Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG

Mata Kuliah Ilmu Sosial dan Budaya Dasar (ISBD) merupakan Mata kuliah
Berkehidupan Bermasyarakat (MBB) di perguruan tinggi, hal ini dipertegas dalam
Keputusan Dirjen Dikti Depiknas RI No. 38 Tahun 2002, dalam Pasal 1 dinyatakan
bahwa mahasiswa memiliki landasan pengetahuan, wawasan, dan keyakinan sebagai
bekal hidup bermasyarakat selaku makhluk individu dan sosial yang beradab, serta
bertanggung jawab terhadap sumber daya alam dan lingkungannya (Digdoyo,2015: 2).

Manusia, nilai, moral, dan hukum merupakan sesuatu yang tidak dapat
dipisahkan. Masalah-masalah serius yang dihadapi bangsa Indonesia berkaitan
dengan nilai, moral, dan hukum antara lain mengenai kejujuran, keadilan, dan
perbuatan negatif lainnya sehingga perlu dikedepankan pendidikan agama dan moral
karena dengan adanya panutan, nilai, bimbingan, dan moral dalam diri manusia akan
sangat menentukan kepribadian individu atau jati diri manusia, lingkungan sosial dan
kehidupan setiap insan. Pendidikan nilai yang mengarah kepada pembentukan moral
yang sesuai dengan norma kebenaran menjadi sesuatu yang esensial bagi
pengembangan manusia yang utuh dalam konteks sosial.

Pendidikan moral tidak hanya terbatas pada lingkungan akademis, tetapi dapat
dilakukan oleh siapa saja dan dimana saja. Secara umum ada tiga lingkungan yang
sangat kondusif untuk melaksanakan pendidikan moral yaitu lingkungan keluarga,
lingkungan pendidikan, dan lingkungan masyarakat. Peran keluarga dalam pendidikan
mendukung terjadinya proses identifikasi, internalisasi, panutan dan reproduksi
langsung dari nilai-nilai moral yang hendak ditanamkan sebagai pola orientasi dari
kehidupan keluarga. Hal-hal yang juga perlu diperhatikan dalam pendidikan moral di
lingkungan keluarga adalah penanaman nilai-nilai kejujuran, kedisiplinan dan tanggung
jawab dalam segenap aspek (Setiadi,2007:56).

1.2 RUMUSAN MASALAH

1. Apa Pengertian Manusia, nilai, moral, dan hukum ?


2. Apa pengertian Hakikat; fungsi; dan perwujudan nilai, moral, dan hukum ?
3. Bagaimana keadilan, ketertiban, dan kesejahteraan ?
4. Apa problematika nilai, moral, dan hukum dalam masyarakat dan negara ?
1.3. TUJUAN

1. Membahas mengenai manusia, nilai, moral dan hukum.


2. Mengetahui Hakikat; fungsi; dan perwujudan nilai, moral, dan hukum.
3. Mempelajari keadilan, ketertiban, dan kesejahteraan.
4. Membahas problematika nilai, moral, dan hukum dalam masyarakat dan
negara.

1.4 MANFAAT
Manfaat makalah ini adalah pembaca mampu memahami dan mampu menyikapi

dengan arif tentang hakikat, nilai, moral, dan hukum dalam bermasyarakat sebagai

suatu dinamika kehidupan masyarakat yang bersifat ilmiah.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Manusia, Nilai, Moral, dan Hukum


2.1.1 Manusia
Secara bahasa manusia berasal dari kata manu (Sansekerta), mens (Latin),
yang berarti berpikir, berakal budi atau makhluk yang berakal budi (mampu
menguasai makhluk lain). Secara istilah manusia dapat diartikan sebuah konsep
atau sebuah fakta, sebuah gagasan atau realitas, sebuah kelompok (genus) atau
seorang individu. (Herimanto,2008:10)
Terbentuk pribadi seseorang dipengaruhi oleh lingkungan bahkan secara
ekstrim dapat dikatakan, setiap orang berasal dari satu lingkungan , baik
lingkungan vertikal (genetika dan tradisi), horizontal (geografik, fisik, dan sosial),
maupun kesejarahan. Tatkala seorang bayi lahir ia merasakan perbedaan suhu
dan kehilangan energi sehingga ia menangis, menuntut agar perbedaan itu
berkurang dan kehilangan itu tergantikan. Dari pernyataan tersebut dapat
disimpulkan bahawa setiap manusia di pengaruhi kepekaan (sense) untuk
membedakan (sense of discrimination) dan keinginan untuk hidup. Alat untuk
memenuhi kebutuhan itu bersumber dari lingkungan.
Manusia adalah makhluk yang tidak dapat dengan segera menyesuaikan diri
dengan lingkungannya. Pada masa bayi sepenuhnya manusia tergantung kepada
individu lain. Ia belajar berjalan, belajar makan, belajar berpakaian,dan
sebagainya, memerlukan bantuan orang lain yang lebih dewasa (Rafiek,2011:38).

