Anda di halaman 1dari 16

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH II

LAPORAN PENDAHULUAN

FRAKTUR

KELOMPOK J17

DWI NOVIYANI

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS ANDALAS
LAPORAN PENDAHULUAN
FRAKTUR

Defenisi Fraktur
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang
dan atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa
(Syamsuhidayat. 2004: 840). Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang
dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya. (Brunner & Suddarth. 2001 : 2357).
Fraktur adalah terputusnya hubungan atau kontinuitas tulang karena
stress pada tulang yang berlebihan (Luckmann and Sorensens, 1993 : 1915).
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik
kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang itu sendiri, dan
jaringan lunak disekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi
itu lengkap atau tidak lengkap. (Price and Wilson, 1995 : 1183).
Fraktur adalah kerusakan kontunuitas tulang,tulang rawan epefisis atau
tulang rawan sendi yang biasanya dengan melibatkan kerusakan vaskular dan
jaringan sekitarnya yang ditandai dengan nyeri, pembengkakkan (Syamsul
Hidayat, 1997).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya
disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer et al, 2000). Fraktur adalah terputusnya
kontinuitas jaringan tulang, tulang epifisis atau tulang rawan yang disebabkan
oleh trauma baik langsung ataupun tidak langsung (Arif Mansjoer, 2000 :
346).

Klasifikasi Fraktur
Fraktur dapat dibagi menjadi :
a) Fraktur tertutup (nosed), bila tidak terdapat
hubugan antara fragmen tulang dengan dunia luar atau tulang yang patah
tidak tampak dari luar. Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang
berdasarkan keadaan jaringan lunak sekitar trauma, yaitu:
i. Tingkat 0: fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa cedera jaringan
lunak sekitarnya.
ii. Tingkat 1: fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan
jaringan subkutan.
iii. Tingkat 2: fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak
bagian dalam dan pembengkakan.
iv. Tingkat 3: cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata
ddan ancaman sindroma kompartement.
b) Fraktur terbuka (open/compound), bila terdapat hubungan antara pragmen
tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan di kulit.
Fraktur yang terjadi dapat dibedakan berdasarkan klasifikasi fraktur adalah :
Berdasarkan komplit atau tidak komplit
1). Fraktur komplit yaitu garis patah melalui seluruh penampang tulang akan
melalui kedua korteks tulang.
2) Fraktur yang tidak komplit yaitu garis patah yang
tidak melalaui seluruh penampang tulang.

Berdasarkan jumlah garis tengah :


Cemmited fraktur, bila garis patah dari satu dan terdapat hubungan.
2. Segmental fraktur, bila garis patah lebih dari satu tidak saling
berhubungan tetapi patah terjadi pada tulang yang sama.
3. Multiple fraktur, bila garis patah lebih dari satu tetapi tulang yang
berlainan

Berdasrkan pergeseran fragmen tulang:


1. Fraktur Undisplaced (tidak bergeser)
2. Fraktur Displaced (bergeser)
3. Dislokasi ad longitudinam cum contractionum (pergeseran searah sumbu
dan overlapping).
4. Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut).
5. Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling menjauh)
Menurut Smeltzer (2001:257) fraktur juga digolongkan sesuai pergeseran
anatomis fragmen tulang, fraktur bergeser/tidak bergeser. Jenis ukuran fraktur
adalah:
1. Greenstick :fraktur di mana salah satu sisi tulang patah sedang sisi
lainnya membengkok.
2. Transversal :fraktur sepanjang garis tengah tulang.
3. Oblique :fraktur yang membentuk sudut dengan garis tengah
tulang (lebih tidak stabil dibanding batang tulang).
4. Spiral :fraktur memuntir seputar batang tulang.
5. Communitive :fraktur dengan tulang pecah menjadi beberapa fragmen.
6. Depresi :fraktur dengan tulang patahan terdorong ke dalam (sering
terjadi pada tulang tengkorak dan tulang wajah).
7. Kompresi :fraktur di mana tulang mengalami kompresi (terjadi pada
tulang belakang).
8. Patologik :fraktur yang terjadi pada bawah tulang berpenyakit (kista
tulang, penyakit paget, metastasis tumor tulang).
9. Avulasi :tertariknya fragmen tulang dan ligamen atau tendon pada
perlekatannya.
10. Impaksi :fraktur di mana fragmen tulang lainnya rusak.

