S
DENGAN GAGAL GINJAL KRONIK (chronic renal failure)
PADA RUANG HEMODIALISA
BLUD dr.DORIS SYLVANUS
PALANGKA RAYA
1. Ginjal
Ginjal merupakan organ yang terpenting dalam mempertahankan homeostasis
cairan tubuh. Berbagai fungsi ginjal untuk mempertahankan homeostasis dengan
mengatur volume cairan, keseimbangan osmotik, asam-basa, ekskresi sisa
metabolisme, dan sistem pengaturan hormonal dan metabolisme.Ginjal terletak
dalam rongga abdomen retroperitoneal kiri dan kanan kolumna vertebralis,
dikelilingi oleh lemak dan jaringan ikat dibelakang peritoneum. Batas atas ginjal
kiri setinggi iga ke-11 dan ginjal kanan setinggi iga ke-12, sedangkan batas bawah
setinggi vertebralis lumbalis ke-3.
2. Struktur ginjal
Ginjal terdiri atas:
a. Medulla (bagiandalam): substansi medularis terdiri atas pyramid renalis,
jumlahnya antara 8-16 buah yang mempunyai basis sepanjang ginjal,
sedangkan apeknya menghadap kesinus renalis.
b. Korteks (bagian luar): subtansi kortekalis berwarna coklat merah,
konsistensi lunak, dan bergranula. Subtansi tepat dibawah fibrosa,
melengkung sepanjang basis piramid yang berdekatan dengan sinus
renalis. Bagian dalam diantara piramid dinamakan kolumna renalis.
3. Pembungkus ginjal
Ginjal dibungkus oleh massa jaringan lemak yang disebut kapsula
adiposa (peritonel feet). Bagian yang paling tebal terdapat pada tepi ginjal
memanjang melalui hilus renalis. Ginjal dan kapsula adipose tertutup oleh
lamina khusus dari fasia subserosa yang disebut fasiarenalis yang terdapat
diantara lapisan dalam dari fasia profunda dan stratum fasia subserosa
internus. Fasia fibrosa terpecah menjadi dua.
a. Lamella anterior atau fasia prerenalis.
b. Lamella posterior atau fasia retrorenalis.
4. Struktur makroskopis ginjal
Satuan fungsional ginjal disebut juga dengan nefron, mempunyai + 1,
3juta. Selama 24 jam nefron dapat menyaring 170 liter darah. Arteri renalis
membawa darah murni dari aorta keginjal. Lubang-lubang yang terdapat pada
renal piramid masing-masing membentuk simpul yang terdiri atas satu badan
malpigi yang disebut glomerulus
5. Bagian-bagian dari nefron
a. Glomerulus
Bagian ini merupakan gulungan atau anyaman kapiler yang terletak
didalam kapsula bowman menerima darah dari arteriole aferen dan
meneruskan kesistem vena melalui arteriol aferen. Natrium secara bebas
difiltrasi kedalam glomerulus sesuai dengan kosentrasi dalam plasma. Kalium
juga difiltrasi secara bebas, diperkirakan 10-20% dari kalium plasma terikat
oleh protein dalam keadaan normal.
b. Tubulus proksimal konvulta
Tubulus ginjal yang langsung berhubungan dengan kapsula bowman
dengan panjang 15 mm dan diameter 55 .Bentuknya berkelok-kelok berjalan
dari korteks kebagian medulla lalu kembali kekorteks, sekitar 2/3 dari
natrium yang terfiltrasi akan diabsorbsi secara isotonik bersama klorida.
Proses ini melibatkan transport aktif natrium. Peningkatan reabsorbsi natrium
akan mengurangi pengeluaran air dan natrium.
B.Konsep Dasar
1. Pengertian
Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan
gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversibel dimana kemampuan tubuh
gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan
elektrolit, menyebabkan uremia ( Smaltzer, 2001:1448).
Gagal ginjal kronik merupakan kegagalan fungsi ginjal (unit nefron) yang
berlangsung perlahan-lahan karena penyebab berlangsung lama dan menetap yang
mengakibatkan penumpukan sisa metabolik (toksik uremik) sehingga ginjal tidak
dapat lagi memenuhi kebutuhan biasa lagi dan menimbulkan gejala sakit (Hudak
& Gallo).
