Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN.

S
DENGAN GAGAL GINJAL KRONIK (chronic renal failure)
PADA RUANG HEMODIALISA
BLUD dr.DORIS SYLVANUS
PALANGKA RAYA

Nama : Abdul Ropi


Nim : 2012.C.04a.0279

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
TAHUN AJARAN 2016/2017
BAB 1
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi Ginjal

1. Ginjal
Ginjal merupakan organ yang terpenting dalam mempertahankan homeostasis
cairan tubuh. Berbagai fungsi ginjal untuk mempertahankan homeostasis dengan
mengatur volume cairan, keseimbangan osmotik, asam-basa, ekskresi sisa
metabolisme, dan sistem pengaturan hormonal dan metabolisme.Ginjal terletak
dalam rongga abdomen retroperitoneal kiri dan kanan kolumna vertebralis,
dikelilingi oleh lemak dan jaringan ikat dibelakang peritoneum. Batas atas ginjal
kiri setinggi iga ke-11 dan ginjal kanan setinggi iga ke-12, sedangkan batas bawah
setinggi vertebralis lumbalis ke-3.
2. Struktur ginjal
Ginjal terdiri atas:
a. Medulla (bagiandalam): substansi medularis terdiri atas pyramid renalis,
jumlahnya antara 8-16 buah yang mempunyai basis sepanjang ginjal,
sedangkan apeknya menghadap kesinus renalis.
b. Korteks (bagian luar): subtansi kortekalis berwarna coklat merah,
konsistensi lunak, dan bergranula. Subtansi tepat dibawah fibrosa,
melengkung sepanjang basis piramid yang berdekatan dengan sinus
renalis. Bagian dalam diantara piramid dinamakan kolumna renalis.
3. Pembungkus ginjal
Ginjal dibungkus oleh massa jaringan lemak yang disebut kapsula
adiposa (peritonel feet). Bagian yang paling tebal terdapat pada tepi ginjal
memanjang melalui hilus renalis. Ginjal dan kapsula adipose tertutup oleh
lamina khusus dari fasia subserosa yang disebut fasiarenalis yang terdapat
diantara lapisan dalam dari fasia profunda dan stratum fasia subserosa
internus. Fasia fibrosa terpecah menjadi dua.
a. Lamella anterior atau fasia prerenalis.
b. Lamella posterior atau fasia retrorenalis.
4. Struktur makroskopis ginjal
Satuan fungsional ginjal disebut juga dengan nefron, mempunyai + 1,
3juta. Selama 24 jam nefron dapat menyaring 170 liter darah. Arteri renalis
membawa darah murni dari aorta keginjal. Lubang-lubang yang terdapat pada
renal piramid masing-masing membentuk simpul yang terdiri atas satu badan
malpigi yang disebut glomerulus
5. Bagian-bagian dari nefron
a. Glomerulus
Bagian ini merupakan gulungan atau anyaman kapiler yang terletak
didalam kapsula bowman menerima darah dari arteriole aferen dan
meneruskan kesistem vena melalui arteriol aferen. Natrium secara bebas
difiltrasi kedalam glomerulus sesuai dengan kosentrasi dalam plasma. Kalium
juga difiltrasi secara bebas, diperkirakan 10-20% dari kalium plasma terikat
oleh protein dalam keadaan normal.
b. Tubulus proksimal konvulta
Tubulus ginjal yang langsung berhubungan dengan kapsula bowman
dengan panjang 15 mm dan diameter 55 .Bentuknya berkelok-kelok berjalan
dari korteks kebagian medulla lalu kembali kekorteks, sekitar 2/3 dari
natrium yang terfiltrasi akan diabsorbsi secara isotonik bersama klorida.
Proses ini melibatkan transport aktif natrium. Peningkatan reabsorbsi natrium
akan mengurangi pengeluaran air dan natrium.

c. Lengkung Henle (ansahenle)


Bentuknya lurus dan tebal diteruskan kesegmen tipis selanjutnya
kesegmen tebal, panjangnya 12 mm, total panjangnya ansahenle 2-14 mm.
Klorida secara aktif diserap kembali pada cabang asendens gelunghenle dan
natrium bergerak secara pasif untuk mempertahankan kenetralan listrik.
d. Tubulus distal konvulta
Bagian ini adalah bagian tubulus ginjal yang berkelok-kelok dan
letaknya jauh dari kapsula bowman, panjangnya 5 mm. Tubulus distal
dimasing-masing nefron bermuara keduktus kolingetis yang panjangnya 20
mm.
e. Duktus kolingetis medulla
Saluran yang secara metabolik tidak aktif. Pengaturan secara halus
ekskresi natrium urin terjadi disini dengan aldosteron yang paling berperan
terhadap rearbsopsi natrium. Duktus ini memiliki kemampuan untuk
mereabsorpsi dan menyekresi kalium. Ekskresi aktif kalium dilakukan pada
duktus kolingen kortikal dan dikendalikan oleh aldosteron.

B.Konsep Dasar
1. Pengertian
Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan
gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversibel dimana kemampuan tubuh
gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan
elektrolit, menyebabkan uremia ( Smaltzer, 2001:1448).
Gagal ginjal kronik merupakan kegagalan fungsi ginjal (unit nefron) yang
berlangsung perlahan-lahan karena penyebab berlangsung lama dan menetap yang
mengakibatkan penumpukan sisa metabolik (toksik uremik) sehingga ginjal tidak
dapat lagi memenuhi kebutuhan biasa lagi dan menimbulkan gejala sakit (Hudak
& Gallo).
Gagal ginjal kronis (chronic renal failure) adalah kerusakan ginjal
progresif yang berakibat fatal dan ditandai dengan uremia (urea dan limbah
nitrogen lainnya yang beredar dalam darah serta komplikasinya jika tidak
dilakukan dialisasi atau transplantasi ginjal).
Gagal ginjal kronis bisa berkembang melalui stadium - stadium berikut ini:
Cadangan ginjal berkurang (tingkat filtrasi glomerular [glomerular
filtration rate - GFR] sebesar 45% sampai 50% dari normal)

Insufisiensi ginjal (GFR sebesar 20% sampai 35% dari normal)

Gagal ginjal (GFR sebesar 20% sampai 35% dari normal )

Penyakit ginjal stadium-akhir (GFR sebesar kurang dari 20% dari


normal). (Williams dan Wilkins. 2011: 508).
Gagal ginjal terjadi ketika ginjal tidak mampu mengangkut sampah
metabolik tubuh atau melakukan fungsi regulernya. Suatu bahan yang biasanya
dieliminasi diurin menumpuk dalam cairan tubuh akibat gangguan ekskresi renal
dan menyebabkan gangguan fungsi endokrin dan metabolik, cairan, elektrolit,
serta asam basa (Toto Suharyo Dan Abdul Madjid. 2009; 183)

2. Klasifikasi/Stadium GGK

Berikut tahap-tahap perkembangan penyakit gagal ginjal kronis selengkapnya:


a. Stadium I (Penurunan Cadangan Ginjal/Faal Ginjal antara 40-75%)
Pada tahap ini, ada beberapa hal yang terjadi dalam tubuh penderita,
diantaranya:
1) Sekitar 40-75% nefron tidak berfungsi.

2) Laju flitrasi glomerulus 40-50% normal.

3) BUN dan Kreatinin serum masih normal.

4) Pasien asimtomatik.

Tahap ini merupakan tahap perkembangan penyakit ginjal yang paling


ringan, karena faal ginjal masih dalam kondisi baik. Oleh karena itu, penderita
juga belum merasakan gejala apapun. Bahkan, hasil pemeriksaan laboraturium
menunjukan bahwa faal ginjal masih berada dalam batas normal.
Selain itu, kreatinin serum dan kadar BUN (Blood urea nitrogen) masih
berada dalam batas normal dan penderita asimtomatik. Gangguan fungsi ginjal
baru diketahui setelah pasien diberi beban kerja yang berat, seperti tes pemekatan
kemih dalam waktu lama atau melalui tes GFR dengan teliti.

b. Stadium II (Indufisiensi Ginjal/Faal Ginjal antara 20-50%)

Pada tahap ini, beberapa hal yang terjadi dalam tubuh penderita,
diantaranya:
1) Sekitar 75-80% nefron tidak berfungsi.

