Anda di halaman 1dari 22

A.

JUDUL PENELITIAN

Efektivitas Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 Terhadap Izin Pinjam Pakai

Hutan PT. Inti Bara Perdana Bengkulu Tengah

B. LATAR BELAKANG

Seperti yang kita ketahui Hutan Produksi Rindu Hati Bengkulu Tengah

merupakan hutan yang banyak dieksplorasi oleh perusahaan-perusahaan baik di

bidang pertambangan maupun dibidang nonpertambangan. PT. Inti Bara Perdana

merupakan salah satu perusahaan yang bergerak dibidang pertambangan batu bara

yang ikut mengekplorasi kawasan Hutan Produksi Rindu Hati Bengkulu Tengah.

Namun sampai saat ini tercatat bahwa PT. Inti Bara Perdana belum juga memiliki

izin pinjam pakai kawasan hutan dari pejabat yang berwenang 1. Pinjam pakai

kawasan hutan adalah penggunaan atas sebagian kawasan hutan kepada pihak lain

untuk kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan tanpa mengubah

status, peruntukan, dan fungsi kawasan tersebut2.

Pinjam pakai kawasan hutan hanya dapat dilakukan untuk penggunaan

kawasan hutan dengan tujuan strategis dan untuk kepentingan umum terbatas.

Penggunaan kawasan hutan dengan tujuan strategis adalah untuk kepentingan

religi, hankam, pertambangan, ketenagalistrikan dan instalasi teknologi energi

1 http://harianrakyatbengkulu.com/ver3/2015/03/18/ibp-belum-miliki-
izin-pinjam-pakai/

2 Permerhut P.18/MENHUT-II/2011 Tentang Pedoman Pinjam Pakai


Kawasan Hutan

1
terbarukan, jaringan telekomunikasi, dan jaringan instalasi air. Sedangkan untuk

kepentingan umum terbatas meliputi untuk jalan umum dan rel kereta api, saluran

air bersih dan air limbah, pengairan, bak penampungan air, fasilitas umum,

repeater telekomunikasi, stasiun pemancar radio, dan stasiun relay TV.

PT. Inti Bara Perdana saat ini hanya memiliki berupa surat rekomendasi

dari PT. Danau Mas Hitam bekerjasama dalam bentuk sistem operator 3. Hal ini

tentu saja belum cukup untuk menjadi landasan hukum bagi PT. Inti Bara Perdana

untuk mengeksplorasi Hutan Produksi Rindu Hati Bengkulu Tengah. Karena Izin

Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) adalah termasuk izin yang penting bagi

khalayak di bidang pertambangan ;

minyak dan gas bumi

mineral dan batubara

panas bumi

ketenagalistrikan

Apabila semua Izin sudah siap baik yang terkait dengan UU Minyak dan Gas

Bumi, UU Mineral Batubara atau UU Panas Bumi juga UU Lingkungan Hidup

dan semua turunannya, namun Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan belum ada atau

belum didapatkan padahal lokasi penambangan ada dalam Kawasan Hutan, maka

aktifitas tambang belum bisa dilaksanakan apalagi memproduksinya. Sanksi

Pidana apabila melanggarnya.

3 http://kupasbengkulu.com/gali-batubara-pt-ibp-hanya-gunakan-surat-
rekomendasi/

2
Dalam Undang-undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan dinyatakan

secara tegas yakni :

Pasal 38 ayat (3)

Penggunaan kawasan hutan untuk kepentingan pertambangan dilakukan

melalui pemberian izin pinjam pakai oleh Menteri dengan mempertimbangkan

batasan luas dan jangka waktu tertentu serta kelestarian lingkungan

Pasal 38 ayat (4)

Pada kawasan hutan lindung dilarang melakukan penambangan dengan

pola pertambangan terbuka

Pasal 38 ayat (5)

Pemberian izin pinjam pakai sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang

berdampak penting dan cakupan yang luas serta bernilai strategis dilakukan oleh

Menteri atas persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat

Pasal 45 ayat (2)

