Oleh :
dr. I Kadek Suaryana
Pembimbing :
dr. Nyoman Ratep, SpKJ(K)
Puji syukur kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat rahmat-Nya
tinjauan pustaka ini bisa diselesaikan. Tugas ini disusun untuk memenuhi salah
satu tugas selama Stase Poli oleh residen pada Program Pendidikan Dokter
Spesialis I Psikiatri FK UNUD/RSUP Sanglah Denpasar dan juga sebagai suatu
upaya untuk terus mencari dan menambah ilmu pengetahuan yang kiranya dapat
memberi manfaat bagi penulis sendiri maupun para pembaca lainnya.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada:
1. dr. Nyoman Ratep, SpKJ(K) selaku dosen pembimbing yang dengan penuh
kesabaran, perhatian dan telah meluangkan waktu untuk memberikan masukan-
masukan dalam penulisan tinjauan pustaka ini.
2. dr. Wayan Westa, SpKJ(K) selaku Ketua Program Studi Psikiatri FK
UNUD/RSUP Sanglah.
3. dr. AA Sri Wahyuni, SpKJ selaku Kepala Bagian/SMF Psikiatri FK
UNUD/RSUP Sanglah.
4. Seluruh staf dosen pada Bagian/SMF Psikiatri FK UNUD/RSUP Sanglah
Denpasar yang juga sudah memberikan dukungan baik berupa ide, bahan
referensi, dan dorongan moril dalam penulisan tinjauan pustaka ini.
5. Rekan-rekan Residen dan semua pihak yang tidak sempat disebutkan satu
persatu atas bantuan dan dukungan dalam penyusunan tinjauan pustaka ini.
Akhir kata penulis menyadari bahwa tinjauan pustaka ini jauh dari
sempurna sehingga memerlukan bimbingan, kritik dan saran dari para senior
maupun teman-teman residen lainnya. Atas masukannya penulis mengucapkan
banyak terima kasih.
Penulis
1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
DAFTAR GAMBAR..iii
DAFTAR TABEL...iv
DAFTAR SINGKATAN.v
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
2.1 Definisi..........................................................................................................3
2.2 Epidemiologi..........................................................................................4
2.3 Komorbiditas.................................................................................................4
2.7.3 PPDGJ-III-F43.1...............................................................................23
2.8 Diagnosa
Banding..24
2.9 Penatalaksanaan.....27
2.10 Prognosis31
2
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................35
DAFTAR GAMBAR
3
DAFTAR TABEL
4
DAFTAR SINGKATAN
A : Amygdala
5
BAB I
PENDAHULUAN
cemas. Tetapi, apabila keadaan tersebut tidak hilang dan merasa terjebak dengan
mungkin orang tersebut menderita gangguan stress pasca trauma (PTSD). Hal ini
dapat tampak seperti tidak akan pernah melupakan apa yang terjadi (Brewin dkk,
yang dapat terbentuk dari sebuah peristiwa atau pengalaman yang menakutkan/
atau perasaan terancam. Laporan Jacob DaCosta's pada tahun 1871 tentang
gangguan kesehatan mental pada tahun 1980 (APA, 1980), dengan gejala
paling umum pada pria. Tetapi setiap pengalaman hidup yang luar biasa dapat
memicu PTSD, terutama jika peristiwa tersebut tidak terduga dan tidak terkendali.
1
peristiwa tersebut, termasuk pekerja darurat dan aparat penegak hukum. PTSD
berkembang secara berbeda dari orang ke orang. Sedangkan gejala PTSD paling
sering timbul dalam hitungan jam atau hari pasca peristiwa traumatis, kadang-
kadang dapat muncul setelah beberapa minggu, bulan, atau bahkan bertahun
tahun. Untuk mendiagnosis PTSD, gejala harus bertahan lebih dari 1 bulan pasca
keluarga dan pekerjaan. Pada DSMV , gangguan yang menyerupai PTSD disebut
acute stress disorder, dimana gejala yang timbul bertahan dalam kurun waktu 3
Bila gejala tersebut bertahan hingga lebih dari 4 minggu, maka dapat
maupun PTSD cukup luar biasa untuk mempengaruhi siapa saja. Stresor tersebut
gedung. Gejala dapat berupa depresi, cemas, dan gangguan kognitif (James dkk,
2014).
