Anda di halaman 1dari 12

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Material Baja Ringan (cold form steel)

2.1.1 Gambaran Umum

Profil baja ringan (cold form steel) adalah jenis profil baja yang memiliki dimensi
ketebalan relative tipis dengan rasio dimensi lebar setiap elemen profil terhadap tebalnya sangat
besar. Karena dimensi ketebealan profil relative tipis, maka pembentukan profil dapat
dilaksanakan menggunakan proses pembentukan dingin (cold forming proceses). Di dalam
proses ini, profil dibentuk dari pelat atau lembaran baja menjadi bentuk yang diinginkan melalu
mesin rol atau mesin tekuk pelat (rolling press atau bending brake machines) pada suhu ruangan.
Ketebalan pelat baja yang umumnya digunakan sebagai bahan dasar pembentukan profil
biasanyan berkisar antara 0.3 mm (WW-Yu).

Profil baja ringan sangat berbeda dibanding profil baja konvensional yang dibentuk
melalui proses pengerjaan panas (hot formed steel sections). Jenis profil pertama dipengaruhi
oleh tegangan sisa tekan yang diakibatkan oleh strain hardening dalam proses pengerjaan dingin
sedangkan pada jenis profil kedua, tegangan sisa yang timbul diakibatkan oleh proses
pendinginan. Karena rasio dimensi lebar terhadap tebal dinding profil di setiap bagian
elemennya sangat besar, maka akibat beban tekan profil cenderung akan mengalami local
buckling sebelum mencapai kekuatan maksimumnya dalam mendukung beban kerja. Bentuk
mekanisme kerusakan profil sangat bervariasi tergantung dari jenis pembebanan yang dapat
didukung profil sampai mencapai kekuatan maksimumnya.

Baja ringan (cold formed steel) sebagai elemen struktur mulai diminati pada saat ini.
Hasil riset yang cukup intensif terhadap perilaku baja ringan yang telah dituangkan di dalam
design code di berbagai negara seperti Australia Standard (AS/NZS), American Iron And Steel
Institute (AISI), British Standard (BS Code) dan Eurocode telah meningkatkan kredibilitas baja
ringan sebagai elemen yang sama dengan baja konvensional (hot-rolled steel) dan beton
bertulang.
Menurut Wei-Wen Yu, batang structural baja cold form memberikan beberapa keuntungan dalam
konstruksi bangunan, antara lain :

1. Dibanding dengan baja biasa, produk baja ringan dapat diproduksi dengan berat yang
lebih ringan dan bentang yang lebih pendek.
2. Konfigurasi tampang yang tidak biasa dapat diproduksi secara lebih ekonomis dengan
proses bentukan dingin (cold forming) sehingga perbandingan antara kekuatan dengan
berat yang diinginkan dapat diperoleh.
3. Tampang bentuk sarang (nestable section) dapat diproduksi dimana tampang tersebut
memungkinkan proses pemaketan yang lebih padat dan pengangkutan yang lebih
ekonomis
4. Panel dan dek pemikul beban bisa menyediakan permukaan yang bergunaa digunakan
untuk lantai, atap dan konstruksi dinding
5. Panel dan dek pemikul beban tidak hanya memikul beban normal tetapi juga mampu
memikul geser apabila panel-panel tersebut terkoneksi dengan baik.

Apabila dibandingkan dengan material struktur yang lain seperti kayu dan beton, material
baja ringan memiliki beberapa kelebihan :

1. Lebih ringan
2. Kekakuan dan kekuatan yang tinggi
3. Kemudahan pabrikasi dan produksi massal
4. Cepat dan mudah dipasang dan didirikan
5. Tidak terlalu terpengaruh cuaca
6. Detail yang lebih akurat
7. Tidak mengalami susut dan rangkak pada temperature
8. Kualitas yang seragam.
9. Proses pengangkutan material yang ekonomis
10. Material dapat didaur ulang

Sedangkan kelemahan ataupun kekurangan baja ringan diantaranya :

1. Ketebalan material yang terbatas menyebabkan material tidak dapat digunakn untuk
struktur yang memikul momen dan gaya tekan sangat besar dikarenakan kemungkinan
bahaya tekuk yang tinggi.
2. Tidak semua jenis sambungan dapat digunakan untuk material yang sangat tipis.
3. Peraturan yang belum terlalu popular untuk beberapa negara penggunaan material cold
formed steel masih merupakan hal yang baru
4. Standar ukuran profil dari tiap produsen tidak selalu sama
5. Jenis profil tunggal yang terbatas sehingga untuk mendapatkan kekuatan yang diharapkan
banyak dilakukan profil gabungan.