2) Laju filtrasi glomerulus 20-40% normal.


3) BUN dan kreatinin serum mulai meningkat.

4) Anemia dan azotemia ringan

5) Nokturia dan poliuria

Pada tahap ini, penderita masih dapat melakukan tugas-tugas seperti biasa,
walaupun daya dan konsentrasi ginjal menurun. Pengobatan harus dilakukan
dengan cepat untuk mengatasi kekurangan cairan, kekurangan garam, dan
gangguan jantung. Selain itu, penderita juga harus diberi obat untuk mencegah
gangguan faal ginjal. Apabila langkah-langkah ini dilakukan dengan cepat dan
tepat, perkembangan penyakit ginjal yang lebih berat pun dapat dicegah.
Pada stadium ini, lebih dari 75% jaringan ginjal yang berfungsi telah
rusak. Selain itu, kadar BUN dan kreatinin serum juga mulai meningkat
melampaui batas normal
c. Stadium III (Gagal Ginjal/Faal Ginjal Kurang dari 10%)

Pada tahap ini, beberapa hal yang terjadi dalam tubuh penderita,
diantaranya:
1) Laju filtrasi glomerulus 10-20% normal.

2) BUN dan kreatinin serum meningkat.

3) Anemia, azotemia, dan asidosis metabolik.

4) Poliuria dan nokturia.

5) Gejala gagal ginjal.

Pada tahap ini, penderita merasakan beberapa gejalan, antara lain mual,
muntah, nafsu makan berkurang, sesak napas, pusing, sakit kepala, air kemih
berkurang, kurang tidur, kejang-kejang, dan mengalami penurunan kesadaran
hingga koma. Oleh karena itu, penderita tidak dapat melakukan tugas sehari-hari.

d. Stadium IV (End-stage Renal Disease/ESRD)


Pada tahap ini, beberapa hal yang terjadi dalam tubuh penderita, diantaranya:
1) Lebih dari 85% nefron tidak berfungsi.

2) Laju filtrasi glomerulus kurang dari 10% normal.

3) BUN dan kreatinin tinggi.

4) Anemia, azotemia, dan asidosis metabolik.

5) Berat jenis urine tetap 1,010.

6) Oliguria.

7) Gejala gagal ginjal.

Stadium akhir kurang lebih 90% massa nefron telah hancur. Nilai GFR
10% dibawah batas normal dan kadar kreatinin hanya 5-10 ml/menit, bahkan
kurang dari jumlah tersebut. Selain itu, peningkatan kreatinin serum dan kadar
BUN juga meningkat secara mencolok.Pada stadium akhir gagal ginjal, penderita
tidak sanggup mempertahankan homeostatis cairan dan elektrolit didalam tubuh.
Biasanya, penderita menjadi oliguria (Pengeluaran kemih kurang dari 500 ml/hari
karena kegagalan glomerulus). Pada stadium akhir gagal ginjal, penderita harus
mendapatkan pengobatan dalam bentuk transplantasi ginjal atau dialisis.
Berdasarkan kemampuan filtrasinya, gagal ginjal dapat dibagi menjadi 5
stadium. Stadium ini dibedakan berdasarkan perkiraan GFR (Glomerular
Filtration Rate). Pada stadium 1, fungsi ginjal masih relatif baik dan terdapat
penurunan minimal pada stadium 2. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat di bawah
ini:
1) Stadium 1 (GFR > 90)
Pada gagal ginjal stadium 1 fungsi ginjal dalam batas normal, namun
terdapat kelainan pada pemeriksaan urine rutin, pemeriksaan struktur ginjal, atau
terdapat faktor genetik. Tidak ada pengobatan khusus pada stadium ini, target
tekanan darah harus dicapai sesegera mungkin.

2) Stadium 2 (GFR 60-89)


Pada gagal ginjal stadium 2 terdapat penurunan minimal fungsi ginjal
selain ditemukannya kelainan pada pemeriksaan urin rutin, pemeriksaan struktur
ginjal, atau adanya faktor genetik. Sama seperti pada stadium 1, tidak ada
pengobatan khusus, faktor risiko terjadinya progresifitas penyakit ginjal perlu
ditelaah dan diintervensi segera.
3) Stadium 3 (GFR 30-59)
Pada gagal ginjal stadium 3 terdapat penurunan fungsi ginjal yang
bermakna. Penyakit gagal ginjal merupakan penyakit yang perjalanannya
progresif, dalam artian terus berlangsung sehingga perlu dilakukan tindakan yang
dapat menghambat lajunya kerusakan ginjal. Faktor risiko harus dapat ditekan dan
penyebab terjadinya gagal ginjal perlu dievaluasi dengan seksama.
4) Stadium 4 (GFR 15-29)
Pada gagal ginjal stadium 4, penurunan fungsi ginjal sudah berat dan
perlu dipertimbangkan untuk dilakukan tindakan hemodialisis atau tindakan cuci
darah. Hemodialisis rutin perlu ditelaah lebih baik dari segi medis maupun dari
segi ekonomi.
5) Stadium 5 (GFR < 15 atau menjalani tindakan hemodialisis rutin)
Pada gagal ginjal stadium ini, dapat dikatakan ginjal tidak berfungsi lagi
sehingga tindakan hemodialisis dianjurkan sesegera mungkin sebelum muncul
gangguan yang mengancam jiwa

Menurut Brunner & Suddarth stadium GGK dibagi menjadi 5 stadium

1) Stadium 1 : kelainan ginjal yang ditandai dengan albuminaria persisten


dan LFG yang masih normal ( > 90 ml / menit / 1,73 m2

2) Stadium 2 : Kelainan ginjal dengan albuminaria persisten dan LFG


antara 60-89 mL/menit/1,73 m2

3) Stadium 3 : kelainan ginjal dengan LFG antara 30-59 mL/menit/1,73m2

4) Stadium 4 : kelainan ginjal dengan LFG antara 15-29mL/menit/1,73m2


5) Stadium5 : kelainan ginjal dengan LFG < 15mL/menit/1,73m2 atau gagal
ginjal terminal

3. Etiologi
Gagal ginjal kronik dapat timbul dari hamper semua penyakit. Apapun
sebabnya, dapat menimbulkan perburukan fungsi ginjal secara progresif.
Dibawah ini terdapat beberapa penyebab gagal ginjal kronik:
a. Tekanan Darah Tinggi
Hipertensi yang berlangsung lama dapat mengakibatkan perubahan
perubahan stuktur pada arteriol diseluruh tubuh, ditandai dengan fibrosis dan
hialinisasi (sklerosis) didingding pembuluh darah. Organ sasaran utama organ ini
adalah jantung, otak, ginjal dan mata.
Pada ginjal adalah akibat aterosklerosis ginjal akibat hipertensi lama
menyebabkan nefrosklerosis begina. Gangguan ini merupakan akibat langsung
dari iskemia renal. Ginjal mengecil, biasanya simetris dan permukaan berlubang
lubang dan berglanula. Secara histology lesi yang esensial adalah sklerosis arteri
arteri kecilserta arteriol yang paling nyata pada arteriol eferen. Penyumbatan arteri
dan arteriol akan menyebabkan kerusakan glomerulusdan atrofi tubulus, sehingga
seluruh nefron rusak (price, 2005:933).
b. Glomerulonefritis
Glomerulonefritis terjadi karena adanya peradangan pada glomerulus yang
diakibatkan karena adanya pengendapan kompleks antigen antibody. Reaksi
peradangan diglomerulus menyebabkan pengaktifan komplemen, sehingga terjadi
peningkatan aliran darah dan peningkatan permeabilitas kapiler glomerulus dan
filtrasi glomerulus. Protein-protein plasma dan sel darah merah bocor melalui
glomerulus. Glomerulonefritis dibagi menjadi dua yaitu:
1) Gomerulonefritis Akut
Glomerulonefritis akut adalah peradangan glomerulus secara mendadak.
2) Glomerulonefritis Kronik
Glomerulonefritis kronik adalah pradangan yang lama dari sel-sel glomerulus.
(Price, 2005. 924)
c. Lupus Eritematosus Sistemik (SLE)
Nefritis lupus disbabkan oleh kompleks imun dalam sirkulasi yang
terperangkap dalam membrane basalis glomerulus dan menimbulkan
kerusakan. Perubahan yang paling dini sering kali hanya mengenai sebagian
rumbai glomerulus atau hanya mengenai beberapaglomerulus yang tersebar.
(Price, 2005:925)

