan yang sama atau disebut dengan fossa. Pada kasus
sendiri.
2. Sinus Frontalis
menyimpang dari satu sisi dengan sisi yang lainnya, dan menghasilkan
3. Sinus Ethmoidalis
4. Sinus Sphenoidalis
berada dibawah sela tursika. Bodi dari tulang sphenoid terdiri dari sinus
yang berbentuk kubus dan dibagi oleh suatu sekat tipis untuk membentuk
demonstrasi dari suatu air fluid level di dalam sinus sphenoid yang
Keterangan gambar:
Keterangan gambar:
1. Sinus Frontal
2. Sinus ethmoid
3. Sinus maxilary
4. Sinus Sphenoid
5. Left temporalbone
1. Sinusitis
sinus maxillaris dapat pula berasal dari abses gigi molar atas. Sinusitis
adalah kumpulan gejala yang di sertai adanya inflamasi pada kavum nasi
minggu.
tipis dan mengandung lebih sedikit kelenjar mukosa yang lebih kecil,
bedah.
13
2. Rhinosinusitis
ostia dan ditiriskan ke dalam rongga hidung. Pada individu yang sehat,
aliran sekresi sinus selalu searah (yaitu, menuju ostia), yang mencegah
3. Komplikasi Sinusitis
anak-anak.
b. Kelainan Orbita
dan perkontinuitatum.
14
sinar-x model pensil yang diterima oleh satu detektor. Waktu yang
dicapai 4,5 menit untuk memberi informasi yang cukup pada satu slice
dari rotasi tabung dan detektor sebesar 180 derajat. Scanner ini hanya
sangat pendek, yaitu antara 15 detik per slice atau 10 menit untuk 40
(Bontrager, 2010).
pancaran fan beam. Kemudian sinar-x akan mengenai obyek dan hasil
pola spiral terhadap pasien ketika dilakukan akuisisi data. Pola spiral
kolimator dibuka lebih lebar maka akan dapat diperoleh data proyeksi
lebih banyak dan juga diperoleh irisan yang lebih tebal sehingga
tegangan tinggi (biasanya sekitar 140 KV) dan tabung yang lainnya
a. Komputer
detector array. Unit CT terbaru juga memuat continuous slip ring dan
terhubung otomatis dengan komputer dan gantry. Meja ini terbuat dari
c. Tabung sinar-x
digunakan untuk memperoleh citra dan pada citra yang dihasilkan. Tidak
seperti citra yang dihasilkan dari teknik radiografi, informasi citra yang
memperoleh citra yang dapat diamati tidak hanya pada bidang tegak lurus
karena itu, citra ini dapat memberikan sebaran kerapatan struktur internal
obyek sehingga citra yang dihasilkan oleh CT Scan lebih mudah dianalisis
sampai seluruh proses scanning ini selesai berkisar dari 45 menit sampai
19
dan detektor akan merubah berkas sinar-x yang diterima menjadi arus
dalam film dengan Multi Imager atau Laser Imager. Berkas radiasi yang
4. Sistem CT Scanner
yang diamati (pasien). Bagian ini terdiri atas sumber sinar-x, sistem
merambat lurus, tidak dipengaruhi oleh medan listrik dan medan magnet
dapat menembus zat padat dengan daya tembus yang tinggi. Untuk
dalam peralatan ini juga dilengkapi sistem kontrol yang mendapat input
alat untuk mengubah besaran fisik dalam hal ini radiasi-menjadi besaran
gas. Jika tabung pada detektor ini ditembus oleh radiasi maka akan terjadi
ionisasi. Hal ini akan menimbulkan arus listrik. Semakin besar interaksi
21
radiasi, maka arus listrik yang timbul juga semakn besar. Detektor lain
5. System konsul
sendiri dan untuk perekaman dan pencetakan gambar. Bagian dari sistem
a. Sistem Kontrol
b. Sistem Pencetakan
c. Sistem Perekaman
d. Display Monitor
monitor. Untuk citra CT Scan agar bisa ditampilkan pada layar monitor
Cathode Ray Tube (CRT) harus dalam bentuk yang dapat dikenali
tampilan gambar.
a. Slice Thickness
Semakin tipis slice thickness, maka semakin baik detail gambar yang
(Bushong, 2008)
b. Range
(Seeram, 2009).
c. Faktor Eksposi
meliputi: tegangan tabung (kV), arus tabung (mA), dan waktu (s).
pada sinar - X yang bersifat kontinyu adalah 100 mA dan untuk sinar -
24
yang tetap, maka ukuran pixel akan semakin kecil, sehingga resolusi
e. Increment
direction. Ketika memilih increment yang lebih kecil dari pada slice
f. Pitch
g. Rekontruksi Matriks
dalam baris dan kolom, yang disebut dengan matriks. Satu buah kotak
h. Rekontruksi Algorithma
1) Algorithma standard
baik dan oleh sebab itu algorithma ini menjadi pilihan untuk
26
pemeriksaan brain. Selain itu juga berguna untuk soft tissue pada
2) Algorithma bone
3) Algorithma detail
dengan batas tepi yang baik. Oleh karena itu dapat digunakan
i. Window Width
yang diambil dari nama penemu CT Scan kepala pertama kali yaitu
Dasar dari pemberian nilai ini adalah air dengan nilai 0 HU.
