Anda di halaman 1dari 13

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian
Fraktur terbuka adalah fraktur dimana terdapat hubungan fragmen fraktur dengan
dunia luar, baik ujung fragmen fraktur tersebut yang menembus dari dalam hingga ke
permukaan kulit atau kulit dipermukaan yang mengalami penetrasi suatu objek yang
tajam dari luar hingga kedalam. Fraktur terbuka sering timbul komplikasi berupa infeksi.
Infeksi bisa berasal dari flora normal di kulit ataupun bakteri pathogen khususnya
bakteri gram (-). Golongan flora normal kulit, seperti Staphylococus, Propionibacterium
acne , Micrococus dan dapat juga Corynebacterium. Selain dari flora normal kulit, hasil
juga menunjukan gambaran bakteri yang bersifat pathogen, tergantung dari paparan
(kontaminasi) lingkungan pada saat terjadinya fraktur. 4
Karena energi yang dibutuhkan untuk menyebabkan jenis patah tulang, pasien
sering memiliki luka tambahan, beberapa berpotensi mengancam nyawa, yang
memerlukan pengobatan. Terdapat 40-70% dari trauma berada di tempat lain dalam
tubuh bila ada fraktur terbuka. Fraktur terbuka mewakili spektrum cedera: Pertama,
masalah mendasar dasar patah tulang; kedua, pemaparan dari patah tulang terhadap
lingkungan; dan kontaminasi dari situs fraktur. 5

Klasifikasi
Menurut Gustilo dan Anderson, fraktur terbuka dibagi menjadi 3 kelompok :
Grade I : kulit terbuka < 1 cm, bersih, biasanya dari luar ke dalam; kontusio otot
minimal; fraktur simple transverse atar short oblique.
Grade II : laserasi > 1 cm, dengan kerusakan jaringan lunak yang luas, kerusakan
komponen minimal hingga sedang; fraktur simple transverse atau short
oblique dengan kominutif yang minimal
Grade III : kerusakan jaringan lunak yang luas, termasuk otot, kulit, struktur
neurovaskularl seringkali merupakan cidera oleh energy yang besar
dengan kerusakan komponen yang berat.
III A : laserasi jaringan lunak yang luas, tulang tertutup secara adekuat;
fraktur segmental, luka tembak, periosteal stripping yang minimal
III B : cidera jaringan lunak yang luas dengan periosteal stirpping dan
tulang terekspos, membutuhkan penutupan flap jaringan lunak; sering
berhubungan dengan kontaminasi yang massif
III C : cidera vaskuler yang membutuhkan perbaikan 1

Gambar 1. Klasifikasi Fraktur Terbuka Berdasarkan Gustilo dan Anderson

B. Etiologi
Fraktur terbuka disebabkan oleh energi tinggi trauma, paling sering dari pukulan
langsung, seperti dari jatuh atau tabrakan kendaraan bermotor. Dapat juga disebabkan oleh luka
tembak, maupun kecelakaan kerja. Tingkat keparahan cidera fraktur terbuka berhubungan
langsung dengan lokasi dan besarnya gaya yang mengenai tubuh. Ukuran luka bisa hanya
beberapa milimeter hingga terhitung diameter. Tulang mungkin terlihat atau tidak terlihat pada
luka. Fraktur terbuka lainnya dapat mengekspos banyak tulang dan otot, dan dapat merusak saraf
dan pembuluh darah sekitarnya. Fraktur terbuka ini juga bisa terjadi secara tidak langsung,
seperti cidera tipe energi tinggi yang memutar.