d. Penyakit Ginjal Polikistik


Penyakit ginjal polikistik (PKD) ditandai dengan kista-kista multiple,
bilateral,dan berekspansi yang lambat laun mengganggu dan menghancurkan
parenkim ginjal normal akibat penekanan.semakin lama ginjal tidak mampu
mempertahankan fungsi ginjal, sehingga ginjal akan menjadi rusak (GGK) (Price,
2005:937)
e. Pielonefritis
Pielonefritis adalah infeksi yang terjadi pada ginjal itu sendiri. Pielonefritis
itu sendiri dapat bersifat akut atau kronik. Pielonefritis akut juga bias terjadi
melalui infeksi hematogen. Pielonefritis kronik dapat terjadi akibat infeksi
berulang-ulang dan biasanya dijumpai pada individu yang mengidap batu,
obstruksi lain, atau repluks vesikoureter. (Price, 2005: 938)
f. Diabetes Melitus
Diabetes mellitus adalah penyebab tunggal ESRD yang tersering, berjumlah
30% hingga 40% dari semua kasus. Diabetes mellitus menyerang struktur dan
fungsi ginjal dalam bentuk. Nefropati diabetic adalah istilah yang mencakup
semua lesi yang terjadi diginjal pada diabetes mellitus (Price, 2005:941). Riwayat
perjalanan nefropati diabetikum dari awitan hingga ESRD dapat dibagi menjadi
lima fase atau stadium:
1). Stadium 1 (fase perubahan fungsional dini) ditandai dengan hifertropi dan
hiperfentilasi ginjal, pada stadium ini sering terjadi peningkatan GFR yang
disebabkan oleh banyak factor yaitu, kadar gula dalam darah yang tinggi,
glucagon yang abnormal hormone pertumbuhan, efek rennin, angiotensin
II danprostaglandin.
2) Stadium 2 (fase perubahan struktur dini) ditandai dengan penebalan
membrane basalis kapiler glomerulus dan penumpukan sedikit demi
sedikit penumpukan matriks mesangial.
3) Stadium 3 (Nefropati insipient)
4) Stadium 4 (nefropati klinis atau menetap)
5) Stadium 5 (Insufisiensi atau gagal ginjal progresif)
Menurut brenner dan lazarus dalam price dan wilson (1987) penyebab
penyakit ginjal stadium terminal yang paling banyak di New England adalah
sebagai berikut :
1) Glomerulonefritis kronik ( 24 %)
2) Nefropati diabetik ( 15 %)
3) Nefrosklerosis hipertensif ( 9%)
4) Panyakit ginjal polikstik ( 8%)
5) Pielnefritis kronis dan nefritis intertisal lain ( 8%)
(Toto Suharyo Dan Abdul Madjid. 2009; 183).

4.Patofisiologi
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya
diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan
mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah,
maka gejala akan semakin berat. Banyak gejala uremia membaik setelah dialisis.
Gangguan Klirens Renal. Banyak masalah muncul pada gagal ginjal
sebagai akibat dari penurunan jumlah glomeruli yang berfungsi, yang
menyebabkan penurunan klirens substansi darah yang seharusnya dibersihkan
oleh ginjal.
Penurunan laju filtrasi glomerulus (GFR) dapat dideteksi dengan
mendapatkan urine 24-jam untuk pemeriksaan klirens kreatinin. Menurunnya
filtrasi glomerulus (akibat tidak tidak berfungsinya glomeruli) klirens kreatinin
akan menurun dan kadar kreatinin serum akan meningkat. Selain itu, kadar
nitrogen urea darah (BUN) biasanya meningkat. Kreatinin serum merupakan
indikator yang paling sensitif dari fungsi renal karena substansi ini diproduksi
secara konstan oleh tubuh. BUN tidak hanya dipengaruhi oleh penyakit renal,
tetapi juga oleh masukan protein dalam diet, katabolisme (jaringan dan luka
RBC), dan medikasi seperti steroid.
Retensi Cairan dan Natrium. Ginjal juga tidak mampu untuk
mengkonsentrasikan atau mengencerkan urin secara normal pada penyakit ginjal
tahap-akhir; respons ginjal yang sesuai terhadap perubahan masukan cairan dan
elektrolit sehari-hari, tidak terjadi. Pasien sering menahan natrium dan cairan,
meningkatkan risiko terjadinya edema, gagal jantung kongestif, dan hipertensi.
Hipertensi juga dapat terjadi akibat aktivasi aksis reninangiotensin dan kerjasama
keduanya meningkatkan sekresi aldosteron. Pasien lain mempunyai kecendrungan
untuk kehilangan garam; mencetuskan risiko hipotensi dan hipovolemia. Episode
muntah dan diare menyebabkan penipisan air dan natrium, yang semakin
memperburuk status uremik.
Asidosis. Dengan semakin berkembangnya penyakit renal, terjadi asidosis
metabolik seiring dengan ketidakmampuan ginjal mengekskresikan muatan asam

(H + ) yang berlebihan. Penurunan sekresi asam terutama akibat


ketidakmampuan tubulus ginjal untuk menyekresi amonia (NH) dan
mengabsorpsi natrium bikarbornat (HCO). Penurunan ekskresi fosfat dan asam
organik lain juga terjadi.
Anemia.Anemia terjadi sebagai akibat dari reproduksi eritropoentin yang
tidak adekuat, memendeknya usia sel darah merah, defisiensi nutrisi, dan
kecendrungan untuk mengalami perdarahan akibat status uremik pasien, terutama
dari saluran gastrointestinal. Eritropoetin, suatu substansi normal yang diproduksi
oleh ginjal, menstimulasi sum-sum tulang untuk menghasilkan sel darah merah.
Pada gagal ginjal, produksi eritropoetin menurun dan anemia berat terjadi,
disertai keletihan, angina dan nafas sesak.
Ketidakseimbangan Kalsium dan Fosfat. Abnormalitas utama yang lain
pada gagal ginjal kronis adalah gangguan metabolisme kalsium dan fosfat. Kadar
serum kalsium dan fosfat tubuh memiliki hubungan saling timbal balik; jika salah
satunya meningkat, yang lain akan turun. Dengan menurunnya filtrasi melalui
glomerulus ginjal, terdapat peningkatan kadar fosfat serum sebaliknya penurunan
kadar serum kalsium. Penurunan kadar kalsium serum menyebabkan sekresi
parathormon dari kelenjar paratiroid. Namun demikian, pada gagal ginjal, tubuh
tidak berespons secara normal terhadap peningkatan sekresi parathormon, dan
akibatnya, kalsium di tulang menurun, menyebabkan perubahan pada tulang dan
penyakit tulang. Selain itu, metabolit aktif vitamin D (1,25-dihidrokolekalsiferol)
yang secara normal dibuat di ginjal menurun seiring dengan berkembangnya gagal
ginjal.
Penyakit tulang uremik, seiring disebut osteodistrofi Renal, terjadi dari
perubahan kompleks kalsium, fosfat, dan kesimbangan parathormon.Laju
penurunan fungsi ginjal dan perkembangan gagal ginjal kronis berkaitan dengan
gangguan yang mendasari, ekskresi protein dalam urin, dan adanya hipertensi.
Pasien yang mengeksresikan secara signifikan sejumlah protein atau mengalami
peningkatan tekanan darah cenderung akan cepat memburuk dari pada mereka
yang tidak mengalami kondisi ini. (Suzzane C. Smeltzer Brenda G. 2002; 1448