Gagal ginjal kronis (chronic renal failure) adalah kerusakan ginjal
progresif yang berakibat fatal dan ditandai dengan uremia (urea dan limbah
nitrogen lainnya yang beredar dalam darah serta komplikasinya jika tidak
dilakukan dialisasi atau transplantasi ginjal).
Gagal ginjal kronis bisa berkembang melalui stadium - stadium berikut ini:
Cadangan ginjal berkurang (tingkat filtrasi glomerular [glomerular
filtration rate - GFR] sebesar 45% sampai 50% dari normal)
2. Klasifikasi/Stadium GGK
4) Pasien asimtomatik.
Pada tahap ini, beberapa hal yang terjadi dalam tubuh penderita,
diantaranya:
1) Sekitar 75-80% nefron tidak berfungsi.
Pada tahap ini, penderita masih dapat melakukan tugas-tugas seperti biasa,
walaupun daya dan konsentrasi ginjal menurun. Pengobatan harus dilakukan
dengan cepat untuk mengatasi kekurangan cairan, kekurangan garam, dan
gangguan jantung. Selain itu, penderita juga harus diberi obat untuk mencegah
gangguan faal ginjal. Apabila langkah-langkah ini dilakukan dengan cepat dan
tepat, perkembangan penyakit ginjal yang lebih berat pun dapat dicegah.
Pada stadium ini, lebih dari 75% jaringan ginjal yang berfungsi telah
rusak. Selain itu, kadar BUN dan kreatinin serum juga mulai meningkat
melampaui batas normal
c. Stadium III (Gagal Ginjal/Faal Ginjal Kurang dari 10%)
Pada tahap ini, beberapa hal yang terjadi dalam tubuh penderita,
diantaranya:
1) Laju filtrasi glomerulus 10-20% normal.
Pada tahap ini, penderita merasakan beberapa gejalan, antara lain mual,
muntah, nafsu makan berkurang, sesak napas, pusing, sakit kepala, air kemih
berkurang, kurang tidur, kejang-kejang, dan mengalami penurunan kesadaran
hingga koma. Oleh karena itu, penderita tidak dapat melakukan tugas sehari-hari.
6) Oliguria.
Stadium akhir kurang lebih 90% massa nefron telah hancur. Nilai GFR
10% dibawah batas normal dan kadar kreatinin hanya 5-10 ml/menit, bahkan
kurang dari jumlah tersebut. Selain itu, peningkatan kreatinin serum dan kadar
BUN juga meningkat secara mencolok.Pada stadium akhir gagal ginjal, penderita
tidak sanggup mempertahankan homeostatis cairan dan elektrolit didalam tubuh.
Biasanya, penderita menjadi oliguria (Pengeluaran kemih kurang dari 500 ml/hari
karena kegagalan glomerulus). Pada stadium akhir gagal ginjal, penderita harus
mendapatkan pengobatan dalam bentuk transplantasi ginjal atau dialisis.
Berdasarkan kemampuan filtrasinya, gagal ginjal dapat dibagi menjadi 5
stadium. Stadium ini dibedakan berdasarkan perkiraan GFR (Glomerular
Filtration Rate). Pada stadium 1, fungsi ginjal masih relatif baik dan terdapat
penurunan minimal pada stadium 2. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat di bawah
ini:
1) Stadium 1 (GFR > 90)
Pada gagal ginjal stadium 1 fungsi ginjal dalam batas normal, namun
terdapat kelainan pada pemeriksaan urine rutin, pemeriksaan struktur ginjal, atau
terdapat faktor genetik. Tidak ada pengobatan khusus pada stadium ini, target
tekanan darah harus dicapai sesegera mungkin.
3. Etiologi
Gagal ginjal kronik dapat timbul dari hamper semua penyakit. Apapun
sebabnya, dapat menimbulkan perburukan fungsi ginjal secara progresif.
