CASE BAB I-IV PZ
CASE BAB I-IV PZ
PENDAHULUAN
I. IDENTIFIKASI
Nama : Tn. RD
Jenis kelamin : Laki-laki
Usia : 46 tahun
Alamat : Tugu Mulyo Kec. Belitang Madang Raya Kab.
OKU Timur
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Tukang las
Status : Kawin
Agama : Islam
Suku : Jawa
Bangsa : Indonesia
Nomor Rekam Medis : 985147
MRS : 13 Maret 2017
II. ANAMNESIS
(Autoanamnesis pada 15 Maret 2017)
Keluhan Utama : Benjolan pada leher kanan
Keluhan Tambahan : mimisan, hidung tersumbat, pusing, dan
pandangan ganda
Riwayat Perjalanan Penyakit :
Sejak 4 bulan SMRS, pasien mengeluh timbul benjolan sebesar
kelereng pada leher kanan, semakin lama semakin membesar. Nyeri tekan (-).
Pasien mengeluh pusing yang hilang timbul disertai pandangan ganda (+),
mimisan (+), pilek (+), suara serak (+), sulit bernapas (-), pelo (-), nyeri
menelan (-), demam (-), telinga berdenging (-), keluar cairan dari telinga (-),
penurunan pendengaran (-), nyeri telinga (-). Pasien juga mengeluh sering
cegukan, mual (+), muntah (+), penurunan berat badan (+), sesak napas (-),
nyeri tulang (-), rasa penuh di perut (-). Pasien berobat ke RS Charitas Belitang
dan dirawat selama 3 hari.
Sejak 1 minggu SMRS, pasien mengeluh benjolan pada leher kanan
bertambah besar sebesar bola pingpong, nyeri tekan (-). Keluhan nyeri kepala
dan pandangan ganda bertambah berat, mimisan (+), pilek (+), suara serak (+),
2
sulit bernapas (-), pelo (-), nyeri menelan (-), telinga berdenging (-), keluar
cairan dari telinga (-), penurunan pendengaran (-), nyeri telinga (-), lemas (+),
mual (+), muntah (+), pusing berputar (-), jantung berdebar (-). Pasien berobat
ke RSUD Belitang dan dirujuk ke RSMH.
3
Tekanan Darah : 110/70 mmHg
Nadi : 81 kali/menit, reguler, isi dan tegangan cukup
Pernafasan : 20 kali/menit,
Suhu : 36,5 C
- Pemeriksaan Khusus
Kepala : Konjungtiva forniks OS dan OD tidak anemis,
sklera tidak ikterik.
Leher : JVP (5-2) cmH2O, pembesaran KGB (+)
Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus kordis tidak teraba
Perkusi : Batas jantung normal
Auskultasi : Bunyi jantung I-II normal, murmur (-),gallop (-).
Paru-paru
Inspeksi : Statis dan dinamis simetris kanan dan kiri
Palpasi : Stem fremitus kanan = kiri, krepitasi (-)
Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru
Auskultasi : Vesikuler (+) normal, ronkhi (-), wheezing (-)
Abdomen
Inspeksi : Datar
Palpasi : Lemas
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Ekstremitas : Akral pucat (-), edema pretibia (-), deformitas (-)
Status Lokalis
- Telinga
4
Regio Retroaurikula
-Abses - -
-Sikatrik - -
-Pembengkakan + -
(2,2x3cm)
-Fistula - -
-Jaringan granulasi - -
Regio Zigomatikus - -
-Kista Brankial Klep - -
-Fistula - -
-Lobulus Aksesorius
Aurikula - -
-Mikrotia - -
-Efusi perikondrium - -
-Keloid - -
-Nyeri tarik aurikula - -
-Nyeri tekan tragus - -
5
-Epithelial plug - -
-Jaringan granulasi - -
-Debris - -
-Benda asing - -
-Sagging - -
-Exostosis - -
II.Membran Timpani
-Warna (putih/suram/hiperemis/hematoma) Putih Putih
-Bentuk (oval/bulat) Bulat Bulat
-Pembuluh darah Normal Normal
-Refleks cahaya + (5) + (7)
-Retraksi - -
-Bulging - -
-Bulla - -
-Ruptur - -