Etiologi Fraktur
a. Trauma atau ruda paksa
1). Trauma langsung yaitu trauma yang langsung menyebabkan fraktur
pada daerah yang terluka.
2). Trauma tidak langsung yaitu daya trauma yang dilangsungkan oleh
sumbu tulang dan terjadi patah, jatuh dari tempat trauma sedangkan
fraktur ditempat lain. Kekuatan dapat berupa:
a. Pemuntiran, menyebabkan fraktur spinal.
b. Penekukan, menyebabkan fraktur melintang.
c. Penekukan dan penekanan menyebabkan fraktur yang sebagian
melintang tetapi disertai fragmen kupu-kupu berbentuk segitiga
terpisah.
b. Patologis
Tulang tersebut sudah memiliki kelainan sehingga trauma hanya
merupakan faktor predisposisi seperti osteoporosjs, penyakit kanker tulang
dan tumor tulang.
c. Akibat stress dan penekanan
Terjadi bila ligamentum dan tendon mengalami putus dari tulang atau
hubungan otot tidak mampu menyarap energi seperti biasa.
Fraktur disebabkan oleh pukulan langsung atau pelintiran.
Penyebab fraktur yang lain :
a. Trauma
b. Gerakan plintir mendadak
c. Kontraksi otot ekstem
Sebagian besar patah tulang merupakan akibat dari cedera, seperti
kecelakan mobil, olah raga atau karena jatuh. Patah tulang terjadi jika tenaga
yang melawan tulang lebih besar daripada kekuatan tulang.
Jenis dan beratnya patah tulang dipengaruhi oleh:
1. Arah, kecepatan dan kekuatan dari tenaga yang melawan tulang
2. Usia penderita
3. Kelenturan tulang
4. Jenis tulang.
Dengan tenaga yang sangat ringan, tulang yang rapuh karena
osteoporosis atau tumor bisa mengalami patah tulang.

Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi, deformitas,
pemendekan ekstremitas, krepitus, pembengkakan lokasi, dan perubahan
warna.
1. Nyeri terus-menerus dan bertambah berat sampai fragmen tulang
diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai
alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen
tulang.
2. Fungsiolaesa, setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tak dapat digunakan
dan cenderung bergerak tak alamiah (gerakan luar biasa)
3. Pergeseran fragmen pada fraktur lengan atau tungkai menyebabkan
deformitas ekstremitas yang bisa diketahui dengan membandingkannya
dengan ekstremitas normal.
4. Pada fraktur tulang panjang, terjadi pemendekan tulang akibat kontraksi
otot yang melekat di atas dan di bawah fraktur. Fragmen saling melingkupi
satu sama lain sekitar 2,5 sampai 5 cm.
5. Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang
(krepitus), akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya (uji krepitus
dapat menyebabkan kerusakan jaringan lunak yang lebih berat)
6. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi akibat trauma
dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini baru bisa terjadi setelah
beberapa jam atau hari setelah cedera.