Reklamasi pada kawasan hutan bekas areal pertambangan, wajib

dilaksanakan oleh pemegang izin pertambangan sesuai dengan tahapan kegiatan

pertambangan

Pasal 50 ayat 3

3
Setiap orang dilarang melakukan kegiatan penyelidikan umum atau

eksplorasi atau eksploitasi bahan tambang di dalam kawasan hutan, tanpa izin

Menteri4

Dalam pengawasannya UU memberikan kewenangan kepada pejabat

kehutanan tertentu sesuai dengan sifat pekerjaannya untuk bertindak sebagai polisi

khusus (lihat Pasal 51 UU 41/1999). Polisi khusus ini antara lain tugasnya adalah:

- mengadakan patroli/perondaan di dalam kawasan hutan atau wilayah

hukumnya;

- memeriksa surat-surat atau dokumen yang berkaitan dengan pengangkutan

hasil hutan di dalam kawasan hutan atau wilayah hukumnya;

- menerima laporan tentang telah terjadinya tindak pidana yang menyangkut

hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan;

- mencari keterangan dan barang bukti terjadinya tindak pidana yang

menyangkut hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan;

- dalam hal tertangkap tangan, wajib menangkap tersangka untuk diserahkan

kepada yang berwenang; dan

- membuat laporan dan menandatangani laporan tentang terjadinya tindak

pidana yang menyangkut hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan.

4 UU No. 41 tahun 1999 pasal 38 ayat(3),ayat (4),ayat (5); pasal 45


ayat (2);pasal 50 ayat 3

4
Bagi perusahaan yang melanggar ketentuan tersebut maka terhadap

perusahaan tersebut berlaku sanksi pidana yang diatur dalam Pasal 78 UU

41/1999 pidana penjara (bagi direkturnya atau yang berwenang mewakili

perusahaan) dan denda serta dapat berakibat semua hasil hutan dan atau alat-alat

termasuk alat angkutnya yang dipergunakan untuk mengeksplorasi hutan tanpa

izin dirampas untuk Negara. Selain sanksi pidana, pelaku usaha yang melanggar

juga dapat dikenakan ganti rugi dan sanksi administratif. Jadi, polisi memang

berhak untuk memeriksa kelengkapan administrasi yang Anda miliki dalam

rangka penggunaan kawasan hutan.

Dengan melihat latar belakang tersebut diatas hal ini penulis sangat tertarik

untuk membahas masalah ini dengan mengambil judul Efektivitas Undang-

Undang Nomor 41 Tahun 1999 Terhadap Izin Pinjam Pakai Hutan PT. Inti Bara

Perdana Bengkulu Tengah

C. RUMUSAN MASALAH

1. Bagamana PT. Inti Bara Perdana dapat mengeksplorasi kawasan Hutan

Produksi Rindu Hati Bengkulu Tengah tanpa adanya Izin Pinjam Pakai

Kawasan Hutan?
2. Bagaimana tinjauan yuridis terhadap surat rekomendasi pertambangan dari

PT. Danau Mas Hitam kepada PT. Inti Bara Perdana yang menjadi landasan

5
hukum PT. Inti Bara Perdana mengekplorasi Hutan Produksi Rindu Hati

Bengkulu tengah?
3. Apa sanksi yang seharusnya dijatuhkan kepada PT. Inti Bara Perdana?
4. Bagaimana efektivitas penerapan UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan

terhadap Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan PT. Inti Bara Perdana Bengkulu

Tengah?

D. TUJUAN PENELITIAN

1. Untuk mengetahui bagamana PT. Inti Bara Perdana dapat mengeksplorasi

kawasan Hutan Produksi Rindu Hati Bengkulu Tengah tanpa adanya Izin

Pinjam Pakai Kawasan Hutan;


2. Untuk mengetahui bagaimana tinjauan yuridis terhadap surat rekomendasi

pertambangan dari PT. Danau Mas Hitam kepada PT. Inti Bara Perdana yang

menjadi landasan hukum PT. Inti Bara Perdana mengekplorasi Hutan

Produksi Rindu Hati Bengkulu tengah;


3. Untuk mengetahui apa sanksi yang seharusnya dijatuhkan kepada PT. Inti

Bara Perdana;
4. Untuk mengetahui bagaimana efektivitas penerapan UU No. 41 Tahun 1999

terhadap Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan PT. Inti Bara Perdana.

