Anda di halaman 1dari 19

Tuesday, 15 July 2014

LP TEORI ASKEP HIPERTENSI

Post By. Andy J Beech at Tuesday, July 15, 2014

BAB I

TINJAUAN TEORI

HIPERTENSI

1) Tinjauan Teori Hipertensi

1.1 Pengertian

1) Hipertensi didefinisikan adanya kenaikan tekanan darah yang persisten


Pada orang dewasa rata-rata tekanan sistolik sama atau di atas 140 mm Hg dan
tekanan diastolik sama atau di atas 90 mm Hg

2) Hipertensi adalah peningkatan abnormal pada tekanan sistolik 140


mmHg atau lebih dan tekanan diastolic 120 mmHg (Sharon, L.Rogen, 1996).

3) Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140


mmHG dan tekanan darah diastolic lebih dari 90 mmHG (Luckman
Sorensen,1996).

4) Hipertensi adalah suatu keadaan dimana terjadi peningkatan tekanan


darah sistolik 140 mmHg atau lebih dan tekanan darah diastolic 90 mmHg
ataulebih. (Barbara Hearrison 1997)

5) Penyakit darah tinggi atau hipertensi adalah suatu keadaan di mana


seseorang mengalami peningkatan tekanan darah di atas normal yang
ditunjukkan oleh angka systolic (bagian atas) dan angka bawah (diastolic) pada
pemeriksaan tensi darah menggunakan alat pengukur tekanan darah baik yang
berupa cuff air raksa (sphygmomanometer) ataupun alat digital lainnya

6) Hipertensi adalah tekanan darah sistolok lebih dari 140 mmHg dan
diastolik lebih dari 90 mmHg.(Arief Mansjoer; 2001)

1.2 Etiologi

Pada umunya hipertensi tidak mempunyai penyebab yang spesifik. Hipertensi


terjadi sebagai respon peningkatan cardiac output atau peningkatan tekanan
perifer.

Namun ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya hipertensi:


1) Genetik : Respon nerologi terhadap stress atau kelainan eksresi atau
ransport Na.

2) Obesitas: terkait dengan level insulin yang tinggi yang mengakibatkan


tekanan darah meningkat.

3) Stress Lingkungan.

4) Hilangnya Elastisitas jaringan and arterisklerosis pada orang tua


sertapelabaran pembuluh darah.

Berdasarkan etiologinya Hipertensi dibagi menjadi 2 golongan yaitu :

1) Hipertensi Esensial (Primer)

Penyebab tidak diketahui namun banyak factor yang mempengaruhi seperti


genetika, lingkungan, hiperaktivitas, susunan saraf simpatik, system rennin
angiotensin, efek dari eksresi Na, obesitas, merokok dan stress. Begitu pula
sesorang yang berada dalam lingkungan atau kondisi stressor tinggi sangat
mungkin terkena penyakit tekanan darah tinggi, termasuk orang-orang yang
kurang olahraga pun bisa mengalami tekanan darah tinggi.

2) Hipertensi Sekunder

Yaitu hipertensi yang penyebab spesifiknya diketahui seperti : penggunaan


estrogen, penyakit ginjal, hipertensi yang berhubungan dengan kehamilan dan
lain-lain.

Hipertensi dibedakan menjadi 2 faktor :

1) Pengeluaran rennin

Pengeluaran rennin oleh ginjal menyebabkan angiotensinogen I. Hal ini


menyebabkan ekskresi aldosteron meningkat dan kontraksi arteriol yang dapat
menimbulkan peningkatan tahanan perifer dan retensi natrium dan air dimana
hal ini dapat menyebabkan volume darah meningkat yang menyebabkan
tekanan darah meningkat

2) Stress

Stress dapat merangsang system saraf simpatis yang menyebabkan denyut nadi
meningkat, vasokontriksi jantung meningkat yang menyebabkan pembuluh
darah perifer meningkat dan kardiak output jantung meningkat dalam hal ini
menyebabkan terjadinya tekanan darah meningkat.
1.3

Gangguan psikologis, tidak diketahui sebabnya

Pengeluaran oleh ginjal

Webs of Caution
1.4 Manifestasi Klinik

Manifestasi klinis pada klien dengan hipertensi adalah meningkatkan

tekanan darah > 140/90 mmHg, sakit kepala, epistaksis, pusing/migrain,

rasa berat ditengkuk, sukar tidur, mata berkunang kunang, lemah dan lelah,

muka pucat suhu tubuh rendah.


