PENDAHULUAN
Sinus maxillaris biasanya dianggap sebagai daerah tak bertuan oleh para
dokter gigi, dan lubang masuk ke daerah antrum seringkali keliru ditafsirkan sebagai
paranasal. Patologis pada rongga mulut dapat meluas ke sinus, dan patologis dalam
sehingga penderita sering kali megelirukan symptom yang satu dengan yang lainnya.
dibutuhkan pemahaman tentang perkembangan dan dan anatomi dari sinus maxillary.
dan antrum merupakan persyaratan. Pemahaman tentang saraf dan suplay vascular
yang sama antara sinus dan gigi rahang atas di dekatnya juga membantu memberikan
dasar penjelasan yang logis untuk keadaan klinis dan symptom-simptom tertentu.1
Setiap tindakan dan perawatan yang dilakukan dalam rongga mulut dapat
1
Oroantral fistula terjadi karena adanya rongga patologis antara rongga mulut dengan
antrum. 2
Oleh karena itu, dalam makalah ini akan dibahas dengan lebih mendetail
sebagai bekal pengetahuan untuk para calon dokter gigi maupun dokter gigi untuk
11. Rujukan
2
1.3 Manfaat Penulisan
3
BAB II
PEMBAHASAN
Sinus maksillaris disebut juga antrum. Pertama kali diuraikan oleh Nathaniel
Highmore, ahli anatomi dari Inggris pada abad ke-17. Antrum adalah sebuah rongga
atau tuangan yang dapat bergerak dan berada di dalam tulang (Kruger, 1974). Secara
anatomis, sinus maksillaris terletak di dalam korpus maksilla dan merupakan sinus
Sinus maksillaris ada 2 yang terletak di kedua sisi rahang atas dan merupakan
sinus paranasal yang terbesar. Kedua sinus maksillaris memiliki bentuk dan ukuran
yang sama. Dimensi rata-rata sinus adalah sekitar 3,5 cm (anteroposterior), 3,2
seperti piramida yang terdiri dari basis, apeks, dan memiliki empat sisi. Basis
4
posterosuperiornya. Hiatus maksilaris ini berubah menjadi ostium (pintu) sinus
yang lebih kecil karena persendian tulang di sekitarnya, yaitu prosesus unsinatus
inferior, labirin etmoidale dan os lakrimale di sebelah atas dan di sebelah anterior,
tulang ini, selain mengecilkan ukuran hiatus maksilaris juga membentuk sebagian
bahkan pada sinus yang besar meluas ke dalam tulang zogomatikus itu sendiri.4
Keempat dinding sinus maksilaris yang membentuk piramid terdiri atas atap
sinus, dinding anterior, dinding posterior, dan lantai sinus. Atap sinus adalah
dasar orbita yang halus dan sangat tipis. Di bagian posteriornnya terdapat suatu
kanalis infraorbitalis. Kanalis ini dilalui oleh arteri, vena, dan nervus infraorbitalis
infraorbitalis selain membentuk dasar orbita juga menjadi atap sinus maksilaris.4
Dinding anterior sinus maksilaris adalah fosa kanina dari tulang maksila yang
5
infratemporal os maksila ditembus oleh kanalis alveolaris, yang membawa nervus
alveolaris posterior ke molar atas. lantai sinus atau dasar sinus maksilaris
infratemporal korpus maksila.bila ukuran sinus rata-rata normal, maka lantai sinus
sama tingginya dengan lantai hidung. Tetapi bila ukuran sinus besar, akan
Ketebalan setiap dinding sinus tidak sama, terutama pada atap dan lantainya.
Dinding atap tebalnya 2-5 mm sedang tebal dinding lantai antara 2-3 mm. daerah
Kebanyakan apeks akar premolar dan ketiga molar atas berada paling dekat
dengan lantai sinus maksilaris. Hubungan tersebut bervariasi. Pada pasien dengan
prosesus alveolaris yang panjang dan kubah palatal tinggi, mempunyai lapisan
tulang yang tebal antara apeks gigi dan lantai sinus maksilaris sehingga pasien
6
2.1.2 Fisiologi Sinus Maksillaris
yang mengandung sel goblet. Lamina proprianya mengandung sedikit kelenjar kecil
dan kontinyu dengan periosteum ang berdekatan. Secara umum, mukus yang
dihasilkan di dalam rongga-rongga ini akan dialirkan ke dalam rongga hidung sebagai
Pada sinus maksilaris, silia epitel berfungsi membuang partikel dan bakteri
dengan mekanisme mukosiliaris. Silia ini memegang benda asing pada ujung rambut
getarnya dan gelombang gerakan silia akan membewa benda-benda tersebut dari satu
regio silia menuju ke depan pada regio lainnya sampai ke ostium (pintu) sinus.