Dibawah ini terdapat beberapa penyebab gagal ginjal kronik:
a. Tekanan Darah Tinggi
Hipertensi yang berlangsung lama dapat mengakibatkan perubahan
perubahan stuktur pada arteriol diseluruh tubuh, ditandai dengan fibrosis dan
hialinisasi (sklerosis) didingding pembuluh darah. Organ sasaran utama organ ini
adalah jantung, otak, ginjal dan mata.
Pada ginjal adalah akibat aterosklerosis ginjal akibat hipertensi lama
menyebabkan nefrosklerosis begina. Gangguan ini merupakan akibat langsung
dari iskemia renal. Ginjal mengecil, biasanya simetris dan permukaan berlubang
lubang dan berglanula. Secara histology lesi yang esensial adalah sklerosis arteri
arteri kecilserta arteriol yang paling nyata pada arteriol eferen. Penyumbatan arteri
dan arteriol akan menyebabkan kerusakan glomerulusdan atrofi tubulus, sehingga
seluruh nefron rusak (price, 2005:933).
b. Glomerulonefritis
Glomerulonefritis terjadi karena adanya peradangan pada glomerulus yang
diakibatkan karena adanya pengendapan kompleks antigen antibody. Reaksi
peradangan diglomerulus menyebabkan pengaktifan komplemen, sehingga terjadi
peningkatan aliran darah dan peningkatan permeabilitas kapiler glomerulus dan
filtrasi glomerulus. Protein-protein plasma dan sel darah merah bocor melalui
glomerulus. Glomerulonefritis dibagi menjadi dua yaitu:
1) Gomerulonefritis Akut
Glomerulonefritis akut adalah peradangan glomerulus secara mendadak.
2) Glomerulonefritis Kronik
Glomerulonefritis kronik adalah pradangan yang lama dari sel-sel glomerulus.
(Price, 2005. 924)
c. Lupus Eritematosus Sistemik (SLE)
Nefritis lupus disbabkan oleh kompleks imun dalam sirkulasi yang
terperangkap dalam membrane basalis glomerulus dan menimbulkan
kerusakan. Perubahan yang paling dini sering kali hanya mengenai sebagian
rumbai glomerulus atau hanya mengenai beberapaglomerulus yang tersebar.
(Price, 2005:925)
4.Patofisiologi
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya
diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan
mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah,
maka gejala akan semakin berat. Banyak gejala uremia membaik setelah dialisis.
Gangguan Klirens Renal. Banyak masalah muncul pada gagal ginjal
sebagai akibat dari penurunan jumlah glomeruli yang berfungsi, yang
menyebabkan penurunan klirens substansi darah yang seharusnya dibersihkan
oleh ginjal.
Penurunan laju filtrasi glomerulus (GFR) dapat dideteksi dengan
mendapatkan urine 24-jam untuk pemeriksaan klirens kreatinin. Menurunnya
filtrasi glomerulus (akibat tidak tidak berfungsinya glomeruli) klirens kreatinin
akan menurun dan kadar kreatinin serum akan meningkat. Selain itu, kadar
nitrogen urea darah (BUN) biasanya meningkat. Kreatinin serum merupakan
indikator yang paling sensitif dari fungsi renal karena substansi ini diproduksi
secara konstan oleh tubuh. BUN tidak hanya dipengaruhi oleh penyakit renal,
tetapi juga oleh masukan protein dalam diet, katabolisme (jaringan dan luka
RBC), dan medikasi seperti steroid.
Retensi Cairan dan Natrium. Ginjal juga tidak mampu untuk
mengkonsentrasikan atau mengencerkan urin secara normal pada penyakit ginjal
tahap-akhir; respons ginjal yang sesuai terhadap perubahan masukan cairan dan
elektrolit sehari-hari, tidak terjadi. Pasien sering menahan natrium dan cairan,
meningkatkan risiko terjadinya edema, gagal jantung kongestif, dan hipertensi.
Hipertensi juga dapat terjadi akibat aktivasi aksis reninangiotensin dan kerjasama
keduanya meningkatkan sekresi aldosteron. Pasien lain mempunyai kecendrungan
untuk kehilangan garam; mencetuskan risiko hipotensi dan hipovolemia. Episode
muntah dan diare menyebabkan penipisan air dan natrium, yang semakin
memperburuk status uremik.