5 Manifestasi klinis
a) Kardiovaskular : kardiomiopati, gagal jantung, hipertensi dan aritmia,
termasuk takikardi atau fibrilasi ventrukiler yang bisa membahayakan
jiwa, efusi perikardial, edema periferal dan perikarditis.
b) Kutaneus : rambut keriting dan rapuh yang bisa berubah warna dan rontok
dengan mudah , peteksia, purpura, gatal parah, kuku jari tipis dan rapuh
dengan garis khas, beku uremik
c) Perubahan endokrin : amenorea dan mens berhenti ( pada Wanita ),
kerusakan metabolisme karbohidrat, impotensi dan produksi sperma
berkurang (pada Pria), sekresi aldostrone meningkat, infertilitas dan libido
menurun, pertumbuahn kerdil (pada anak-anak)
d) Gastro intestinal : anoreksia, mual, muntah, inflamasi dan ulserasi mukosa
GI yang menyebabkan stomatitis, ulserasi dan pendarahan gusi dan
kemungkinan parotitis, esofagitis, gastritis, ulser duodenul, lesi disus kecil
dan besar, kolitis uremik, pankreatitis dan proktiti, rasa seperti logam
didalam mulut, fetor uremik.
e) Perubahan hemotopoitik : anemia, kehilangan darah akibat dialisis dan
perdarahan GI, waktu bertahan hidup sel darah merah (red blood count-
RBC) berkurang, pendarahan yang semakin parah dan gangguan
pengumpulan, yang ditunjukan oleh purpura, hemoragi daro orifikum
tubuh, mudah memar, ekimosis, peteksia, trombositopenia ringan dan
kelainan kepeing darah
f) Neurologis : apati : koma. Konfusi, rasa kantuk, perubahan EEC yang
mengidikasikan ensefalopati metabolik, iritabilat, otot kram dan kejang ,
sindrom kaki gelisah, sawan, jangkauan memori dan perahtian memendek.
g) Renal dan urologis : output urin berkurang; urin sangat encer dan
mengandung warna lain dan kristal . kelebihan cairan dan asidosis
metabolik, awalnya hipotensi, mulut kering , kekencangan kulit hilang,
tidak bergairah, letih dan mual; kemudian timbul rasa kantuk dan konfusi,
iritabilitas otot dan kemudian otot melemah saat kadar kalium naik, retensi
dan kelinhan natrium.
h) Respiratorik : dispnea akibat gagal jantung, respirasi kussmaul akibat
asidosis, geseka friksi dan efusi pleural, nyeri pleuritik, edema pulmoner,
pleritis uremik dan paru-paru uremik.
i) Perubahan skeletal : klasifikasi arteri yang bisa menyebabkan penyakit
arteri koroner, ketidak seimbangan kalsium-fosforus yang menyebabkan
nyeri otot dan tulang, demineralisasi skeletal, fraktur patologis, dan
klasifikasi diotak, mata, gusi, sendi, miokardium dan embuluh darah ,
osteodistrofi renal pada anak-anak (Williams dan Wilkins. 2011; 509-510)

6.komplikasi
1) Pada gagal ginjal progersif, terjadi beban volume, ketidak seimbangan
elektrolit, asidosis metabolik, azotemia, dan uremia.
2) Pada gagal ginjal stadium 5 (penyakit stadium akhir), terjadi azotemia dan
uremia berat, asidosis metabolik memburuk.
3) Hipertensi, anemia, osteodistrofi, hiperkalemia, ensafalopati uremik, dan
pruiritus adalah komplikasi yang sering terjadi.
4) Penurunan pembentukan eritropoiten dapat menyebakan sindrom anemia
kardiorenal, suatu trias anemia yang lama,penyakit kardiovaskular, dan
penyakit ginjal yang akhirnya menyebakan peningkatan morbiditas dan
mortalitas.
5) Dapat terjadi gagal jantung kongestif.
6) Tanpa pengobatan terjadi koma dan kematian (Elizabeth J.Corwin. 2007;
730-731)

7. Penatalaksanaan gagal ginjal kronik


Pengobatan gagal ginjal kronik dapat dibagi menjadi 2 (dua) tahap, yaitu
tindakan konservatif dan dialisis atau transplantasi ginjal.
1. Tindakan konservatif

Tujuan pengobatan pada tahap ini adalah untuk meredekan atau


memperlambat gangguan fungsi ginjal progresif.
Pengobatan:
a) Pengaturan diet protein, kalsium, natrium, dan cairan

1) Pembatasan protein.

Pembatasan protein tidak hanya mengurangi kadar BUN, tetapi juga


mengurangi asupan kalium dan fosfat, serta mengurangi produksi ion hidrogen
yang berasal dari protein. Pembatasan asupan protein telah terbukti menormalkan
kembali kelainan ini dan memperlambat terjadinya gagalm ginjal (Zeller dan
Jacobus, 1989).

Pembatasan protein berdasarkan pada GFR:


GFR (ml/menit) pembatasan protein (g)
10 40
5 25-30
3 atau kurang 20 20

Jumlah kebutuhan protein biasanya dilonggarkan sampai 60-80 g/hari, apabila


penderita mendapatkan pengobatan dialisis teratur.
2) Diet rendah kalium

Hiperkalemia biasanya merupakan masalah pada gagal ginjal lanjut. Asupan


kalium dikurangi. Diet yang dianjurkan adalah 40-80 mEq/hari. Penggunaan
makanan dan obat-obatan yang tinggi kadar kaliumnya dapat menyebabkan
hiperkalemia.

3) Diet rendah natrium

Diet Na yang dianjurkan hadala 40-90 mEq/hari (1-2 g Na). Asupan natrium
yang terlalu longgar dapat mengakibatkan retensi cairan, edema perifer,
edema paru, hipertensi dan gagal jantung kongestif.

4) Pengaturan cairan

Cairan yang diminum penderita gagal ginjal tahap lanjut harus diawasi
dengan seksama. Parameter yang tepat untuk diikuti selain data asupan dan
pengeluaran cairan yang dicatat dengan tepat adalah pengukuran berat badan
harian.Asupan yang bebas dapat menyebabkan beban sirkulasi menjadi
berlebihan, dan edema. Sedangkan asupan yang terlalu rendah mengakibatkan
dehidrasi, hipotensi dan gangguan fungsi ginjal.

Aturan yang dipakai untuk menentukan banyaknya asupan cairan adalah:


Jumlah uirn yang dikeluarkan selama 24 jam terakhir + 500 ml (IWL)
Misalnya: jika jumlah urin yang dikeluarkan dalam waktu 24 jam 400 ml,
maka asupan cairan total dalam sehari adalah 400 ml, maka asupan cairan total
dalam sehari adalah 400 + 500 ml = 900 ml.
b) Pencegahan dan pengobatan komplikasi

(1) Hipertensi

Hipertensi dapat dikontrol dengan pembatasan natrium dan cairan.

Pemberian obat antihipertensi: metildopa (aldomert), propranol, klonidin


(catapres).

Apabila penderita sedang mengalami terapi hemodialisa, pemberian


antihipertensi dihentikan karena dapat mengakibatkan hipotensi dan syok
yang diakibatkan oleh keluarnya cairan intravaskuler melalui ultrafiltrasi.