E. MANFAAT PENELITIAN

1. Manfaat Teoritis

6
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pemikiran atau

memberikan solusi dalam bidang hukum administrasi negara yang terkait

dengan efektivitas penerapan undang-undang nomor 41 tahun 1999

tentang kehutanan terhadap izin pinjam pakai kawasan hutan PT. Inti Bara

Perdan Bengkulu Tengah. Dengan demikian pembaca atau calon peneliti

lain akan semakin mengetahui tentang efektivitas penerapan undang-

undang nomor 41 tahun 1999 tentang kehutanan terhadap izin pinjam

pakai kawasan hutan PT. Inti Bara Perdan Bengkulu Tengah.


Dapat dijadikan pedoman bagi para pihak atau peneliti lain yang ingin

mengkaji secara mendalam tentang penegakan hukum admistrasi negara

yang berkaitan dengan masalah yang penulis utarakan diatas.

2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan penelitian

dalam rangka meningkatkan kualitas penegakan hukum administrasi

negara dalam menghadapi kasus yang serupa.

F. KERANGKA PEMIKIRAN

POKOK PEMIKIRAN TENTANG HUKUM FUNGSI HUKUM :

a. Jeremy Bentham5 ; untuk memelihara kebaikan dan mencegah kejahatan.

5 Introduction to the Principles of Moral and Legislation, Riverside, New Jersey, Hafner,
1948.

7
b. Aubert6 ;fungsi mengatur (governance), distribusi sumber daya,

safeguard terhadap ekspektasi masyarakat, penyelesaian konflik, ekspresi dari

nilai-nilai dan cita-cita masyarakat.

KONSEP DASAR PERIZINAN

Untuk mengendalikan setiap kegiatan atau perilaku individu atau

kolektivitas yang sifatnya preventif adalah melalui izin, yang memiliki kesamaan

seperti dispensasi, izin dan konsesi;

a. dispensasi
keputusan administrasi negara yang membebaskan suatu perbuatan dari kekuasaan

suatu peraturan yang menolak peraturan itu.


b. izin
suatu keputusan administrasi negara yang memperkenankan suatu perbuatan yang

pada umumnya dilarang, tetapi diperkenankan dan bersifat konkrit.


c. konsesi
suatu perbuatan yang penting bagi umum, teetapi pihak swasta dapat turut serta

dengan syarat pemerintah ikut campur.

Asep Warlan Yusuf7 ; izin sebagai instrumen pemerintah yang bersifat yuridis

preventif, yang digunakan sebagai sarana hukum adminstrasi untuk

mengendalikan perilaku masyarakat. Izin merupakan pengecualian yang diberikan

oleh undang-undang untuk menunjukan legalitas sebagai suatu ciri negara hukum

yang demokratis. Izin diterapkan oleh pejabat negara. Izin bersifat:

a. Konkret

objeknya tidak abstrak melainkann berwujud, tertentu dan ditentukan,

b. Individual
6 Vilhelm Aubert. 1966. Sociology of law: selected readings. Penguin Books, hlm.10

7Asep Warlan Yusuf, Dasar perizinan dibidang lingkungan hidup dan kehutanan, 2004

8
siapa yang diberikan izin,

d. Final
seseorang telah mempunyai hak untuk melakukan suatu perbuatan hukum sesuai

dengan isinya yang secara definitif dapat menimbulkan akibat hukum tertentu.

Adapun Para ahli mendefinisikan izin sebagai berikut :

W.F Prins yang diterjemaahkan oleh Kosim Adi Saputra8

Bahwa istilah izin dapat diartikan tampaknya dalam arti memberikan dispensasi

dari sebuah larangan dan pemakaiannya dalam arti itu pula.

Uthrecht9

Bilamana pembuatan peraturan tidak umumnya melarang suatu perbuatan

tetapi masih juga memperkenankannya asal saja diadakan secara yang

ditentukan untuk masing-masing hal konkrit maka perbuatan administrasi Negara

memperkenankan perbuatan tersebut bersifat suatu izin (vergunning).