-Perforasi (sentral/perifer/marginal/attic) - -
(kecil/besar/ subtotal/ total)
-Pulsasi - -
-Sekret (serous/ seromukus/ mukopus/ pus) - -
-Tulang pendengaran Tidak Tidak
-Kolesteatoma terlihat terlihat
-Polip - -
-Jaringan granulasi - -
- -
6
1. Tes Garpu Tala
Tes Rinne + +
Tes Weber
Tes Scwabach Lateralisasi (-) Lateralisasi (-)
Sama dengan Sama dengan
Pemeriksa Pemeriksa
2. Tes Audiometri
Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Audiogram
7
3. Tes Fungsi Tuba Kanan Kiri
-Tes Valsava Tidak dilakukan Tidak dilakukan
-Tes Toynbee Tidak dilakukan Tidak dilakukan
4. Tes Kalori
- Tes Kobrak Tidak dilakukan Tidak dilakukan
- Hidung
1. Tes Fungsi Hidung Kanan Kiri
Tes aliran udara Terpasang NGT +
Tes penciuman Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Teh
Kopi
Tembakau
8
-Puncak Hidung Normal Normal
-Sisi hidung Normal Normal
-Ala nasi Normal Normal
-Deformitas - -
-Hematoma - -
-Pembengkakan - -
-Krepitasi - -
-Hiperemis - -
-Erosi kulit - -
-Vulnus - -
-Ulkus - -
-Tumor - -
-Duktus nasolakrimalis (tersumbat/tidak tidak Tidak
tersumbat) tersumbat tersumbat
3. Hidung Dalam Kanan Kiri
1. Rinoskopi Anterior
a.Vestibulum nasi
-Sikatrik -
-Stenosis -
-Atresia Terpasang -
-Furunkel NGT -
-Krusta -
-Sekret (+)
(serous/seromukus/mukopus/pus) mukopurulen
b.Kolumela
-Utuh/tidak utuh Terpasang Utuh
-Sikatrik NGT -
-Ulkus -
9
c. Kavum nasi
-Luasnya (lapang/cukup/sempit) Lapang
-Sekret (+)
(serous/seromukus/mukopus/pus) mukopurulen
-Krusta Terpasang -
-Bekuan darah NGT -
-Perdarahan -
-Benda asing -
-Rinolit -
-Polip -
-Tumor -
d. Konka Inferior
-Mukosa (erutopi/ hipertropi/atropi) Eutropi,
(basah/kering) Terpasang basah, licin
(licin/tak licin) NGT
-Warna (merah Merah muda
muda/hiperemis/pucat/livide)
-Tumor -
e. Konka media
-Mukosa (erutopi/ hipertropi/atropi) Eutropi,
(basah/kering) Terpasang basah, licin
(licin/tak licin) NGT
-Warna (merah Merah muda
muda/hiperemis/pucat/livide)
-Tumor -
f.Konka superior
-Mukosa (erutopi/ hipertropi/atropi) Eutropi,
(basah/kering) Terpasang basah, licin
(licin/tak licin) NGT
-Warna (merah Merah muda
muda/hiperemis/pucat/livide)
10
-Tumor -
g. Meatus Medius
-Lapang/ sempit Lapang
-Sekret Terpasang (+)
(serous/seromukus/mukopus/pus) NGT mukopurulen
-Polip -
-Tumor -
h. Meatus inferior
-Lapang/ sempit Lapang
-Sekret Terpasang -
(serous/seromukus/mukopus/pus) NGT -
-Polip -
-Tumor
i. Septum Nasi
-Mukosa (eutropi/ hipertropi/atropi) Eutropi
(basah/kering) Basah
(licin/tak licin) Terpasang Licin
-Warna (merah NGT
muda/hiperemis/pucat/livide) Merah muda
-Tumor -
-Deviasi (ringan/sedang/berat) -
(kanan/kiri)
(superior/inferior)
(anterior/posterior)
(bentuk C/bentuk S)
-Krista -
-Spina -
11
-Abses -
-Hematoma -
-Perforasi -
-Erosi septum anterior -
12
(sekret/tidak)
- Tenggorok
I. Rongga Mulut Kanan K
-Lidah (hiperemis/udem/ulkus/fissura) Deviasi ke kiri Nor
(mikroglosia/makroglosia)
(leukoplakia/gumma/deviasi)
(papilloma/kista/ulkus) Normal
-Gusi (hiperemis/udem/ulkus) Normal Nor
-Bukal (hiperemis/udem) Nor
(vesikel/ulkus/mukokel) Normal
-Palatum durum (utuh/terbelah/fistel) Nor
13
(hiperemis/ulkus)
(pembengkakan/abses/tumor)
(rata/tonus palatinus) Normal
