Anda di halaman 1dari 12

PROSES PENYUSUNAN APBN DAN APBD

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Setiap tahun pemerintah pusat


maupun pemerintah daerah menghimpun dan membelanjakan dana melalui Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara/Daerah. Penyusunan anggaran merupakan rangkaian
aktivitas yang melibatkan banyak pihak, termasuk semua departemen dan lembaga serta
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) maupun Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) di
provinsi/kota/kabupaten. Peran DPR/DPRD dalam penyusunan anggaran menyebabkan
penyusunan anggaran lebih transparan, demokratis, objektif dan akuntabel.
Pentingnya perumusan APBN dan APBD bagi suatu negara menyebabkan munculnya
gagasan untuk mempelajari bagaimana tata cara perumusan dan pengelolaan keuangan negara
tersebut. Dengan adanya makalah mengenai APBN dan APBD ini diharapkan pembaca dapat
mengetahui proses dan tata cara perumusan APBN dan APBD mulai dari tahap perumusan
dan pengajuan sampai tahap pengesahannya.

B. Tujuan
Tujuan makalah ini yaitu :
a. Mengetahui ketentuan perumusan APBN dan APBD
b. Mampu menjelaskan proses dan tahap perumusan anggaran
c. Mampu mengamati dan mengawasi proses perumusan anggaran di lingkungan

BAB II
PENYUSUNAN ANGGARAN PENDAPATAN BELANJA NEGARA
Setiap tahun pemerintah menghimpun dan membelanjakan dana melalui Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara. Istilah ini mengacu pada anggaran yang digunakan oleh
pemerintah pusat dan bukan termasuk Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dan juga
anggaran BUMN. Penyusunan anggaran negara merupakan rangkaian aktivitas yang
melibatkan banyak pihak, termasuk semua departemen dan lembaga serta Dewan Perwakilan
Rakyat (DPR). Peran DPR dalam penyusunan anggaran menyebabkan penyusunan anggaran
lebih transparan, demokratis, objektif dan akuntabel.
Sesuai dengan amanat UUD 1945 bahwa APBN harus diwujudkan dalam bentuk
Undang-Undang. Dalam hal ini presiden berkewajiban menyusun dan mengajukan
Rancangan APBN (RAPBN) kepada DPR. RAPBN tersebut memuat asumsi umum yang
mendasari penyusunan APBN, perkiraan penerimaan, pengeluaran, transfer, defisit/surplus,
pembiayaan defisit serta kebijakan pemerintah. Selain tu APBN juga memuat perkiraan
terperinci mengenai penerimaan dan pengeluaran departemen/lembaga, proyek, data aktual,
proyeksi perekonomian, dan informasi terkait lainnya. Semuanya dituangkan dalam Nota
Keuangan yang merupakan bagian yang tak terpisahkan dari RUU APBN yang disahkan
kepada DPR.

A. Ruang Lingkup APBN


APBN mencakup seluruh penerimaan dan pengeluaran yang ditampung dalam satu
rekening yang disebut rekening Bendaharawan Umum Negara (BUN) di Bank Sentral. Pada
dasarnya selurun penerimaan dan pengeluaran harus dimasukkan dalam rekening tersebut,
kecuali pada alasan berikut :
a. Untuk mengelola pinjaman luar negeri untuk proyek tertentu sebagaimana disyaratkan oleh
pemberi pinjaman.
b. Untuk mengadministrasikan dan mengelola dana-dana tertentu seperti dana cadangan dan
dana penjamin deposito.
c. Untuk mengadministrasikan penerimaan dan pengeluaraan lainnya yang dianggap perlu
untuk dipisah dari rekening BUN, dimana suatu penerimaan harus digunakan untuk tujuan
tertentu.

B. Format APBN
Perkiraan-perkiraan di APBN terdiri atas penerimaan, pengeluaran, transfer,
surplus/defisit dan pembiayaan. Selama tahun anggaran 1969/1970 sampai dengan
1999/2000. APBN menggunakan format T-account. Format ini memiliki kekurangan karen
tidak menjelaskan mengenai pengendalian defisit dan kurang transparan. Mulai tahun
anggaran 2000, format APBN diubah menjadi menggunakan I-account. Tujuan perubahan ke
I-account adalah :
a. Meningkatkan transparansi dalam penyusunan APBN
b. Mempermudah analisis, pemantauan, dan pengendalian pelaksanaan dan pengelolaan APBN
c. Mempermudah analisis komparasi dengan anggaran negara lain
d. Mempermudah perhitungan dana perimbangan yang lebih transparan yang didistribusikan
oleh pemerintah pusat ke pemerintah daerah.
Adapun perbedaan utama antara T-account dengan I-account adalah:
a. T-Account
1. Sisi penerimaan dan pengeluaran dipisahkan ke dalam kolom yang berbeda
2. Mengikuti anggaran yang berimbang dan dinamis
3. Tidak menunjukan dengan jelas komposisi anggaran yang dikelola pemerintah pusat dan
pemda.
4. Pinjaman luar negeri dianggap sebagai penerimaan pembangunan dan pembayaran cicilan
utang luar negeri dianggap sebagai pengeluaran rutin
b. I-account
1. Sisi penerimaan dan pengeluaran tidak dipisahkan
2. Menerapkan anggaran defisit/surplus
3. Menunjukan dengan jelas jumlah anggaran yang dikelola oleh Pemda.
4. Pembiyaan luar negeri dan cicilannya dianggap sebagai pembiayaan anggaran

Format APBN pemerintah Republik Indonesia menjadi :


A. Pendapatan Negara dan Hibah
I. Penerimaan Dalam Negeri
1. Penerimaan Perpajakan
i. Pajak dalam negeri
Pajak Penghasilan
a. Minyak dan gas
b. Non minyak dan gas
Pajak Pertambahan Nilai
Pajak Bumi dan Bangunan
Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
Cukai
Pajak lainnya
ii. Pajak Perdagangan Internasional
Bea Masuk
Pajak Ekspor

2. Penerimaan bukan pajak


i. Penerimaan Sumber Daya Alam
a. Minyak Bumi
b. Gas Alam
c. Pertambangan Umum
d. Kehutanan
e. Perikanan
ii. Bagian laba BUMN
PNBP lainnya
II. Hibah

B. Belanja Negara
I. Anggaran belanja pemerintah pusat
1. Pengeluaran rutin
i. Belanja pegawai
ii. Belanja barang
iii. Pembayaran bunga utang
iv. Utang dalam negeri
v. Utang luar negeri
vi. Subsidi
a. Subsidi BBM
b. Subsidi non-BBM
vii. Pengeluaran rutin lainnya

2. Pengeluaran pembangunan
i. Pembiayaan pembangunan rupiah
ii. Pembiayaan proyek

II. Dana perimbangan


1. Dana bagi hasil
2. Dana alokasi umum
3. Dana alokasi khusus

III. Dana otonomi khusus dan penyeimbang

C. Keseimbangan Primer

D. Surplus / Defisit Anggaran

E.Pembiayaan
I. Dalam negeri
1.Perbankan dalam negeri
2.Non-perbankan dalam negeri
i. Privatisasi
ii. Penjualan aset program restrukturisasi perbankan obligasi negara (netto)
3. Penerbitan obligasi pemerintah
4. Pembayaran cicilan pokok hutang / obligasi dalam negeri
II. Luar negeri
1. Pinjaman proyek
2. Pembayaran cicilan pokok utang luar negeri
3. Pinjaman program dan penundaan cicilan utang

Sejak tahun 2005, sebagai konsekuensi dari reformasi keuangan yang diamanatkan
oleh UU No.17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara, struktur belanja dalam APBN
mengalami perubahan untuk memenuhi kriteria unified budget dengan struktur sebagai
berikut :

Belanja Negara
I. Anggaran belanja pemerintah pusat
a. Belanja pegawai
b. Belanja barang
c. Belanja modal
d. Bantuan sosial
II. Anggaran belanja ke daerah
i. Dana perimbangan
a. Dana bagi hasil
b. Dana alokasi umum
c. Dana alokasi khusus
ii. Dana otonomi khusus dan penyesuaian

C. Siklus anggaran
Secara singkat tahapan dalam proses perencanaan dan penyusunan APBN dapat
dijelaskan sebagai berikut:
1. Pertama, tahap pendahuluan.
Tahap ini diawali dengan persiapan rancangan APBN oleh pemerintah, antara lain:
a. meliputi penentuan asumsi dasar APBN
b. perkiraan penerimaan dan pengeluaran
c. skala prioritas, dan
d. penyusunan budget exercise.
Pada tahapan ini juga diadakan rapat komisi antara masing-masing komisi dengan mitra
kerjanya (departemen/lembaga teknis). Tahapan ini diakhiri dengan proses finalisasi
penyusunan RAPBN oleh pemerintah.

2. Kedua, tahap pengajuan, pembahasan, dan penetapan APBN.


Tahapan dimulai dengan pidato presiden sebagai pengantar RUU APBN dan Nota Keuangan.
Selanjutnya akan dilakukan pembahasan baik antara menteri keuangan dan Panitia Anggaran
DPR, maupun antara komisi-komisi dengan departemen/lembaga teknis terkait.
Hasil dari pembahasan ini adalah UU APBN, yang di dalamnya memuat satuan anggaran
(dulu satuan 3, sekarang analog dengan anggaran satuan kerja di departemen dan lembaga)
sebagai bagian tak terpisahkan dari undang-undang tersebut. Satuan anggaran adalah
dokumen anggaran yang menetapkan alokasi dana per departemen/lembaga, sektor,
subsektor, program dan proyek/kegiatan.
Untuk membiayai tugas umum pemerintah dan pembangunan, departemen/lembaga
mengajukan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga (RKAKL) kepada Depkeu
dan Bappenas untuk kemudian dibahas menjadi Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA)
dan diverifikasi sebelum proses pembayaran. Proses ini harus diselesaikan dari Oktober
sampai Desember.
Dalam pelaksanaan APBN dibuat petunjuk berupa keputusan presiden (kepres) sebagai
Pedoman Pelaksanaan APBN. Dalam melaksanakan pembayaran, kepala kantor/pemimpin
proyek di masing-masing kementerian dan lembaga mengajukan Surat Permintaan
Pembayaran kepada Kantor Wilayah Perbendaharaan Negara (KPPN).

3. Tahap ketiga, pengawasan APBN.


Fungsi pengawasan terhadap pelaksanaan APBN dilakukan oleh pengawas fungsional baik
eksternal maupun internal pemerintah.
Sebelum tahun anggaran berakhir sekitar bulan November, pemerintah dalam hal ini Menkeu
membuat laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN dan melaporkannya dalam bentuk
Rancangan Perhitungan Anggaran Negara (RUU PAN), yang paling lambat lima belas bulan
setelah berakhirnya pelaksanaan APBN tahun anggaran bersangkutan.
Laporan ini disusun atas dasar realisasi yang telah diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan
(BPK). Apabila hasil pemeriksaan perhitungan dan pertanggungjawaban pelaksanaan yang
dituangkan dalam RUU PAN disetujui oleh BPK, maka RUU PAN tersebut diajukan ke DPR
guna mendapat pengesahan oleh DPR menjadi UU Perhitungan Anggaran Negara (UU PAN)
tahun anggaran berkenaan.

BAB III
PENYUSUNAN ANGGARAN PENDAPATAN BELANJA DAERAH

A. PRINSIP PENYUSUNAN APBD


Penyusunan APBD Tahun Anggaran harus didasarkan prinsip sebagai berikut:
1. APBD disusun sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan daerah;
2. APBD harus disusunsecara tepat waktu sesuai tahapan dan jadwal;
3. Penyusunan APBD dilakukan secara transparan,dimana memudahkan masyarakat untuk
mengetahui dan mendapatkan akses informasi seluas-Iuasnya tentang APBD;
4. Penyusunan APBD harus melibatkan partisipasi masyarakat;
5. APBD harus memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan;
6. Substansi APBD dilarang bertentangan dengan kepentingan umum, peraturan yang lebih
tinggi dan peraturan daerah lainnya.

B. TEKNIS PENYUSUNAN APBD


Dalam menyusun APBD Tahun Anggaran, pemerintah daerah dan DPRD harus
memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1. Penetapan APBD tepat waktu, yaitu paling lambat tanggal 31 Desember
Tahapan dan Jadwal Proses Penyusunan APBD
N URAIAN WAKTU LAMA
O
1 Penyusunan RKPD Akhir bulan Mei

2 Penyampaian KUA dan PPAS oleh Minggu 1bulan Juni 1minggu


Ketua TAPD kepada kepala daerah

3 Penyampaian KUA dan PPAS oleh Pertengahan bulan 6


kepala daerahkepada DPRD Juni minggu
4 KUA dan PPAS disepakati antara Akhir bulan Juli
kepala daerahdan DPRD

5 Surat Edarankepala daerah perihal Awal bulanAgustus 1 Minggu


Pedoman RKA-SKPD

6 Penyusunan dan pembahasan RKA- Awal Agustus 7 Minggu


SKPD danRKA-PPKD sampai dengan akhir
serta penyusunan Rancangan APBD September

7 Penyampaian Rancangan APBD Minggu pertama 2 Bulan


kepadaDPRD bulan Oktober

8 Pengambilan persetujuan Bersama Palinglama 1 (satu)


DPRD dan kepala daerah bulan sebelum tahun
anggaran
yang bersangkutan

9 Hasil evaluasi Rancangan APBD 15 hari kerja (bulan


Desember)

10 Penetapan Perda APBD dan Perkada Paling Lambat Akhir


Penjabaran APBD sesuai denganhasil Desember (31
evaluasi Desember)
2. Substansi KUA mencakup hal-hal yang sifatnya kebijakan umum dan tidak menjelaskan hal-
hal yang bersifat teknis. Hal-hal yang sifatnya kebijakan umum,seperti:
(a) Gambaran kondisi ekonomi makro termasuk perkembangan indikator ekonomi makro
daerah;
(b) Asumsi dasar penyusunan Rancangan APBD Tahun Anggaran 2012 termasuk laju
inflasi,pertumbuhan PDRB dan asumsi lainnya terkait dengan kondisi ekonomi daerah;
(c) Kebijakan pendapatan daerah yang menggambarkan prakiraan rencana sumber dan
besaranpendapatan daerah untuk tahun anggaran 2012 serta strategi pencapaiannya;
(d) Kebijakan belanja daerah yang mencerminkan program dan langkah kebijakan dalam
upaya peningkatan pembangunan daerah yang merupakan manifestasi darisinkronisasi
kebijakan antara pemerintah daerah dan pemerintahserta strategi pencapaiannya;
(e) Kebijakan pembiayaan yang menggambarkan sisi defisit dan surplus anggaran daerah
sebagai antisipasi terhadap kondisi pembiayaan daerah dalam rangka menyikapi tuntutan
pembangunan daerahserta strategi pencapaiannya.

3. Substansi PPAS lebih mencerminkan prioritas pembangunan daerah yang dikaitkan dengan
sasaran yang ingin dicapai termasuk program prioritas dari SKPD terkait. PPAS juga
menggambarkan pagu anggaran sementara dimasing- masing SKPD berdasarkan program
dan kegiataprioritas dalam RKPD.Pagu sementara tersebut akan menjadi pagu definitif
setelah rancangan peraturan daerah tentang APBD disetujui bersama antara kepala daerah
dengan DPRD serta rancangan peraturan daerah tentang APBD tersebut ditetapkan oleh
kepala daerah menjadi peraturan daerah tentang APBD.

4. Untuk menjamin konsistensi dan percepatan pembahasan rancangan KUA dan rancangan
PPAS, kepala daerah harus menyampaikan rancangan KUA dan rancangan PPAS tersebut
kepada DPRD dalam waktu yang bersamaan, yang selanjutnya hasil pembahasan kedua
dokumen tersebut disepakati bersama antara kepala daerah denganDPRD pada waktu yang
bersamaan, sehingga keterpaduan substansi KUA dan PPAS dalam proses penyusunan
RAPBD akan lebih efektif.

5. Substansi Surat Edaran Kepala Daerah tentang Pedoman Penyusunan RKA-SKPD kepada
seluruh SKPD danRKA-PPKD kepada Satuan Kerja Pengelola KEuangan Daerah
(SKPKD)memuat prioritas pembangunan daerah, program dan kegiatan sesuai dengan
indikator, tolok ukur dan target kinerja dari masing-masing program dan kegiatan, alokasi
plafon anggaran sementara untuk setiap programdan kegiatan SKPD, batas waktu
penyampaian RKA-SKPD kepada PPKD, dan dokumen lainnya sebagaimana lampiran Surat
Edaran dimaksud meliputi KUA, PPAS, analisis standar belanja dan standar satuan harga.

6. RKA-SKPD memuat rincian anggaran pendapatan, rincian anggaran belanja tidak langsung
SKPD (gaji pokok dan tunjangan pegawai, tambahan penghasilan, khusus pada SKPD
Sekretariat DPRD dianggarkan juga Belanja Penunjang Operasional Pimpinan DPRD),
rincian anggaran belanja langsung menurut program dan kegiatan SKPD.

7. RKA-PPKD memuat rincian pendapatan yang berasal dari dana perimbangan dan
pendapatan hibah, belanja tidak langsung terdiri dari belanja bunga, belanja subsidi, belanja
hibah, belanja bantuan sosial, belanja bagi hasil, belanja bantuan keuangan dan belanja tidak
terduga, rincian penerimaan pembiayaan dan pengeluaran pembiayaan.

8. Dalam kolom penjelasan penjabaran APBD diisi lokasi kegiatan untuk kelompok belanja
langsung, sedangkan khusus untuk kegiatan yang pendanaannya bersumber dari Dana Bagi
Hasil Dana Reboisasi (DBH-DR), Dana Alokasi Khusus, Dana Penyesuaian dan Otonomi
Khusus, Hibah, Bantuan Keuangan yang bersifat khusus, Pinjaman Daerahserta sumber
pendanaan lainnya yang kegiatannya telah ditentukan,agar mencantumkan sumberpendanaan
dalam kolom penjelasan penjabaran APBD.

9. Dalam hal rancangan peraturan daerah tentang APBDdisampaikan oleh kepala daerahkepada
DPRD paling lambat Minggu I Oktober2011, sedangkanpembahasan rancangan peraturan
daerah tentang APBDdimaksud belum selesai sampai dengan paling lambat tanggal 30
Nopember2011, maka kepala daerah harus menyusun rancangan peraturan kepala daerah
tentang APBD untuk mendapatkan pengesahan dari Menteri Dalam Negeri bagi APBD
Provinsi dan Gubernur bagi APBD Kabupaten/Kota. Kebijakan tersebut dilakukan untuk
menjaga proses kesinambungan pembangunan daerah dan pelayanan kepada masyarakat
sesuai dengan realitas politik di daerah.

Dalam hal kepala daerah menetapkan peraturan kepala daerah tentang APBD Tahun
Anggaran 2012, maka kepala daerah harus memperhatikan hal-hal sebagaiberikut:
a. Anggaran belanja daerah dibatasi maksimum sama dengan anggaran belanja daerah dalam
Perubahan APBD Tahun Anggaran 2011.
b. Belanja daerah diprioritaskan untuk mendanai belanja yang bersifat mengikat dan belanja
yang bersifat wajib untuk terjaminnya kelangsungan pemenuhan pelayanan dasar masyarakat
sesuai dengan kebutuhan Tahun Anggaran 2012.
c. Pelampauan batas tertinggi dari jumlah pengeluaran hanya diperkenankan apabila ada
kebijakan pemerintah untuk kenaikan gaji dan tunjangan PNSD serta penyediaan dana
pendamping atas program dan kegiatan yang ditetapkan oleh pemerintah serta belanja bagi
hasil pajak dan retribusi daerah yang mengalami kenaikan akibat adanya kenaikan target
pendapatan daerah dari pajak dan retribusi dimaksud dari Tahun Anggaran 2011.

10. Kepala daerah menyampaikan rancangan peraturan daerah tentang pertanggungjawaban


pelaksanaan APBD kepada DPRD paling lambat 6 (enam) bulan setelah tahun anggaran
berakhir, sedangkan persetujuan bersama terhadap rancangan peraturan daerah dimaksud
paling lambat1 (satu) bulan terhitung sejak rancangan peraturan daerah diterimaoleh DPRD,
Dalam hal rancangan peraturan daerah tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD
Tahun Anggaran2011 belum mendapatkan persetujuan bersama, kepala daerah dapat
menetapkan pertanggungjawaban pelaksanaan APBD Tahun Anggaran 2011 dengan
peraturan kepala daerah.Terkait denganuraian tersebut di atas, pelaksanaan Perubahan APBD
Tahun Anggaran 2012 harus dilakukan setelah penetapan peraturan daerah tentang
pertanggungjawaban pelaksanaan APBDTahun Anggaran 2011dan persetujuan bersama
antara pemerintah daerah dan DPRD terhadap rancangan peraturan daerah tentang Perubahan
APBD Tahun Anggaran 2012ditetapkan paling lambat pada akhir bulan September 2012,
dengan tahapan penyusunan dan jadwal sebagai berikut:

Tahapan dan Jadwal Proses Penyusunan APBD

No Uraian Waktu Lama


1 Penyampaian Rancangan Perubahan Minggu pertama Agustus
KUA dan PPAS kepada DPRD
2 Kesepakatan Perubahan Minggu kedua Agustus 7 hari kerja
KUA dan PPAS antara Kepala
Daerah dan DPRD
3 Pedoman Penyusunan RKA-SKPD Minggu ketiga Agustus
Perubahan APBD
4 Penyampaian Raperda APBD Minggu kedua September
berserta lampiran kepada DPRD
5 Pengambilan persetujuan bersama Akhir September
DPRD dan kepala daerah terhadap (3 bulan sebelum tahun
Raperda Perubahan anggaran
APBD berakhir)

6 Penyampaian kepada Menteri Dalam 3 hari kerja


Negeri/gubernur untuk dievaluasi
7 Keputusan Menteri Dalam Pertengahan Oktober 15 hari kerja
Negeri/Gubernurtentang hasil evaluasi
PAPBD Provinsi,
Kabupaten/Kota TA 2012
8 Pengesahan PerdaPAPBDyang telah Pertengahan Oktober
dievaluasi dan dianggap sesuai dengan
ketentuan
9 Penyempurnaan perda sesuai hasil Minggu ke-III Oktober 7 hari kerja
evaluasi apabila dianggap bertentangan
dengan kepentingan umum dan
peraturan yang lebih
tinggi
10 Pembatalan Perda PAPBD apabila tidak Minggu ke-IV Oktober 7 hari kerja
dilakukan penyempurnaan (setelah pemberitahuan
Untuk penyempurnaan
sesuai hasil evaluasi)

11 Pencabutan Raperda PAPBD Minggu ke-I Nopember 7 hari kerja

12 Pemberitahuan untuk penyampaian Minggu ke-III Oktober 3 hari kerja


rancangan perubahan DPA-SKPD (setelah P-APBD disahkan)

11. Dalam Perubahan APBD Tahun Anggaran 2012, pemerintah daerah tidak diperkenankan
untuk menganggarkan kegiatan pada kelompok belanja langsung dan jenis belanja bantuan
keuangan yang bersifat khusus kepada kabupaten/kota/desapada kelompok belanja tidak
langsung, apabila dari aspek waktu dan tahapan kegiatan sertabantuan keuangan yang bersifat
khusus tersebut tidak cukup waktu sampai dengan akhir Tahun Anggaran 2012.

12. Dalam rangka mengantisipasi pengeluaran untuk keperluan pendanaan keadaan daruratdan
keperluan mendesak, pemerintah daerah harus mencantumkan kriteria belanja untuk keadaan
daruratdan keperluan mendesakdalam peraturan daerah tentang APBD.

13. Rancangan peraturan daerah tentang APBD, rancangan peraturan daerah tentang Perubahan
APBD dan rancangan peraturan daerah tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD
sebelum ditetapkan menjadi peraturan daerah wajib dilakukan evaluasi sesuai ketentuan Pasal
185, Pasal 186, dan Pasal 188 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah, jo. Pasal 110, Pasal 111, Pasal 173, Pasal 174, Pasal 303, dan Pasal 306 Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan
Daerah, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun
2011 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006
tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. Berkaitan dengan hal tersebut, pemerintah
provinsi harus melaporkan kepada Menteri Dalam Negeri tentangpermasalahan pemerintah
kabupaten/kota yang menetapkan APBD Tahun Anggaran 2012 tanpa terlebih dahulu
dilakukan evaluasi oleh Gubernur dan tindak lanjut atas permasalahan tersebut dalam rangka
penguatan peran Gubernur selaku wakil Pemerintah.

BAB IV
PENUTUP

Pentingnya perumusan APBN dan APBD bagi suatu negara menyebabkan munculnya
gagasan untuk mempelajari bagaimana tata cara perumusan dan pengelolaan keuangan negara
tersebut. Dengan adanya makalah mengenai APBN dan APBD ini diharapkan pembaca dapat
mengetahui proses dan tata cara perumusan APBN dan APBD mulai dari tahap perumusan
dan pengajuan sampai tahap pengesahannya. Demikianlah makalah ini dibuat, semoga dapat
menambah pemahaman pembaca dan penulis dalam perumusan sampai pada tahap
pelaksanaan APBN dan APBD.

DAFTAR PUSTAKA

Nordiawan, Deddi, dkk. 2009. Akuntansi Pemerintahan. Jakarta : Salemba Empat


Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 22 tahun 2011 Tentang Pedoman Penyusunan Anggaran
Pendapatan Dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2012
Badan Kebijakan Fiskal Departemen Keuangan Republik Indonesia
(http://www.fiskal.depkeu.go.id/webbkf/kolom/detailkolom.asp?NewsID=N119258959)
Posted by Pustaka Nagari Sikabu-kabu at 10:05

Anda mungkin juga menyukai