1.5 Pemerikasaan Diagnostik

1) Hb/Ht : untuk mengkaji hubungan dari sel-sel terhadap volume cairan


(viskositas) dan dapat mengindikasikan factor resiko seperti : hipokoagulabilitas,
anemia.

2) BUN / kreatinin : memberikan informasi tentang perfusi / fungsi ginjal.

3) Glucosa : Hiperglikemi (DM adalah pencetus hipertensi) dapat diakibatkan


oleh pengeluaran kadar ketokolamin.

4) Urinalisa : darah, protein, glukosa, mengisaratkan disfungsi ginjal dan ada


DM.

5) CT Scan : Mengkaji adanya tumor cerebral, encelopati

6) EKG : Dapat menunjukan pola regangan, dimana luas, peninggian


gelombang P adalah salah satu tanda dini penyakit jantung hipertensi.

7) IUP : mengidentifikasikan penyebab hipertensi seperti : Batu


ginjal,perbaikan ginjal.

8) Photo dada : Menunjukan destruksi kalsifikasi pada area katup,pembesaran


jantung

1.6 Komplikasi

1) Organ organ tubuh sering terserang akibat hipertensi antara lain mata

berupa perdarahan retina bahkan gangguan penglihatan sampai kebutaan,

gagal jantung, gagal ginjal, pecahnya pembuluh darah otak.

2) Dapat menyebabkan kelumpuhan pada ekstremitas badan (stroke)

3) Secara mekanis dapat merusak pembuluh darah dan mulai terjadi


insufisiensi jantung dan dapat menyebabkan berkurangnya perfusi dalam
pembuluh darah otak yang sudah menyempit karena arteriosclerosis

4) Penyakit jantung iskemik

1.7 Penatalaksanaan

Penanggulangan hipertensi secara garis besar dibagi menjadi dua jenis

penatalaksanaan :

1) Penatalaksanaan Non Farmakologis


1) Diet pembatasan atau pengurangan konsumsi garam. Penurunan BB dapat
menurunkan tekanan darah dibarengi dengan penurunan aktivitas rennin dalam
plasma dan kadar adosteron dalam plasma.

2) Aktivitas

Klien disarankan untuk berpartisipasi pada kegiatan dan disesuaikan dengan


batasan medis dan sesuai dengan kemampuan seperti berjalan,
jogging,bersepeda atau berenang.

2) Penatalaksanaan Farmakologis

Secara garis besar terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam
pemberian atau pemilihan obat anti hipertensi yaitu:

1) Mempunyai efektivitas yang tinggi.

2) Mempunyai toksitas dan efek samping yang ringan atau minimal.

3) Memungkinkan penggunaan obat secara oral.

4) Tidak menimbulakn intoleransi.

5) Harga obat relative murah sehingga terjangkau oleh klien.

6) Memungkinkan penggunaan jangka panjang.

Golongan obat - obatan yang diberikan pada klien dengan hipertensi


sepertigolongan diuretic, golongan betabloker, golongan antagonis
kalsium,golongan penghambat konversi rennin angitensin

2.1 Etiologi

1) Perubahan pola makan

2) Pengaruh obat-obatan yang dimakan secara berlebihan dan dalam waktu


yang lama

3) Alkohol dan nikotin rokok

4) Stres

5) Tumor atau kanker saluran pencernaan

2.2 Manifestasi Klinik

1) nyeri perut (abdominal discomfort)

2) Rasa perih di ulu hati


3) Mual, kadang-kadang sampai muntah

4) Nafsu makan berkurang

5) Rasa lekas kenyang

6) Perut kembung

7) Rasa panas di dada dan perut

8) Regurgitasi (keluar cairan dari lambung secara tiba-tiba)

2.3 Patofisiologi

Perubahan pola makan yang tidak teratur, obat-obatan yang tidak jelas, zat-zat
seperti nikotin dan alkohol serta adanya kondisi kejiwaan stres, pemasukan
makanan menjadi kurang sehingga lambung akan kosong, kekosongan lambung
dapat mengakibatkan erosi pada lambung akibat gesekan antara dinding-dinding
lambung, kondisi demikian dapat mengakibatkan peningkatan produksi HCL
yang akan merangsang terjadinya kondisi asam pada lambung, sehingga
rangsangan di medulla oblongata membawa impuls muntah sehingga intake
tidak adekuat baik makanan maupun cairan.