Menurut Sachdeva (1996), penyebab fraktur dapat dibagi menjadi tiga yaitu:
a) Cedera traumatik
- Cedera langsung berarti pukulan langsung terhadap tulang sehingga tulang pata
secara spontan. Pemukulan biasanya menyebabkan fraktur melintang dan
kerusakan pada kulit diatasnya.
- Cedera tidak langsung berarti pukulan langsung berada jauh dari lokasi
benturan, misalnya jatuh dengan tangan berjulur dan menyebabkan fraktur
klavikula.

b) Fraktur Patologik
Dalam hal ini kerusakan tulang akibat proses penyakit dimana dengan trauma minor
dapat mengakibatkan fraktur dapat juga terjadi pada berbagai keadaan berikut :
- Tumor tulang (jinak atau ganas) : pertumbuhan jaringan baru yang tidak
terkendali dan progresif.
- Infeksi seperti osteomielitis : dapat terjadi sebagai akibat infeksi akut atau
dapat timbul sebagai salah satu proses yang progresif, lambat dan sakit nyeri.
- Rakhitis : suatu penyakit tulang yang disebabkan oleh defisiensi vitamin D
yang mempengaruhi semua jaringan skelet lain, biasanya disebabkan oleh
defisiensi diet, tetapi kadang-kadang dapat disebabkan kegagalan absorbsi
vitamin D atau oleh karena asupan kalsium atau fosfat yang rendah.

c) Secara spontan : Disebabkan oleh stress tulang yang terus menerus misalnya pada
penyakit polio dan orang yang bertugas dikemiliteran2,3.

Fraktur Femur Interkondiler/Kondiler

Fraktur kondilus femur adalah fraktur pada femur bagian distal dimana satu kondilus
femur dapat mengalami fraktur secara oblik dan bergeser ke atas, atau kedua kondilus dapat
pecah terbelah sehingga garis fraktur berbentuk T atau Y. (1)

Fraktur ini relatif jarang dan biasanya terjadi sebagai akibat jatuh dengan lutut dalam
keadaan fleksi dari ketinggian. Cedera langsung atau jatuh dari ketinggian dapat mendorong tibia
naik ke fosa interkondilus. Satu kondilus femur mungkin mengalami fraktur dan terdorong ke
atas atau kedua kondilus pecah terbelah. Permukaan belakang patela yang berbentuk baji
melesak ke dalam sendi lutut dan mengganjal diantara kedua kondilus yang retak. Pada bagian
proksimal, kemungkinan terdapat komponen melintang sehingga didapati garis fraktur berbentuk
seperti huruf T atau Y. secara klinis, sendi lutut bengkak akibat hemartrosis dan biasanya disertai
goresan atau memar pada bagian depan lutut yang menunjukkan adanya trauma. Patella juga
dapat mengalami fraktur. (1)
Untuk fraktur kondilus tunggal lateral atau medial, paling baik dilakukan ORIF dengan
sekrup tulang spongiosa. Pada patah tulang kondilus ganda, yaitu fraktur kondilus T atau Y juga
dilakukan ORIF pada kedua kondilus dan pada komponen melintang bila sarananya tersedia.
Pada fraktur kominutif berat di interkondiler, tindakan terbaik adalah traksi skelet kontinu yang
memungkinkan nyeri gerak sendi lutut menghilang. Hal ini dapat dijadikan patokan untuk
menilai apakah fragmen sendi sudah pada posisi yang diinginkan atau belum. Pada lansia, fraktur
femur interkondiler femur umumnya lebih baik ditangani secara konservatif dengan traksi skelet.

Gambar 13 : Klasifikasi fraktur condiler (7)


C. Diagnosis
1. Anamnesis

Biasanya penderita datang dengan suatu trauma (traumatik, fraktur), baik yang
hebat maupun trauma ringan dan diikuti dengan ketidakmampuan untuk
menggunakan anggota gerak. Anamnesis harus dilakukan dengan cermat karena
fraktur tidak selamanya terjadi di daerah trauma dan mungkin fraktur terjadi pada
daerah lain.