-Kelenjar ludah (pembengkakan/litiasis) Nor
(striktur/ranula) Normal
-Gigi geligi (mikrodontia/makrodontia) Nor
(anodontia/supernumeri)
(kalkulus/karies)
14
(hiperemis/edema) - -
(ulkus/tumor) - -
Rumus gigi-geligi
15
1.Laringoskopi tidak langsung (indirect)
-Dasar lidah (tumor/kista)
-Tonsila lingualis (eutropi/hipertropi)
-Valekula (benda asing/tumor)
-Fosa piriformis (benda asing/tumor)
-Epiglotis
(hiperemis/udem/ulkus/membran)
Tidak Tidak
-Aritenoid
dilakukan dilakukan
(hiperemis/udem/ulkus/membran)
-Pita suara (hiperemis/udem/menebal)
(nodus/polip/tumor)
(gerak simetris/asimetris)
-Pita suara palsu (hiperemis/udem)
-Rima glottis (lapang/sempit)
-Trakea
2.Laringoskopi langsung (direct) Tidak Tidak
dilakukan dilakukan
16
- Pemeriksaan Laboratorium (Tanggal 13 Maret 2017)
JenisPemeriksaan Hasil Nilai Normal Interpretasi
HEMATOLOGI
Hemoglobin (Hb) 13,4 g/dL 13,48-17,40 g/dL Rendah
Eritrosit (RBC) 4,91x103/mm3 4,40-6,30 Normal
103/mm3
Leukosit (WBC) 26,6x103/mm3 4,73-10,89 Meningkat
103/mm3
Hematokrit 38 % 41-51 % Rendah
Trombosit (PLT) 408x103/L 170-396 103/L Meningkat
HITUNG JENIS
LEUKOSIT
Basofil 0% 0-1 % Normal
Eosinofil 0% 1-6 % Normal
Netrofil 96 % 50-70 % Meningkat
Limfosit 2% 20-40 % Menurun
Monosit 2% 2-8 % Normal
KIMIA KLINIK
HATI
Protein total 7,1 g/dL 6,4 - 8,3 g/dL Normal
Albumin 4,0 g/dL 3,5 5,0 g/dL Normal
Globulin 3,1 g/dL 2,6 3,6 g/dL Normal
METABOLISME
KARBOHIDRAT
Glukosa Sewaktu 86 mg/dL <200 Menurun
Nilai kritis : <45-
>500
GINJAL
Ureum 22 mg/dl 16,6 - 48,5 mg/dl Normal
Kreatinin 0,61 mg/dl 0,50 - 0,90 mg/dl Normal
ELEKTROLIT
Kalsium (Ca) 8,8 mg/dL 8,8 10,2 mg/dL Normal
Natrium (Na) 120 mEq/L 135-155 mEq/L Normal
Kalium (K) 5,1mEq/L 3,5-5,5 mEq/L Normal
- Pemeriksaan Radiologis
1. Rontgen toraks PA
17
\
Kesan : jantung dan paru dalam batas normal. Tidak tampak tanda-tanda
metastasis pada rontgen toraks.
2. USG Abdomen
18
- Hepar tidak membesar, reguler, tepi rata, sudut tajam, ekhogram homogen,
sistem vaskular/porta/bilier normal, tidak tampak nodul/kista/abses.
- Gallbladder : normal, tidak tampak batu.
- Pancreas/Lien : tidak membesar, echogram normal, tak tampak massa.
- Ginjal kanan/kiri : besar normal, echogram normal, batas sinus cortex
jelas, pelvikaliseal takectasis, tidak tampak batu/ kista/ nodul.
- Paraaorta tak tampak pembesarak KGB, tak tampak ascites.
- Pemeriksaan CT Scan
19
20
21
22
Kesan :
23
Tumor nasofaring kanan kiri mendestruksi basis cranii, clivus anterior posterior
kiri menginfiltrasi sinus cavernosus, kompleks nervus III-VI kiri, destruksi dan
mengisi sinus sphenoidalis kiri disertai pembesaran kelenjar getah bening
parafaring kiri dan perijugularis kanan sesuai T4N2Mx.
V. TATALAKSANA
Non Medikamentosa
- Menginformasikan kepada pasien dan keluarga bahwa gejala-gejala
yang dialami pasien disebabkan karena penyakit keganasan.
- Menginformasikan kepada pasien dan keluarga mengenai rencana
terapi yang akan diberikan. Menjelaskan mengenai kemoterapi dan
efek samping yang dapat timbul setelah menjalani kemoterapi.
- Melakukan pengukuran berat badan per hari.
- Meningkatkan asupan makan dengan memberi makan / diet cair via
NGT.