2.4 Pencegahan

Pola makan yang normal dan teratur, pilih makanan yang seimbang dengan
kebutuhan dan jadwal makan yang teratur, sebaiknya tidak mengkomsumsi
makanan yang berkadar asam tinggi, cabai, alkohol, dan pantang rokok, bila
harus makan obat karena sesuatu penyakit, misalnya sakit kepala, gunakan obat
secara wajar dan tidak mengganggu fungsi lambung.

2.5 Penatalaksanaan Medik

1) Penatalaksanaan non farmakologis

1) Menghindari makanan yang dapat meningkatkan asam lambung

2) Menghindari faktor resiko seperti alkohol, makanan yang peda, obat-


obatan yang berlebihan, nikotin rokok, dan stres

3) Atur pola makan

2) Penatalaksanaan farmakologis yaitu:

Sampai saat ini belum ada regimen pengobatan yang memuaskan terutama
dalam mengantisipasi kekambuhan. Hal ini dapat dimengerti karena pross
patofisiologinya pun masih belum jelas. Dilaporkan bahwa sampai 70 % kasus DF
reponsif terhadap placebo.

Obat-obatan yang diberikan meliputi antacid (menetralkan asam lambung)


golongan antikolinergik (menghambat pengeluaran asam lambung) dan
prokinetik (mencegah terjadinya muntah)

2.6 Test Diagnostik

Berbagai macam penyakit dapat menimbulkan keluhan yang sama, seperti


halnya pada sindrom dispepsia, oleh karena dispepsia hanya merupakan
kumpulan gejala dan penyakit disaluran pencernaan, maka perlu dipastikan
penyakitnya. Untuk memastikan penyakitnya, maka perlu dilakukan beberapa
pemeriksaan, selain pengamatan jasmani, juga perlu diperiksa : laboratorium,
radiologis, endoskopi, USG, dan lain-lain.

1) Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium perlu dilakukan lebih banyak ditekankan untuk


menyingkirkan penyebab organik lainnya seperti: pankreatitis kronik, diabets
mellitus, dan lainnya. Pada dispepsia fungsional biasanya hasil laboratorium
dalam batas normal.

2) Radiologis

Pemeriksaan radiologis banyak menunjang dignosis suatu penyakit di saluran


makan. Setidak-tidaknya perlu dilakukan pemeriksaan radiologis terhadap
saluran makan bagian atas, dan sebaiknya menggunakan kontras ganda.

3) Endoskopi (Esofago-Gastro-Duodenoskopi)

Sesuai dengan definisi bahwa pada dispepsia fungsional, gambaran


endoskopinya normal atau sangat tidak spesifik.

4) USG (ultrasonografi)

Merupakan diagnostik yang tidak invasif, akhir-akhir ini makin banyak


dimanfaatkan untuk membantu menentukan diagnostik dari suatu penyakit,
apalagi alat ini tidak menimbulkan efek samping, dapat digunakan setiap saat
dan pada kondisi klien yang beratpun dapat dimanfaatkan

5) Waktu Pengosongan Lambung

Dapat dilakukan dengan scintigafi atau dengan pellet radioopak. Pada dispepsia
fungsional terdapat pengosongan lambung pada 30 40 % kasus.

2.7 Diagnosa Keperawatan yang Muncul


1) Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan dengan
peningkatan afterload, vasokonstriksi, iskemia miokard, hipertropi ventricular.

2) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum,


ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan O2.

3) Gangguan rasa nyaman : nyeri ( sakit kepala ) berhubungan dengan


peningkatan tekanan vaskuler serebral.

4) Potensial perubahan perfusi jaringan: serebral, ginjal, jantung berhubungan


dengan gangguan sirkulasi.

5) Nyeri epigastrium berhubungan dengan iritasi pada mukosa lambung.

6) Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan rasa tidak enak


setelah makan, anoreksia.

7) Perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan


adanya mual, muntah

8) Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatannya

2.8 Intervensi

Diagnosa Keperawatan 1. :

Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan dengan


peningkatan afterload, vasokonstriksi, iskemia miokard, hipertropi ventricular.

Tujuan : Afterload tidak meningkat, tidak terjadi vasokonstriksi, tidak terjadi


iskemia miokard.

Kriteria Hasil :

Klien berpartisifasi dalam aktivitas yang menurunkan tekanan darah / beban


kerja jantung , mempertahankan TD dalam rentang individu yang dapat diterima,
memperlihatkan norma dan frekwensi jantung stabil dalam rentang normal
pasien.

Intervensi :

1) Pantau TD, ukur pada kedua tangan, gunakan manset dan tehnik yang
tepat.

R : Perbandingan dari tekanan darah memberikan gambaran yang lebih lengkap


tentang keterlibatan bidang vaskuler

2) Catat keberadaan, kualitas denyutan sentral dan perifer.


R : Denyutan karotis, jugularis, radialis dan femoralis mungkin teramati / palpasi.
Dunyut pada tungkai mungkin menurun, mencerminkan efek dari vasokontriksi
(peningkatan SVR) dan kongesti vena

3) Auskultasi tonus jantung dan bunyi napas.

R : S4 umum terdengar pada pasien hipertensi berat karena adanya hipertropi


atrium, perkembangan S3

4) Amati warna kulit, kelembaban, suhu dan masa pengisian kapiler.

R : adanya pucat, dingin, kulit lembab dan masa pengisian kapiler lambat

mencerminkan dekompensasi / penurunan curah jantung

5) Catat edema umum.

R : dapat mengindikasikan gagal jantung, kerusakan ginjal atau vaskuler

6) Berikan lingkungan tenang, nyaman, kurangi aktivitas.

R : membantu untuk menurunkan rangsangan simpatis, meningkatkan relaksasi

7) Pertahankan pembatasan aktivitas seperti istirahat ditemapt tidur/kursi

R : Menurunkan stress dan ketegangan yang mempengaruhi tekanan darah dan


perjalanan penyakit hipertensi

8) Bantu melakukan aktivitas perawatan diri sesuai kebutuhan

R : Pada pasien dengan hipertensi aktivitas yang berlebih dapat menyebabkan


resiko cidera dan peningkatan tekanan darah yang dapat menyebabkan cidera
vaskuler pada otak

9) Lakukan tindakan yang nyaman spt pijatan punggung dan leher

R : Mengurangi ketidaknyamanan dan dapat menurunkan rangsang simpatis

10) Anjurkan tehnik relaksasi, panduan imajinasi, aktivitas pengalihan

R : dapat menurunkan rangsangan yang menimbulkan stress, membuat efek


tenang, sehingga akan menurunkan tekanan darah

11) Pantau respon terhadap obat untuk mengontrol tekanan darah

12) Berikan pembatasan cairan dan diit natrium sesuai indikasi

R : Pembatasan ini dapat menurunkan retensi cairan dengan repon hipertensif,


dengan demikian menurunkan beban kerja jantung

13) Kolaborasi untuk pemberian obat-obatan sesuai indikasi (inhibitor simpatis,


misalnya V block).

R : Secara umum menurunkan TD melalui efek kombinasi penurunan total perifer


Diagnosa Keperawatan 2

Nyeri (akut), sakit kepala berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler


serebral, ditandai dengan :

1) Melaporkan nyeri yang berdenyut yang terletak pada region suboksipital


terjadi pada saat bangun dan hilang secara spontan setelah beberapa waktu
berdiri

2) Segan untuk menggerakkan kepala

3) Menghindari sinar matahari, lampu terang dan keributan

4) Mengerutkan kening

5) Melaporkan kekakuan leher, pusing, penglihatan kabur, mual dan muntah

Tujuan : Nyeri berkurang sampai dengan hilang dalam waktu 1 x 24 jam

Kriteria Hasil :

1) Pasien akan melaporkan nyeri/ketidaknyamanan hilang/berkurang

2) Pasien mengungkapkan metode yang dapat mengurangi


ketidaknyamananan

3) Pasien mengikuti terapi medikamentosa yang telah di programkan

Intervensi :

1) Pertahankan tirah baring selama fase akut.

R : Meminimalkan stimulasi / meningkatkan relaksasi).