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
adalah suatu sindrom yang timbul setelah seseorang melihat, terlibat didalam, atau
tersebut dengan rasa takut dan tidak berdaya, sehingga mereka secara menetap
Sthal, 2013)
3
2.2 Epidemiologi
75%. Prevalensi seumur hidup perempuan 10-12% dan 5-6% pada laki-laki.
selama 12 bulan diantara orang tua di AS sekitar 3,5%. Perkiraan lebih rendah
dapat dilihat di Eropa dan sebagian besar Asia, Afrika, dan negara-negara Amerika
Latin dikelompokkan sekitar 0,5% - 1,0% (Helzer dkk, 2015; James dkk, 2014).
dewasa muda akibat pajanan situasi penginduksi. Trauma pada laki-laki biasanya
perkosaan. Cenderung terjadi pada orang yang lajang, bercerai, janda, menarik
diri secara sosial, atau tingkat sosioekonomi rendah (Robert dkk, 2009; Saigh dkk,
2013)
2.3 Komorbiditas
seperti depresif, bipolar, gangguan cemas, gangguan terkait zat lebih sering pada
pria. Pola komorbid PTSD pada anak yang lebih muda berbeda dengan dewasa,
dkk, 2013)
4
2.4 Faktor Resiko
Lingkungan Lingkungan
Status sosioekonomi Paparan subklinis pada
rendah, pendidikan hal yang mengecewakan,
rendah, paparan pada kejadian tak diinginkan
trauma utama, subklinis, gangguan
keberagaman masa kanak finansial atau hal lain
,karakteristik budaya, yang berhubungan
intelegensi rendah, dengan trauma.
ras/etnik minor, dan Dukungan sosial adalah
riwayat psikiatrik faktor protektif.
keluarga. Dukungan
sosial bersifat protektif
5
a. Adanya gangguan psikiatrik sebelum trauma baik pada individu yang
e. Mempunyai karakter yang bersifat introvert atau isolasi sosial; adanya problem
menyesuaikan diri;
baik tunggal maupun ganda dan dirasakan secara subjektif oleh individu yang
a. Stresor
Stresor dapat timbul berupa trauma peristiwa tunggal yang mendadak atau
trauma kronis atau terus menerus seperti penyiksaan fisik atau seksual. Stresor
psikososial dan biologis yang sebelumnya ada dan peristiwa sebelum dan sesudah
trauma, serta arti subjektif suatu stresor pada seseorang (Saigh dkk, 2013; Yehuda,
6
b. Faktor Psikodinamik
penghidupan kembali trauma terjadi pada pasien yang melaporkan riwayat trauma
menguasai dan mengurangi ansietas (Saigh dkk, 2013; Yehuda, 2014; Zoellner
dkk 2013)..
1. Arti subyektif dari stresor yang dialami mungkin menentukan dampak dari
afeksinya,
4. Refleksi peristiwa traumatik yang dialami mungkin akan timbul dalam bentuk
5. Beberapa sistem defensi yang sering digunakan pada individu dengan gangguan
stress pasca trauma adalah penyangkalan, splitting, projeksi, disosiasi dan rasa
bersalah,
7
6. Model relasi objek yang digunakan adalah projeksi dan introjeksi dari berbagai
c. Faktor Perilaku-Kognitif
yang menimbulkan respon takut dan pembelajaran klasik sebagai stimulus yang
mencetuskan respon takut yang bebas dari stimulus asal yang tidak dipelajari
d. Faktor Biologis
respon biologik dan psikologik seorang individu karena aktivitas dari beberapa
sistem di otak yang berkaitan dengan timbulnya perasaan takut pada seseorang.
Dalam hal ini, amigdala merupakan bagian otak yang sangat berperan besar.