Riset tentang baja ringan untuk konstruksi bangunan dimulai oleh Prof. George Winter dari
Universitas Cornell tahun 1939. Berdasarkan riset-riset beliau maka dapat dilahirkan edisi
pertama tentang Light Gauge Steel Design Manual: tahun 1949 atas dukungan AISI
(American Iron and Steel Institute). Sejak dikeluarkan peraturan tersebut lima decade yang
lalu, maka pemakaian material baja ringan semakin berkembang untuk konstruksi bangunan,
mulai struktur sekunder sampai struktur utama.

Walaupun termasuk dalam kategori elemen struktur yang tipis (thin-walled structures),
pemakaian baja ringan telah meluas. Penggunaan baja ringan di Indonesia belum didukung
oleh tersedianya peraturan (design code) tentang penggunaan baja ringan tersebut. Baja
ringan yang beredar di pasaran hamper didominasi oleh produk-produk yang dikeluarkan
oleh Bluescope Lysaght, Bluescope Steel dan Pryda yang berasal dari Australia, dengan
Australian/New Zeland Standars (AS/NZS 46000) sebagai design code.

2.1.2 Bentuk Tampang Baja Ringan

Batang struktur baja ringan dapat diklasifikasikan dalam dua golongan utama :

1. Batang profil structural tunggal


2. Bentuk panel dan dek

Untuk golongan yang pertama bentuk yang umum dijumpai adalah profil kanal (C-section),
profil Z (Z-section), profil I (I-section), profil siku (angle section), profil T (T-section), profil
sigma (sigma section) dan profil bulat (Tubular section). Gambar 2.1 menunjukan bentuk-bentuk
profil baja ringan
Gambar 2.1 Beberapa Bentuk Profil Baja Ringan Tunggal (Wei Wen Yu and Roger A. Laboude)

Gambar 2.1 di atas menunjukan beberapa jenis profil baja ringan tunggal : (a) baja ringan
profil I (I-section), (b) profil kanal (C-section), (c) profil sigma, (d) profil Z (Z-section), (e)
profil Z dengan pengaku ujung, (f) profil double siku, (g) profil topi (hat section), (h) profil topi
dengan pengaku ujung, (i) profil kotak (box section), (j) profil bulat

Secara umum tinggi profil baja ringan tunggal bervariasi mulai dari ketinggian 2 inci
sampai 12 inchi (50,8 sampai 305 mm) dan ketebalan material dari mulai 0,048 inci sampai
inci (1,22-6,36 mm) dan ketebalan profil mencapai inci (12,7 mm) atau tebal lagi. Batang
tersebut digunakan untuk konstruksi transportasi dan bangunan. Karena fungsi utama dari
golongan tipe ini adalah untuk pemikul beban maka kekuatan structural dan kekakuan adalah
menjadi pertimbangan utama dalam desain.

Untuk baja ringan golongan yang kedua (bentuk panel dan dek) biasanya digunakan untuk

1
dek atap, dek lantai, dan dinding panel. Ketinggian panel pada umumnya 1 2 inci sampai 7

1
2 inci (38,1 sampai 191 mm) dan ketebalan material panel baja ringan mulai dari 0,018

sampai 0,075 inci (0,457 sampai 1,91)


Dek dan panel baja ringan tidak hanya berfungsi untuk memikul beban akan tetapi juga
menyediakam permukaan yang dapat dijadikan lantai, atap serta menyediakan ruang untuk
perlengkapan instalasi listrik dan ac.

2.1.3 Tegangan Leleh, Kekuatan Tarik dan Kurva Tegangan-Regangan pada Baja
Ringan

Baja ringan memiliki perbedaan perilaku bila dibandingkan dengan baja biasa (hot rolled
steel). Kurva tegangan regangan pada gambar dibawah ini menunjukan perbandingan perilaku
baja biasa dengan baja ringan (cold-formed).
Berikut dua jenis tipe kurva tegangan-regangan pada baja yang menunjukkan tipikalnya
relative berbeda. Baja yang dibentuk dengan lebur (hot rolled), cenderung memperlihatkan batas
leleh yang jelas (sharp-yielding) yaitu terbentuknya kurva tegangan-regangan menjadi horizontal
dan posisi inilah yang disebut sebagai tegangan leleh fy. Baja yng dibentuk secara dingin (cold-
formed) cenderung memperlihatkan batas leleh yang kurang jelas (Gradual-yielding) yaitu
terbentuknya kurva tegangan-regangan menjadi melengkung dan tegangan inilah yang disebut
sebagai tegangan proporsional fpr, seperti pada Gambar 2.2
Gambar 2.2 (a) : Grafik Tegangan Regangan Pada Baja Hot Rolled