Pemberian diuretik: furosemid (lasix)

(2) Hiperkalemia,

Hiperkalemia merupakan komplikasi yang paling serius, karena bila K+


serum mencapai sekitar 7 mEq/L, dapat mengakibatkan aritmia dan juga henti
jantung. Hiperkalemia dapat diobati dengan pemberian glukosa dan insulin
intervena, yang akan memasukkan K+ ke dalam sel, atau dengan pemberian
kalsium Glukonat 10% .
(3) Anemia

Anemia pada gagal ginjal kronik diakibatkan penurunan sekresi


eritropoeitin oleh ginjal, pengobatannya adalah pemberian hormon eritropoeitin,
yaitu rekombinan eritropoeitin (r-EPO) (Esch bach et al, 1987), selain dengan
pemberian vitamin dan asam folat, besi dan tranfusi darah.
(4) Asidosis

Asidosis ginjal biasanya tidak diobati kecuali HCO3 plasma turun dibawah
angka 15 mEq/L. Bila asidosis berat akan dikoreksi dengan pemberian Na HCO3
(Natrium Bikarbonat) parental. Koreksi pH darah yang berlebihan dapat
mempercepat timbulnya tetani, maka harus dimonitori dengan seksama.
(5) Diet rendah fosfat

Diet rendah fosfat dengan pemberian gel yang dapat mengikat fosfat di
dalam usus. Gel yang dapat mengikat fosfat harus dimakan bersama dengan
makanan.
(6) Pengobatan hiperurisemia

Obat pilihan untuk mengobati hiperurisemia pada penyakit ginjal lanjut


adalah pemberian alopurinol. Obat ini mengurangi kadar asam urat dengan
menghambat biosintesis sebagian asam urat total yang dihasilkan tubuh.
2) Dialisis dan transplantasi
Pengobatan gagal ginjal stadium akhir adalah dengan dialisis dan
transplantasi ginjal. Dialisis dapat digunakan untuk mempertahankan penderita
dalam keadaan klinis yang optimal sampai tersedia donor ginjal.Dialisis dilakukan
apabila kadar kreatinin serum biasanya diatas 6 mg/100 ml pada laki-laki atau 4
ml/100 ml pada wanita, dan GFR kurang dari 4 ml/menit (Toto Suharyo Dan
Abdul Madjid. 2009; 189-192).

C. KONSEP DASAR HEMODIALISA


1. Definisi
Dialisis merupakan suatu proses yang digunakan untuk mengeluarkan cairan
dan produk limbah dari dalam tubuh ketika ginjal tidak mampu melaksanakan
proses tersebut.
Suatu proses pembuatan zat terlarut dan cairan dari darah melewati
membrane semi permeable. Ini berdasarkan pada prinsip difusi; osmosis dan ultra
filtrasi.
Hemodialisa merupakan suatu proses yang digunakan pada pasien dalam
keadaan sakit akut dan memerlukan terapi dialysis jangka pendek (beberapa hari
hingga beberapa minggu) atau pasien dengan penyakit ginjal stadium terminal
(ESRD; end-stage renal disease) yang membutuhkan terapi jangka panjang atau
terapi permanent. Sehelai membrane sintetik yang semipermeabel menggantikan
glomerulus serta tubulus renal dan bekerja sebagai filter bagi ginjal yang
terganggu fungsinya itu.
Bagi penderita GGK, hemodialisis akan mencegah kematian. Namun
demikian, hemodialisis tidak menyembuhkan atau memulihkan penyakit ginjal
dan tidak mampu mengimbangi hilangnya aktivitas metabolic atau endokrin yang
dilaksanakan ginjal dan dampak dari gagal ginjal serta terapinya terhadap kualitas
hidup pasien. Pasien-pasien ini harus menjalani terapi dialysis sepanjang hidupnya
(biasanya 3 kali seminggu selama paling sedikit 3 atau 4 jam per kali terapi) atau
sampai mendapat ginjal baru melalui operasi pencangkokan yang berhasil. Pasien
memerlukan terapi dialysis yang kronis kalau terapi ini diperlukan untuk
mempertahankan kelangsungan hidupnya dan mengendalikan gejala uremia.
2. Tujuan
Mempertahankan kehidupan dan kesejahteraan pasien sampai fungsi ginjal
pulih kembali. Metode terapi mencakup hemodialisis, hemofiltrasi dan peritoneal
dialysis. Hemodialisis dapat dilakukan pada saat toksin atau zat racun harus
segera dikeluarkan untuk mencegah kerusakan permanent atau menyebabkan
kematian. Hemofiltrasi digunakan untuk mengeluarkan cairan yang berlebihan.
Peritoneal dialysis mengeluarkan cairan lebih lambat daripada bentuk-bentuk
dialysis yang lain.
3. Indikasi
Pasien yang memerlukan hemodialisa adalah pasien GGK dan GGA untuk
sementara sampai fungsi ginjalnya pulih. Pasien-pasien tersebut dinyatakan
memerlukan hemodialisa apabila terdapat indikasi :
1. Hiperkalemia ( K > 6 mEq/l)
2. Asidosis
3. kegagalan terapi konservatif
4. Kadar ureum/kreatinin tinggi dalam darah
5. Kelebihan cairan.
6. Perikarditis dan konfusi yang berat.
7. Hiperkalsemia dan hipertensi.
4. Prinsip Hemodialisa
Prinsip mayor/proses hemodialisa
a. Akses Vaskuler :
Seluruh dialysis membutuhkan akses ke sirkulasi darah pasien. Kronik
biasanya memiliki akses permanent seperti fistula atau graf sementara.
Akut memiliki akses temporer seperti vascoth.
b. Membran semi permeable
Hal ini ditetapkan dengan dialyser actual dibutuhkan untuk
mengadakan kontak diantara darah dan dialisat sehingga dialysis dapat
terjadi.
c. Difusi
Dalam dialisat yang konvesional, prinsip mayor yang menyebabkan
pemindahan zat terlarut adalah difusi substansi. Berpindah dari area yang
konsentrasi tinggi ke area dengan konsentrasi rendah. Gradien konsentrasi tercipta
antara darah dan dialisat yang menyebabkan pemindahan zat pelarut yang
diinginkan. Mencegah kehilangan zat yang dibutuhkan.
d. Konveksi
Saat cairan dipindahkan selama hemodialisis, cairan yang dipindahkan
akan mengambil bersama dengan zat terlarut yang tercampur dalam cairan
tersebut.
e. Ultrafiltrasi
Proses dimana cairan dipindahkan saat dialysis dikenali sebagai
ultrafiltrasi artinya adalah pergerakan dari cairan akibat beberapa bentuk tekanan.
Tiga tipe dari tekanan dapat terjadi pada membrane :
1) Tekanan positip merupakan tekanan hidrostatik yang terjadi akibat cairan
dalam membrane. Pada dialysis hal ini dipengaruhi oleh tekanan dialiser
dan resisten vena terhadap darah yang mengalir balik ke fistula tekanan
positip mendorong cairan menyeberangi membrane.
2) Tekanan negative merupakan tekanan yang dihasilkan dari luar
membrane oleh pompa pada sisi dialisat dari membrane tekanan negative
menarik cairan keluar darah.
3)Tekanan osmotic merupakan tekanan yang dihasilkan dalam larutan yang
berhubungan dengan konsentrasi zat terlarut dalam larutan tersebut.
Larutan dengan kadar zat terlarut yang tinggi akan menarik cairan dari
larutan lain dengan konsentrasi yang rendah yang menyebabkan
membrane permeable terhadap air.
5. Perangkat Hemodialisa
a. Perangkat khusus
1) Mesin hemodialisa
2)Ginjal buatan (dializer) yaitu : alat yang digunakan untuk mengeluarkan
sisa metabolisme atau zat toksin laindari dalam tubuh. Didalamnya
terdapat 2 ruangan atau kompartemen :
kompartemen darah
kompartemen dialisat.
3) Blood lines : selang yang mengalirkan darah dari tubuh ke dializer dan
kembali ke tubuh. Mempunyai 2 fungsi :
- Untuk mengeluarkan dan menampung cairan serta sisa-sisa
metablolisme.
- Untuk mencegah kehilangan zat-zat vital dari tubuh selama dialysis.
b. Alat-alat kesehatan :
Tempat tidur fungsional
Timbangan BB
Pengukur TB
Stetoskop
Termometer
Peralatan EKG
Set O2 lengkap
Suction set
Meja tindakan.
c. Obat-obatan dan cairan :
Obat-obatan hemodialisa : heparin, frotamin, lidocain untuk anestesi.
Cairan infuse : NaCl 0,9%, Dex 5% dan Dex 10%.
Dialisat
Desinfektan : alcohol 70%, Betadin, Sodium hypochlorite 5%
Obat-obatan emergency.
6. Pedoman pelaksanaan hemodialisa
a. Perawatan sebelum hemodialisa
1) Sambungkan selang air dari mesin hemodialisa.
2) Kran air dibuka.
3) Pastikan selang pembuka air dan mesin hemodialisis sudah masuk
keluar atau saluran pembuangan.
4) Sambungkan kabel mesin hemodialisis ke stop kontak.
5) Hidupkan mesin.
6) Pastikan mesin pada posisi rinse selama 20 menit.
7) Matikan mesin hemodialisis.
8) Masukkan selang dialisat ke dalam jaringan dialisat pekat.
9) Sambungkan slang dialisat dengan konektor yang ada pada mesin
hemodialisis.
10) Hidupkan mesin dengan posisi normal (siap).
b. Menyiapkan sirkulasi darah.
1) Bukalah alat-alat dialisat dari setnya.
2) Tempatkan dialiser pada holder (tempatnya) dan posisi inset (tanda
merah) diatas dan posisi outset (tanda biru) dibawah.
3) Hubungkan ujung merah dari ABL dengan ujung inset dari dialiser.
4) Hubungkan ujung biru dari UBL dengan ujung outset adri dialiser
dan tempatkan buble tap di holder dengan posisi tengah.
5) Set infuse ke botol NaCl 0,9%-500 cc.
6) Hubungkan set infuse ke slang arteri.
7) Bukalah klem NaCl 0,9%. Isi slang arteri sampai keujung selang lalu
klem.
8) Memutarkan letak dialiser dengan posisi inset dibawah dan ouset
diatas, tujuannya agar dialiser bebas dari udara.
9) Tutup klem dari slang untuk tekanan arteri, vena, heparin.
10) Buka klem dari infuse set ABL, UBL.
11) Jalankan pompa darah dengan kecepatan mula-mula 100 ml/mnt,
kemudian naikkan secara bertahap sampai 200 ml/mnt.
12) Isi buble tap dengan NaCl 0,9% sampai 3/4 cairan.
13) Memberikan tekanan secara intermitten pada UBL untuk
mengalirkan udara dari dalam dialiser, dilakukan sampai dengan
dialiser bebas udara (tekanan tidak lebih dari 200 mmHg).
14) Melakukan pembilasan dan pencucian dengan NaCl 0,9% sebanyak
500 cc yang terdapat pada botol (kalf). Sisanya ditampung pada
gelas ukur.
15) Ganti kalf NaCl 0,9% yang kosong dengan kalf NaCl 0,9% baru.
16) Sambungkan ujung biru UBL dengan ujung merah ABL dengan
menggunakan konektor.
17) Menghidupkan pompa darah selama 10 menit. Untuk dialiser baru
15-20 menit, untuk dialiser reuse dengan aliran 200-250 ml/mnt.
18) Mengembalikan posisi dialiser ke posisi semula dimana inset
diatas dan outset dibawah.
19) Menghubungkan sirkulasi darah dengan sirkulasi dialisat selama 5-
10 menit siap untuk dihubungkan dengan pasien (soaking).
c. Persiapan pasien.
1) Menimbang BB
2) Mengatur posisi pasien.
3) Observasi KU
4) Observasi TTV
5) Melakukan kamulasi/fungsi untuk menghubungkan sirkulasi, biasanya
mempergunakan salah satu jalan darah/blood akses seperti dibawah ini:
Dengan interval A-V Shunt/fistula simino
Dengan eksternal A-V Shunt/schungula.
Tanpa 1-2 (vena pulmonalis)