Patofisiologi
Fraktur dibagi menjadi fraktur terbuka dan fraktur tertutup.
Tertutup bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia
luar. Sedangkan fraktur terbuka bila terdapat hubungan antara fragmen tulang
dengan dunia luar oleh karena perlukaan di kulit (Smelter dan Bare, 14 2002).
Sewaktu tulang patah perdarahan biasanya terjadi di sekitar tempat
patah ke dalam jaringan lunak sekitar tulang tersebut, jaringan lunak juga
biasanya mengalami kerusakan. Reaksi perdarahan biasanya timbul hebat
setelah fraktur. Sel- sel darah putih dan sel anast berakumulasi menyebabkan
peningkatan aliran darah ketempat tersebut aktivitas osteoblast terangsang
dan terbentuk tulang baru umatur yang disebut callus. Bekuan fibrin
direabsorbsidan sel- sel tulang baru mengalami remodeling untuk membentuk
tulang sejati. Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan serabut syaraf yang
berkaitan dengan pembengkakan yang tidak di tangani dapat menurunkan
asupan darah ke ekstrimitas dan mengakibatkan kerusakan syaraf perifer. Bila
tidak terkontrol pembengkakan akan mengakibatkan peningkatan tekanan
jaringan, oklusi darah total dan berakibat anoreksia mengakibatkan rusaknya
serabut syaraf maupun jaringan otot. Komplikasi ini di namakan sindrom
compartment (Brunner dan Suddarth, 2002 ).
Trauma pada tulang dapat menyebabkan keterbatasan gerak dan
ketidak seimbangan, fraktur terjadi dapat berupa fraktur terbuka dan fraktur
tertutup. Fraktur tertutup tidak disertai kerusakan jaringan lunak seperti
tendon, otot, ligament dan pembuluh darah ( Smeltzer dan Bare, 2001).
Pasien yang harus imobilisasi setelah patah tulang akan menderita komplikasi
antara lain : nyeri, iritasi kulit karena penekanan, hilangnya kekuatan otot.
Kurang perawatan diri dapat terjadi bila sebagian tubuh di imobilisasi,
mengakibatkan berkurangnyan kemampuan prawatan diri (Carpenito, 2007).
Reduksi terbuka dan fiksasi interna (ORIF) fragmen- fragmen tulang di
pertahankan dengan pen, sekrup, plat, paku. Namun pembedahan
meningkatkan kemungkinan terjadinya infeksi. Pembedahan itu sendiri
merupakan trauma pada jaringan lunak dan struktur yang seluruhnya tidak
mengalami cedera mungkin akan terpotong atau mengalami kerusakan selama
tindakan operasi (Price dan Wilson, 2006).

Komplikasi
Komplikasi fraktur menurut Smeltzer dan Bare (2001) dan Price (2005)
antara lain:
1. Komplikasi awal fraktur antara lain: syok, sindrom emboli lemak, sindrom
kompartement, kerusakan arteri, infeksi, avaskuler nekrosis.
a. Syok
Syok hipovolemik atau traumatic, akibat perdarahan (banyak kehilangan
darah eksternal maupun yang tidak kelihatan yang bias menyebabkan
penurunan oksigenasi) dan kehilangan cairan ekstra sel ke jaringan yang
rusak, dapat terjadi pada fraktur ekstrimitas, thoraks, pelvis dan vertebra.
b. Sindrom emboli lemak
Pada saat terjadi fraktur globula lemak dapat masuk kedalam pembuluh
darah karena tekanan sumsum tulang lebih tinggi dari tekanan kapiler atau
karena katekolamin yang di lepaskan oleh reaksi stress pasien akan
memobilisasi asam lemak dan memudahkan terjasinya globula lemak pada
aliran darah.
c. Sindroma Kompartement
Merupakan masalah yang terjadi saat perfusi jaringan dalam otot kurang dari
yang dibutuhkan untuk kehidupan jaringan. Ini bisa disebabkan karena
penurunan ukuran kompartement otot karena fasia yang membungkus otot
terlalu ketat, penggunaan gibs atau balutan yang menjerat ataupun
peningkatan isi kompatement otot karena edema atau perdarahan
sehubungan dengan berbagai masalah (misalnya : iskemi,dan cidera
remuk).
d. Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bias ditandai denagan tidak ada nadi, CRT
menurun, syanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan dingin pada
ekstrimitas yang disbabkan oleh tindakan emergensi splinting, perubahan
posisi pada yang sakit, tindakan reduksi, dan pembedahan.
e. Infeksi
Sistem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada trauma
orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam. Ini
biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bias juga karena
penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat.
f. Avaskuler nekrosis
Avaskuler nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau
terganggu yang bias menyebabkan nekrosis tulang dan di awali dengan
adanya Volkmans Ischemia (Smeltzer dan Bare, 2001).
2. Komplikasi dalam waktu lama atau lanjut fraktur antara lain: mal union,
delayed union, dan non union.
a. Malunion
Malunion dalam suatu keadaan dimana tulang yang patah telah sembuh
dalam posisi yang tidak seharusnya. Malunion merupaka penyembuhan
tulang ditandai dengan meningkatnya tingkat kekuatan dan perubahan
bentuk (deformitas). Malunion dilakukan dengan pembedahan dan
reimobilisasi yang baik.
b. Delayed Union
Delayed union adalah proses penyembuhan yang terus berjalan dengan
kecepatan yang lebih lambat dari keadaan normal. Delayed union
merupakankegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu yang
dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini disebabkan karena penurunan
suplai darah ke tulang.
c. Nonunion
Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi dan memproduksi
sambungan yang lengkap, kuat, dan stabil setelah 6-9 bulan. Nonunion di
tandai dengan adanya pergerakan yang berlebih pada sisi fraktur yang
membentuk sendi palsu atau pseuardoarthrosis. Ini juga disebabkan karena
aliran darah yang kurang (Price dan Wilson, 2006).