8
mengancam nyawa sebagai respon tubuh untuk menghadapi peristiwa tersebut
Cemas pada PTSD dipicu tidak hanya dari stimulus external tetapi juga
dari memori seseorang. Memori traumatic yang tersimpan pada hipokampus dapat
respon takut. Ini dinamakan dengan istilah Re-experiencing yang sering tampak
9
Gambar 3. Amigdala dan avoidance ( dikutip dari Sthal, 2013)
(Avoidance) yang diatur oleh amigdala dan periaqueductus gray (PAG) yang
berhubungan secara timbal balik. Avoidance pada kasus ini adalah respon motorik
mengalami peristiwa traumatik, maka akan terjadi reaksi fight or flight reaction.
Sistem saraf parasimpatis berupa membatasi reaksi sistem saraf simpatis pada
beberapa jaringan tubuh, namun respon ini bekerja secara bebas dan tidak
berkaitan dengan respon yang diberikan oleh sistem saraf simpatis. Ketekolamin
berperan dalam menyediakan energi yang cukup dari beberapa organ vital tubuh
10
dalam bereaksi terhadap tekanan tersebut. Katekolamin yang meningkat ini
membuat individu tetap berada dalam kondisi siaga terus menerus. Sejumlah studi
kronis katekolamin.
Sistem Opioid
pada penderita PTSD. Pada veteran perang yang mengalami PTSD menunjukkan
efek analgesik reversibel dengan nalokson untuk stimulus yang berkaitan dengan
Adrenal
simpatik dan beberapa sistem tubuh yang bersifat defentif tadi yang timbul akibat
dari peristiwa traumatik yang dialami oleh individu tersebut. Dengan kata lain,
hormon kortisol berperan dalam proses terminasi dari respon tubuh dalam
menghadapi tekanan. Jika hormon kortisol gagal menghentikan proses ini, maka
aktivitas katekolamin akan tetap tinggi dan kondisi ini dikaitkan dengan terjadinya
11
Sejumlah studi menunjukkan konsentrasi kortisol bebas rendah pada
pasien yang terpajan trauma dan mengalami PTSD dibandingkan dengan pasien
terlihat selama stress dan gangguan lainnya seperti depresi. Pada studi hewan,
stres berhubungan dengan perubahan struktural hipokampus dan pada studi pada
veteran perang menunjukkan volume rata-rata yang lebih rendah pada regio
amygdala, juga menunjukkan perubahan area otak yang terkait dengan rasa takut.
Studi pada depresi menunjukkan efek serupa pada amigdala dan korteks
prefrontal.
atau kondisi yang akan mengingatkannya akan peristiwa tersebut, terlihat dengan
hilangnya emosi, serta keadaan terus terjaga yang cukup konstan. Penderita
umumnya datang dengan keluhan berupa gejala-gejala depresi, ide bunuh diri,
alkohol/zat adiktif lainnya, serta keluhan fisik yang lainnya (misalnya nyeri kolik,
12
Pemeriksaan status mental sering mengungkapkan rasa bersalah,
penolakan, dan cemooh. Pasien juga dapat menggambarkan keadaan disosiatif dan
serangan panik, serta ilusi dan halusinasi. Uji kognitif menunjukkan hendaya
kehidupan seseorang,
tersebut, misalnya apakah ia juga menyelamatkan orang lain pada saat kejadian
kejiwaan. Sampai saat ini, DSM telah mengalami lima kali revisi sejak pertama
kali dipublikasikan pada tahun 1952. Edisi terakhir DSM sebelum DSM-V adalah
DSM-IVyang dipublikasikan pada tahun 1994 dan mengalami revisi teks pada
tahun 2000 yang disebut DSM-IV TR. (Sy Saeed. 2012: 1). DSM-V sendiri telah
dipublikasikan baru-baru ini, tepatnya pada bulan May 2013. Revisi terakhir DSM
ini bukan tanpa kontroversi. DSM-V justru sedang ramai diperbincangkan pada
13
saat ini dalam dunia psikologi, beberapa kritik tentang DSM-V pun bermunculan
untuk beberapa jenis disorder. Salah satu disorder yang mengalami perubahan
tersebut dapat dilihat pada tabel berikut (Dean dkk, 2013; Hackmann dkk, 2010):
14
terhadap perkembangan
anak-anak yang sangat
muda.