Setelah tiba di ostium, mukus kan dilepas sebagai aliran sinus yang masuk ke dalam
1. Radang
sinonasal. Bila kondisi ini berlanjut, sekresi ini akan mengisi sinus karena
tergangguna fungsi silia atau penyumbatan ostium sinus, atau keduanya. Karena
letak ostium sinus maksilaris tidak dipengaruhi gaya gravitasi, maka drainase
yang normal bukan cara perawatan idela. Bila drainase terganggu, akan terjadi
7
2. Sinusitis Akut
Sinusitis maksilaris akut sering terjadi setelah rinitis alergik/infeksi virus pada
mengenai demam, lemas, sakit kepala samar-samar, rasa bengkak pada wajah,
dan sakit gigi pada posterior atas. perubahan posisi dapat mengurangi atau
menambah rasa tidak enak. Dari pemeriksaan sering terlihat adanya sekresi
mukopurulen di dalam hidung dan nasofaring. Terdapat nyeri palpasi dan tekan
3. Sinusitis Kronis
4. Neoplasia
Tumor jinak glandula saliva atau tumor ganas ini dapat berasal dari glansula
asesoris yang terdapat dalam lapisan sinus. Bila terdapat keganasan pada sinus
8
5. Trauma
Cedera yang mencapai sinus maksilaris terjadi pada kasus Le Fort I dan II,
blow-out orbita, dan fraktur prosesus alveolaris maksila bagian posterior. Dengan
adanya trauma, dinding antrum mengalami fraktur atau remuk dan pelapisnya
robek, sehingga sinus akan terisi darah. Sinus juga dapat mengalami cedera pada
pencabutan gigi rahang atas dan pada pelaksanaan penanganan patologis gigi
yang berdekatan. Regio molar pertama rahang atas merupakan daerah yang paling
sering berhubungan dengan keterlibatan sinus, diikuti oleh regio molar kedua dan
premolar kedua.1
fistula adalah hubungan yang tidak normal antara sinus maksillaris dan rongga mulut
dan dapat merupakan hasil dari beberapa proses patologi yang berbeda. Oroantral
fistula adalah satu dari beberapa jenis komplikasi pencabutan gigi premolar dan molar
9
a. Pemeriksaan Subjektif, berupa anamnesa kepada pasien untuk mendapatkan
berbagai informasi, seperti data diri pasien (nama, alat, umur, pekerjaan, jenis
kelamin, nomor telepon, dll), keluhan utama pasien, riwayat dental pasien, dan
b. Pemeriksaan Objektif
rongga yang ada, misalnya sinus, pasien bisa merasakan sakit atau tidak.
2. Oroantral fistula juga dapat diketahui dengan melakukan tes tiup dengan
cara pasien meniup dengan hidung tertutup dan mulut terbuka. Pada
melalui daerah yang mengalami kerusakan, dan pada soket gigi akan
3. Pasien bisa/ tidal mengeluhkan adanya rasa sakit atau lepasnya udara dari
4. Lubang yg ada ditunjukkan dengan suction dan lampu atau juga bisa
keduanya.
c. Pemeriksaan Penunjang
10
1. Radiografi
View dengan muka menghadap ke bawah dan waters view dengan modifikasi
tegak. Gambaran yang sering didapat pada sinusitis akut adalah opasifikasi dan
batas udara atau cairan. Sinusitis kronis seringkali digambarkan dengan adanya
penebalan membrane pelapis. Lesi jinak lainnya, misalnya mucocele dan kista
sangat membantu. 1
11
2. Tomografi/ CT
sinus, dasar orbita, atau lingkar orbita inferior. BIla gigi atau akar gigi bergeser
lokasinya dengan film atau foto periapikal, yang didukung dengan foto oklusal.
dasar orbita dan dalam penggambaran luas lesi ganas/ jinak. Penggambaran
kerusakan yang disebabkan oleh trauma secara lebih tepat, atau perluasan lesi
3. Biopsi
pada region fossa canina. Jika ada erosi/ penembusan dinding antrum, maka
12
2.2.3 Tanda dan Gejala Klinis Oroantral Fistula
Tanda dan gejala klinis yang tampak dari oroantral fistula adalah:1,2,6
- Adanya pembukaan atau lubang antara rongga mulut dengan antrum/ sinus. Ini
- Adanya pembentukan jaringan ikat atau jaringan granulasi dan sering terjadi
drainase mukopurulen.
- Pembengkakan jaringan lunak (lapisan antrum), halus, dapat dilihat melalui soket.
- Pasien tidak mengeluhkan adanya rasa sakit, kecuali jika terjadi infeksi akut pada
sinus.
- Pada saat minum ataupun kumur-kumur pasien mengeluhkan adanya cairan yang
- Saluran yang terbentuk dapat dilihat secara klinis melalui probing (probe ductus
lacrimalis).
- Pada soket gigi akan terlihat gelembung udara seperti busa sabun.