Asidosis. Dengan semakin berkembangnya penyakit renal, terjadi asidosis
metabolik seiring dengan ketidakmampuan ginjal mengekskresikan muatan asam
5 Manifestasi klinis
a) Kardiovaskular : kardiomiopati, gagal jantung, hipertensi dan aritmia,
termasuk takikardi atau fibrilasi ventrukiler yang bisa membahayakan
jiwa, efusi perikardial, edema periferal dan perikarditis.
b) Kutaneus : rambut keriting dan rapuh yang bisa berubah warna dan rontok
dengan mudah , peteksia, purpura, gatal parah, kuku jari tipis dan rapuh
dengan garis khas, beku uremik
c) Perubahan endokrin : amenorea dan mens berhenti ( pada Wanita ),
kerusakan metabolisme karbohidrat, impotensi dan produksi sperma
berkurang (pada Pria), sekresi aldostrone meningkat, infertilitas dan libido
menurun, pertumbuahn kerdil (pada anak-anak)
d) Gastro intestinal : anoreksia, mual, muntah, inflamasi dan ulserasi mukosa
GI yang menyebabkan stomatitis, ulserasi dan pendarahan gusi dan
kemungkinan parotitis, esofagitis, gastritis, ulser duodenul, lesi disus kecil
dan besar, kolitis uremik, pankreatitis dan proktiti, rasa seperti logam
didalam mulut, fetor uremik.
e) Perubahan hemotopoitik : anemia, kehilangan darah akibat dialisis dan
perdarahan GI, waktu bertahan hidup sel darah merah (red blood count-
RBC) berkurang, pendarahan yang semakin parah dan gangguan
pengumpulan, yang ditunjukan oleh purpura, hemoragi daro orifikum
tubuh, mudah memar, ekimosis, peteksia, trombositopenia ringan dan
kelainan kepeing darah
f) Neurologis : apati : koma. Konfusi, rasa kantuk, perubahan EEC yang
mengidikasikan ensefalopati metabolik, iritabilat, otot kram dan kejang ,
sindrom kaki gelisah, sawan, jangkauan memori dan perahtian memendek.
g) Renal dan urologis : output urin berkurang; urin sangat encer dan
mengandung warna lain dan kristal . kelebihan cairan dan asidosis
metabolik, awalnya hipotensi, mulut kering , kekencangan kulit hilang,
tidak bergairah, letih dan mual; kemudian timbul rasa kantuk dan konfusi,
iritabilitas otot dan kemudian otot melemah saat kadar kalium naik, retensi
dan kelinhan natrium.
h) Respiratorik : dispnea akibat gagal jantung, respirasi kussmaul akibat
asidosis, geseka friksi dan efusi pleural, nyeri pleuritik, edema pulmoner,
pleritis uremik dan paru-paru uremik.
i) Perubahan skeletal : klasifikasi arteri yang bisa menyebabkan penyakit
arteri koroner, ketidak seimbangan kalsium-fosforus yang menyebabkan
nyeri otot dan tulang, demineralisasi skeletal, fraktur patologis, dan
klasifikasi diotak, mata, gusi, sendi, miokardium dan embuluh darah ,
osteodistrofi renal pada anak-anak (Williams dan Wilkins. 2011; 509-510)
6.komplikasi
1) Pada gagal ginjal progersif, terjadi beban volume, ketidak seimbangan
elektrolit, asidosis metabolik, azotemia, dan uremia.
2) Pada gagal ginjal stadium 5 (penyakit stadium akhir), terjadi azotemia dan
uremia berat, asidosis metabolik memburuk.
3) Hipertensi, anemia, osteodistrofi, hiperkalemia, ensafalopati uremik, dan
pruiritus adalah komplikasi yang sering terjadi.
4) Penurunan pembentukan eritropoiten dapat menyebakan sindrom anemia
kardiorenal, suatu trias anemia yang lama,penyakit kardiovaskular, dan
penyakit ginjal yang akhirnya menyebakan peningkatan morbiditas dan
mortalitas.