Simtom-simtom PTSD
untuk anak-anak
Simtom A: 1) Kriteria
PTSD yang biasanya
digunakan untuk orang
dewasa hanya digunakan
untuk anak-anak yang
berusia lebih dari 6 tahun,
2) PTSD dipicu oleh
kejadian-kejadian
traumatis seperti terancam
kematian, cedera serius,
dan mengalami kekerasan
seksual, tidak termasuk
menyaksikan melalui
media elektronik, dan 3).
trauma bisa dipicu oleh
pengasuhan
Simtom B: 1) mengingat
kejadian yang
mengganggu secara
berulang-ulang, 2)mimpi
buruk, 3) flashbacks, 4)
distress, 5) ditandai oleh
adanya reaksi-reaksi
psikologis apabila teringat
kejadian traumatis
Simtom C: 1)
menghindari stimulus-
stimulus secara
berkepanjangan, dan 2)
adanya perubahan-
perubahan kognisi yang
negatif termasuk emosi
negatif dan adanya
perilaku menarik diri.
Simtom D: perubahan
gairah (semangat) yang
ditandai oleh 2 dari gejala
gejala berikut: 1) mudah
marah, 2) Hypervigilance,
3) mudah kaget, 4)
masalah konsentrasi dan
15
5) masalah tidur
3 Kluster Simptom Terdiri dari 3 cluster Terdiri dari 4 cluster
simtom sebagai simtom sebagai indikator
indikator bagi PTSD bagi PTSD yaitu intrusion
yaitu re-experincing, symptoms (sebelumnya
avoiding, dan arousal disebut re-experincing),
avoidance symptoms
(kriteria C), negative
alterations in mood and
cognition (kriteria D), dan
alterations in arousal and
reactivity (sebelumnya
disebut arousal)
4 Spesifikasi Dalam DSM-IV-TR, Kedua spesifikasi akut dan
spesifikasi diagnosis kronis telah dihapus dari
PTSD terbagi 2 yaitu DSM V. Diagnosis
akut dan kronis (acute diberikan jika gejala
and chronic). PTSD terakhir setidaknya satu
disebut akut apabila bulan dan tidak ada
gejala berlangsung diferensiasi antara PTSD
antara satu dan tiga akut dan kronis
bulan. Sementara itu,
apabila gejala yang
berlangsung lebih dari
tiga bulan maka disebut
sebagai PTSD kronis.
(Tabel dikutip dari Dean dkk, 2013)
2.7.2. PTSD Menurut DSM-V 309.81 (F43.10) (Dean dkk, 2013; Rachel dkk,
Note: Kriteria ini digunakan untuk dewasa, remaja, dan anak di atas 6 tahun.
16
3. Menghadapi kejadian traumatis yang terjadi pada keluarga dekat atau teman
dekat. Pada kasus ancaman atau kejadian kematian pada keluarga atau
B. Adanya satu (atau lebih) gejala intrusi yang berhubungan dengan kejadian
1. Kejadian traumatis yang berulang, tidak disadari, dan menjadi ingatan yang
mengganggu.
Note: Pada anak di atas 6 tahun, mungkin ada mimpi buruk tanpa mengenali
isi mimpinya.
