TINJAUAN PUSTAKA
terintegrasi atau terpadu dalam tatalaksana balita sakit yang datang di pelayanan
imunisasi maupun penanganan balita sakit tersebut dan konseling yang diberikan. 9
Angka Kematian Neonatal (AKN), Angka Kematian Bayi (AKB) dan Angka
Kematian Balita (AKBA) adalah 32 kematian per 1.000 kelahiran hidup. Artinya,
setiap satu dari 31 anak yang lahir di Indonesia meninggal sebelum mencapai usia
satu tahun. Sebanyak 60% bayi mati terjadi pada usia satu bulan, menunjukan
angka kematian bayi sebesar 19 kematian per 1.000 kelahiran hidup. Delapan
puluh persen anak meninggal terjadi saat berusia 111 bulan, yang menunjukkan
angka kematiaan anak sebesar 13 kematian per 1.000 kelahiran.7 Tiga penyebab
utama kematian bayi menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 2012
pernapasan akut (ISPA), diare, tetanus neonatorum, saluran cerna, dan penyakit
6
7
saraf. Pola penyebab utama kematian balita juga hampir sama (penyakit saluran
pelayanan kesehatan dasar. Pada tahun 1993, Bank Dunia melaporkan bahwa
kematian balita yang disebabkan oleh Infeksi Pernapasan Akut (ISPA), diare,
sistem kesehatan agar penanganan penyakit pada balita lebih efektif, sebagai
klasifikasi dan tindakan atau pengobatan anak sakit, dan komponen III
keluarga dan masyarakat, yang dikenal sebagai Manajemen Terpadu Balita Sakit
upaya yang ditujukan untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian sekaligus
seperti puskesmas.9
8
dan kesakitan yang terkait penyakit tersering pada balita, memberikan kontribusi
perbaikan tatalaksana kasus pada balita sakit (kuratif) dengan aspek gizi,
dan DBD secara dini pada anak balita, diperlukan suatu puskesmas dan Dinas
Kesehatan Kabupaten (DKK) setiap daerah untuk menerapkan suatu metode yang
bersifat aktif dan selektif, yaitu MTBS. Aspek positif dari data yang ada adalah
walaupun Case Detection Rate (CDR) rendah, tetapi target cure rate tercapai. Hal
ini menunjukkan bahwa 85% dari yang ditemukan sembuh yang berarti ada
pemutusan rantai penularan dengan sekitarnya. Dengan CDR yang masih rendah
walaupun yang ditemukan 85% sembuh, ternyata masih banyak anak balita
tuberkulosis dengan cara aktif selektif yang terintegrasi dengan pelayanan gizi dan
Alasan yang dapat menjelaskan mengapa DKK dan puskesmas tidak dapat
anak balita lainnya karena tidak adanya pendanaan yang cukup untuk melakukan
anak balita. Oleh karena itu, perlu promosi MTBS yang dapat membantu
anak balita sakit di kota maupun di pedesaan. Sampai saat ini strategi yang
2.3
Strategi Menuju MTBS
tatalaksana gizi buruk untuk mendukung fungsi posyandu yang dikelola oleh
sosialisasi tentang makanan sehat dan bergizi seimbang, dan pola hidup
5. Menggalang kerjasama lintas sektor dan kemitraan dengan swasta atau dunia
bergizi seimbang.
anjuran.
11
perawatan atau pengobatan di rumah sakit dan puskesmas pada anak balita gizi
Tambahan (PMT) berupa MP-ASI bagi anak 623 bulan dan PMT pemulihan
pada anak 2459 bulan kepada balita gizi kurang baik yang memiliki penyakit
strategi advokasi MTBS, b) diskusi dan rapat kerja dengan DPRD secara
pembiayaan kesehatan anak. Selain itu, MTBS juga mampu berperan sebagai
suatu program yang terintegrasi yang dapat diterapkan pada semua fasilitas-
sakit di puskesmas.6
namun dalam perkembangannya ada sembilan penyakit yang harus dicegah pada
anak balita. Gambaran penyakit tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.2.6
--
m p
c
eoe
anr
sgi
len
ena
sit
ta
(a l
8l
% (
)( 2
0
4
%
%
)
Gambar 2.2 Lima Penyebab Kematian Anak Balita.6
dengan MTBS adalah penyakit yang menjadi penyebab utama kematian, antara
lain pneumonia, diare, malaria, campak, dan kondisi yang diperberat oleh masalah
gizi (malnutrisi dan anemia). Langkah pendekatan pada MTBS adalah dengan
menggunakan algoritma sederhana yang digunakan oleh perawat dan bidan untuk
mengatasi masalah kesakitan pada balita. Bank Dunia melaporkan bahwa MTBS
13
merupakan intervensi yang cost effective untuk mengatasi masalah kematian balita
yang disebabkan oleh Infeksi Pernapasan Akut (ISPA), diare, campak, malaria,
dan kurang gizi yang sering merupakan kombinasi dari keadaan tersebut.9
pada balita sakit (kuratif) dengan aspek gizi, imunisasi, dan konseling (promotif
puskesmas pembantu, dan Pondok Bersalin Desa atau PKD, g) penerapan MTBS
atau poli anak. Khusus penerapan pada bayi muda, penatalaksanaan bayi muda
lebih di titik beratkan pada saat petugas kesehatan (pada umumnya bidan di desa)
melakukan kunjungan neonatal yaitu dua kali selama periode neonatal. Kunjungan