5) Dapat terjadi gagal jantung kongestif.
6) Tanpa pengobatan terjadi koma dan kematian (Elizabeth J.Corwin. 2007;
730-731)
1) Pembatasan protein.
Diet Na yang dianjurkan hadala 40-90 mEq/hari (1-2 g Na). Asupan natrium
yang terlalu longgar dapat mengakibatkan retensi cairan, edema perifer,
edema paru, hipertensi dan gagal jantung kongestif.
4) Pengaturan cairan
Cairan yang diminum penderita gagal ginjal tahap lanjut harus diawasi
dengan seksama. Parameter yang tepat untuk diikuti selain data asupan dan
pengeluaran cairan yang dicatat dengan tepat adalah pengukuran berat badan
harian.Asupan yang bebas dapat menyebabkan beban sirkulasi menjadi
berlebihan, dan edema. Sedangkan asupan yang terlalu rendah mengakibatkan
dehidrasi, hipotensi dan gangguan fungsi ginjal.
(1) Hipertensi
(2) Hiperkalemia,
Asidosis ginjal biasanya tidak diobati kecuali HCO3 plasma turun dibawah
angka 15 mEq/L. Bila asidosis berat akan dikoreksi dengan pemberian Na HCO3
(Natrium Bikarbonat) parental. Koreksi pH darah yang berlebihan dapat
mempercepat timbulnya tetani, maka harus dimonitori dengan seksama.
(5) Diet rendah fosfat
Diet rendah fosfat dengan pemberian gel yang dapat mengikat fosfat di
dalam usus. Gel yang dapat mengikat fosfat harus dimakan bersama dengan
makanan.
(6) Pengobatan hiperurisemia
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah respon individu pada masalah kesehatan
baik yang aktual maupun potensial (Mubaraq, 2006:81). Menurut Smeltzer,
(2001:1451-1456) pasien gagal ginjal kronis memerlukan asuhan keperawatan
yang tepat untuk menghindari komplikasi akibat menurunnya fungsi renal dan
stress serta cemas dalam menghadapi penyakit yang mengancam jiwa ini.
Diagnosa keperawatan potensial untuk pasien-pasien ini mencakup yang
berikut:
1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluaran urin, diet
berlebih dan retensi cairan serta natrium.
2. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia, mual dan muntah, pembatasan diet, dan perubahan membran
mukosa mulut.
3. Kurang pengetahuan tentang kondisi dan program penanganan.
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan, anemia, retensi produk
sampah dan prosedur dialisis.
3 Intervensi
Perencanaan keperawatan adalah penyusunan rencana tindakan
keperawatan yang akan dilaksanakan untuk mengatasi masalah sesuai dengan
diagnosis keperawatan yang telah ditentukan dengan tujuan terpenuhinya
kebutuhan pasien (Mubaraq, 2006:84). Menurut Smeltzer, (2001:1452-1454)
perencanaan keperawatan dari diagnosa diatas adalah:
1) Diagnosa keperawatan: Kelebihan volume cairan berhubungan dengan
penurunan haluaran urin, diet berlebih dan retensi cairan serta natrium.
Tujuan: Mempertahankan berat tubuh ideal tanpa kelebihan cairan.
Kriteria hasil:
Klien tidak sesak napas, edema ekstrimitas berkurang, produksi urine >600
ml/hari.
Intervensi:
1. Kaji status cairan:
1) Timbang berat badan harian.
2) Keseimbangan masukan dan haluaran.
3) Turgor kulit dan adanya edema.
4) Distensi vena leher.
5) Tekanan darah, denyut dan irama nadi.
Rasional: Pengkajian merupakan dasar dan data dasar berkelanjutan
untuk memantau perubahan dan mengevaluasi intervensi.
2. Batasi masukan cairan.
Rasional: Pembatasan cairan akan menentukan berat badan ideal,
haluaranurin, dan respon terhadap alergi.
3. Identifikasi sumber potensial cairan:
1) Medikasi dan cairan yang di gunakan.