Pemeriksaan Diagnostik
Foto rontgen
Menentukan lokasi/luasnya fraktur/trauma.
Skan tulang, tomogram, skan CT/MRI : memperlihatkan fraktur;juga dapat
digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
Arteriogram
Dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai.
Hitung darah lengkap
Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau menurun (perdarahan
bermakna pada sisi fraktur atau organjauh pada trauma multipel).
Peningkatan jumlah SDP adalah respons stress normal setelah trauma.
Kreatinin
Trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal.
Profil koagulasi
Perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfusi multipel, atau
cedera hati. (Doengoes, 2000)

Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan konservatif.
Merupakan penatalaksanaan non pembedahan agar immobilisasi pada
patah tulang dapat terpenuhi.
2.8.1 Proteksi (tanpa reduksi atau immobilisasi). Proteksi fraktur terutama
untuk mencegah trauma lebih lanjut dengan cara memberikan sling
(mitela) pada anggota gerak atas atau tongkat pada anggota gerak
bawah.
2.8.2 Imobilisasi degan bidai eksterna (tanpa reduksi). Biasanya
menggunakan plaster of paris (gips) atau dengan bermacam-macam
bidai dari plastic atau metal. Metode ini digunakan pada fraktur yang
perlu dipertahankan posisinya dalam proses penyembuhan.
2.8.3 Reduksi tertutup dengan manipulasi dan imobilisasi eksterna yang
menggunakan gips. Reduksi tertutup yang diartikan manipulasi
dilakukan dengan pembiusan umum dan local. Reposisi yang dilakukan
melawan kekuatan terjadinya fraktur.penggunaan gips untuk imobilisasi
merupakan alat utama pada teknik ini.
2.8.4 Reduksi tertutup dengan traksi kontinu dan counter traksi. Tindakan ini
mempunyai dua tujuan utama, yaitu berupa reduksi yang bertahap dan
imobilisasi.

2. Penatalaksanaan pembedahan.
a. Reduksi tertutup dengan fiksasi eksternal atau fiksasi perkutan dengan
K-Wire (kawat kirschner), misalnya pada fraktur jari.
b. Reduksi terbuka dengan fiksasi internal (ORIF: Open Reduction
internal Fixation) Merupakan tindakan pembedahan dengan
melakukan insisi pada derah fraktur, kemudian melakukan implant pins,
screw, wires, rods, plates dan protesa pada tulang yang patah.

ASUHAN KEPERAWATAN

Pengkajian
1) Anamnesa
a) Identitas Klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang
dipakai, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan
darah, no. register, tanggal MRS, diagnosa medis.
b) Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri.
Nyeri tersebut bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan.
Untuk memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien
digunakan:
(1) Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi yang
menjadi faktor presipitasi nyeri.
(2) Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau
digambarkan klien. Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau
menusuk.
(3) Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa
sakit menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi.
(4) Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan
klien, bisa berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan
seberapa jauh rasa sakit mempengaruhi kemampuan fungsinya.
(5) Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah
buruk pada malam hari atau siang hari.
c) Riwayat Penyakit Sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari
fraktur, yang nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan
terhadap klien. Ini bisa berupa kronologi terjadinya penyakit tersebut
sehingga nantinya bisa ditentukan kekuatan yang terjadi dan bagian
tubuh mana yang terkena. Selain itu, dengan mengetahui mekanisme
terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan yang lain
(Ignatavicius, Donna D, 1995).
d) Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan
memberi petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung.
Penyakit-penyakit tertentu seperti kanker tulang dan penyakit pagets
yangmenyebabkan fraktur patologis yang sering sulit untuk
menyambung. Selain itu, penyakit diabetes dengan luka di kaki sanagt
beresiko terjadinya osteomyelitis akut maupun kronik dan juga diabetes
menghambat prosespenyembuhan tulang
e) Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang
merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti
diabetes, osteoporosis yang sering terjadi pada beberapa keturunan, dan
kanker
tulang yang cenderung diturunkan secara genetik (Ignatavicius, Donna
D, 1995).
f) Riwayat Psikososial
Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan
peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau
pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya baik dalam keluarga
ataupun dalam masyarakat (Ignatavicius, Donna D, 1995).