2.1.2 Nilai
Dalam kehidupan sehari-hari manusia selalu berkaitan dengan nilai. Beberapa
pendapat tentang nilai dapat diuraikan sebagai berikut :
a. Nilai adalah suatu kualitas atau penghargaan terhadap sesuatu, yang menjadi
dasar penentu tingkah laku seseorang (Daroeso,1986:37)
b. Nilai adalah kualitas atau keadaan yang bermanfaat bagi manusia baik lahir
maupun batin (Darmodiharjo,1986:36).
c. Nilai bagi manusia merupakan landasan atau motivasi dalam segala tingkah
laku dan perbuatannya (Lasyo,1999:9).
d. Value is object of social interest (Dewey,1986:36).

Sesuatu dianggap bernilai apabila sesuatu itu memiliki sifat sebagai berikut :
a. Menyenangkan (pleasure).
b. Berguna (useful).
c. Memuaskan (satisfying).
d. Menguntungkan (profitable).
e. Menarik (interesting).
f. Keyakinan (belief).
Ada dua pendapat mengenai nilai. Pendapat yang pertama menyatakan bahwa
nilai itu subjektif. Menurut aliran idealisme, nilai itu objektisme, ada pada setiap
waktu.
Jenis nilai menurut Notonegoro dalam Kaelan (2000,136) ada 3, yaitu :
a. Nilai material, yakni sesuatu yang berguna bagi sesama manusia.
b. Nilai vital, yakni sesuatu yang berguna bagi manusia untuk melaksanakan
kegiatan.
c. Nilai kerohanian, dibedakan menjadi empat :
1. Nilai kebenaran, bersumber pada akal pikiran manusia.
2. Nilai estetika, bersumber pada rasa manusia.
3. Nilai kebaikan, bersumber pada kehendak/nurani manusia.
4. Nilai religius yang bersifat mutlak dan bersumber pada keyakinan manusia.
Jadi nilai adalah sifat atau kualitas dari sesuatu yang bermanfaat bagi kehidupan
manusia baik lahir maupun batin. Bagi manusia nilai dijadikan sebagai landasan,
alasan atau motivasi dalam bersikap dan bertingkah laku, baik disadari maupun
tidak.

2.1.3 Moral
Moral berasal dari bahasa Latin mores yang berarti adat kebiasaan. Dalam
bahasa Indonesia moral berarti akhlak atau kesusilaan yang mengandung makna
tata tertib yang menjadi pembimbing tingkah laku batin dalam kehidupan. Istilah
moral dapat dipersamakan dengan etik, akhlak, kesusilaan, dan budi pekerti.
Dalam hubungannya dengan nilai, moral adalah bagian dari nilai, yaitu nilai moral.
Nilai moral berkaitan dengan perilaku manusia tentang hal baik-baruk.
(Herimanto,2008:129)
Moralitas mempunyai arti yang pada dasarnya sama dengan moral, tetapi kata
moralitas mengandung makna segala hal yang berkaitan dengan moral. Moralitas
adalah sistem nilai tentang bagaimana seseorang seharusnya hidup secara baik
sebagai manusia. Moralitas ini terkandung dalam aturan hidup bermasyarakat
dalam bentuk petuah, wejangan, nasihat, peraturan, perintah, dan semacamnya
yang diwariskan secara turun-temurun melalui agama atau kebudayaan tertentu.
Jika sebaliknya yang terjadi maka pribadi itu dianggap tidak bermoral. Moral dalam
perwujudannya dapat berupa peraturan dan atau prinsip-prinsip yang benar, baik
terpuji dan mulia. Moral dapat berupa kesetiaan, kepatuhan terhadap nilai dan
norma yang mengikat kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara.
2.1.4 Hukum
Hukum merupakan bagian dari norma, yaitu norma hukum. Norma hukum
adalah peraturan yang timbul dari hukum yang berlaku. Norma hukum perlu ada
untuk mengatur kepentingan manusia dalam masyarakat agar memperoleh
kehidupan yang tertib. Norma hukum tertuang dalam perundang-undangan.
Norma hukum dibutuhkan karena dua hal :
1. Bntuk sanksi dari norma agama, kesusilaan, dan kesopanan belum cukup
memuaskan dan efektif untuk melindungi keteraturan dan ketertiban
masyarakat.
2. Masih banyak perilaku lain yang belum diatur dalam norma agama, kesusilaan,
dan kesopanan, misalnya perilaku dijalan raya.
Norma hukum berasal dari norma agama, kesusilaan, kesopanan. Isi ketiga
norma tersebut bisa diangkat sebagai norma hukum.
Fungsi norma hukum yaitu :
1. Sebagai alat pengukur tertib hubungan masyarakat.
2. Sebagai sarana untuk mewujudkan keadilan social.
3. Sebagai penggerak pembangunan.
4. Fungsi kritis hukum.
Hukum bertujuan untuk menjamu kepastian hukum dalam masyarakat,
memberikan faedah bagi warga Negara dan menciptakan keadilan dan ketertiban
warga Negara.
Norma terbagi atas empat, yaitu :
1. Norma agama. Sanksi yang dierikan tidak secara langsung, tapi hukuman dari
sang pencipta pada hari akhir nanti.
2. Norma kesusilaan. Sanksinya berupa tekanan batin sang pelaku.
3. Norma kesopanan. Sanksinya yaitu dapat dikucilkan oleh masyarakat.
4. Norma hukum. Sanksi atau hukuman berupa kurungan.