13
14
2.2.4 Etiologi dan Patomekanisme Oroantral Fistula
bertahan lebih dari 48 jam. Lubang terbentuk setelah pembedahan (sengaja ataupun
tidak) dan akibat trauma pada sinus dan jarang sekali disebabkan oleh cacat
a. Pencabutan gigi posterior rahang atas terutama pada molar pertama, molar kedua,
berlebih kearah superior dalam tindakan pengambilan fragmen atau ujung akar
gigi molar atau premolar, pemasangan gigi tiruan implan yang tidak benar dan
c. Bentuk dinding dasar antrum yang berlekuk mengikuti kontur akar gigi sehingga
d. Adanya jaringan patologis pada ujung akar gigi seperti kista radikuler, granuloma
15
2.2.5 Perawatan Oroantral Fistula
diperkirakan telah menjadi fistula. Pasien dengan OAF (Oroantral Fistule) butuh
penangan terhadap fistula dan penutupan dari sinus yang terbuka. Sebelum prosedur
tersebut dilakukan pasien mungkin butuh perawatan terhadap sinusitis yang mungkin
ada. Ada beberapa macam metode perawatan terhadap sinusitis yang mungkin terjadi
irigasi sinus yang rutin untuk menghilangkan infeksi kronis. Dalam perawatannya,
OAF harus dievaluasi dengan pemeriksaan gambar dan klinis. Pasien dengan debit
(cairan) yang berasal dari fistula dan hidung membutuhkan irigasi sinus. Irigasi dari
sinus maksilaris tidak boleh dilakukan dalam keadaan tekanan tinggi, karna tekanan
jaringan sekitar, termasuk daerah orbital. Irigasi harus dilakukan dalam interval 48
jam dan dievaluasi kembali. Jangan pernah mencoba untuk melakukan penutupan
Setelah penyakit pada sinus telah dikontrol barulah prosedur bedah dapat
direncanakan. Bagian terpenting dari prosedur ini ialah pembuangan sisa mukosa
kronis. Ukuran dari lubang oroantral yang terjadi biasanya lebih besar dari fistula
yang ada itu sendiri. Prosedur Caldwell-Luc digunakan untuk mendapatkan akses ke
antrum agar dapat melakukan debrisasi jika diperlukan. Akses didapatkan di atas
vestibulum kaninus dan kemudian kuret antral dapat digunakan untuk membuang
16
jaringan mukosa yang terinfeksi. Nasal packing dan antibiotic topical pada kasa
mukosa. Kemudian perhatian bisa lebih difokuskan pada pembuangan jaringan fistula
dan penutupan lubang yang terbentuk. Fitulektomi dapat dilakukan pada prosedur ini.
Banyak metode yang dapat digunakan untuk menutup lubang oroantral yang
flap local, flap distant, dan grafting. Flap local meliputi jaringan disekitar yang
adekuat untuk menutupi lubang. Beberapa contoh teknik flap local diantaranya flap
bukal (sliding /-pun finger), flap palatal, dan kombinasi antara jaringan
ke sinus maksilaris seperti yang dijelaskan sebelumnya. Kelebihan dari teknik ini
adalah mudah dimobilisasi, keterampilan yang minimum serta waktu yang diperlukan
lebih singkat. Kekurangannya adalah penyatuan jaringan kurang baik sehingga hanya
mukoperiosteal dan dijahit pada jaringan de-epitalisasi yang telah disiapkan. Perlu
perhatian lebih terhadap desain flap agar dapat terjadi rotasi dan posisi yang benar.
Flap palatal yang didesain dengan baik itu tebal dan memiliki suplai darah yang
17
jaringan granulasi. Kelebihan dari tekhnik ini adalah lebih mudah dibentuk untuk
menutupi kerusakan yang terjadi karena mukosa palatal lebih tebal dan padat serta
penyatuannya yang lebih baik sehingga lebih disarankan pengunaannya untuk fistula
yang kambuh dan atau lebih besar, sedangkan kekurangannya adalah tekniknya yang
sulit. Flap palatal ini sendiri terbagi atas 2 tipe yaitu full thickness flap dan split
prosedur sederhana yang dapat memberikan hasil yang baik bagi penutupan daerah
OAF yang besar disertai dengan penyakit kronik akan susah untuk ditangani
dan kegagalan dalam penutupannya dapat terjadi. Jika pada penanganannya terdapat
jaringan yang tidak adekuat maka prosedur distant flap dapat dilakukan. Salah satu
Bahan graft yang dapat digunakan untuk menutup OAF diantaranya adalah
gold foil dan allograft bone graft. Bahan graft ini tersedia dalam bentuk lembaran
lubang tertutup lewat jaringan halus terdekat atau disekitarnya. Indikasi utama
penggunaan bone grafting ini sendiri adalah jika dibutuhkannya rekontruksi tulang
Oroantral fistula yang terjadi setelah tindakan pencabutan, apabila kecil dan
segera dilakukan perawatan dengan cepat dan benar cenderung sembuh spontan
18
karena adanya proses pembekuan darah yang mampu menutup pembukaan yang
terjadi. 2
Oroantral fistula dapat memberi dampak yang lebih parah pada pasien. Jika
tidak segera ditangani, lubang yang terbentuk akan bertahan lebih lama, maka traktus
jaringan granulasi atau jaringan ikat dan jika berlanjut dapat menyebabkan terjadinya
infeksi dan dipercepat pada pencabutan gigi yang mengalami infeksi periapikal.