Prajyudi Atmosoedirdjo10

Suatu penetapan yang merupakan dispensasi dari suatu larangan oleh undang-

undang yang kemudian larangan tersebut diikuti dengan perincian dari pada

syarat-syarat , kriteria dan lainnya yang perlu dipenuhi oleh pemohon untuk

8 W F Prins dan Kosim Adisaputra, Pengantar Ilmu Hukum Administrasi Negara, Cet. 6,
(Jakarta: Pradnya Paramitha, 1979).

9 E.Utrecht, Pengantar Hukum Administrasi Negara, cet. Keempat, 1960,

10 Prajudi Atmosudrijo, Hukum Administrasi Negara, (Jakarta : Ghalia Indonesia,


1988).

9
memperoleh dispensasi dari larangan tersebut disertai dengan penetapan

prosedur dan juklak (petunjuk pelaksanaan) kepada pejabat-pejabat administrasi

negara yang bersangkutan.

Sjachran Basah11

Perbuatan hukum Negara yang bersegi satu yang mengaplikasikan peraturan

dalam hal konkreto berdasarkan persyaratan dan prosedur sebagaimana

diteapakan oleh ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Ateng Syafruddin12

Merupakan bagian dari hubungan hukum antara pemerintah administrasi

dengan warga masyarakat dalam rangka menjaga keseimbangan kepentingan

antara masyarakat dengan lingkungannya dan kepentingan individu serta upaya

mewujudkan kepastian hukum bagi anggota masyarakat yang berkepentingan.13

Adapun yang menjadi tujuan perizinan :

1.Mengkonkretkan norma umum pada perbuatan hukum tertentu;

2.Mengatur pada perbuatan individual;

11 Sjachran Basah, Ilmu negara: pengantar, metode dan sejarah perkembanngan, 2001

12 Ateng Syafruddin, pengatutan koordinasipemerintah di daerah, 1976

13 http://ikomatussuniah-design.blogspot.com/2012/03/hukum-perizinan.html

10
3.Memberikan perlindungan hukum;

4.Melindungan kepentingan umum dan sumber daya.

Unsur-unsur dalam izin adalah:

1. Para pihak

2. Objek pengaturan

3. Pengesahan

4. Pihak yang mengeluarkan

5. Jangka waktu (tidak ada izin yang berlaku seumur hidup)

6. Untuk apa izin digunakan

7. Alasan penerbitan izin; atribusi, delegasi dan mandat

Kewenangan Pemberi Izin

Kewenangan di bidang perizinan sangat penting. Kewenangan untuk

melarang warga agar tidak melakukan hal tertentu harus didasarkan pada

aturan yang jelas dan tegas.


Kewenangan yang diberikan kepada organ pemerintah harus didasarkan

pada peraturan perundang-undangan yang jelas.


1. Kewenangan dapat bersumber pada:

1.atribusi;

pemberian wewenang pemerintah yang baru oleh suatu ketentuan dalam

suatu perundang-undangan baik yang dilakukan olehoriginal

legislator ataupun delegated legislator14.

14 Indroharto

11
2.delegasi;

penyerahan wewenang dari pejabat yang lebih tinggi kepada yang lebih

rendah

3.mandat.

suatu organ pemerintahan mengizinkan kewenangannya dijalankan oleh

organ lain atas namanya15.

Fungsi Izin Secara Umum, yaitu :

1.Instrumen Pemerintahan

2.Yuridis Preventif

3.Sarana Hukum Administrasi

4.Pengendalian (Sturen) Perilaku Masyarakat

Ada pun fungsi Izin dalam Lingkungan dan Kehutanan, yaitu :

1. Kepastian Hukum Prosedural Permohonan Izin Usaha di bidang lingkungan

dan kehutanan
2. Instrumen pengawasan dan pengendalian sumber daya alam (semua

pemegang izin diawasi dan tunduk kepada kewajiban-kewajiban pemegang

izin)
3. Keteraturan Pembangunan dengan berdasarkan SDA dan Keberlanjutan SDA

Peraturan Perundang-Undangan di bidang Kehutanan :

15 HD. Van Wijk

12
1. UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan
2. PP No. 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana

Pengelolaan Hutan, Serta Pemanfaatan Hutan.


3. PP No. 3 Tahun 2008 tentang Perubahan PP No. 6 Tahun 2007
4. PP No. 24 Tahun 2010 tentang Penggunaan Kawasan Hutan
5. PP No. 61 Tahun 2012 tentang Perunahan PP No.24 Tahun 2010

Pinjam pakai kawasan hutan adalah penggunaan atas sebagian kawasan hutan

kepada pihak lain untuk kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan

tanpa mengubah status, peruntukan, dan fungsi kawasan tersebut16.