2) Beri tindakan non farmakologi untuk menghilangkan sakit kepala,


misalnya : kompres dingin pada dahi, pijat punggung dan leher serta teknik
relaksasi.

R : Tindakan yang menurunkan tekanan vaskuler serebral dengan

menghambat / memblok respon simpatik, efektif dalam menghilangkan sakit


kepala dan komplikasinya).

3) Hilangkan / minimalkan aktivitas vasokontriksi yang dapat meningkatkan

sakit kepala : mengejan saat BAB, batuk panjang,dan membungkuk.

R : Aktivitas yang meningkatkan vasokontriksi menyebabkan sakit kepala pada


adanya peningkatkan tekanan vakuler serebral.
4) Bantu pasien dalam ambulasi sesuai kebutuhan.

R : Meminimalkan penggunaan oksigen dan aktivitas yang berlebihan yang


memperberat kondisi klien.

5) Beri cairan, makanan lunak. Biarkan klien istirahat selama 1 jam setelah

makan.

R : menurunkan kerja miocard sehubungan dengan kerja pencernaan.

6) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat analgetik, anti ansietas,

diazepam dll.

R : Analgetik menurunkan nyeri dan menurunkan rangsangan saraf simpatis

Diagnosa Keperawatan 3

Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake

nutrisi in adekuat, keyakinan budaya, pola hidup monoton

Tujuan : Asupan nutrisi klien dapat dipenuhi secara adekuat

Kriteria Hasil :

1) Klien dapat mengidentifikasi hubungan antara hipertensi dengan


kegemukan

2) Menunjukan perubahan pola makan, melakukan / memprogram olah raga


yang tepat secara individu.

Intervensi

1) Kaji emahaman klien tentang hubungan langsung antara hipertensi dengan

kegemukan.

R : Kegemukan adalah resiko tambahan pada darah tinggi, kerena

disproporsi antara kapasitas aorta dan peningkatan curah jantung berkaitan


dengan masa tumbuh).

2) Bicarakan pentingnya menurunkan masukan kalori dan batasi masukan

lemak,garam dan gula sesuai indikasi.

R : Kesalahan kebiasaan makan menunjang terjadinya aterosklerosis dan


kegemukan yang merupakan predisposisi untuk hipertensi dan komplikasinya,
misalnya, stroke, penyakit ginjal, gagal jantung, kelebihan masukan garam
memperbanyak volume cairan intra vaskuler

dan dapat merusak ginjal yang lebih memperburuk hipertensi.

3) Tetapkan keinginan klien menurunkan berat badan.

R : motivasi untuk penurunan berat badan adalah internal. Individu harus


berkeinginan untuk menurunkan berat badan, bila tidak maka program sama
sekali tidak berhasil.

4) Kaji ulang masukan kalori harian dan pilihan diet.

R : mengidentivikasi kekuatan / kelemahan dalam program diit terakhir.


Membantu dalam menentukan kebutuhan inividu untuk menyesuaikan /
penyuluhan.

5) Tetapkan rencana penurunan BB yang realistic dengan klien, Misalnya :

penurunan berat badan 0,5 kg per minggu.

R : Penurunan masukan kalori seseorang sebanyak 500 kalori per hari secara
teori dapat menurunkan berat badan 0,5 kg / minggu. Penurunan berat badan
yang lambat mengindikasikan kehilangan lemak melalui kerja otot dan umumnya
dengan cara mengubah kebiasaan makan.

6) Dorong klien untuk mempertahankan masukan makanan harian termasuk


kapan dan dimana makan dilakukan dan lingkungan dan perasaan sekitar saat
makanan dimakan.

R : memberikan data dasar tentang keadekuatan nutrisi yang dimakan dan


kondisi emosi saat makan, membantu untuk memfokuskan perhatian

pada factor mana pasien telah / dapat mengontrol perubahan.

7) Intruksikan dan Bantu memilih makanan yang tepat, hindari makanan

dengan kejenuhan lemak tinggi mentega, keju, telur, es krim, daging dll)

dan kolesterol (daging berlemak, kuning telur, produk kalengan,jeroan).

R : Menghindari makanan tinggi lemak jenuh dan kolesterol penting dalam

mencegah perkembangan aterogenesis).

8) Kolaborasi dengan ahli gizi sesuai indikasi.