Medikamentosa
- Pro - Kemoradiasi
VI. PROGNOSIS
Quo Ad Vitam : Dubia ad malam
Quo Ad Functionam : Dubia ad malam
24
Tinjauan PUSTAKA PZ
25
dapat mengenai saraf ke IX, X, XI, dan XII jika penjalaran melalui
foramen jugulare. Manifestasi kerusakan pada saraf ke IX berupa
gangguan pengecapan yang terjadi pada sepertiga belakang lidah dan
terjadi kesulitan menelan karena hemiparesis otot konstriktor superior.
Pada saraf otak ke X gangguan dapat berupa hiper/hipo/anastesi pada
mukosa palatum mole, faring dan laring diikuti gangguan respirasi dan
salivasi. Manifestasi pada gangguan saraf ke XI berupa kelumpuhan dan
atrofi pada otot-otot trapezius, sternokleidomastoideus, serta hemiparesis
palatum mole. Pada gangguan saraf otak ke XII dapat terjadi hemiparalisis
dan atrofi pada sebelah lidah.
Metastasis ke kelenjar leher dalam bentuk benjolan di leher yang
mendorong pasien untuk berobat, karena sebelumnya tidak ada keluhan
lain.
26
2.1.3 Patofisiologi
Karsinoma nasofaring merupakan munculnya keganasan berupa
tumor yang berasal dari sel-sel epitel yang menutupi permukaan
nasofaring. Tumbuhnya tumor akan dimulai pada salah satu dinding
nasofaring yang kemudian akan menginfiltrasi kelenjar dan jaringan
sekitarnya. Lokasi yang paling sering menjadi awal terbentuknya
karsinoma nasofaring adalah pada Fossa Rossenmuller. Penyebaran ke
jaringan dan kelenjar limfa sekitarnya kemudian terjadi perlahan, seperti
layaknya metastasis lesi karsinoma lainnya. Karsinoma nasofaring
umumnya disebabkan oleh multifaktor. Sampai sekarang penyebab
pastinya belum jelas. Faktor yang berperan untuk terjadinya karsinoma
nasofaring ini adalah faktor makanan seperti mengkonsumsi ikan asin,
sedikit memakan sayur dan buah segar. Faktor lain adalah non makanan
seperti debu, asap rokok, uap zat kimia, asap kayu bakar dan asap dupa
(kemenyan). 5
Faktor genetik juga dapat mempengaruhi terjadinya karsinoma
nasofaring. Selain itu terbukti juga infeksi virus Epstein Barr juga
dihubungkan dengan terjadinya karsinoma nasofaring terutama pada tipe
karsinoma nasofaring non-keratinisasi. Hal ini dibuktikan dengan adanya
kenaikan titer antigen EBV dalam tubuh penderita Ca Nasofaring non
keratinisasi dan kenaikan titer ini pun berbanding lurus dengan stadium Ca
nasofaring; di mana semakin berat stadium Ca Nasofaring, ditemukan titer
antibodi EBV yang semakin tinggi. Hal ini dapat dibuktikan dengan
dijumpai adanya keberadaan protein-protein laten pada penderita
karsinoma nasofaring. Pada penderita ini sel yang terinfeksi oleh EBV
akan menghasilkan protein tertentu yang berfungsi untuk proses proliferasi
dan mempertahankan kelangsungan virus di dalam sel host. Protein laten
ini dapat dipakai sebagai petanda (marker) dalam mendiagnosa karsinoma
nasofaring, yaitu EBNA-1 dan LMP-1, LMP- 2A dan LMP-2B. Hal ini
dibuktikan dengan ditemukannya pada 50% serum penderita karsinoma
27
nasofaring LMP-1 sedangkan EBNA-1 dijumpai di dalam serum semua
pasien karsinoma nasofaring. Selain itu dibuktikan oleh hasil penelitian
Khrisna dkk (2004) terhadap suku Indian asli bahwa EBV DNA di dalam
serum penderita karsinoma nasofaring dapat dipakai sebagai biomarker
pada karsinoma nasofaring primer.5
Hubungan antara karsinoma nasofaring dan infeksi virus Epstein-
Barr juga dinyatakan oleh berbagai peneliti dari bagian yang berbeda di
dunia ini. Pada pasien karsinoma nasofaring dijumpai peninggian titer
antibodi anti EBV (EBNA-1) di dalam serum plasma.5,10 EBNA-1 adalah
protein nuklear yang berperan dalam mempertahankan genom virus.