Gambar 2.2 (b) : Grafik Tegangan Regangan Pada Baja Cold Formed

Kekuatan struktur baja yang dibentuk secara dingin (cold-formed) ditunjukkan oleh
besaran tegangan lelenya . Kekuatan leleh baja ringan terentang mulai dari 165 Mpa sampai 552
Mpa (Yu,2010) dan menurut AISI (American Iron and Steel Institute) tegangan leleh baja ringan
terentang mulai dari 172 Mpa sampai 483 Mpa. Sedangkan untuk tegangan Tarik dari baja ringan
terentang mulai dari 290-586 MPa dan rasio perbandingan antara tegangan batas dengan
tegangan leleh berkisar antara 1,77-2,22

2.1.4 Modulus Elastisitas, Tangen Modulus dan Modulus Geser

Kekuatan dari elemen yang tertekuk tidak hanya bergantung dari tegangan leleh tetapi
juga dari modulus elastisitas (E) dan tangen modulusnya (Et). Modulus elastisitas ditentukan dari
kemiringan bagian yang lurus pada kurva tegangan regangan. Nilai dari E yang ditentukan dalam
standard berkisar dari 200 sampai 207 MPa. Nilai 200 MPa digunakan untuk standard
pendesainan. Tangen modulus ditentukan oleh kemiringan dari kurva tegangan regangan di
setiap level tegangan.

Penggunaan material baja ringan menghasilkan fenomena tersendiri dalam


perencanaannya yang berbeda dengan material baja (hot-rolled) yang umumnya relative tebal.
Karakteristik material yang penting untuk desain cold-formed steel adalah tegangan leleh, kuat
Tarik dan daktilitas. Daktilitas adalah kemampuan baja menahan regangan plastis atau permanen
sebelum mengalamui fraktur. Kemampuan ini cukup penting untuk keamanan structural maupun
proses pembentukan penampang cold formed steel. Kemampuan ini diukur dengan penguluran
baja sampai 50 mm satuan panjang. Rasio tegangan leleh dengan kuat Tarik juga merupakan
karakteristik yang penting karena rasio ini adalah indikasi adanya strain-hardening dan
kemampuan material mendistribusikan tegangan.

2.2 Batang Tekan

Menurut Ir. Oentoeng (1992) :

Ada 2 macam batang tekan :

a. Batang tekan yang merupakan batang dari suatu rangka batang. Batang ini dibebani gaya
tekan aksial searah panjang batangnya. Umumnya dalam suatu rangka batang, batang-
batang tepi atas merupakan batang tekan, misalnya pada rangka batang atap.
b. Kolom : merupakan batang tekan tegak yang bekerja untuk menahan balok-balok loteng,
rangka atap, lintasan crane dalam bangunan pabrik dan sebagainya yang untuk seterusnya
akan melimpahkan semua beban tersebut ke pondasi
Karena kekuatan batang tekan merupakan fungsi dari bentuk penampang lintangnya
(radius girasi), pada umumnya luas penampang disebarkan sepraktis mungkin. Batang-
batang ini jarang hanya memikul gaya aksial tekan saja. Apabila pembebanan disusun
sedemikian rupa sehinggan perlawanan rotasional ujung dapat diabaikan, dan lentur
dianggap dapat diabaikan bila dibandingkan dengan gaya tekan langsungnya, batang
tersebut dapat secara aman sebagai kolom yang dibebani secaea konsentrik ( Salmon dan
Johnson,1992)
Gambar 2.3 Beberapa contoh tipe batang tekan (Salmon Johnson,1992)
Batang tekan merupakan batang yang terkena gaya aksial tekan seperti kolom (column),
penyangga (stanchion), tiang (post) dan penopang (strut). Batang tekan ditujukan untuk
komponen struktur yang memikul beban tekan sentries tepat pada titik berat penampang, atau
kolom dengan gaya aksial saja. Namun, umumnya pastilah terdapat eksentrisitas, oleh
ketidaklurusan batang, atau oleh ketidaktepatan pembebanan, juga kekangannya dari
tumpuannya yang menimbulkan momen. Tetapi jika momen relative kecil sehingga dapat
diabaikan, maka prosedur desain berikut dapat digunakan.
Parameter material Fy dan Fu akan menentukan kuat batang tarik, tetapi pada batang tekan
hanya Fy yang penting Fu tidak pernah tercapai. Selain material, maka batang tekan juga
dipengaruhi oleh parameter lain, yaitu konfigurasi bentuk fisik atau geometri. Parameter
geometri terjadi yaitu :
- Luas penampang ( A)
- Pengaruh bentuk penampang terhadap kekakuan lentur ( I min )
- Panjang batang dan kondisi pertambatan atau tumpuan, yang diwakili oleh panjang