2. Pemeriksaan fisik

Pada pemeriksaan awal penderita, perlu diperhatikan adanya:


a. Syok, anemia atau perdarahan.
b. Kerusakan pada organ-organ lain, misalnya otak, sumsum tulang belakang atau
organ-organ dalam rongga toraks, panggul dan abdomen.
c. Fraktur predisposisi, misalnya pada fraktur patologis.
3. Pemeriksaan lokal
a. Inspeksi (Look)
Bandingkan dengan bagian yang sehat.
Perhatikan posisi anggota gerak.
Keadaan umum penderita secara keseluruhan.
Ekspresi wajah karena nyeri.
Lidah kering atau basah.
Adanya tanda-tanda anemia karena perdarahan.
Apakah terdapat luka pada kulit dan jaringan lunak untuk membedakan
fraktur tertutup atau fraktur terbuka.
Ekstravasasi darah subkutan dalam beberapa jam sampai beberapa hari.
Perhatikan adanya deformitas berupa angulasi, rotasi dan kependekan.
Lakukan survei pada seluruh tubuh apakah ada trauma pada organ-organ
lain.
Perhatikan kondisi mental penderita.
Keadaan vaskularisasi.
b. Palpasi (Feel)

Palpasi dilakukan secara hati-hati oleh karena penderita biasanya mengeluh


sangat nyeri.
Temperatur setempat yang meningkat.
Nyeri tekan; nyeri tekan yang bersifat superfisial biasanya disebabkan oleh
kerusakan jaringan lunak yang dalam akibat fraktur pada tulang.
Krepitasi; dapat diketahui dengan perabaan dan harus dilakukan secara
hati-hati.
Pemeriksaan vaskuler pada daerah distal trauma berupa palpasi arteri
radialis, arteri dorsalis pedis, arteri tibialis posterior sesuai dengan anggota
gerak yang terkena.
Refilling (pengisian) arteri pada kuku, warna kulit pada bagian distal
daerah trauma , temperatur kulit.
Pengukuran tungkai terutama pada tungkai bawah untuk mengetahui
adanya perbedaan panjang tungkai.
c. Pergerakan (Move)

Pergerakan dengan mengajak penderita untuk menggerakkan secara aktif dan


pasif sendi proksimal dan distal dari daerah yang mengalami trauma. Pada
pederita dengan fraktur, setiap gerakan akan menyebabkan nyeri hebat
sehingga uji pergerakan tidak boleh dilakukan secara kasar, disamping itu juga
dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan lunak seperti pembuluh darah dan
saraf.

4. Pemeriksaan Neurologis
Pemeriksaan neurologis berupa pemeriksaan saraf secara sensoris dan motoris serta
gradasi kelelahan neurologis, yaitu neuropraksia, aksonotmesis atau neurotmesis.
Kelaianan saraf yang didapatkan harus dicatat dengan baik karena dapat
menimbulkan masalah asuransi dan tuntutan (klaim) penderita serta merupakan
patokan untuk pengobatan selanjutnya.
5. Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan radiologis diperlukan untuk menentukan keadaan, lokasi serta ekstensi
fraktur. Untuk menghindarkan nyeri serta kerusakan jaringan lunak selanjutnya,
maka sebaliknya kita mempergunakan bidai yang bersifat radiolusen untuk
imobilisasi sementara sebelum dilakukan pemeriksaan radiologis.

Penatalaksanaan Primary survey

a. Jalan napas

Mempertahankan saluran napas adalah selalu menjadi prioritas pertama. Jika pasien dapat
berbicara dengan jelas jalan napas biasanya baik, tetapi jika pasien tidak sadar mungkin akan
membutuhkan saluran napas dan bantuan ventilasi. Tanda-tanda penting dari obstruksi termasuk
mendengkur, stridor, dan gerakan dada paradoks.Adanya benda asing harus dipertimbangkan pada pasien
tidak sadar. Lanjutan manajemen jalan napas (seperti intubasi endotrakeal, cricothyrotomy, atau
trakeostomi) diindikasikan jika ada apnea, obstruksi terus-menerus, cedera kepala berat, trauma
maksilofasial, cedera leher dengan hematoma yang meluas, atau cedera dada berat.
b. Pernafasan