Perawatan yang tidak benar, menyebabkan infeksi dapat menyebar kea rah sinus
maksilaris.1
Masuknya akar gigi kedalam sinus juga merupakan salah satu etiologi dari
oroantral fistula. Dan pada kasus seperti ini, harus dilakukan pemeriksaan radiografi
dada, yaitu untuk meyakinkan bahwa akar tidak masuk ke dalam bronkus. Bila akar
ditemukan pada bronkus, pasien segera mungkin harus dirujuk ke rumah sakit untuk
mengeluarkan akar gigi tersebut dengan bronkoskopi sebelum terjadi abses paru atau
atelectasis supervene.7
Secara umum, tindakan yang dapat dilakukan untuk mencegah agar tidak
19
a. Melakukan foto rontgen terlebih dahulu sebelum tindakan pencabutan gigi untuk
mengetahui posisi akar gigi posterior rahang atas yang letaknya dekat dengan
antrum dan untuk mengetahui ada atau tidaknya penyakit periapikal pada jaringan
b. Melakukan tes tiup dan kumur setelah pencabutan untuk mendeteksi apakah
terjadi kecelakaan terbukanya antrum atau tidak, sehingga bila terjadi dapat
segera diketahui dan dilakukan perawatan dengan cepat dan benar serta
c. Pengontrolan tekanan yang diberikan pada instrument dan tindakan yang selalu
terhindari.2
d. Jangan mengaplikasikan tang pada gigi atau akar gigi posterior atas kecuali bila
panjang gigi atau akar gigi yang terlihat cukup besar baik ke dalam arah palatal
dan bukal, sehingga ujung tang dapat diaplikasikan dengan pandangan langsung.7
e. Tinggalkan 1/3 apeks akar palatal gigi molar atas bila tertinggal selama
pencabutan dengan tang kecuali bila ada indikasi positif untuk mengeluarkannya.7
f. Jangan mencoba mencabut akar gigi atas yang patah dengan menggunakan
mukoperiosteal yang besar dan buang tulang secukupnya sehingga elevator dapat
20
2.3 Rujukan
penanganan kasus penyakit yang sedang ditangani oleh seorang dokter kepada dokter
tenaga kesehatan yang lebih ahli dari strata pelayanan kesehatan yang lebih
mampu ke strata pelayanan kesehatan yang kurang mampu untuk bimbingan dan
kesehatan yang kurang mampu ke strata yang lebih mampu atau sebaliknya, untuk
tindak lanjut.
21
Rujukan dilakukan menggunakan surat dimana beberapa hal informasi yang
dicantumkan meliputi
- Keluhan utama
22
SURAT RUJUKAN
Yth. Dokter Gigi : Drg. M Iqbal Rosada
Di RSU : Rs Fatmawati
Anamnesa :
a. Keluhan : Gigi terasa sakit bila digunakan untuk makan-makanan yang
dingin dan panas
Demikian surat rujukan ini kami kirim, kami mohon balasan atas surat
rujukan ini. Atas perhatian Bapak/Ibu kami ucapkan terima kasih.
23
JAWABAN RUJUKAN
Hasil pemeriksaan :
Terdepat gigi impaksi pada gigi 3.8 dan perlu dilakukan perawatan dan operasi untuk
pencabutan gigi 3.8.
Diagnosa :
Impaksi gigi 3.8
Perawatan yang sudah dilakukan :
Pemberian obat analgetik untuk meredakan rasa sakit pada gigi.
Demikian balasan surat rujukan ini kami kirim. Atas perhatian
Bapak/Ibu kami ucapkan terimaksih.
24
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Secara anatomis oral dan antrum adalah dua bagian yang sangat dekat namun
terpisah satu sama lain. Pada dasar antrum sangat mudah terjadi perforasi karena
tipisnya dinding dasar antrum yaitu hanya sekitar 3 mm. oleh karena itu, dalam
melakukan ekstraksi pada gigi posterior rahang atas diperlukan pengontrolan tekanan
dan berhati-hati untuk menghindari perforasi pada antrum. Kalaupun telah terjadi
3.2 Saran
Setelah melakukan ekstraksi pada gigi posterior rahang atas (yang dekat
dengan antrum) lakukanlah tes untuk mengetahui apakah terjadi perforasi pada
antrum atau tidak , misalnya dengan melakukan tes tiup dan berkumur. Sehingga
jika pada tes tersebut diketahui bahwa terjadi perforasi, maka dapat dilakukan
25
DAFTAR PUSTAKA
1. Pedersen, Gordon W. Buku Ajar Praktis bedah Mulut (Oral Surgery). Jakarta :
EGC. 1996.
Klinisnya pada Pencabutan Gigi-Geligi Atas. MI. Kedokteran Gigi. (27): 158-
166.
5. Malik, Neelima Anil. 2008. Textbook of Oral and Maxillofacial Surgery Ed.2 nd.
new Delhi:Jaypee.
6. Birnbaum W, Dunne SM. Diagnosis kelainan dalam mulut. Jakarta: EGC. 2002;
p.181
26
CASE REPORT
Modul 7
Oleh:
21100707360804081
Dosen Pembimbing:
27
RUMAH SAKIT GIGI DAN MULUT
UNIVERSITAS BAITURRAHMAH
PADANG
2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah Case Report
“Penatalaksanaan oroantral fistula” untuk memenuhi salah satu syarat dalam
menyelesaikan kepaniteraan klinik modul 7 (Bedah Minor & Kegawatdaruratan Gigi
Dan Mulut).