Note: Pada anak, mungkin ada mimpi buruk tanpa mengenali isi mimpinya
Note: Pada anak, peragaan trauma spesifik dapat terjadi dalam permainan.
berhadapan dengan hal atau simbol yang berkaitan dengan aspek peristiwa
17
5. Reaksi fisiologis yang berhadapan dengan hal atau simbol yang berkaitan
peristiwa traumatik yang dialami dan disertai dengan satu atau kedua gejala di
bawah ini:
D. Perubahan negatif ada kognitif, dan mood yang berhubungan dengan kejadian
seseorang, orang lain, atau dunia (contoh: Saya buruk,Tidak ada orang
18
3. Gangguan kesadaran menetap tentang penyebab atau hasil dari kejadian
lain.
traumatis terjadi, yang ditandai dengan dua (atau lebih) gejala di bawah ini:
5. Kesulitan berkonsentrasi.
6. Gangguan tidur.
F. Durasi dari gangguan (Kriteria B, C, D, dan E) terjadi lebih dari satu bulan.
19
H. Gangguan tidak disebabkan oleh efek fisiologis dari zat (obat-obatan, alkohol)
Tentukan jika
Dengan gejala disosiatif: gejala individu memenuhi kriteria PTSD dan sebagai
respon terhadap stresor, individu juga mengalami gejala menetap atau berulang
Note: Untuk menggunakan subtipe ini, gejala disosiatif harus tidak merupakan
A. Pada anak 6 tahun, paparan terhadap ancaman atau kejadian kematian, cedera
serius, atau kekerasan seksual, dari satu (atau lebih) kriteria di bawah ini:
perawatnya.
B. Adanya satu (atau lebih) gejala intrusi yang berhubungan dengan kejadian
20
1. Kejadian traumatis yang berulang, tidak disadari, dan menjadi ingatan yang
mengganggu.
berhadapan dengan hal atau simbol yang berkaitan dengan aspek peristiwa
5. Reaksi fisiologis yang berhadapan dengan hal atau simbol yang berkaitan
C. Satu (atau lebih) gejala di bawah ini, baik penghindaran menetap yang
kognitif dan mood berhubungan dengan kejadian traumatis harus ada, dimulai
21
menghidupkan ingatan, pikiran, atau perasaan tentang atau mendekati
traumatis terjadi, yang ditandai dengan dua (atau lebih) gejala di bawah ini:
4. Kesulitan berkonsentrasi
5. Gangguan tidur
G. Gangguan tidak disebabkan oleh efek fisiologis dari zat (obat- obatan, alkohol)
22
Tentukan jika:
sebagai respon terhadap stresor, individu juga mengalami gejala menetap atau
Note: Untuk menggunakan subtipe ini, gejala disosiatif harus tidak merupakan
Tentukan jika:
waktu 6 bulan setelah kejadian traumatik berat (masa laten yang berkisar antara
saat kejadian dan awitan gangguan melebihi waktu 6 bulan, asal saja manifestasi
klinisnya adalah khas dan tidak didapat alternatif ketegori lainnya ( Yehuda, 2014)
(flashback)
23
Gangguan otonomik, gangguan afek dan kelainan tingkah laku semuanya
Suatu sequelae menahun yang terjadi lambat setelah stress yang luar
biasa, misalnya saja beberapa puluh tahun setelah trauma diklasifikasikan dalam
Kunci dari diagnosis PTSD yang tepat adalah pemeriksaan yang teliti dari
sering menunjukkan reaksi kompleks terhadap trauma, sehingga klinisi harus hati-
hati dalam menentukan PTSD dengan sindrom lain (Yehuda, 2014; Matthew dkk,
2011):
a. Gangguan Penyesuaian
digunakan ketika respon dari penyebab stress sesuai dengan kriteria A PTSD
namun tidak sesuai dengan kriteria PTSD lainnya (atau kriteria gangguan mental
lainnya). Gangguan penyesuaian juga dapat didiagnosis ketika pola gejala PTSD
yang terjadi dalam menghadapi penyebab stress tidak sesuai dengan kriteria A
PTSD.
Tidak semua psikopatologi yang terjadi pada suatu individu yang terkena
24
memerlukan paparan terhadap trauma yang mendahului onset atau eksaserbasi
dari gejala yang bersangkutan. Selain itu, jika pola respon gejala terhadap
penyebab stress yang ekstrim sesuai dengan kriteria gangguan mental lainnya,
diagnosis ini harus diberikan, atau sebagai tambahan pada PTSD. Diagnosis dan
keadaan lain tidak termasuk jika keadaan itu lebih baik disebut PTSD. Jika parah,
pola respon gejala terhadap penyebab stress yang ekstrim mungkin memerlukan
diagnosis terpisah.