7. Komplikasi yang terjadi


a. Hipotensi
Penyebab : terlalu banyak darah dalam sirkulasi mesin, ultrafiltrasi
berlebihan, obat-obatan anti hipertensi.
b. Mual dan muntah
Penyebab : gangguan GI, ketakutan, reaksi obat, hipotensi.
c. Sakit kepala
Penyebab : tekanan darah tinggi, ketakutan.
d. Demam disertai menggigil.
Penyebab : reaksi fibrogen, reaksi transfuse, kontaminasi bakteri pada
sirkulasi darah.
e.Nyeri dada.
Penyebab : minum obat jantung tidak teratur, program HD yang terlalu
cepat.
f.Gatal-gatal
Penyebab : jadwal dialysis yang tidak teratur, sedang.sesudah transfuse
kulit kering.
g.Perdarahan amino setelah dialysis.
Penyebab : tempat tusukan membesar, masa pembekuan darah lama,
dosis heparin berlebihan, tekanan darah tinggi, penekanan, tekanan tidak
tepat.
h.Kram otot
Penyebab : penarikan cairan dibawah BB standar. Penarikan cairan
terlalu cepat (UFR meningkat) cairan dialisat dengan Na rendah BB naik >
1kg. Posisi tidur berubah terlalu cepat.
8. Pemeriksaan diagnostik
1) Studi darah menunjukkan kenaikan kadar nitrogen, kreatinin, natrium, dan
kalium urea; kadar pH dan bikarboant turu ; dan kadar hemoglobik (Hb) dan
hematokri (HCT) rendah.
2) Uji pembersihan kreatinin menunjukkan deteriorasi perlahan-lahan pada
fungsi ginjal.
3) Biopsi ginjal memungkinkan indentifikasi histologis pada paotologi
mendasar
4) Sinar-X pada ginjal atau abdomen computed tomography scan pada ginjal,
magnetic resonance imaging, atau ultrasonografi menunjukan ukuran ginjal
mengecil. studi sinar-X meliputi radiografi ginjal-ureter-kandung kemih,
urografi ekskretorik, nefrotomografi, scan renal, dan arterigrafi renal.
(Williams dan Wilkins. 2011; 510-511)

Pemeriksaan diagnostik lain dibutuhkan pada gagal ginjal kronik :