2). Pola fungsional gordon


1. Persepsi dan penanganan kesehatan
Pasien masuk dengan keluhan nyeri dan sulit menggerakkan bagian
yang cidera.
2. Nutrisi dan metabolisme
Kaji pola nutrisi dan metabolisme, apakah ada perubahan.

3. Eliminasi
Untuk pola eliminasi, kaji pada saat miksi dan defekasi
dikarenakan pasien ada kesulitan dalam bergerak yang meliputi
karekteristik, kepekatan, warna , jumlah dan bau .
4. Aktivitas dan latihan
Karena timbulnya nyeri dan keterbatasan gerak, maka semua
bentuk kegiatan klien menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu
banyak dibantu oleh orang lain terutama pada aktivitas sehari kilen di
bantu oleh keluarga klien. Serta klien dilarang beraktivitas yang berat
dikarenakan beresiko terjadi fraktur yang lebih berat lagi.
5. Tidur dan istirahat
Kien mengaku adanya kesulitan dalam tidur dikarenakan nyeri dan
keterbatasan gerak. Lama tidur klien perhari.
6. Pola hubungan dan peran
Kaji pola hubungan dan peran klien dalam keluarga.
7. Persepsi dan konsep diri
Kaji persepsi klien saat ini setelah terjadi kecelakaan atau sakit.
8. Pola sensori dan kognitif
Klien merasa daya rabanya berkurang terutama pada bagian
fraktur, sedang pada indera yang lain tidak timbul gangguan. begitu juga
pada kognitifnya tidak mengalami gangguan. Selain itu juga, timbul rasa
nyeri akibat fraktur.
9. Pola reproduksi seksual
Apakah ada masalah atau perubahan saat sakit.
10. Pola koping dan toleransi stres
Setelah kecelakaan, bagaimana kaji pola koping dan toleransi stres
klien.
11. Pola nilai dan kepercayaan
Klien mengalami keterbatasan dalam beribadah.

3). Pemeriksaan fisik


a. Keadaan umum: Lemah
b. Kesadaran: Sadar, Apatis, Somnolen
c. TTV:
Tekanan Darah, Nadi, Pernapasan, Suhu
d. Periksa Kepala sampai kaki. Kaji adanya tanda-tanda fraktur seperti:
1. Nyeri terus-menerus dan bertambah berat sampai fragmen tulang
diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan
bentuk bidai alamiah yang dirancang untuk meminimalkan
gerakan antar fragmen tulang.
2. Fungsiolaesa, setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tak dapat
digunakan dan cenderung bergerak tak alamiah (gerakan luar
biasa)
3. Pergeseran fragmen pada fraktur lengan atau tungkai
menyebabkan deformitas ekstremitas yang bisa diketahui dengan
membandingkannya dengan ekstremitas normal.
4. Pada fraktur tulang panjang, terjadi pemendekan tulang akibat
kontraksi otot yang melekat di atas dan di bawah fraktur. Fragmen
saling melingkupi satu sama lain sekitar 2,5 sampai 5 cm.
5. Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik
tulang (krepitus), akibat gesekan antara fragmen satu dengan
lainnya (uji krepitus dapat menyebabkan kerusakan jaringan
lunak yang lebih berat)
6. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi
akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini
baru bisa terjadi setelah beberapa jam atau hari setelah cedera.

4). Pemeriksaan radiologis


Ditemukannya Fraktur atau tulang yang patah

Daftar Pustaka

Appley, Ag Dan Scloman, L.1999. Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur Sistem
Applay Edisi 7. Jakarta: Widya Medika.
Carpenito, L. J.2000. Hand Book of Nursing Diagnosis, Edisi 8.Jakarta:EGC.
Doengoes,E. Marylin. 2000, Rencana Asuhan Keperawatan, Jakarta : EGC.
Hudak dan Gallo, (1997), Keperawatan Kritis : Pendekatan Holistik, Jakarta :
EGC.
Manjoer, Arief.2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: EGC
Price.S.A. dan Wilson, L.M.1995. Patofisiologi, Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai