Anda di halaman 1dari 9

Tabel 3.

1 Karakteristik darah dan komponen-komponen darah


2. Tranfusi Eritrosit

KOMPLIKASI TRANFUSI DARAH


1. Reaksi transfusi darah secara umum
Tidak semua reaksi transfusi dapat dicegah. Ada langkah-langkah tertentu
yang
perlu dilakukan untuk mencegah terjadinya reaksi transfusi, walaupun
demikian tetap
diperlukan kewaspadaan dan kesiapan untuk mengatasi setiap reaksi
transfusi yang
mungkin terjadi. Ada beberapa jenis reaksi transfusi dan gejalanya
bermacam-macam
serta dapat saling tumpang tindih. Oleh karena itu, apabila terjadi reaksi
transfusi,
maka langkah umum yang pertama kali dilakukan adalah menghentikan
transfusi,
tetap memasang infus untuk pemberian cairan NaCl 0,9% dan segera
memberitahu
dokter jaga dan bank darah.6,9
2. Reaksi Transfusi Hemolitik Akut
Reaksi transfusi hemolitik akut (RTHA) terjadi hampir selalu karena
ketidakcocokan golongan darah ABO (antibodi jenis IgM yang beredar) dan
sekitar
90%-nya terjadi karena kesalahan dalam mencatat identifikasi pasien atau
unit darah
yang akan diberikan.2,3
Gejala dan tanda yang dapat timbul pada RTHA adalah demam dengan
atau
tanpa menggigil, mual, sakit punggung atau dada, sesak napas, urine
berkurang,
hemoglobinuria, dan hipotensi. Pada keadaan yang lebih berat dapat
terjadi renjatan
(shock), koagulasi intravaskuler diseminata (KID), dan/atau gagal ginjal
akut yang
dapat berakibat kematian.2,3
Untuk mengatasi hal tersebut perlu dilakukan tindakan sebagai berikut:
(a) meningkatkan perfusi ginjal,
(b) mempertahankan volume intravaskuler,
(c) mencegah timbulnya DIC.2,3
3. Reaksi Transfusi Hemolitik Lambat
Reaksi transfusi hemolitik lambat (RTHL) biasanya disebabkan oleh
adanya
antibodi yang beredar yang tidak dapat dideteksi sebelum transfusi
dilakukan karena
titernya rendah. Reaksi yang lambat menunjukkan adanya selang waktu
untuk
meningkatkan produksi antibodi tersebut. Hemolisis yang terjadi biasanya
ekstravaskuler.2,9
Gejala dan tanda yang dapat timbul pada RTHL adalah demam, pucat,
ikterus, dan
kadang-kadang hemoglobinuria. Biasanya tidak terjadi hal yang perlu
dikuatirkan
karena hemolisis berjalan lambat dan terjadi ekstravaskuler, tetapi dapat
pula terjadi
seperti pada RTHA. Apabila gejalanya ringan, biasanya tanpa pengobatan.
Bila
terjadi hipotensi, renjatan, dan gagal ginjal, penatalaksanaannya sama
seperti pada
RTHA.6,9
4. Reaksi Transfusi Non-Hemolitik
a. Demam
Demam merupakn lebih dari 90% gejala reaksi transfusi. Umumnya
ringan dan hilang dengan sendirinya. Dapat terjadi karena antibodi
resipien
bereaksi dengan leukosit donor. Demam timbul akibat aktivasi komplemen
dan
lisisnya sebagian sel dengan melepaskan pirogen endogen yang
kemudian
merangsang sintesis prostaglandin dan pelepasan serotonin dalam
hipotalamus.
Dapat pula terjadi demam akibat peranan sitokin (IL-1b dan IL-6).
Umumnya
reaksi demam tergolong ringan dan akan hilang dengan sendirinya.
b. Reaksi alergi
Reaksi alergi (urtikaria) merupakan bentuk yang paling sering muncul,
yang tidak disertai gejala lainnya. Bila hal ini terjadi, tidak perlu sampai
harus
menghentikan transfusi. Reaksi alergi ini diduga terjadi akibat adanya
bahan
terlarut di dalam plasma donor yang bereaksi dengan antibodi IgE resipien
di
permukaan sel-sel mast dan eosinofil, dan menyebabkan pelepasan
histamin.
Reaksi alergi ini tidak berbahaya, tetapi mengakibatkan rasa tidak
nyaman dan
menimbulkan ketakutan pada pasien sehingga dapat menunda transfusi.
Pemberian antihistamin dapat menghentikan reaksi tersebut.
c. Reaksi anafilaktik
Reaksi yang berat ini dapat mengancam jiwa, terutama bila timbul pada
pasien dengan defisiensi antibodi IgA atau yang mempunyai IgG anti IgA
dengan
titer tinggi. Reaksinya terjadi dengan cepat, hanya beberapa menit
setelah
transfusi dimulai. Aktivasi komplemen dan mediator kimia lainnya
meningkatkan
permeabilitas vaskuler dan konstriksi otot polos terutama pada saluran
napas yang
dapat berakibat fatal. Gejala dan tanda reaksi anafilaktik biasanya adalah
angioedema, muka merah (flushing), urtikaria, gawat pernapasan,
hipotensi, dan
renjatan

Strauss RG, Transfusi Darah dan Komponen Darah, dalam Nelson


Ilmu Kesehatan Anak
(Nelson Textbook of Pediatrics), 1996, Jakarta, EGC, volume 2,
Edisi 15, halaman: 1727-
1732

Sudarmanto B, Mudrik T, AG Sumantri, Transfusi Darah dan


Transplantasi dalam Buku Ajar
Hematologi- Onkologi Anak, 2005, Jakarta, Balai Penerbit IDAI,
halaman: 217-225
Ballance, L. O. (2010). Blood safety: win, lose, or draw. MLO:
Medical Laboratory Observer,
42(7), 10.

Reaksi silang (Crossmatch = Compatibility-test) perlu dilakukan sebelum melakukan


transfusi darah untuk melihat apakah darah penderita sesuai dengan darah
donor. Pengartian Crossmatch adalah reaksi silang in vitro antara darah pasien dengan darah
donornya yang akan di transfusikan. Reaksi ini dimaksudnkan untuk mencari tahu atau
apakah darah donor akan ditranfusikan itu nantinya akan dilawan oleh serum pasien didalam
tubuhnya, atau adakah plasma donor yang turut ditransfudikan akan melawan sel pasien
didalam tubuhnya hingga akan memperberat anemia, disamping kemungkinan adanya reaksi
hemolytic transfusi yang biasanya membahayakan pasien.

Maka dapat disimpulkan tujuan Crossmacth sendiri yaitu mencegah reaksi hemolitik
tranfusidarah bila darah didonorkan dan supaya darah yang ditrafusikan itu benar-benar ada
manfaatnya bagi kesembuhan pasien.

Prinsip crossmatch ada dua yaitu Mayor dan Minor, yang penjelasnya sebagai berikut :
Mayor crossmatch adalah serum penerima dicampur dengan sel donor. Maksudnya
apakah sel donor itu akan dihancurkan oleh antibody dalam serum pasien.
Minor crossmatch adalah serum donor dicampur dengan sel penerima. Yang dengan
maksud apakah sel pasien akan dihancurkan oleh plasma donor.

Jika pada raksi tersebut golongan darah A,B dan O penerima dan donor sama, baik mayor
maupun minor test tidak bereaksi berarti cocok. Jika berlainan, misalnya donor golongan
darah O dan penerima golongan darah A maka pada test minor akan terjadi aglutinasi atau
juga bisa sebaliknya berarti tidak cocok.

enurut Alrasyid (2010) golongan darah manusia ditentukan


berdasarkan jenis antigen dan antibodi yang terkandung dalam
darahnya, sebagai
berikut:
1) Individu dengan golongan darah A memiliki sel darah merah
dengan antigen
A di permukaan membran selnya dan menghasilkan antibodi
terhadap antigen
B dalam serum darahnya. Sehingga, orang dengan golongan
darah A-negatif
hanya dapat menerima darah dari orang dengan golongan darah
A-negatif
atau O-negatif.
2.) Individu dengan golongan darah B memiliki antigen B pada
permukaan sel
darah merahnya dan menghasilkan antibodi terhadap antigen A
dalam serum
darahnya. Sehingga, orang dengan golongan darah B-negatif
hanya dapat
menerima darah dari orang dengan golongan darah B negative
atau O negatif.
3.) Individu dengan golongan darah AB memiliki sel darah merah
dengan antigen
A dan B serta tidak menghasilkan antibodi terhadap antigen A
maupun B.
Sehingga, orang dengan golongan darah AB-positif dapat
menerima darah
dari orang dengan golongan darah A-B-O apapun dan disebut
resipien
universal. Namun, orang dengan golongan darah AB-positif tidak
dapat
mendonorkan darah kecuali pada sesama AB-positif.
4.) Individu dengan golongan darah O memiliki sel darah tanpa
antigen, tapi
memproduksi antibodi terhadap antigen A dan B. Sehingga, orang
dengan
golongan darah O-negatif dapat mendonorkan darahnya kepada
orang dengan
golongan darah A-B-O apapun dan disebut donor universal.
Namun, orang
Universitas Sumatera Utara
dengan golongan darah O-negatif hanya dapat menerima darah
dari sesama
O-negatif

Syarat-Syarat Untuk Donor Darah Syarat-syarat untuk menjadi pendonor adalah


sebagai berikut (UTDPMI,2010) : Universitas Sumatera Utara 1. Umur 18-60
tahun (usia 17 tahun diperbolehkan menjadi donor bila mendapat izin tertulis
dari orang tua) 2. Berat badan minimal 50 kg. 3. Temperatur tubuh: 36,6 37,5
derajat Celcius. 4. Tekanan darah baik yaitu sistole = 110 160 mmHg, diastole
= 70 100 mmHg. 5. Denyut nadi teratur yaitu sekitar 70-95 kali/ menit. 6.
Hemoglobin perempuan minimal 12 gr/dl, untuk pria minimal 12,5 gr/dl. 7. Tidak
sedang menderita penyakit jantung, hati, paru-paru, ginjal, diabetes, kanker,
penyakit kulit kronis, dan tidak menderita penyakit infeksi : malaria, hepatitis,
HIV/ AIDS. 8. Tidak menerima transfusi darah/ komponen darah 6 bulan terakhir.
9. Bagi pendonor tetap, donor darah terakhir minimal 8 minggu yang lalu,
maksimal donor 5 kali dalam setahun. 10.Bagi wanita tidak sedang hamil,
menyusui dan menstruasi. 11. Bukan Pecandu alkohol/ Narkoba

Anda mungkin juga menyukai