pertama dilaksanakan pada tujuh hari pertama dan kunjungan kedua pada hari 8-
28 hari. Penerapan MTBS pada semua unit pelayanan terdepan yang kontak
dengan anak usia 0-5 tahun dengan menggunakan MTBS dalam mengelola
kesehatan anak, dapat secara preventif mendeteksi adanya kesakitan yang diderita
ibunya. Hal ini secara ekonomi akan menghemat biaya dibandingkan bila anak
MTBS. Seorang balita sakit dapat ditangani dengan pendekatan MTBS oleh
petugas kesehatan yang telah dilatih. Petugas memakai tool yang disebut
menanyakan kepada orang tua atau wali, apa saja keluhan-keluhan atau masalah
anak, kemudian memeriksa dengan cara melihat dan mendengar atau melihat dan
hasil tanya jawab dan pemeriksaan. Berdasarkan hasil klasifikasi, petugas akan
pneumonia berat atau penyakit sangat berat akan dirujuk ke dokter puskesmas,
anak yang imunisasinya belum lengkap akan dilengkapi, anak dengan masalah
gizi akan dirujuk ke ruang konsultasi gizi, dan seterusnya. Di bawah ini adalah
gambaran pendekatan MTBS yang sistematis dan terintegrasi tentang hal-hal yang
petugas kesehatan akan menanyakan kepada orang tua atau wali secara berurutan,
dimulai dengan memeriksa tanda-tanda bahaya umum seperti apakah anak bisa
minum atau menyusu, apakah anak selalu memuntahkan semuanya, atau apakah
anak menderita kejang. Kemudian petugas akan melihat atau memeriksa apakah
anak tampak letargis atau tidak sadar. Setelah itu petugas kesehatan akan
menanyakan keluhan utama lain seperti apakah anak menderita batuk atau sukar
bernapas, apakah anak menderita diare, apakah anak demam, apakah anak
16
Gambar 2.4 Penilaian, Klasifikasi dan Tindakan/Pengobatan Anak Sakit Usia 2 Bulan sampai 5 Tahun.10
17
tersebut
Berdasarkan
diatas,
hasil penilaian hal-hal
18
10 10
10
Gambar
Gambar
Gambar 2.10 Memeriksa Anemia, 2.7
Status2.6
Manajemen
Manajemen
Imunisasi Anakdengan
danAnak dengan
Pemberian Keluhan
Keluhan
Vitamin
Gambar Demam
ADemam
2.5pada (2).
(1).
Anak.
Manajemen Anak Gambar 2.8 Manajemen
Gambar
dengan Keluhan 10Anak
Diare.2.9 Memeriksa
dengan Status
KeluhanGizi
Telinga.
Anak.10
19
petugas akan mengklasifikasi keluhan atau penyakit anak, setelah itu melakukan
atau klasifikasi. Tindakan yang dilakukan antara lain, mengajari ibu cara
pemberian obat oral di rumah, mengajari ibu cara mengobati infeksi lokal di
rumah seperti aturan penanganan diare di rumah, memberikan konseling bagi ibu
seperti anjuran pemberian makanan selama anak sakit maupun dalam keadaan
sehat, menasihati ibu kapan harus kembali kepada petugas kesehatan, dan lain-
lain.10
10
Gambar 2.12 Cara Pemberian Obat Oral di Rumah (2).
10
Gambar 2.13 Cara Mengobati Infeksi Lokal di Rumah.
Gambar 2.11 Cara Pemberian Obat Oral di Rumah (1).10
20
Gambar 2.14 Pemberian Cairan.10
Gambar 2.18 Pemberian Pelayanan Tindak Lanjut (4).10
Gambar 2.15 Pemberian Pelayanan Tindak Lanjut (1).10
Gambar 2.17 Pemberian Pelayanan Tindak Lanjut (3).10
21
secara cepat apabila diperlukan, melakukan penilaian status gizi, dan memberikan
imunisasi kepada balita yang membutuhkan. Selain itu, ibu balita juga diberi
konseling tata cara memberi obat di rumah, pemberian nasihat mengenai makanan
dan materi inti yang memberikan pengetahuan dan keterampilan klinis dalam
Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) yang terdiri dari penilaian dan
pengobatan, konseling bagi ibu, tindak lanjut, serta tatalaksana bayi muda usia 1
hari sampai 2 bulan (Manajemen Terpadu Bayi Muda atau MTBM). Selanjutnya
23
melaksanakan proses manajemen kasus penanganan balita sakit dan bayi muda di
balita sakit dan bayi muda diantaranya: a) menilai tanda dan gejala penyakit,
seorang anak perlu dirujuk, d) memberi pengobatan pra rujukan yang penting,
24
seperti dosis pertama antibiotik, vitamin A, suntikan kuinin, dan perawatan anak
untuk mencegah turunnya gula darah serta merujuk anak, e) melakukan tindakan
dan imunisasi, f) mengajari ibu cara memberi obat di rumah (seperti antibiotik
oral atau obat anti malaria) dan asuhan dasar bayi muda, g) memberi konseling
kepada ibu mengenai pemberian makan pada anak termasuk pemberian ASI dan
memberi perawatan yang tepat pada saat anak datang kembali untuk pelayanan
tindak lanjut.11
negara untuk mengevaluasi dampak, biaya, dan efektivitas strategi MTBS. Hasil
yang didapatkan dari evaluasi program MTBS ini yaitu melakukan dukungan dan
kematian balita dan meningkatkan status gizi jika diterapkan dengan baik, c)
MTBS dapat menghemat biaya hingga enam kali lebih sedikit, d) program untuk