Penilaian ventilasi yang terbaik dilakukan dengan melihat, mendengarkan, dan merasakan
hembusan nafas. Lihat apakah ada tanda-tanda sianosis, penggunaan otot aksesori, flail chest, dan sucking
wound. Dengarkan adanya, tidak adanya, atau berkurangnya bunyi nafas. Perhatikan juga tanda-tanda
emfisema subkutan, pergeseran trakea, dan tulang rusuk patah. Dokter harus memiliki indeks kecurigaan
yang tinggi untuk tension pneumothorax dan hemothorax, terutama pada pasien dengan gangguan
pernapasan. Drainase pleura mungkin diperlukan sebelum sinar-X dada dilakukan.

c. Circulation

Kecukupan sirkulasi didasarkan pada denyut nadi, tekanan nadi, tekanan darah, dan tanda-tanda
perfusi perifer. Tanda-tanda sirkulasi inadekuat meliputi takikardi, nadi perifer lemah atau tidak teraba,
hipotensi, dan ekstremitas pucat, dingin, atau sianotik. Prioritas pertama dalam memulihkan sirkulasi
yang adekuat adalah untuk menghentikan pendarahan, prioritas kedua adalah untuk menggantikan volume
intravaskular. Cardiac arrest selama transportasi ke rumah sakit atau segera setelah tiba pada trauma
tembus thoraks dan kemungkinan trauma tumpul thoraks merupakan indikasi untuk torakotomi
emergensi, disebut juga torakotomi resusitasi, memungkinkan kontrol cepat perdarahan yang jelas,
membuka perikardium, dan memungkinkan menjahit luka-luka jantung dan mengklem aorta di atas
diafragma. Beberapa dokter bedah trauma juga mendukung torakotomi emergensi pada cardiac arrest
selama transportasi atau segera setelah tiba di rumah sakit pada trauma tembus atau tumpul abdomen.
Pasien hamil yang berada dalam cardiac arrest atau syok sering dapat diresusitasi dengan benar hanya
setelah melahirkan bayi.

Pada pasien-pasien dengan fraktur baik fraktur tertutup maupun terbuka, penting untuk
mengetahui tingkat perdarahan yang dialaminya. Penentuan tingkat perdarahan dapat ditentukan dengan
menilai beberapa parameter hemodinamik. Kelas perdarahan menurut ATLS:

Class I Class II Class III Class IV

Blood loss (ml) <750 750-1500 1500-2000 >2000

Blodd loss (%EBV) <15 % 15-30% 30-40% >40%

Pulse rate (x/min) <100 >100 >120 >140

Blood pressure Normal Normal Decreased Decreased

Pulse pressure Normal or Decreased Decreased Decreased


decreased

Respiratory rate 14-20 20-30 30-35 >35

Urine output >30 20-30 5-15 Negligible


(ml/hour)

Mental status/ CNS Slightly Midly anxious Anxious and Confused and
anxious confused lethargic

Perhitungan perkiraan kehilangan darah tubuh:

EBV : 70cc x BB

EBL : derajat perdarahan x EBV


Cara pemberian cairan:

- Atasi syok dengan guyur 20 cc/ kgBB


- Guyur hingga 2-4 x EBL
- Bila syok sudah teratasi, lasung ke maintenance

d. Disability

Evaluasi disability terdiri dari penilaian neurologis yang cepat. Karena biasanya tidak ada waktu
untuk Glasgow Coma Scale, sistem AVPU digunakan: awake, verbal response, painful response, and
unresponsive

e. Exposure

Pasien harus menanggalkan pakaian untuk memungkinkan pemeriksaan untuk cedera. In-line
immobilization harus digunakan jika cedera leher atau tulang belakang dicurigai.