Sedangkan untuk kondisi udara nilai yang dimiliki -1000 HU. Diantara
putih dan penampakan udara hitam. Jaringan dan substansi lain akan
berwarna abu-abu dapat menjadi putih jika diberi media kontras iodine.
j. Window Level
tersebut diterima oleh detektor khusus yang menghitung nilai transmisi atau
data yang pertama kali tabung sinar-x dan detektor bergerak pada garis
berotasi 1 derajat dan mulai lagi melewati kepala pasien, kali ini dari kanan
tambahan, sinyal dari detektor harus dikonversikan menjadi data yang dapat
gambar dibawah ini, yaitu suatu sinar sempit (narrow beam) yang dihasilkan
Setelah diperoleh arus listrik dan sinyal aslinya, maka sinyal tadi
ini dapat diolah oleh komputer sehingga membentuk citra yang sebenarnya.
30
film.
pixel-pixel yang kecil dari suatu irisan melintang. Pixel didasarkan pada nilai
absorbsi linier. Kemudian pixel-pixel ini disusun menjadi sebuah profil dan
yang lebih baik, maka digunakan metode konvolusi. Proses rekonstruksi dari
F. Rekonstruksi Alghorithma
untuk mendapatkan sebuah output yang spesifik dari sebuah input yang
rekonstruksi gambar, pada tekhnik spiral sebagian besar data tidak benar-
dengan irisan dengan kata lain data yang terletak paling dekat dengan irisan
bila data diformat ulang untuk membuat tampilan 2D lain seperti Sagital,
Fourier pada tahun 1807 dan secara luas digunakan didalam ilmu
suara yang datang lalu masuk dalam telinga dan dipisahkan menjadi sinyal
dan intensitas yang berbeda. Sinyal-sinyal ini sampai di otak dan diatur
itu)". Dengan kata lain, transformasi fourier itu adalah suatu fungsi
ketika suatu sinar-x melewati pasien, satu profil gambaran yang ditandai oleh
f(x). Ini dapat dinyatakan secara matematik dalam wujud deret Fourier
sebagai berikut :
Nilai-nilai ao, a1, b1, dan seterusnya disebut dengan koefisien fourier.
1. Preposesing
inhernt yang berasal dari tabung dan detektor pada saat pencitraan
2. Back Projection
Ukuran matrix biasanya terdiri dari 512 x 512 atau 1024 x 1024 picture
element atau biasa disebut pixel. Hasil back projection dalam bentuk
2010).
34
3. Konvolusi
resolusi algorithma yang dipilih maka semakin tinggi pula resolusi gambar
yang akan dihasilkan. Dengan adanya metode ini maka gambaran seperti
smooth yang memiliki level noise yang rendah, batas gambar menjadi
soft tissue dan jaringan-jaringan lain dapat dibedakan dengan jelas pada
tersebut secara berurutan dari yang paling rendah ke yang paling tinggi
yaitu dari Soft, Standard, Lung, Detail, Bone, Edge dan Bone Plus. Dari
35
buku petunjuk protokol yang ada pada pesawat General Elektrik (GE),
Siemens).
opticus.
4) Posisi uncinatus.
6) Aligment septum.
Keterangan :
1. : Anterior ethmoid
1 air cell
2. : Posterior ethmoid
air cell
2 3. : Sinus sfenoidalis
2. Resolusi Spasial
obyek yang berukuran kecil dengan densitas yang berbeda pada latar
a. Faktor Geometri
proses akuisisi data, antara lain meliputi ukuran focal spot, ukuran
(Bushberg, 2003).
resolusi. Filter tulang memiliki spatial resolusi yang paling baik dan
2003).
c. Ukuran Matriks
(Seeram, 2009).
(Seeram, 2009).
38
FOV berpengaruh pada dimensi fisik dari tiap pixel. Untuk dapat
(Seeram, 2009).
3. Kontras Resolusi
densitas yang sangat kecil yang dipengaruhi oleh faktor eksposi, slice
(mAs) yang sama, jumlah foton Sinar X yang terdeteksi akan meningkat
meningkat dua kali lipat dan signal to noise ratio (SNR) akan meningkat
41%. Slice thickness yang lebih tebal akan meningkatkan kontras resolusi
(Bushberg, 2003).
39
(Bushberg, 2003).
4. Noise
tinggi.
thickness.
5. Artefak
a. Streak Artifact
b. Shading Artifact
beam hardening.
c. Ring Artifact
paranasal pada irisan axial dilakukan dengan irisan setebal 5 mm, dimulai
melalui bidang IOM dapat menyajikan anatomi paranasalis dengan baik dan
2006).
1. Persiapan Pasien
(Seeram, 2009).
41
2. Proyeksi Pemeriksaan
a. Proyeksi Coronal
vertek.
b. Proyeksi Axial
selama pemotretan.
vertek.
I. Hipotesis
J. Kerangka Teori
Axial Coronal
Slice Thicknes
Scan Parameter
Faktor Eksposi
FOV
Matrik
Artefak
Window Width
Noise