Gangguan stress akut dapat dibedakan dari PTSD karena pola gejala pada
gangguan stress akut terbatas pada durasi 3 hari sampai 1 bulan mengikuti suatu
Pada OCD, terdapat suatu pikiran mengganggu yang berulang, dan sesuai
dengan definisi dari obsesi. Sebagai tambahan, pikiran mengganggu itu tidak
sedangkan gejala PTSD atau gangguan stress akut tidak ditemukan. Bukan
penghindaran, gelisah, dan kecemasan dari gangguan cemas yang terkait dengan
jelas terkait seperti berada jauh dari rumah atau keluarga daripada terhadap suatu
25
Gangguan depresi mayor dapat atau tidak dapat didahului dengan suatu
kejadian traumatis dan dapat didiagnosis bila gejala PTSD lainnnya tidak
ditemukan. Secara spesifik, gangguan depresi mayor tidak sesuai dengan gejala
Kriteria B dan C dari PTSD. Juga tidak mencakup sejumlah gejala dari Kriteria D
f. Gangguan Kepribadian
kepribadian.
g. Gangguan Disosiatif
traumatik atau dapat/tidak dapat terjadi bersamaan dengan gejala PTSD. Ketika
seluruh kriteria PTSD ditemui, dapat juga dipertimbangan subtipe PTSD dengan
gejala disosiatif.
i. Gangguan Psikotik
Kilas balik PTSD harus dibedakan dengan ilusi, halusinasi, dan gangguan
persepsi yang terjadi pada skizofrenia, gangguan psikotik singkat, dan gangguan
26
psikotik lainnya; gangguan depresif dan bipolar dengan gejala psikotik; delirium;
Kecelakaan traumatis, ledakan bom, trauma akselerasi dan deselerasi), gejala dari
PTSD mungkin timbul. Suatu kejadian yang menyebabkan trauma kepala dapat
(misalnya: sakit kepala, pusing, sensitif terhadap cahaya dan suara, gelisah, dan
kurang konsentrasi) dapat terjadi pada cedera otak dan pada populasi yang bukan
cedera otak, termasuk pada individu dengan PTSD. Karena gejala dari PTSD dan
TBI (Traumatic Brain Injury) yang terkait gejala neurokognitif dapat saling
gejala yang dibedakan dari setiap presentasi. Sebaliknya mengulang kembali dan
menghindar adalah karakteristik dari PTSD dan bukan merupakan efek dari TBI,
2.9 Penatalaksanaan
27
mempertimbangkan beberapa aspek dibawah ini (Hackmann dkk, 2010; Nenad &
Lars, 2010):
a. Farmakoterapi
tingkat tolerir, dan juga tingkat keamanan obat itu. SSRI mengurangi semua gejala
PTSD dan sangat efektif dalam memperbaiki gejala khas PTSD, tidak hanya
gejala yang mirip depresi atau gangguan ansietas lainnya. Dosis SSRI yang sering
juga bisa dipakai. Kemampuan dari obat golongan trisiklik, yaitu Imipramine
(Tolfanil) dan juga Amitriptyline (Elavil) juga didukung oleh beberapa percobaan
penelitian yang serius seperti percobaan yang terlalu singkat. Dosis Imipramine
dan Amytriptilin yang yang biasa digunakan adalah Amiltriplin 50-300mg/hr dan
28
minggu, pasien yang merespon pengobatan dengan baik harus melanjutkan terapi
lain yang mungkin bermanfaat pada PTSD adalah Monoamine Oxidase Inhibitors
Tidak ada data positif yang mendukung penggunaan obat anti psikotik (misalnya:
jangka pendek pada agresif yang parah dan juga agitasi (Hackmann dkk, 2010;
b. Psikoterapi
peristiwa traumatik dengan cara abreaksi dan catharsis mungkin bisa menjadi
salah satu terapi, tetapi psikoterapi itu sendiri harus tergantung dengan tiap
individual itu sendiri karena pada beberapa orang mengulang kembali kejadian
pendekatan secara kognitif dan juga menyediakan dukungan dan juga perasaan
29
kemungkinan PTSD menjadi kronik. Perasaan seperti perasaan curiga, paranoid,
meyakinkan mereka untuk bersantai, dan juga menjauhkan mereka dari sumber
stress. Pasien harus disarankan untuk tidur dan minum obat-obatan jika perlu.