2.2. Hakikat,Fungsi, dan Perwujudan nilai,moral, dan hukum


2.2.1 Hakikat Nilai dan Moral
a. Nilai dan Moral sebagai Materi Pendidikan
Terdapat beberapa bidang filsafat yang ada hubungannya dengan cara
manusia mencari hakikat sesuatu, satu di antaranya adalah aksiologi (filsafat nilai)
yang mempunyai dua kajian utama yakni estetika dan etika. Keduanya berbeda
karena estetika berhubungan dengan keindahan, penampilan fisik, dan keserasian
dalam hal penampilan sedangkan etika berhubungan dengan baik dan buruk yang
berkaitan dengan perilaku manusia, namun karena manusia selalu berhubungan
dengan masalah keindahan, baik, dan buruk bahkan dengan persoalan-persoalan
layak atau tidaknya sesuatu, maka pembahasan etika dan estetika jauh melangkah
ke depan meningkatkan kemampuannya untuk mengkaji persoalan nilai dan moral
tersebut sebagaimana mestinya.
Menurut Bertens (2001:6) ada tiga jenis makna etika,yaitu :
a. Etika berarti nilai-nilai atau norma-norma yang menjadi pegangan bagi
seseorang atau keompok dalam mengatur tingkah lakunya.
b. Etika berarti kumpulan asas atau nilai moral. Etika yang dimaksud adalah
kode etik.
c. Etika berarti ilmu tentang baik dan buruk. Etika yang dimaksud sama dengan
istilah filsafat moral.
Dalam bidang pendidikan, ketiga pengertian diatas menjadi materi
bahasannya, oleh karena itu bukan hanya nilai moral individu yang dikaji, tetapi juga
membahas kode-kode etik yang menjadi patokan individu dalam kehidupan
sosialnya,yang tentu saja karena manusia adalah makhluk sosial.

a. Nilai Moral di antara Pandangan Objektif dan Subjektif Manusia


Nilai erat hubungannya dengan manusia,dalam hal etika maupun
estetika. Manusia sebagai makhluk yang bernilai akan memaknai nilai dalam
dua konteks, pertama akan memandang nilai sebagai sesuatu yang objektif,
apabila dia memandang nilai itu ada meskipun tanpa ada yang menilainya.
Kedua, memandang nilai sebagai sesuatu yang subjektif, artinya nilai sangat
tergantung pada subjek yang menilainya.
Dua kategori nilai itu subjektif atau objektif yaitu :
a) Pertama, apakah objek itu memiliki nilai karena kita mendambakannya,atau
kita mendambakannya karena objek itu memiliki nilai.
b) Kedua, apakah hasrat, kenikmatan, perhatian yang memberikan nilai pada
objek, atau kita yang mengalami preferensi karena kenyataan bahwa objek
tersebut memiliki nilai mendahului dan asing bagi reaksi psikologis badan
organis (Frondizi,2001:19-24).