Huang dalam penelitiannya, mengemukakan keberadaan EBV DNA dan
EBNA di dalam sel penderita karsinoma nasofaring. 1,10
Karsinoma nasofaring sangat sulit didiagnosa, hal ini mungkin
disebabkan karena letaknya sangat tersembunyi dan juga pada keadaan
dini pasien tidak datang untuk berobat. Pemeriksaan terhadap karsinoma
nasofaring dilakukan dengan cara anamnesa penderita dan disertai dengan
pemeriksaan nasofaringoskopi, radiologi, histopatologi,
immunohistokimia, dan juga pemeriksaan serologi dengan menggunakan
teknik Enzyme Linked Immunosorbent Assay atau disingkat dengan
ELISA. Karena beberapa penelitian telah membuktikan bahwa di dalam
serum penderita karsinoma nasofaring dijumpai EBNA-1 maka sebaiknya
pasien yang mempunyai gejala yang mengarah ke karsinoma nasofaring
dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan serologi yaitu antibodi anti EBV
(EBNA-1).1,10
2.1.4 Stadium
Stadium pada karsinoma nasofaring ditentukan menggunakan
sistem TMN menurut NCCN tahun 2015.
Stadium T N M
I T1 N0 M0
28
II T1 N1 M0
T2 N0-1 M0
III T1-2 N2 M0
T3 N0-2 M0
IV A T4 N0-2 M0
IV B Semua T N3 M0
IV C Semua T Semua N M1
Keterangan:
Tumor Primer (T)
Tx = Tumor primer tidak dapat dinilai.
T0 = Tidak tampak tumor.
Tis = Tumor in situ
T1 = Tumor terbatas di nasofaring atau tumor meluas ke orofaring
dan/atau kavum nasi tanpa perluasan ke parafaring.
T2 = Tumor dengan perluasan ke daerah parafaring.
T3 = Tumor menginvasi struktur tulang dasar tengkorak dan/atau sinus
paranasal.
T4 = Tumor dengan perluasan intracranial dan/atau terdapat
keterlibatan saraf kranial, fossa infratemporal, hipofaring, orbita
atau ruang masticator.
KGB Regional (N)
Nx = KGB regional tidak dapat dinilai.
N0 = Tidak ada metastasis ke KGB regional.
N1 = Metastasis kelenjar getah bening leher unilateral dengan diameter
terbesar kurang atau sama dengan 6 cm, di atas fossa
29
supraclavicular, dan/atau unilateral atau bilateral kelenjar getah
bening retrofaring dengan diameter terbesar 6 cm.
N2 = Metastasis kelenjar getah bening bilateral, dengan ukuran
terbesar kurang atau sama dengan 6 cm, di atas fossa
supraclavicular.
N3 = Metastasis kelenjar getah bening bilateral dengan ukuran lebih
besar, atau terletak dalam fossa supraclavikular.
N3a: Ukuran lebih dari 6 cm.
N3b: Di dalam fossa supraclavicular.
DAFTAR PUSTAKA
30
4 Desen, W. 2008. Buku Ajar Onkologi Klinis Edisi 2. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Jakarta, Indonesia. Hal. 263-278.
5 Roezin, A. dan Adham, M. 2012. Karsinoma Nasofaring. Dalam:
Soepardi, E., Nurbaiti I., Jenny B., dkk. (Editor). Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher, ed 7. Jakarta: Balai
Penerbit FK UI. Hal 158-163
6 Brennan, B. 2006. Nasopharyngeal Carcinoma. BioMed Central Ltd.
USA. (http://www.ncbi.nlm.nih.gov, diakses 15 Maret 2017)
7 Zhou, X. 2007. The Progress on Genetic Analysis of Nasopharyngeal
Carcinoma. (http://www.ncbi.nlm.nih.gov, diakses 16 Maret 2017).
8 Lin, H. S., dan Fee W.S. 2009. Malignant Nasopharyngeal Tumors.
Medscape Reference Drugs, Disease, & Procedures.
(http://emedicine.medscape.com, diakses 15 Maret 2017).
9 Adams, George L. 1997. Embriologi, Anatomi dan Fisiologi Rongga
Mulut, Faring, Esofagus, dan Leher, dalam BOIES Buku Ajar Penyakit
THT Edisi Keenam. Jakarta: EGC. Hal: 263-271.
10 Arif Mansjoer, et al.. 2014. Kapita Selekta Kedokteran. Ed.IV. Jilid 1.
Jakarta: Media Aesculapius FKUI. Hal. 371-396
11 Maqbool, Mohammad dan Suhail Maqbool. 2013. Tumours Of
Nasopharynx. Dalam: Textbook Of Ear Nose and Throat Diseases (Edisi
12). Srinagar: Jay Pee Brothers:Pp. 296-302.
12 Ballenger J. Jacob. 2010. Penyakit Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan
Leher. ed.13. Jilid 1. Jakarta: Binarupa Aksara. Hal. 371-396
31