Peratuan Perundang-undangan yang terkait dengan IPPKH adalah :

Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 3888), sebagaimana telah diubah dengan Undang-

Undang Nomor 19 Tahun 2004 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah

Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas

Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan Menjadi Undang-

Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 86,

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4412);

Peraturan Pemerintah RI No. 24 Tahun 2010 tentang Penggunaan Kawasan

Hutan, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah RI No. 61 Tahun

2012 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah RI No. 24 Tahun 2010

PP No. 44 Tahun 2004 tentang Perencanaan Kehutanan

16 Permerhut P.18/MENHUT-II/2011 Tentang Pedoman Pinjam Pakai Kawasan Hutan

13
PP No. 45 Tahun 2004 tentang Perlindungan Hutan

PP No. 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan

Hutan, serta Pemanfaatan Hutan

PP No. 76 Tahun 2008 tentang Rehabilitasi dan Reklamasi Hutan

PP No. 10 Tahun 2010 tentang Tata Cara Perubahan Peruntukan dan Fungsi

Kawasan Hutan

Peraturan Menteri Kehutanan No. P.18/Menhut-II/2011 tentang Pedoman

Pinjam Pakai Kawasan Hutan

Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) diatur secara khusus dalam Peraturan

Menteri Kehutanan No. P.18/Menhut-II/2011 tentang Pedoman Pinjam Pakai

Kawasan Hutan terdiri dari beberapa BAB yakni :

I. Ketentuan Umum

II. Tata Cara dan Persyaratan Permohonan Penggunaan Kawasan Hutan

III. Jangka Waktu dan Perpanjangan Persetujuan Prinsip Penggunaan Kawasan

Hutan dan IPPKH

VI. Monitoring dan Evaluasi

V. Hapusnya Izin

VI. Sanksi

VII. Ketentuan Peralihan

VIII. Ketentuan Penutup

G. KEASLIAN PENELITIAN

14
Pemeriksaan yang dilakukan pada perpustakaan universitas bengkulu

tentang Efektivitas Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 Terhadap Izin Pinjam

Pakai Hutan PT. Inti Bara Perdana Bengkulu Tengah. Sepanjang pengetahuan

penulis belum ada ditemukan judul penelitian yang sama persis seperti judul

skripsi ini.

Penelitian ini dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya secara ilmiah dan

terbuka baik di sidang yang bersifat ilmiah maupun dihadapan masyarakat pada

umumnya. Berbagai saran dan masukan yang konstruktif sehubungan dengan

pendekatan dan perumusan masalah ini sangat diharapkan untuk pengembangan

penelitian selanjutnya.

H. METODE PENELITIAN

1. Jenis Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian hukum empiris, dilakukan melalui

observasi dan wawancara yang mendalam dengan meresponden dan narasumber

yang berkompetensi terkait dengan masalah yang diteliti untuk mendapatkan data

primer.

2. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini termasuk dalam kategori pendekatan penelitian hukum

empiris, dalan penelitian hukum empiris data primer merupakan data utama yang

akan dianalisis. Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari informan 17.

Sedangkan data sekunder berfungsi data mendukung data primer.

17 Ronny Hanitijo Soemitro, Metode Penelitian Hukum dan Jurimetri ,


Ghalia Indonesia, Jakarta, 1990, Hal. 8.

15
Metode penelitian empiris ini menggunakan pendekatan kualitatif

penelitian kualitatif langsung mengarah pada keadaan dan pelaku-pelaku tanpa

mengurangi unsur-unsur yang terdapat didalamnya. Pendekatan penelitian

kualitatif adalah suatu penelitian yang pada dasarnya menggunakan pendekatan

deduktif-induktif.