R : Memberikan konseling dan bantuan dengan memenuhi kebutuhan diet

individual

Diagnosa keperawatan 4
Resiko tinggi cidera berhubungan dengan perubahan ketidaknyamanan.

Tujuan : klien tidak mengalami cidera selama terjadinya gangguan


ketidaknyamanan

Kriteria hasil :

1) Klien akan mendemonstrasikan hilangnya/tidak pusing bila digunakan


untuk beraktivitas

2) Melaporkan akativisa mandiri atau tanpa bantuan

3) Tekanan darah dalam batas normal

4) Pasien tampak rileks

Intervensi

1) Observasi adanya pusing, mual, muntah

R : TD yang meningkat mengakibatkan pusing mual dan muntah dan dapat


menyebabkan kelemahan pada pasien

2) Bantu dengan ambulasi dan aktivitas sesuai dengan kebutuhan pasien

R : adanya pusing dapat menyebabkan pasien menjadi lebah dan dapat beresiko
hilangnya keseibangan pada pasien dan alar protectif dari pasien

3) Pertahankan posisi yang nyaman bagi pasien

R : Posisi yang nyaman membantu menurunkan ketegangan pasien

4) Anjurkan pasien untuk meminta bantuan bila pasien memerlukan sesuatu

R : Pusing yang meningkat mengakibatkan ketidak seimbangan dalam tubuh


sehingga memerlukan bantuan untuk mecegah terjadinya cidera.

5) Berika HE tentang mobilisasi dirumah

R : Pengetahuan pasien dalam menangani nyeri secara tiba-tiba beresiko cidera


sebelum beraktivitas

6) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat

Diagnosa keperawatan 5

Nyeri epigastrium berhubungan dengan iritasi pada mukosa lambung.

Tujuan : Terjadinya penurunan atau hilangnya rasa nyeri

Kriteria Hasil : klien melaporkan terjadinya penurunan atau hilangnya ras nyeri
Intervensi

1) Kaji tingkat nyeri, beratnya (skala 0 10)

R : Berguna dalam pengawasan kefektifan obat, kemajuan penyembuhan

2) Berikan istirahat dengan posisi semifowler

R : Dengan posisi semi-fowler dapat menghilangkan tegangan abdomen yang


bertambah dengan posisi telentang

3) Anjurkan klien untuk menghindari makanan yang dapat meningkatkan


kerja asam lambung

R : dapat menghilangkan nyeri akut/hebat dan menurunkan aktivitas peristaltik

4) Anjurkan klien untuk tetap mengatur waktu makannya

R : mencegah terjadinya perih pada ulu hati/epigastrium

5) Observasi TTV tiap 24 jam

R : sebagai indikator untuk melanjutkan intervensi berikutnya

6) Diskusikan dan ajarkan teknik relaksasi

R : Mengurangi rasa nyeri atau dapat terkontrol

7) Kolaborasi dengan pemberian obat analgesik

R : Menghilangkan rasa nyeri dan mempermudah kerjasama dengan intervensi


terapi lain

Diagnosa keperawatan 6

Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan rasa tidak enak setelah
makan, anoreksia.

Tujuan : Menunjukkan peningkatan berat badan mencapai rentang yang


diharapkan individu

Kriteria Hasil : menyatakan pemahaman kebutuhan nutrisi

Intervensi

1) Pantau dan dokumentasikan dan haluaran tiap jam secara adekuat

R : Untuk mengidentifikasi indikasi/perkembangan dari hasil yang diharapkan


2) Timbang BB klien

R : Membantu menentukan keseimbangan cairan yang tepat

3) Berikan makanan sedikit tapi sering

R : meminimalkan anoreksia, dan mengurangi iritasi gaster

4) Catat status nutrisi paasien: turgor kulit, timbang berat badan, integritas
mukosa mulut, kemampuan menelan, adanya bising usus, riwayat mual/rnuntah
atau diare.

R : Berguna dalam mendefinisikan derajat masalah dan intervensi yang tepat


Berguna dalam pengawasan kefektifan obat, kemajuan penyembuhan

5) Kaji pola diet klien yang disukai/tidak disukai.

R : Membantu intervensi kebutuhan yang spesifik, meningkatkan intake diet


klien.

6) Monitor intake dan output secara periodik.