Secondary Survey

Secondary Suvey dimulai hanya ketika ABC yang stabil. Dalam survei sekunder, pasien
dievaluasi dari kepala sampai kaki dan pemeriksaan yang diindikasikan (misalnya, radiografi, tes
laboratorium, prosedur diagnostik invasif) diperoleh. Pemeriksaan kepala meliputi mencari luka pada
kulit kepala, mata, dan telinga. Pemeriksaan neurologis termasuk Glasgow Coma Scale dan evaluasi dari
fungsi motorik dan sensorik serta refleks. Pupil melebar tetap tidak selalu berarti kerusakan otak
ireversibel. Dada diauskultasi dan diperiksa lagi untuk patah tulang dan integritas fungsional (flail chest).
Suara napas berkurang dapat mengungkapkan pneumotoraks tertunda atau membesar yang membutuhkan
penempatan tabung dada. Demikian pula, bunyi jantung menjauh, tekanan nadi sempit, dan distensi vena
leher merupakan tanda tamponade perikardium, dilakukan pericardiocentesis. Sebuah pemeriksaan awal
normal tidak definitif menghilangkan kemungkinan masalah ini. Pemeriksaan abdomen harus terdiri dari
inspeksi, auskultasi, dan palpasi. Ekstremitas diperiksa untuk fraktur, dislokasi, dan denyut nadi perifer.
Kateter urin dan tabung nasogastrik juga biasanya dimasukkan

Prinsip penanganan fraktur terbuka :


a. Semua fraktur terbuka dikelola secara emergensi.
b. Lakukan penilaian awal akan adanya cedera lain yang dapat mengancam jiwa.
c. Pemberian antibiotik.
d. Lakukan debridement dan irigasi luka.
e. Lakukan stabilisasi fraktur.
f. Pencegahan tetanus.
g. Lakukan rehabilitasi ektremitas yang mengalami fraktur.
Debridement adalah pengangkatan jaringan yang rusak dan mati sehingga luka
menjadi bersih. Untuk melakukan debridement yang adekuat, luka lama dapat diperluas,
jika diperlukan dapat membentuk irisan yang berbentuk elips untuk mengangkat kulit,
fasia serta tendon ataupun jaringan yang sudah mati. Debridement yang adekuat
merupakan tahapan yang penting untuk pengelolaan. Debridement harus dilakukan
sistematis, komplit serta berulang. Diperlukan cairan yang cukup untuk fraktur terbuka.
Grade I diperlukan cairan yang bejumlah 1-2 liter, sedangkan grade II dan grade III
diperlukan cairan sebanyak 5-10 liter, menggunakan cairan normal saline.
Pemberian antibiotika adalah efektif mencegah terjadinya infeksi pada pada
fraktur terbuka. Antibiotika yang diberikan sebaiknya dengan dosis yang besar. Untuk
fraktur terbuka antibiotika yang dianjurkan adalah golongan cephalosporin dan
dikombinasi dengan golongan aminoglikosida.
Perawatan lanjutan dan rehabilitasi fraktur terbuka :
1. Hilangkan nyeri.
2. Mendapatkan dan mempertahankan posisi yang memadai dan flagmen patah tulang.
3. Mengusahakan terjadinya union.
4. Mengembalikan fungsi secara optimal dengan mempertahankan fungsi otot dan sendi
dan pencegahan komplikasi.
5. Mengembalikan fungsi secara maksimal dengan fisioterapi. 4, 5