b. Nilai diantara Kualitas Primer dan Skunder


Kualitas adalah sebuah sifat, kualitas menentukan tinggi rendahnya derajat
sesuatu, kualitas pun menentukan berharga atau tidaknya suatu objek. Kualitas
tidak akan tampak tanpa hadirnya suatu objek, namun meski tanpa hadirnya
objek diyakini bahwa kualitas itu ada.
Menurut Frondizi (2001:7-10) kualitas dibagi dua:
a) Kualitas primer yaitu kualitas dasar yang tanpanya objek tidak dapat
menjadi ada, seperti panjang dan beratnya batu sudah ada sebelum batu
dipahat. Kualitas primer ini merupakan bagian dari eksistensi objek, objek
tidak ada tanpa adanya kualitas primer ini.
b) Kualitas sekunder merupakan kualitas yang dapat ditangkap oleh
pancaindera seperti warna, rasa, bau, dan sebagainya. Kualitas ini
terpengaruh oleh tingkat subjektivitas. Seperti halnya kualitas primer,
kualitas sekunder pun merupakan bagian dari eksistensi atau realitas objek.
Perbedaan antara kedua kualitas ini adalah pada keniscayaannya atau
kepastiannya, kualitas primer harus ada dan tidak bisa ditawar lagi, sedangkan
kualitas sekunder bagian eksistensi objek tetapi kehadirannya tergantung
subjek penilai. Nilai bukan kualitas primer maupun sekunder sebab nilai tidak
menambah atau memberi eksistensi objek. Nilai bukan sebuah keniscayaan
bagi esensi objek. Nilai bukan benda atau unsur benda, melainkan sifat,
kualitas, yang dimiliki objek tertentu yang dikatakan baik.

c. Metode Menemukan dan Hierarki Nilai dalam Pendidikan


Menilai berarti menimbang, yaitu kegiatan manusia menghubungkan
sesuatu dengan sesuatu yang lain, yang selanjutnya diambil sebuah
keputusan, nilai memiliki polaritas dan hierarki, yaitu :
1. Nilai menampilkan diri dalam aspek positif dan aspek negatif yang sesuai
(polaritas) seperti baik dan buruknya,keindahan dan kejelekan.
2. Nilai tersusun secara hierarki, yaitu hierarki urutan pentingnya.
Ada beberapa klasifikasi nilai yaitu klasifikasi nilai yang didasarkan atas
pengakuan, objek yang dipermasalahkan, keuntungan yang diperoleh, tujuan
yang akan dicapai, hubungan antara pengembangan nilai dengan keuntungan,
dan hubungan yang dihasilkan nilai itu sendiri dengan hal lain yang lebih baik.
Dan masih banyak lagi klasifikasi lainnya dari para pakar, namun adapula
pembagian hierarki di Indonesia (khususnya pada masa dekade Penataran P4),
yakni, nilai dasar, nilai instrumental, dan yang terakhir nilai praksis
(Kaelan,2002:178)
2.2.2 Norma sebagai Perwujudan dari Nilai
Nilai penting bagi kehidupan manusia, sebab nilai bersifat normatif dan
menjadi motivator tindakan manusia. Namun demikian, nilai belum dapat
berfungsi secara praktis sebagai penuntun perilaku manusia itu sendiri. Nilai
sendiri masih barsifat abstrak sehingga butuh konkretisasi atas nilai tersebut.
Nilai belum dapat berfungsi praksis bagi manusia. Nilai perlu dikonkretisasikan
atau diwujudkan ke dalam norma. Nilai yang bersifat normatif dan berfungsi
sebagai motivator tindakan manusia itu harus diimplementasikan dalam bentuk
norma. Norma adalah perwujudan dari nilai. Norma merupakan konkretisasi
dari nilai. Norma atau kaidah adalah ketentuan-ketentuan yang menjadi
pedoman dan panduan dalam bertingkah laku di kehidupan masyarakat. Norma
berisi anjuran untuk berbuat baik dan larangan untuk berbuat buruk dalam
bertindak sehingga kehidupan ini menjadi lebih baik.
Setiap norma pasti terkandung nilai di dalamnya. Nilai sekaligus menjadi
sumber bagi norma. Tanpa ada nilai tidak mungkin terwujud norma. Sebaliknya,
tanpa dibuatkan norma maka nilai yang hendak dijalankan itu mustahil
terwujudkan. Wujud nyata dari hubungan antara nilai dan moral tercermin pada
norma sosial.
Norma-norma yang berlaku di masyarakat ada empat macam, yakni sebagai
berikut :
a. Norma agama,yaitu peraturan hidup manusia yang berisi perintah dan
larangan yang berasal dari tuhan.
b. Norma moral/kesusilaan, yaitu peraturan /kaidah yang bersumber dari
hatinurani dan merupakan nilai-nilai moral yang mengikat manusia.
c. Norma hukum, yaitu peraturan/kaidah yang diciptakan oleh kekuasaan
resmi atau Negara yang sifatnya mengikat dan memaksa.
Macam norma di atas dapat diklasifikasikan pula sebagai berikut.
Norma yang berkaitan dengan aspek kehidupan pribadi,yaitu :
a. Norma agama/religi.
b. Norma moral/kesusilaan.
Norma yang berkaitan dengan aspek kehidupan antarpribadi, yaitu :
a. Norma adat/kesopanan.
b. Norma hukum.