dari keluarga dan teman. Pasien harus diyakinkan untuk mengingat kembali dan
dialami dan melakukan rencana untuk pemulihan di kemudian hari (Nenad &
Lars, 2010)
Ketika PTSD telah timbul, pendekatan dapat dilakukan dengan 2 cara, yang
atau pajanan in vivo. Pajanan dapat diberikan secara intens, sebagai terapi
stress, seperti dengan cara teknik relaksasi, dan pendekatan kognitif untuk
stress efektif lebih cepat daripada pendekatan dengan teknik pajanan, tetapi hasil
30
terapi dengan teknik pajanan bisa bertahan lebih lama. Psikoterapi lain yang
relatif baru dan kontroversial adalah dengan eye movement desensitization and
reprocessing (EMDR), yaitu dengan cara pasien fokus pada gerakan lateral jari
peristiwa traumatis saat dalam keadaan relaksasi dalam. Penggagas dari terapi ini
mengatakan bahwa terapi ini lebih efektif daripada terapi PTSD lainnya, dan
terapi ini lebih disukai baik klinisi maupun pasien yang telah mencoba terapi ini.
Selain terapi individual, terapi kelompok atau terapi keluarga juga dilaporkan
sebelumnya dan juga dukungan dari sesama anggota kelompok. Terapi keluarga
memberat. Rawat inap dibutuhkan ketika gejala yang timbul sangat berat atau
beresiko untuk bunuh diri ataupun kemungkinan kekerasan lainnya (Nenad &
Lars, 2010).
2.10 Prognosis
Gejala PTSD biasa muncul setelah kejadian traumatis, bisa tertunda mulai
dari 1 minggu atau hingga 30 tahun, dengan fluktuasi dari waktu ke waktu dan
menjadi paling intens pada periode stress. Jika tidak diobati, sekitar 30% pasien
akan menjadi pulih kembali, 40% berlanjut memiliki gejala ringan, 20% berlanjut
dengan gejala sedang, dan 10% tidak akan mengalami perubahan gejala atau
bahkan bertambah buruk. Setelah 1 tahun, sekitar 50% dari pasien akan menjadi
31
pulih. Prognosis yang baik dapat terlihat pada onset gejala yang cepat, kurang
dari 6 bulan, fungsi premorbid yang baik, dukungan sosial yang kuat, dan tidak
adanya gangguan psikiatri, medis, atau gangguan terkait zat lain atau faktor resiko
lainnya.Orang yang sangat muda dan sangat tua biasanya lebih mengalami
(Yehuda, 2014).
BAB III
RINGKASAN
32
Gangguan stress pascatrauma (posttraumatic stress disorderPTSD) adalah
suatu sindrom yang timbul setelah seseorang melihat, terlibat didalam, atau
tersebut dengan rasa takut dan tidak berdaya, sehingga mereka secara menetap
hal itu. Insiden menderita PTSD sepanjang hidup diperkirakan sekitar 9-15% dan
prevalensi seumur hidupnya sekitar 8% populasi umum. PTSD dapat terjadi pada
usia berapapun dengan prevalensi tersering dewasa muda akibat pajanan situasi
kognitif dan faktor biologis. Penderita umumnya datang dengan keluhan berupa
gejala-gejala depresi, ide bunuh diri, penarikan diri dari lingkungan sosialnya,
atau PPDGJ III. Pendekatan paling penting pada pasien trauma adalah dengan
hipnotik juga dapat membantu. Lini pertama terapi PTSD adalah Selective
(Paxil). Jika tidak diobati, sekitar 30% pasien akan menjadi pulih kembali, 40%
berlanjut memiliki gejala ringan, 20% berlanjut dengan gejala sedang, dan 10%
33
tidak akan mengalami perubahan gejala atau bahkan bertambah buruk. Setelah 1
34
DAFTAR PUSTAKA
35
James, C., Ballenger, Jonathan, R.T., Davidson, Y., Lecrubier, Y., David,
J., Nutt, Randall, D., Marshall, Charles, B., Nemeroff, Arieh, Y., Shalev, Yehuda,
R. 2014. Consensus Statement Update on Posttraumatic Stress Disorder From the
International Consensus Group on Depression and Anxiety. The Journal of
Clinical Psychiatry, 65: 5562.