Sehubungan dengan masalah penelitian ini, maka peneliti

mempunyai rencana kerja atau pedoman pelaksanaan penelitian dengan

menggunakan pendeketan kualitatif, dimana yang dikumpulkan berupa pendapat ,

tanggapan, informasi , konsep-konsep, dan keterangan yang berbentuk uraian

dalam mengungkapkan masalah. Pendekatan penelitian menggunakan metode

pendekatan kualitatif penelitian langsung mengarah pada keadaan dan pelaku-

pelaku tanpa mengurangi unsur-unsur yang terdapat didalamnya.18

3. Populasi dan Sampel

Populasi adalah keseluruhan atau himpunan obyek penelitian dengan

ciri yang sama. Populasi dapat berupa himpunan orang , benda (hidup atau mati),

gejala-gejala,tingkah laku-tingkah laku, pasal perundang-undangan, kasus-kasus

hukum , waktu , atau tempat,alat-alat pengajaran , cara-cara dan sebagainya,

dengan ciri dan sifat yang sama19.

18 Andry Harijanto Hartiman, Antropologi Hukum. Lembaga Penelitian


Unib Bengkulu, 2001.Hal.23

19 Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum,


PT.RajaGRafindo Persda, Jakarta, 1997, hal.121.

16
Menurut Soerjono Soekanto, yang dimaksud dengan sampel adalah:

Setiap manusia atau unit dalam populasi yang mendapat kesempatan yang sama

untuk terpilih sebagai unsur dalam sampel atau mewakili populasi yang akan

diteliti.20

Penentuan sampel dalam penelitian ini menggunakan metode

purposive sampling yaitu pemilihan elemen sampel dengan cara sengaja, sehingga

dalam penelitian ini sampel sengaja dipilih berdasarkan kriteria dan kecakapan

sesuai dengan tujuan peneliti (sampel non random).

4. Data dan Sumber Data

Ada dua data yang penulis gunakan dalam penelitian ini yaitu

data primer dan data sekunder.


a. Data Primer

Data ini diperoleh dari penelitian lapangan dengan mengadakan

wawancara dengan responden sesuai dengan daftar pertanyaan yang telah disusun

sebelumnya dan dikembangkan pada saat wawancara dengan membatasi

pertanyaan sesuai dengan aspek masalah yang diteliti. Wawancara merupakan

salah satu bentuk teknik pengumpulan data dalam metode survei melalui daftar

pertanyaaan yang diajukan secara lisan terhadap responden.21

20 Soerjono Soekanto, Op, Cit, Hal. 172.

21 Rosady Ruslan,Metode Penelitian Publik Relations dan Komunikasi, Raja Grafindo


Persada, Jakarta, 2010, Hal. 23.

17
Data primer ini dipergunakan untuk memperoleh keterangan yang

benar dan dapat menjawab permasalahan yang ada. Dalam wawancara mendalam

penulis terlebih dahulu menentukan populasi dan sampel.

b. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari studi

kepustakaan dengan cara melakukan penelitian kepustakaan yang bertujuan untuk

mencari data berupa konsepsi-konsepsi, teori-teori, pendapat-pendapat,

pandangan-pandangan, doktrin-doktrin, dan asas-asas hukum yang berhubungan

erat dengan pokok permasalahan yang diteliti.

5. Teknik Pengumpulan Data

Prosedur pengumpulan data yang akan digunakan dalam meliputi

data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data diperoleh melalui

penelitian lapangan (field research) yang dilakukan dengan cara

wawancara dan observasi. Data primer hasil wanwancara dan observasi tersebut

kemudian di analisis dengan data sekunder yang kemudian menjadi suatu

kesimpulan. Data sekunder yang dimaksud adalah data yang diperoleh dari studi

kepustakaan dengan cara melakukan penelitian kepustakaan yang bertujuan untuk

mencari data berupa konsepsi-konsepsi, teori-teori, pendapat-pendapat,

pandangan-pandangan, doktrin-doktrin, dan asas-asas hukum yang berhubungan

erat dengan pokok permasalahan yang diteliti.

Prosedur Pengumpulan Data

18
Dalam pengumpulan data penulis menggunakan wawancara

dan observasi , dan data pengumpulan data sekunder.

Lokasi Penelitian

Sesuai dengan judul penelitian dan identifikasi permasalahan,

maka penelitian ini dilakukan , di desa Taba Menanjung ,

Kabupaten Bengkulu Tenaah

Penentuan Narasumber

Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode purposive

sampling yaitu untuk menentukan narasumber yang dipilih

secara sengaja dengan menggunakan kriteria dan

perimbangan penelitian.