R : Mengukur keefektifan nutrisi dan cairan

7) Catat adanya anoreksia, mual, muntah, dan tetapkan jika ada


hubungannya dengan medikasi. Awasi frekuensi, volume, konsistensi Buang Air
Besar (BAB).

R : Dapat menentukan jenis diet dan mengidentifikasi pemecahan masalah untuk


meningkatkan intake nutrisi.

Diagnosa keperawatan 7

Perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan adanya


mual, muntah

Tujuan : Menyatakan pemahaman faktor penyebab dan prilaku yang perlu untuk
memperbaiki defisit cairan

Kriteria Hasil :

1) Mempertahankan/menunjukkan perubahan keseimbangan cairan.

2) Dibuktikan stabil.

3) Membran mukosa lembab.

4) Turgor kulit baik.

Intervensi
1) Awasi tekanan darah dan nadi, pengisian kapiler, status membran mukosa,
turgor kulit

R : Indikator keadekuatan volume sirkulasi perifer dan hidrasi seluler

2) Awasi jumlah dan tipe masukan cairan, ukur haluaran urine dengan akurat

R : Klien tidak mengkomsumsi cairan sama sekali mengakibatkan dehidrasi atau


mengganti cairan untuk masukan kalori yang berdampak pada keseimbangan
elektrolit

3) Diskusikan strategi untuk menghentikan muntah dan penggunaan


laksatif/diuretic

R : Membantu klien menerima perasaan bahwa akibat muntah dan atau


penggunaan laksatif/diuretik mencegah kehilangan cairan lanjut

4) Identifikasi rencana untuk meningkatkan/mempertahankan keseimbangan


cairan optimal misalnya : jadwal masukan cairan

R : Melibatkan klien dalam rencana untuk memperbaiki keseimbangan untuk


berhasil

5) Berikan/awasi hiperalimentasi IV

R : Tindakan darurat untuk memperbaiki ketidak seimbangan cairan elektrolit.

Diagnosa keperawatan 7

Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatannya

Tujuan : Mendemonstrasikan koping yang positif dan mengungkapkan penurunan


kecemasan, dengan kriteria menyatakan pemahaman tentang penyakitnya.

1) Kaji tingkat kecemasan

R : Mengetahui sejauh mana tingkat kecemasan yang dirasakan oleh klien


sehingga memudahkan dlam tindakan selanjutnya

2) Berikan dorongan dan berikan waktu untuk mengungkapkan pikiran dan


dengarkan semua keluhannya

R : Klien merasa ada yang memperhatikan sehingga klien merasa aman dalam
segala hal tundakan yang diberikan

3) Jelaskan semua prosedur dan pengobatan

R : Klien memahami dan mengerti tentang prosedur sehingga mau bekejasama


dalam perawatannya

4) Berikan dorongan spiritual


R : Bahwa segala tindakan yang diberikan untuk proses penyembuhan
penyakitnya, masih ada yang berkuasa menyembuhkannya yaitu Tuhan Yang
Maha Esa

2.8 Evaluasi

1) Tingkat aktivitas optimum/ fungsi tercapai kembali

2) Proses penyakit serta regimen terapiutik dimengerti

3) Aktivitas dapat terpenuhi secara adekuat

4) Irama dan frekwensi jantung stabil, tekanan darah dalam batas normal
(90/60 - 140/90 mmHg)
DATAR PUSTAKA

Brunner & Suddart, 2002, Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8 Vol. 2 Jakarta, EGC

Doengoes. E. M, et al, 2000, Rencana Asuhan Keperawatan, edisi 3 Jakarta, EGC

Luckman Sorensen,1996, Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan


Sistem Pencernaan, edisi pertama, Jakarta, Salemba Medika.

Manjoer, A, et al, 2000, Kapita Selekta Kedokteran, edisi 3, Jakarta, Medika


aeusculapeus

Sharon, L.Rogen, 1996, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid 2, edisi , Jakarta,
FKUI

Price & Wilson, 1994, Patofisiologi, edisi 4, Jakarta, EGC

Warpadji Sarwono, et al, 1996, Ilmu Penyakit Dalam, Jakarta, FKUI

Labels: ASKEP, KEPERAWATAN, LP, TEORI

Email This

Anda mungkin juga menyukai