1) Foto polos abdomen untuk menilai bentuk dan besar ginjal (adanya batu
atau adanya suatu obstruksi). Dehidrasi akan memperburuk keadaan ginjal,
oleh sebab itu penederita diharapkan tidak puasa
2) Intra Vena Pielografi (IVG) untuk menilai sistem pelviokalises dan ureter.
Pemeriksaan ini mempunyai resiko penurunan faal ginjal pada keadaan
tertentu, misalnya: usia lanjut, diabetes melitus, dan nefropati asam urat
3) USG untuk menilai besar dan bentuk ginjal ,tebal parenkim ginjal,
kepadatan parenkim ginjal, anatomi sistem pelviiokalises, ureter
proksimal, kandung kemih dan prostat
4) Renogram untuk menilai fungsi ginjal kanan dan kiri, lokasi dari
gangguan(vaskular, perenkim, ekskresi), sertas sisa fungsi ginjal.
5) EKG untuk melihat kemungkinan: hipertropi ventrikel kiri, tanda tanda
peikarditis, aritmia, gangguan elektrolit (hipekalemia) (Arif Muttaqin Dan
Kumala Sari. 2011; 173).
C. Manajemen Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian adalah upaya pengumpulan data secara lengkap dan sismatis
terhadap masyarakat untuk dikaji dan dianalisis sehingga masalah kesehatan yang
dihadapi oleh masayarakat baik individu, keluarga atau kelompok yang
menyangkut permasalahan pada fisiologis, psikologis, sosial ekonomi, maupun
spiritual dapat ditentukan. Dalam tahap pengkajian ini terdapat lima kegiatan
yaitu: pengumpulan data, pengolahan data, analisis data, perumusan atau
penentuan masalah kesehatan dan prioritas masalah (Mubarak, 2006:73). Menurut
Doenges (1999:626) pengkajian pada pasien gagal ginjal adalah sebagai berikut:
1) Aktivitas/Istirahat
Gejala: Kelelahan ekstrem, kelemahan,malaise, Gangguan
tidur(Insomnia/gelisah atau somnolen)
Tanda: Kelemahan otot, kehilangan tonus, penurunan rentang gerak.
2) Sirkulasi
Gejala: Riwayat hipertensi lama atau berat
Palpitasi : nyeri dada (Angina)
Tanda: Hipertensi: nadi kuat, edema jaringan umum dan pitting pada kaki,
telapak, tangan, Disritmia jantung, Nadi lemah halus, hipertensi ortostatik
menunjukkan hipovolemia, yang jarang pada penyakit tahap akhir, Friction
rub pericardial (Respons terhadap akumulasi sisa), Pucat;kulit coklat
kehijauan, kuning. Kecenderungan perdarahan.
3) Integritas Ego
Gejala: Faktor stres, contoh finansial, hubungan, dan sebagainya
Perasaantak berdaya, tak ada harapan, tak ada kekuatan
Tanda: Menolak, ansietas, takut, marah, mudah terangsang, perubahan
kepribadian.
4) Eliminasi
Gejala: Penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria (Gagal tahap lanjut).
Abdomen kembung, diare, atau konstipasi.
Tanda: Perubahan warna urine, contoh kuning pekat, merah, coklat,
berawan. Oliguria, dapat menjadi anuria.
5) Makanan/Cairan
Gejala: Peningkatan berat badan cepat (Edema), penurunan berat badan
(Malnutrisi) Anoreksia. Nyeri ulu hati, mual/muntah, rasa metalik tak sedap
pada mulut (Pernapasan amonia), Penggunaan diuretik
Tanda: Distensi abdomen/asites, pembesaran hati (Tahap akhir), Perubahan
turgor kulit/kelembaban.Edema (Umum, tergantung), Ulserasi
gusi,perdarahan gusi/lidah, Penurunan otot, penurunan lemak subkutan,
penampilan tak bertenaga.
6) Neurosensori
Gejala: Sakit kepala, penglihatan kabur.
Tanda: Gangguan status mental, contoh penurunan lapang perhatian.
7) Nyeri/Kenyamanan
Gejala: Nyeri panggul, sakit kepala;kram otot/nyeri kaki (Memburuk saat
malam hari)
Tanda: Perilaku berhati-hati/distraksi,gelisah
8) Pernapasan
Gejala: Napas pendek; dispnea noktural paroksimal; batuk dengan/tanpa
sputum kental dan banyak
Tanda: Takipnea, dispnea, peningkatan frekuensi/kedalaman (Pernapasan
kusmaul), Batuk produktif dengan sputum merah muda encer (Edema paru).

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah respon individu pada masalah kesehatan
baik yang aktual maupun potensial (Mubaraq, 2006:81). Menurut Smeltzer,
(2001:1451-1456) pasien gagal ginjal kronis memerlukan asuhan keperawatan
yang tepat untuk menghindari komplikasi akibat menurunnya fungsi renal dan
stress serta cemas dalam menghadapi penyakit yang mengancam jiwa ini.
Diagnosa keperawatan potensial untuk pasien-pasien ini mencakup yang
berikut:
1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluaran urin, diet
berlebih dan retensi cairan serta natrium.
2. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia, mual dan muntah, pembatasan diet, dan perubahan membran
mukosa mulut.
3. Kurang pengetahuan tentang kondisi dan program penanganan.
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan, anemia, retensi produk
sampah dan prosedur dialisis.
3 Intervensi
Perencanaan keperawatan adalah penyusunan rencana tindakan
keperawatan yang akan dilaksanakan untuk mengatasi masalah sesuai dengan
diagnosis keperawatan yang telah ditentukan dengan tujuan terpenuhinya
kebutuhan pasien (Mubaraq, 2006:84). Menurut Smeltzer, (2001:1452-1454)
perencanaan keperawatan dari diagnosa diatas adalah:
1) Diagnosa keperawatan: Kelebihan volume cairan berhubungan dengan
penurunan haluaran urin, diet berlebih dan retensi cairan serta natrium.
Tujuan: Mempertahankan berat tubuh ideal tanpa kelebihan cairan.
Kriteria hasil:
Klien tidak sesak napas, edema ekstrimitas berkurang, produksi urine >600
ml/hari.
Intervensi:
1. Kaji status cairan:
1) Timbang berat badan harian.
2) Keseimbangan masukan dan haluaran.
3) Turgor kulit dan adanya edema.
4) Distensi vena leher.
5) Tekanan darah, denyut dan irama nadi.
Rasional: Pengkajian merupakan dasar dan data dasar berkelanjutan
untuk memantau perubahan dan mengevaluasi intervensi.
2. Batasi masukan cairan.
Rasional: Pembatasan cairan akan menentukan berat badan ideal,
haluaranurin, dan respon terhadap alergi.
3. Identifikasi sumber potensial cairan:
1) Medikasi dan cairan yang di gunakan.
2) Makanan
Rasional: Sumber kelebihan cairan yang tidak diketahui dapat
diidentifikasi.
4. Jelaskan pada pasien dan keluarga rasional pembatasan.
Rasional: Pemahaman meningkatkan kerjasama pasien dan keluarga
dalam pembatasan cairan.
5. Bantu pasien dalam menghadapi ketidaknyamanan akibat pembatasan
cairan.
Rasional: Kenyamanan pasien meningkatkan kepatuhan terhadap
pembatasan diet.
6. Tingkatkan dan dorong higiene oral dengan sering.
Rasional: Hygiene oral mengurangi kekeringan mebran mukosa mulut.

2) Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


anoreksia, mual dan muntah, pembatasan diet, dan perubahan membran
mukosa mulut.
Tujuan: Mempertahankan masukan nutrisi yang adekuat.
Kriteria hasil:
Asupan nutrisi tubuh pasien terpenuhi dengan baik. .
Intervensi:
1. Kaji status nutrisi:
1) Perubahan berat badan.
2) Pengukuran antropometrik.
3) Nilai laboratorium (elektrolit serum,BUN, kreatinin, protein, tranferin,
dan kadar besi).
Rasional: Menyediakan data dasar untuk memantau perubahan dan
mengevaluasi intervensi.
2. Kaji pola diet nutrisi pasien:
1) Riwayat diet.
2) Makanan kesukaaan.
3) Hitung kalori.
Rasional: Pola diet dahulu dan sekarang dapat dipertimbangkan dalam
menyusun menu.
3. Kaji faktor yang berperan dalam merubahmasukan nutrisi:
1) Anoreksia, mual atau muntah.
2) Diet yang tidak menyenangkan bagi pasien.
3) Depresi.
4) Kurang memahami pembatasan diet.
5) Stomatitis.
Rasional: Menyediakan informasi mengenal faktor lain yang dapat diubah
atau dihilangkan untuk meningkatkan masukan diet.
4. Menyediakan makanan kesukaan pasien dalam batas-batas diet.
Rasional: Mendorong peningkatan masukan diet.
5. Tingkatkan masukan protein yang mengandung nilai biologis tinggi: telur,
produk susu, daging.
Rasional: Protein lengkap di berikan untuk mencapai keseimbangan
nitrogen yang di perlukan untuk pertumbuhan dan penyembuhan.
6. Anjurkan camilan tinggi kalori, rendah protein, rendah natrium diantara
waktu makan.
Rasional: Mengurangi makanan dari protein yang dibatasi dan
menyediakan kalori untuk energi, membagi protein untuk
pertumbuhan dan penyembuhan jaringan.
7. Ubah jadwal medikasi sehingga medikasi ini tidak segera diberikan
sebelum makan.
Rasional: Ingesti medikasi sebelum makan menyebabkan anoreksia dan
rasa kenyang.
8. Jelaskan rasional pembatasan diet dan hubungannya dengan penyakit
ginjal dan peningkatan urea dan kadar kreatinin.
Rasional: Meningkatkan pemahaman pasien tentang hubungan antara diet,
urea, kadar kreatinin dengan penyakit renal.
9. Sediakan daftar makanan yang dianjurkan secara tertulis dan anjuran untuk
memperbaiki rasa tanpa menggunakan natrium dan kalium.
Rasional: Daftar yang dibuat menyediakan pendekatan positif terhadap
pembatasan diet dan merupakan referensi untuk pasien dan
keluarga yang dapat digunakan dirumah.
10. Ciptakan lingkungan yang menyenangkan selama waktu makan.
Rasional: Faktor yang tidak menyenangkan yang berperan dalam
menimbulkan anoreksia dihilangkan.
11. Timbang berat badan harian.
Rasional: Untuk memantau status cairan dan nutrisi.