Dalam penulisan makalah Case Report ini, semua proses yang telah dilalui
tidak lepas dari bimbingan drg. Andries Pascawinata, MDSc., Sp.BM selaku dosen
pembimbing. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen
pembimbing. Penulis juga menyadari bahwa dalam penulisan makalah laporan kasus
ini belum sempurnasebagaimana mestinya, baik dari segi ilmiah maupun dari segi
tata bahasanya,karena itu kritik dan saran sangat penulis harapkan dari pembaca.
28
29
MODUL 7
UNIVERSITAS BAITURRAHMAH
PADANG
HALAMAN PENGESAHAN
Disetujui Oleh
30
Dosen Pembimbing
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................2
DAFTAR ISI...........................................................................................................4
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................5
1.1 Latar Belakang...............................................................................................5
1.2 Rumusan Masalah.........................................................................................5
1.3 Tujuan............................................................................................................5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................6
2.1 Definisi Oro Antral Fistula.............................................................................6
2.2 Etiologi Oro Antral Fistula............................................................................6
2.3 Tanda Klinis Oro Antral Fistula.....................................................................6
2.4 Gambaran Radiografi OAF............................................................................7
2.5 Penatalaksanaan OAF.....................................................................................8
BAB III PEMBAHASAN....................................................................................11
BAB IV PENUTUP.............................................................................................15
4.1 Kesimpulan..................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................16
31
BAB I
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
1. Mahasisawa mampu mengetahui definisi OAF
2. Mahasisawa mampu mengetahui dan menganalisis etiologi OAF
32
3. Mahasisawa mampu mengetahui dan menganalisis gejala Klinis OAF
4. Mahasisawa mampu mengetahui dan menganalisis gambaran radiografi OAF
5. Mahasisawa mampu mengetahui dan menganalisis penatalaksanaan OAF
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
5
2.1 Definisi Oro Antral Fistula
Oroantral fistula (OAF) didefinisikan sebagai komunikasi patologis antara
kavitas rongga mulut dengan sinus maksilaris yang dibatasi oleh epitel. Alasan utama
yaitu kedekatan anatomi ujung apikal akar gigi dengan dasar sinus atau proyeksi
akar-akar gigi yang masuk ke dalam sinus maksilaris. Jika oroantral
communication (OAC) dibiarkan tanpa penanganan, 50% pasien akan mengalami
sinusitis setelah 48 jam dan 90% mengalami sinusitis setelah 2 minggu.
OAC kadang menetap dan dapat menjadi OAF. Dengan adanya fistula maka sinus
terbuka secara permanen yang memungkinkan jalur masuk infeksi dari rongga mulut
kedalam sinus maksilaris dan dapat menyebabkan sinusitis maksilaris
akut. Fistula dapat terbentuk akibat pengangkatan kista maksila, tumor jinak maupun
ganas, ataupun trauma.OAC dapat terbentuk sebagai komplikasi dari pencabutan gigi,
infeksi, terapi radiasi, trauma, dan pengangkatan kista maksilaris atau tumor.
33
2.3 Tanda Klinis Oro Antral Fistula
Tanda dan gejala klinis yang tampak dari fistula oroantral adalah adanya
pembukaan atau lubang antara rongga mulur dengan antrum. Lubang yang terbentuk
sering mengalami infeksi, adanya pembentukan jaringan ikat atau jaringan granulasi.
Tanda dan Gejala klinis:
1. Adanya pembukaan atau lubang antara rongga mulut dengan antrum. Lubang
yang terbentuk sering mengalami infeksi, adanya pembentukan jaringan ikat atau
jaringan granulasi dan sering terjadi drainase mukopurulen.
2. Pasien tidak mengeluh adanya rasa sakit, kecuali terjadi infeksi akut pada sinus.
Pada saat minum ataupun kumur-kumur pasien mengeluhkan adanya cairan yang
keluar dari hidung.
3. Fistula oroantral juga dapat diketahui dengan melakukan tes tiup
dengan cara pasien meniup dengan hidung tertutup dan mulut terbuka. Pada
keadaan telah terjadi fistula oroantral, akan terdengar hembusan udara melalui
daerah yang mengalami kerusakan, dan pada soket gigi akan terlihat gelembung
udara seperti busa.
Tanda dan gejala mungkin akut atau kronis. Gejala akut meliputi epistaksis,
aliran cairan atau udara melalui OAC/OAF, nyeri, perubahan suara. Gejala kronis
termasuk nyeri, keluarnya cairan secara bebas seperti dalam kasus kami, polip antral,
postnasal drip, dysgeusia, perubahan suara, sakit telinga dan sekret hidung
mukopurulen. Pemeriksaan radiografi seperti panorama memungkinkan kita untuk
melihat defek alveolar dan pandangan Waters untuk melihat infeksi sinus maksilaris.