efektif ( KL)
Ketiganya dapat diringkas lagi menjadi satu parameter tunggal yaitu, rasio kelangsingan


KL I min
batang ( r min , dimana r min = A adalah radius girasi pada arah tekuk.

Rasio kelangsingan batang menjadi parameter penting perencanaan, dan menjadi indicator
batas kinerja sekaligus perilakunya. Contoh, kolom pendek (tidak langsing) kekuatannya
ditentukan material. Adapun kolom panjang (langsing), kekuatannnya ditentukan oleh beban
kritis yang menyebabkan tekuk (buckling), tidak tergantung mutu material. Jadi kolom dengan
bahan material bermutu tinggi maka kelangsingannya perlu diperhatikan, agar efesien

Keruntuhan batang tekan dapat dikategorikan menjadi 2, yaitu :

1. Keruntuhan yang diakibatkan tegangan lelehnya dilampaui. Hal semacam ini terjadi pada
batang tekan yang pendek (stocky column)
2. Keruntuhan yang diakibatkan oleh terjadinya tekuk. Hal semacam ini terjadi pada batang
tekan yang langsing (slender column)

Gambar 2.4 : Fenomena Tekuk ( White et. Al 1976)

Gambar 2.4 memperlihatkan tekuk atau buckling pada kolom langsing. Keruntuhan tekuk
umumnya terjadi pada kondisi tegangan yang relative rendah, dibawah tegangan leleh. Itu berarti
keruntuhannya masih dalam kondisi elastic. Fenomena tekuk tidak terdeteksi oleh analisa
struktur elastic-linear, diperlukan analisa struktur non-linear. Keruntuhan tekuk bersifat
mendadak tanpa didahului oleh lendutan yang besar. Jadi tekuk perlu dihindari

Secara visual tekuk dapat dibedakan menjadi dua, yaitu tekuk local pada elemen
penampang dan tekuk global pada kolom atau batang tekan secara menyeluruh. Jika elemen-
elemen profil penampang relative langsing dan panjang kolomnya relative pendek, dapat terjadi
tekuk local. Sebaliknya, jika elemen-elemen profil penampang relative tebal dan batang
kolomnya langsing maka akan terjadi tekuk global yang sifatnya menyeluruh.
Perilaku tekuk dibedakan, yaitu tekuk local dan tekuk global. Itu terjadi karena tempat
terjadinya tekuk dan solusi penyelesaian untuk kedua fenomena itu ternyata berbeda.
Penyelesaian masalah tekuk local lebih kompleks dibanding tekuk global, yang terakhir ini sudah
dirumuskan oleh Euler (1757) dan menjadi pengetahuan dasar perancangan kolom untuk
berbagai design-code di dunia. Jika terjadi tekuk local, selain penyelesaiannya tidak sederhana,
maka pemakaian penampangnya akan tidak efisien karena terjadi pada kondisi beban elastis
( belum leleh).

Agar strukturnya optimal, maka risiko tekuk local harus dihindari. Untuk itu, dibuat
klasifikasi untuk memisahkan penampang tidak langsing dan langsing. Itu dilakukan dengan cara

b
mengevaluasi rasio lebar-tebal ( t tiap-tiap elemen dari penampang dan selanjutnya nilai

b b
rasio ( t elemen dari profil penampang dibandingkan dengan nilai batas rasio ( t dari

rasio tabel 2.1.

Masing-masing elemen penampang perlu ditinjau, jika semua elemen tidak melebihi nilai

b
batas rasio ( t di table 2.1, maka penampang diklasifikasikan sebagai penampang tidak

langsing (ideal) dan sebaliknya sebagai penampang langsing


Tabel 2.1. Klasifikasi elemen pada batang tekan aksial (table B4. 1a AISC 2010)

2.3 Stabilitas Aksial

Anda mungkin juga menyukai