3) Kurang pengetahuan tentang kondisi dan penanganan.


Tujuan: Meningkatkan pengetahuan mengenal kondisi dan penanganan yang
bersangkutan.
Kriteria hasil:
Pasien mengetahui tentang kondisi dan penanganan yang diberikan dan
terpenuhinya informasi kesehatan.
Intervensi:
1. Kaji pemahaman mengenai penyebab gagal ginjal, konsekuensinya, dan
penanganannya:
1) Penyebab gagal ginjal pasien.
2) Pengertian gagal ginjal.
3) Pemahaman tentang fungsi renal.
4) Hubungan antara cairan, pembatasan diet dengan gagal ginjal.
5) Rasional penanganan (Hemodialisis, dialisis peritoneal, transplantasi).
Rasional: Merupakan instruksi dasar untuk penjelasan dan penyuluhan
lebih lanjut.
2. Jelaskan fungsi renal dan konsekuensi gagal ginjal sesuai dengan tingkat
pemahaman dan kesiapan pasien untuk belajar.
Rasional: Pasien dapat belajar tentang gagal ginjal dan penanganan
setelah mereka siap untuk memahami dan menerima
diagnosis dan konsekuensinya.
3. Bantu pasien untuk mengidentifikasi cara-cara untuk memahami berbagai
perubahan akibat penyakit dan penanganan yang mempengaruhi
hidupnya.
Rasional: Pasien dapat melihat bahwa kehidupannya tidak harus berubah
akibat penyakit.
4. Sediakan informasi baik tertulis maupun secara oral dengan tepat
tentang:
1) Fungsi dan kegagalan renal.
2) Pembatasan cairan dan diet.
3) Medikasi.
4) Melaporkan masalah, tanda dan gejala.
5) Jadwal tindak lanjut.
6) Sumber dikomunitas.
7) Pilihan terapi.
Rasional: Pasien memiliki informasi yang dapat digunakan untuk
klarifikasi selanjutnya di rumah.

4. Implementasi
Pelaksanaan merupakan tahap realisasi dari rencana asuhan keperawatan
yang telah disusun (Mubaraq, 2006:87).
1) Diagnosa keperawatan: Kelebihan volume cairan berhubungan dengan
penurunan haluaran urin, diet berlebih dan retensi cairan serta natrium.
Tujuan: Mempertahankan berat tubuh ideal tanpa kelebihan cairan.
Kriteria hasil:
Klien tidak sesak napas, edema ekstrimitas berkurang, produksi urine >600
ml/hari.
Implementasi:
1. Mengkaji status cairan:
1) Timbang berat badan harian.
2) Keseimbangan masukan dan haluaran.
3) Turgor kulit dan adanya edema.
4) Distensi vena leher.
5) Tekanan darah, denyut dan irama nadi.
2. Membatasi masukan cairan.
3. Mengidentifikasi sumber potensial cairan:
1) Medikasi dan cairan yang digunakan.
2) Makanan
4. Menjelaskan pada pasien dan keluarga rasional pembatasan.
5. Membantu pasien dalam menghadapi ketidaknyamanan akibat
pembatasan cairan.
6. Tingkatkan dan dorong higiene oral dengan sering.
2) Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia, mual dan muntah, pembatasan diet, dan perubahan membran
mukosa mulut.
Tujuan: mempertahankan masukan nutrisi yang adekuat.
Kriteria hasil:
Asupan nutrisi tubuh pasien terpenuhi dengan baik.
Implementasi:
1. Mengkaji status nutrisi:
1) Perubahan berat badan.
2) Pengukuran antropometrik.
3) Nilai laboratorium (elektrolit serum,BUN, kreatinin, protein,
tranferin, dan kadar besi).

2. Mengkaji pola diet nutrisi pasien:


1) Riwayat diet.
2) Makanan kesukaaan.
3) Hitung kalori.

3. Mengkaji faktor yang berperan dalam merubahmasukan nutrisi:


1) Anoreksia, mual atau muntah.
2) Diet yang tidak menyenangkan bagi pasien.
3) Depresi.
4) Kurang memahami pembatasan diet.
5) Stomatitis.
4. Menyediakan makanan kesukaan pasien dalam batas-batas diet.
5. Meningkatkan masukan protein yang mengandung nilai biologis tinggi:
telur, produk susu, daging.
6. Menganjurkan camilan tinggi kalori, rendah protein, rendah natrium
diantara waktu makan.
7. Mengubah jadwal medikasi sehingga medikasi ini tidak segera diberikan
sebelum makan.
8. Menjelaskan rasional pembatasan diet dan hubungannya dengan penyakit
ginjal dan peningkatan urea dan kadar kreatinin.
9. Menyediakan daftar makanan yang dianjurkan secara tertulis dan anjuran
untuk memperbaiki rasa tanpa menggunakan natrium dan kalium.
10. Menciptakan lingkungan yang menyenangkan selama waktu makan.
11. Menimbang berat badan harian.
12. Mengkaji bukti adanya masukan protein yang tidak adekuat.
1) Pembentukan edema.
2) Penyembuhan yang lambat.
3) Penurunan kadar albumin serum.
3) Kurang pengetahuan tentang kondisi dan penanganan.
Tujuan: meningkatkan pengetahuan mengenal kondisi dan penanganan
yang bersangkutan.
Kriteria hasil:
Pasien mengetahui tentang kondisi dan penanganan yang diberikan dan
terpenuhinya informasi kesehatan.

Implementasi:
1. Mengkaji pemahaman mengenai penyebab gagal ginjal, konsekuensinya,
dan penanganannya:
1) Penyebab gagal ginjal pasien.
2) Pengertian gagal ginjal.
3) Pemahaman tentang fungsi renal.
4) Hubungan antara cairan, pembatasan diet dengan gagal ginjal.
5) Rasional penanganan (Hemodialisis, dialisis peritoneal,
transplantasi).
2. Menjelaskan fungsi renal dan konsekuensi gagal ginjal sesuai dengan
tingkat pemahaman dan kesiapan pasien untuk belajar.
3. Membantu pasien untuk mengidentifikasi cara-cara untuk memahami
berbagai perubahan akibat penyakit dan penanganan yang mempengaruhi
hidupnya.
4. Menyediakan informasi baik tertulis maupun secara oral dengan tepat
tentang:
1) Fungsi dan kegagalan renal.
2) Pembatasan cairan dan diet.
3) Medikasi.
4) Melaporkan masalah, tanda dan gejala.
5) Jadwal tindak lanjut.
6) Sumber di komunitas.
7) Pilihan terapi.
5. Evaluasi
Evaluasi memuat keberhasilan proses dan keberhasilan tindakan
keperawatan. Keberhasilan proses dapat dilihat dengan membandingkan antara
proses dengan pedoman atau rencana proses tersebut (Mubaraq, 2006:88).
1) Klien Tidak sesak napas, edema ekstremitas berkurang, produksi urine >600
ml/hari.
2) Masukan nutrisi dapat terpenuhi dengan baik.
3) Pasien mengetahui tentang kondisi dan penanganan yang diberikan dan
terpenuhinya informasi kesehatan.

Anda mungkin juga menyukai