Komunikasi antara rongga mulut dan sinus maksilaris dapat dikonfirmasi dengan
tomografi terkomputasi kerucut atau CT scan. Mereka juga memungkinkan untuk
mencatat penebalan sinus mukosa atau kekeruhannya, aerasi meatus hidung atau
keadaan patologis sel udara ethmoidal atau sinus lainnya.
34
2.4 Gambaran Radiografi OAF
Evaluasi radiografis dari sinus paling bagus diperoleh dengan Waters View
dengan muka menghadap ke bawah dan waters view dengan modifikasi tegak.
Gambaran yang sering didapat pada sinusitis akut adalah opasifikasi dan batas udara
atau cairan. Sinusitis kronis seringkali digambarkan dengan adanya penebalan
membrane pelapis. Lesi jinak lainnya, misalnya mucocele dan kista dentigerus, juga
dapat terlihat dengan jelas. Dalam mendiagnosis trauma, penggunaan foto panoramic,
Waters view, oklusal, dan periapikal, dengan CT sangat membantu.
Secara radiologis, biasanya terlihat diskontinuitas dari dasar sinus, opasifikasi sinus,
atrofi fokal alveolar dan penyakit periodontal yang terkait terlihat ketebalan mukosa
antrum dan defek pada dasar tulang.
35
untuk membedakan antara sekresi nasal dengan cairan kumur,yaitu ujung suction jika
didekatkan dekat fistula akan menghasilkan suara yang mirip dengan suara botol
kosong yang ditiup Penggunaan BFP telah didokumentasikan untuk penutupan OAF,
rekonstruksi regio palatum,mukosa bukal, melindungi permukaan bone graft serta
rekonstruksi setelah defek post-traumatik pada regio maksila. Penggunaan BFP untuk
menutup OAF pertama kali dideskripsikan oleh Egyedi pada tahun 1977.
Keberhasilan penutupan OAF dengan BFP telah dilaporkan dalam banyak pustaka.
Dalam makalah ini, disajikan kasus OAF yang dilakukan menggunakan BFP dengan
flap bukal.
a. Manajemen Perioperatif
OAC/OAF diirigasi melalui pembukaan fistula dengan normal saline diikuti dengan
larutan yang mengandung iodine diencerkan dengan normal saline (1: 1; betadine)
untuk membasmi infeksi. Regimen ini harus diberikan sampai cairan lavage bersih
dan tidak lagi berisi eksudat inflamasi.
b. Manajemen Operatif
Mukoperiosteal flap
Mengurangi tinggi tulang soket
Suturing
Gigitan kasa spons harus ditempatkan antara rahang untuk melindungi bekuan darah
(Balaji, 2009).
2. Buccal Flap
36
Fistula < 1 cm
Trapezoidal flap
Suturing (Horizontal mattress)
3. Palatal Flap
c. Manajemen Post-operatif
37
Pasien diinstruksikan untuk tidak makan makanan keras. Mereka harus makan
makanan yang lunak dan minum cairan dari sisi yang berlawanan untuk menghindari
trauma ke area operasi. Aktivitas fisik yang berat harus dihindari sampai
penyembuhan terjadi. Menghembuskan napas dan bersin dengan mulut tertutup
dilarang selama 2 minggu. Pasien harus membuka mulut saat batuk atau bersin.
Pasien tidak boleh menggerakkan lidah melewati garis jahitan atau flap selama 7 hari
setelah luka bedah. Luka harus dijaga tetap bersih dengan obat kumur salin hangat.
Penggunaan sedotan atau merokok dilarang. Menggunakan inhalasi uap seperti
mentol atau benzoin 6 jam untuk membasahi jalan napas dan merangsang aktivitas
kelenjar serous.
38
BAB III
PEMBAHASAN
Seorang pasien laki-laki usia 28 tahun datang ke Departemen Bedah Mulut dan
Maksilofasial Rumah Sakit Gigi dan Mulut Universitas Hasanuddin dengan keluhan
nyeri (VAS 4/10) pada rahang atas kananbelakang dan terasa ada udara keluar di
daerah bekas pencabutan saat meniup, setelah pencabutan gigi 3 hari sebelumnya.
Pasien dirujuk dari Rumah Sakit Gigi dan Mulut Angkatan Laut Kota Makassar. Dari
gambaran klinis intra oral terlihat adanya soket gigi molar kedua rahang atas kanan
dengan daerah gingiva meradang dan terjahit tidak rapat. Noseblowing test positif.
Dari radiografi (gambar 1) terlihat ruptur tulang pada dasar sinus. Berdasarkan
pemeriksaan klinis dan pemeriksaan penunjang, didiagnosis sinusitis maksilaris akut
dengan OAF. Gambar 1 Fistula oroantral A gambaran klinis, B radiografi.
39
Prosedur Operatif
Setelah anastesi menggunakan lidokain HCl 2% adrenalin 0,012 mg, dilakukan insisi
flap trapezoidal pada daerah bukal, kemudian dilakukan refleksi flap mukoperiosteal
dan insisi vertikal sepanjang 1 cm pada bagian posterior untuk memungkinkan
ekspose dan BFP melewati defek tulang,BFP dijahitkan pada mukosa palatal. Pada
tahap ini, dilakukan suction ringan agar BFP dapat dielevasi ke rongga mulut.
Sebelumnya,dilakukanprosedur pembersihan fistula dan penghalusan tepi tulang
alveolar. BFP ditarik perlahan dengan pinset anatomis, untuk selanjutnya menutup
11 terlihat perforasi pada soket sehingga flap
defek fistula.Saatprosespengambilan BFP,
bukal diperluas untuk menutup area yang terbuka. Flap dijahit dengan simple
interrupted suture 4/0 silk.A
PEMBAHASAN
OAF merupakan kanal fistuler yang diselubungi Oleh epitel yang kadang berisi
jaringan granulasi atau poliposis membran mukosa sinus akibat OAC iatrogenik
antara rongga mulut dan sinus maksilaris sebagai akibat dari ekstraksi gigi rahang
atas lateral premolar atau molar. Suatu penelitian klinis Guven mengindikasikan OAF
40
paling banyak terjadi setelah usia 30 tahun, sesuai dengan hasil penelitian Lin pada
1991 dan Punwotikorn, dkk. Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa hubungan
pneumatisasi rahang pada pria dan wanita adalah sama. Guven menyimpulkan bahwa
kejadian sinusitis kronis dan polip antral sering sebagai konsekuensi OAF. Jika sinus
terbuka selama proses ekstraksi gigi dan tidak nampak tanda-tanda inflamasi, sering
terjadi penyembuhan spontan. Penutupan dengan pembedahan perforasi antral
diindikasikan jika ukuran fistula lebih besar dari 4-5 mm pada waktu trauma, jika
terdapat penyakit sinus berapapun ukuran fistulanya,dan jika OAC persisten. Teknik
pembedahan paling umum untuk penutupan OAF akut yaitu prosedur flap bukal yang
dijelaskan oleh Rehrmann, OAF termasuk jarang akibat komplikasi tindakan bedah
mulut. Dikutip dari Hernando, Purwontikorn menemukan 87 orang (0,31%)
mengalami OAF dari 27.984 kasus pencabutan gigi. Berdasarkan penelitian yang
dikutip dari Khitab, penyebab yang paling sering dari OAF adalah ekstraksi gigi 25
pasien (86,5%) diikuti kista 2 orang (67%), dan trauma 2 orang (6,7%). OAF akibat
komplikasi tindakan ekstraksi atau pencabutan gigi posterior rahang atas terutama
pada molar pertama, molar kedua, dan premolar kedua. Umumnya penyebab OAF
akibat pencabutan gigi molarpertama atas (13,52%)diikuti molarkedua atas (9,3%).
OAF disebabkan karena akar gigi berada dalam hubungan dekat dengan antrum
(80%). Penyebab OAF lainnya yakni kista maksilaris (10-15%), tumor jinak atau
ganas (5-10%) dan trauma (2-5%). Tanda dan gejala klinis yang tampak dari OAF
adalah adanya pembukaan atau lubang antara rongga mulut dengan antrum. Lubang
yang terbentuk sering mengalami infeksi, pembentukan jaringan ikat atau granulasi
dan sering terjadi drainase mukopurulen. Pasien tidak mengeluh rasa sakit, kecuali
terjadi infeksi akut pada sinus. Pada saat minum ataupun kumur-kumur pasien
mengeluh adanya cairan yang keluar dari hidung.OAF juga dapat diketahui dengan
melakukan tes tiup dengan cara pasien meniup dengan hidung tertutup dan mulut
terbuka. Pada keadaan telah terjadi OAF, akan terdengar hembusan udara melalui
daerah yang mengalami kerusakan, dan pada soket gigi akan terlihat gelembung
udara seperti busa.Secara radiologis, biasanya terlihat diskontinu dari dasar sinus,
opasifikasi sinus, atrofi fokal alveolar dan penyakit periodontal yang terkait terlihat
ketebalan mukosa antrum dan defek pada dasar tulang. OAF yang berhubungan
dengan ekstraksi gigi sebagian besar dilaporkan pada area premolar dan molar rahang
atas. Pasien dengan pneumatisasi sinus yang parah rentan terhadap terjadinya OAF
setelah ekstraksi gigi. Frakturakar dan penggunaan alat yang
kurangtepatjugadapatmenyebabkan OAF. Perforasi dengan ukuran kecil dapat
dibiarkan sembuh secara spontan. OAC yang persisten harus ditangani karena
regurgitasi cairan dan makanan ke dalam sinus maksilaris dan menyebabkan sinusitis.
41
Metode klasik penanganan OAF yakni buccal advancement flap (BAF) atau
rotationalpalatalflap. Pendangkalan vestibulum merupakan salah satu kekurangan
dari BAF. Sebagai tambahan, pasien dengan kerusakan gingiva atau yang sebelumnya
telah dilakukan operasi penutupan fistula tidak diindikasikan untuk menggunakan
teknik BAF. Akan tetapi, BFP menunjukkan tingkat keberhasilan yang tinggi bahkan
pada pasien yang ebelumnya telah menjalani prosedur berulang.
BFP adalah suatu massa dengan jenis lemak khusus yang disebut syssarcosis.
Secara morfologi, jaringan lemak ini berbeda dengan lemak subkutan dan lebih mirip
jaringan lemak orbital. BFP terletak pada spasium mastikasi di antara otot buccinator
dan oto masseter, terbungkus dalam kapsul jaringan fasia tipis, yang jika dibuka akan
menyebabkan herniasi bantalan lemak. BFP terdiri atas bagian utama dan 4
perpanjangan (bukal, pterigoid, pterigopalatinal, dan temporal). Suplai darah utama
BFP diperoleh dari arteri temporal superfisial dan maksila dan beberapa percabangan
arteri fasialis. Terdapat jaringan yang kaya akan pembuluh darah kapiler di dalam
kapsul yang membungkus bantalan lemak.Volumerata-rata BFP yaitu 9,6 mL (8,3-
11,9 mL).Berat rata-rata BFP yaitu 9,3 g (8-11,5 g). Ketika didiseksi dengan tepat,
BFP dapat berupa graft yang berukuran 6x5x3 cm. Ketebalan rata-ratanya 6 mm dan
dapat menutup area seluas 10x10 cm. BFP telah digunakan pada berbagai prosedur
selain penutupan OAF karena banyak keunggulan dan hasil yang lebih baik.
Keunggulan dari BFP antara lain lokasi BFP yang menguntungkan secara anatomis,
diseksi yang mudah dan minimal karena BFP dapat diambil dan dimobilisasi, mudah,
serba guna, suplai darah baik, tingkat komplikasi rendah, morbiditas titik donor
minimal, teknik pembedahan yang singkat karena BFP terletak di area yang sama
dengan defek yang akan ditutup, tingkat epitelisasi yang baik dan memungkinkan
penggantian flap mukoperiosteal tanpa menghilangkan ketinggian
vestibulum. Kemungkinan pengambilan BFP dalam anastesi lokal dapat
dipertimbangkan sebagai suatu keunggulan. Masalah yang dapat terjadi ketika
mengambil BFP bervariasi mulai perforasi hingga penyusutan. Egyedi menyarankan
penutupan BFP yang terekspos dengan skingraft. Bagaimanapun,laporan sebelumnya
telah mengkonfirmasi bahwa epitelisasi flap dapat terjadi tanpa split skin graft setelah
3-4 minggu. Menutupi BFP dengan flap bukal dengan teknik kombinasi tidak
memberikan keuntungan. Hal ini menguntungkan ketika BFP sangat diregangkan
atau terjadi perforasi. Pada defek yang lebih besar dan lebih lebar atau sama
dengan5×1 cm2, dapat ditangani lebih baik dengan BFP dan buccal advancement flap
42
dibandingkan jika hanya dengan BFP saja. Karena BFP lebih besar pada anak-anak,
bervariasi pada setiap orang sehingga penanganannya memerlukan teknik kombinasi.
Gambar 5 Kondisi intra oral A 3 hari pasca operasi, B 7 hari pasca operasi, C 14 hari
pasca operasi dan jahitan dilepas.
KESIMPULAN
43
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Fistula oral-antral merupakan komplikasi yang sering terjadi dalam
kedokteran gigi. Diagnosis memerlukan pemeriksaan klinis dan radiologis yang
cermat. Penutupan dini AOC pascaoperasi adalah cara terbaik untuk mencegah AOF
dan komplikasi sinus. Secara anatomis oral dan antrum adalah dua bagian yang
sangat dekat namun terpisah satu sama lain. Pada dasar antrum sangat mudah terjadi
perforasi karena tipisnya dinding dasar antrum yaitu hanya sekitar 3 mm. oleh karena
itu, dalam melakukan ekstraksi pada gigi posterior rahang atas diperlukan
pengontrolan tekanan dan berhati-hati untuk menghindari perforasi pada antrum.
Kalaupun telah terjadi perforasi, maka perlu penanganan segera untuk menghindari
terjadinya komplikasi lebih lanjut seperti infeksi pada sinus dan keganasan.
44
45
DEFENISI
ETIOLOGI
GEJALA (KASUS)
RADIOGRAFI CASE
Metode klasik penanganan OAF yakni buccal advancement flap (BAF) atau
rotationalpalatalflap. Pendangkalan vestibulum merupakan salah satu kekurangan
dari BAF. Sebagai tambahan, pasien dengan kerusakan gingiva atau yang sebelumnya
telah dilakukan operasi penutupan fistula tidak diindikasikan untuk menggunakan
teknik BAF. Akan tetapi, BFP menunjukkan tingkat keberhasilan yang tinggi bahkan
pada pasien yang ebelumnya telah menjalani prosedur berulang.
KESIMPULAN
REFERENSI
46
2. Anderson L, Kahnberg KE, Pogrel MA. eds. Oral and maxillofacial surgery.
Singapore: Blackwell, 2010: 259 – 66.
3. Candamourty R, Jain MK, Sankar K, Babu MR. Double-layered closure of
oroantral fistula using buccal.
4. Daif ET. Long-term effectiveness of the pedicled buccal fat pad in the closure
of a large oroantral fistula. J Oral Maxillofac Surg 2016;74:1718-22.
47