Tindakan Pembedahan
Hal ini penting untuk menstabilkan patah tulang sesegera mungkin untuk
mencegah kerusakan jaringan yang lebih lunak. Tulang patah dalam fraktur terbuka
biasanya digunakan metode fiksasi eksternal atau internal. Metode ini memerlukan
operasi.
a. Fiksasi Internal
Selama operasi, fragmen tulang yang pertama direposisi (dikurangi) ke
posisi normal kemudian diikat dengan sekrup khusus atau dengan melampirkan
pelat logam ke permukaan luar tulang. Fragmen juga dapat diselenggarakan
bersama-sama dengan memasukkan batang bawah melalui ruang sumsum di tengah
tulang. Karena fraktur terbuka mungkin termasuk kerusakan jaringan dan disertai
dengan cedera tambahan, mungkin diperlukan waktu sebelum operasi fiksasi
internal dapat dilakukan dengan aman.
b. Fiksasi Eksternal
Fiksasi eksternal tergantung pada cedera yang terjadi. Fiksasi ini
digunakan untuk menahan tulang tetap dalam garis lurus. Dalam fiksasi eksternal,
pin atau sekrup ditempatkan ke dalam tulang yang patah di atas dan di bawah
tempat fraktur. Kemudian fragmen tulang direposisi. Pin atau sekrup dihubungkan
ke sebuah lempengan logam di luar kulit. Perangkat ini merupakan suatu kerangka
stabilisasi yang menyangga tulang dalam posisi yang tepat.

Luka Kompleks (Complex Wounds)


Berdasarkan jumlah jaringan lunak yang hilang, luka-luka kompleks dapat
ditutupi dengan menggunakan metode yang berbeda, yakni :
a. Lokal Flap
Jaringan otot dari ekstremitas yang terlibat diputar untuk menutupi fraktur.
Kemudian diambil sebagian kulit dari daerah lain dari tubuh (graft) dan
ditempatkan di atas luka.
b. Free Flap
Beberapa luka mungkin memerlukan transfer lengkap jaringan. Jaringan ini sering
diambil dari bagian punggung atau perut. Prosedur free flap membutuhkan bantuan
dari seorang ahli bedah mikrovaskuler untuk memastikan pembuluh darah
terhubung dan sirkulasi tetap berjalan. 5
D. Komplikasi
1. perdarahan, syok septik kematian
2. septikemi, toksemia oleh karena infeksi piogenik
3. tetanus
4. gangren
5. kekakuan sendi
6. perdarahan sekunder
7. osteomielitis kronik
8. delayed union 5

2.1 Prognosis

Penyembuhan fraktur merupakan suatu proses biologis yang menakjubkan. Tidak seperti
jaringan lainnya, tulang yang mengalami fraktur dapat sembuh tanpa jaringan parut.
Pengertian tentang reaksi tulang yang hidup dan periosteum pada penyembuhan fraktur
mulai terjadi segera setelah tulang mengalami kerusakan apabila lingkungan untuk
penyembuhan memadai smapai terjadi konsolidasi. Faktor mekanis yang penting seperti
imobilisasi fragmen tulang secara fisik sangat penting dalam penyembuhan, selain faktor
biologis yang juga merupakan suatu faktor yang sangat esensial dalam penyembuhan
fraktur.
DAFTAR PUSTAKA

1. Kenneth J.K., Joseph D.Z. Handbook of Fractures, 3rd Edition. Pennsylvania. 2006.
2. Thomas M. S., Jason H.C. Open Fractures. Mescape Reference (update 2012, May 21).
Available from http://emedicine.medscape.com/article/1269242-overview#aw2aab6b3.
Accessed January 30, 2013.
3. Jonathan C. Open Fracture. Orthopedics (update 2012, May 27). Available from
http://orthopedics.about.com/cs/ brokenbones/g/openfracture.htm. Accessed January 30,
2013.
4. Sugiarso. Pola Kuman Penderita Fraktur Terbuka. Universitas Sumatera Utara. 2010.
Available from http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/27630/6/Cover.pdf.
Accessed January 30, 2013.
American Academy of Orthopaedics Surgeons. 2011. Open Fractures. Available from
http://orthoinfo.aaos.org/topic.cfm?topic=A00582. Accessed January 30, 2013

Anda mungkin juga menyukai