6. Pengelolahan Data

Pengolahan yang dimaksud setelah data diperoleh baik data primer

maupun data sekunder, kemudian data tersebut diolah sesuai dengan kebutuhan

apa yang menjadi pokok pembahasan dalam penelitian ini, yang kemudian data

tersebut dikelasifikasikan hasil pada sub bab sesuai dengan kegunaan dalam

penulisan, seperti pengelompokan hasil wawancara dan observasi pada sub bab

tertentu.

7. Analisis Data

Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini metode analisis

kualitatif. Analisis kualitatif yaitu analisis data dengan mendeskripsikan ke dalam

19
bentuk pernyataan-pernyataan dengan menggunakan cara berpikir induktif-

deduktif atau sebaliknya, cara berpikir induktif yaitu menggeneralisasikan data

dari sampel (informan) sebagai hasil penelitian untuk menggambarkan keadaan

khusus, sedangkan cara berfikir deduktif yaitu kerangka berpikir untuk menarik

kesimpulan dari hal-hal yang bersifat umum. Setelah data dianalisis satu persatu

selanjutnya disusun secara sistematis sehingga dapat menjawab permasalahan

yang disajikan dalam bentuk skripsi.

I. SISTEMATIKA PENULISAN

Penulisan penelitian ilmiah ini akan dibagi dalam empat bab. Masing-

masing bab terdiri atas sub bab sesuai dengan pembahasan dari materi yang

diteliti. Uraian mengenai sistematika itu adalah sebgai berikut:

a. Bab I pendahuluan :
Bab pertama dalam penulisan ini adalah bab pendahuluan yang

terdiri dari latar belakang, permasalahan, tujuan dan manfaat

penelitian, kerangka penelitian, keaslian penulisan, metode

penelitian dan sistematika penulisan.


b. Bab II Kajian Pustaka :
Dalam bab kajian pustaka terdiri dari sub bab yang menguraikan

Tentang, efektifitas Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999

Terhadap Izin Pinjam Pakai Hutan PT. Inti Bara Perdana Bengkulu

Tengah
c. Bab III :
Berisikan uraian analisis terhadap data prnelitian yang diperoleh dari

hasil penelitian secara kualitatif, baik primer mauypun sekunder

terhadap efektifitas Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999

20
Terhadap Izin Pinjam Pakai Hutan PT. Inti Bara Perdana Bengkulu

Tengah yang terdiri dari beberapa sub-bab permasalahan dalam

penelitian ini.
a. Bab IV Penutup :
Bab keempat diberikan kesimpulan dan saran atas permasalahan

yang di bahas dalam penelitian efektifitas Undang-Undang Nomor

41 Tahun 1999 Terhadap Izin Pinjam Pakai Hutan PT. Inti Bara

Perdana Bengkulu Tengah.

DAFTAR PUTAKA

Abrar Saleng, Hukum Pertambangan, cetakan kedua. (Jogjakarta: UII Press,

2007).

Anthony I. Ogus, Regulations Legal Form and Economic Theory. Portland,

Oregon : Hart Publishing, 2004.

Bachsan Mustafa : Pokok-Pokok Hukum Administrasi Negara, Bandung : Penerbit

Alumni, 1979.

Bintoro Tjokroamidjoyo, Pengantar Administrasi Pembangunan. (Jakarta :

LP3ES, 1974).

21
Carol Harlow and Richard Rowling, Law and Administration. London :

Butterwoths, 1997.

E.Utrecht, Pengantar Hukum Administrasi Negara, cet. Keempat, 1960

James Hart,An Introductional to Administrative Law with Selected Cases.

(Newyork : Appleton, Century Lorfts Inc., 1950)

J. Wayong dan Achmad Ichsan, Fungsi Administrasi Negara, cetakan

keempat.Jakarta : Penerbit Djambatan, 1983

Kuntjoro Purbopranoto, Beberapa Catatan Hukum Tata Pemerintahan dan

Peradilan Administrasi Negara, (Bandung : Alumni, 1981)

W F Prins dan Kosim Adisaputra, Pengantar Ilmu Hukum Administrasi Negara,

Cet. 6, (Jakarta: Pradnya Paramitha, 1979)

22

Anda mungkin juga menyukai