Matthew, J.F., Patricia, A.R., Richard, A.B., Chris, R.B. 2011.
Considering PTSD for DSM-5. The official journal of ADAA, 28(9):
750-769. Retrived Maret 14, 2015, Available from
http://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1002/da.20767/abstract;jsess
ionid=09B893668664EEBDA0BD38CA9693578C.f02t02?
systemMessage=Subscribe+and+renew+is+currently+unavailab
le+online.
+Please+contact+customer+care+to+place+an+order%3A+
+http%3A%2F%2Folabout.wiley.com%2FWileyCDA%2FSection
%2Fid-397203.html+
+.Apologies+for+the+inconvenience.&userIsAuthenticated=fals
e&deniedAccessCustomisedMessage=
Nenad, P., Lars, G. 2010. Cognitive-behavior therapy vs
exposure therapy in the treatment of PTSD in refugees.
Behaviour research and therapy, 39(10): 1183-1197. Retrived
Maret 21, 2015, Available from
http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S000579670000
0930
Rachel, Y. And Linda, M.B. 2009. The relevance of epigenetics to PTSD:
Implications for the DSM-V. Journal of Traumatic Stress, 22(5): 427-434.
Retrived Maret 20, 2015, Available from
http://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1002/jts.20448/abstract?
systemMessage=Subscribe+and+renew+is+currently+unavailable+online.
+Please+contact+customer+care+to+place+an+order%3A++http%3A%2F
%2Folabout.wiley.com%2FWileyCDA%2FSection%2Fid-397203.html+
+.Apologies+for+the+inconvenience.
Robert, L., Spitzer, Michael, B.F., Jerome, C.W. 2013. Saving
PTSD from itself in DSM-V. Journal of Anxiety Disorders, 21(2):
233-241. Retrived Maret 12, 2015, Available from
http://linkinghub.elsevier.com/retrieve/pii/S0887618506001381?
via=sd&cc=y
Robert, S.P., Alan, M.S., Christopher, M.L., Ernestine, C.B., Sarah, A.O.,
John, A.F. 2009. DSM-V PTSD diagnostic criteria for children and
adolescents: A developmental perspective and
recommendations. Journal of Traumatic Stress, 22(5): 391-398.
Saigh, Philip, A., Bremner, J., Douglas. 2013. The history of
posttraumatic stress disorder. American psychological association, 15: 434.
Retrived Maret 12, 2015, Available from http://psycnet.apa.org/psycinfo/2013-
06874-001
36
Stahl, Stephen M. 2013. Stahls Essential Psychopharmacology
Neuroscientific. Basis and Practical Application Fourth Edition. New York.
Cambrige Medicine Press.
Yehuda, R. 2014. Post-Traumatic Stress Disorder. The new
england journal of medicine, 346:108-114. Retrived Maret, 16,
2015, Available from
http://www.nejm.org/doi/full/10.1056/NEJMra012941
Zoellner, L.A., Michele, A., Bedard, G., Janie, J.J.,
Libby, H.M., Natalia, M.G. 2013. The Evolving Construct of
Posttraumatic Stress Disorder (PTSD): DSM-5 Criteria Changes
and Legal Implications. Psychological injury and law, 6(4): 277-
289. Retrived Maret 12, 2015, Available from
http://link.springer.com/article/10.1007/s12207-013-9175-6
37