2) Makanan
Rasional: Sumber kelebihan cairan yang tidak diketahui dapat
diidentifikasi.
4. Jelaskan pada pasien dan keluarga rasional pembatasan.
Rasional: Pemahaman meningkatkan kerjasama pasien dan keluarga
dalam pembatasan cairan.
5. Bantu pasien dalam menghadapi ketidaknyamanan akibat pembatasan
cairan.
Rasional: Kenyamanan pasien meningkatkan kepatuhan terhadap
pembatasan diet.
6. Tingkatkan dan dorong higiene oral dengan sering.
Rasional: Hygiene oral mengurangi kekeringan mebran mukosa mulut.
4. Implementasi
Pelaksanaan merupakan tahap realisasi dari rencana asuhan keperawatan
yang telah disusun (Mubaraq, 2006:87).
1) Diagnosa keperawatan: Kelebihan volume cairan berhubungan dengan
penurunan haluaran urin, diet berlebih dan retensi cairan serta natrium.
Tujuan: Mempertahankan berat tubuh ideal tanpa kelebihan cairan.
Kriteria hasil:
Klien tidak sesak napas, edema ekstrimitas berkurang, produksi urine >600
ml/hari.
Implementasi:
1. Mengkaji status cairan:
1) Timbang berat badan harian.
2) Keseimbangan masukan dan haluaran.
3) Turgor kulit dan adanya edema.
4) Distensi vena leher.
5) Tekanan darah, denyut dan irama nadi.
2. Membatasi masukan cairan.
3. Mengidentifikasi sumber potensial cairan:
1) Medikasi dan cairan yang digunakan.
2) Makanan
4. Menjelaskan pada pasien dan keluarga rasional pembatasan.
5. Membantu pasien dalam menghadapi ketidaknyamanan akibat
pembatasan cairan.
6. Tingkatkan dan dorong higiene oral dengan sering.
2) Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia, mual dan muntah, pembatasan diet, dan perubahan membran
mukosa mulut.
Tujuan: mempertahankan masukan nutrisi yang adekuat.
Kriteria hasil:
Asupan nutrisi tubuh pasien terpenuhi dengan baik.
Implementasi:
1. Mengkaji status nutrisi:
1) Perubahan berat badan.
2) Pengukuran antropometrik.
3) Nilai laboratorium (elektrolit serum,BUN, kreatinin, protein,
tranferin, dan kadar besi).
Implementasi:
1. Mengkaji pemahaman mengenai penyebab gagal ginjal, konsekuensinya,
dan penanganannya:
1) Penyebab gagal ginjal pasien.
2) Pengertian gagal ginjal.
3) Pemahaman tentang fungsi renal.
4) Hubungan antara cairan, pembatasan diet dengan gagal ginjal.
5) Rasional penanganan (Hemodialisis, dialisis peritoneal,
transplantasi).
2. Menjelaskan fungsi renal dan konsekuensi gagal ginjal sesuai dengan
tingkat pemahaman dan kesiapan pasien untuk belajar.
3. Membantu pasien untuk mengidentifikasi cara-cara untuk memahami
berbagai perubahan akibat penyakit dan penanganan yang mempengaruhi
hidupnya.
4. Menyediakan informasi baik tertulis maupun secara oral dengan tepat
tentang:
1) Fungsi dan kegagalan renal.
2) Pembatasan cairan dan diet.
3) Medikasi.
4) Melaporkan masalah, tanda dan gejala.
5) Jadwal tindak lanjut.
6) Sumber di komunitas.
7) Pilihan terapi.
5. Evaluasi
Evaluasi memuat keberhasilan proses dan keberhasilan tindakan
keperawatan. Keberhasilan proses dapat dilihat dengan membandingkan antara
proses dengan pedoman atau rencana proses tersebut (Mubaraq, 2006:88).
1) Klien Tidak sesak napas, edema ekstremitas berkurang, produksi urine >600
ml/hari.
2) Masukan nutrisi dapat terpenuhi dengan baik.
3) Pasien mengetahui tentang kondisi dan penanganan yang diberikan dan
terpenuhinya informasi kesehatan.