2.2.3 Hukum sebagai Norma

Hukum sebagai norma berbeda dengan ketiga norma sebelumnya (agama,


kesusilaan, dan kesopanan). Perbedaan norma hukum dengan norma lainnya
adalah sebagai berikut:
1. Norma hukum datangnya dari luar diri kita sendiri, yaitu dari
kekuasaan/lembaga yang resmi dan berwenang.
2. Norma hukum dilekati sanksi pidana atau pemaksa secara fisik. Norma lain
tidak dilekati sanksi pidana secara fisik.
3. Sanksi pidana atau sanksi pemaksa itu dilaksanakan oleh aparat negara.

Bagi orang-orang yang tidak patuh kepada norma kesopanan, norma


kesusilaan, dan norma agama dapat menimbulkan ketidaktertiban dalam
kehidupan bersama, sehingga perlu memperoleh sanksi yang bersifat memaksa.
Misalnya, orang yang melanggar norma kesopanan tidak mempunyai rasa malu
bila disisihkan dari pergaulan, orang yang melanggar norma kesusilaan tidak akan
merasa menyesal. Orang yang melanggar norma agama tidak akan takut kepada
sanksi di akhirat ataupun akan terguncang kehidupannya. Bagi orang-orang yang
demikian ini dapat menimbulkan kekacauan di masyarakat. Oleh karena itu, norma
hokum perlu dipaksakan agar orang-orang mematuhi peraturan hidup.

Jadi, meskipun telah ada norma agama, kesusilaan, dan kesopanan, namun
dalam kehidupan bernegara tetap dibutuhkan norma hokum. Norma hokum
dibutuhkan karena dua hal, yaitu:
1. Karena bentuk sanksi dari ketiga norma belum cukup memuaskan dan efektif
untuk melindungi keteraturan dan ketertiban masyarakat.
2. Masih ada perilaku lain yang perlu diatur di luar ketiga norma di atas, misalnya
perilaku di jalan raya.

Norma hukum juga dapat menciptakan sendiri isi norma tersebut. Contohnya,
norma hukum berlalu lintas yang memang tidak ada di ketiga norma
sebelumnya.

2.3. KEADILAN, KETERTIBAN, DAN KESEJAHTERAAN

2.3.1. Makna Keadilan


Keadilan berasal dari bahasa Arab adil yang artinya tengah. Keadilan berarti
menempatkan sesuatu di tengah-tengah, tidak berat sebelah, atau dengan kata
lain keadilan berarti menempatkan sesuatu pada tempatnya. Berikut ini
beberapa pengertian mengenai keadilan dan pendapat mengenai makna
keadilan.
a. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), keadilan berarti (sifat
perbuatan, perlakuan) yang adil. Keadilan berarti perilaku atau perbuatan
yang dalam pelaksanaannya memberikan kepada pihak lain sesuatu yang
semestinya harus diterima oleh pihak lain.
b. Menurut W.J.S. Poerwodarminto, keadilan berarti tidak berat sebelah,
sepatutnya, tidak sewenang-wenang. Jadi, dalam pengertian adil termasuk
di dalamnya tidak terdapatnya kesewenang-wenangan. Orang yang
bertindak sewenang-wenang berarti bertindak tidak adil.
c. Menurut Frans Magnis Suseno dalam bukunya Etika Politik menyatakan
bahwa keadilan sebagai suatu keadaan dimana semua orang dalam situasi
yang sama diperlakukan secara sama.

Mengenai macam keadilan, Aristoteles membedakan dua macam kedilan, yaitu


keadilan komutatif dan keadilan distributive. Sedangkan Plato, guru Aristoteles,
menyebut ada tiga macam, yaitu:
a. Keadilan komutatif adalah keadilan yang memberikan kepada setiap
orang sama banyaknya, tanpa mengingat berapa besar jasa-jasa yang
telah diberikan (dari kata commute = mengganti, menukarkan,
memindahkan)
b. Keadilan distributif dalah keadilan yang memberikan hak atau jatah
kepada setiap orang menurut jasa-jasa yang telah diberikan (pembagian
menurut haknya masing-masing pihak). Disini keadilan tidak menuntut
pembagian yang sama bagi setiap orang, tetapi pembagian yang sama
berdasarkan perbandingan.
c. Keadilan legal atau keadilan moral adalah keadilan yang mengikuti
penyesuaian atau pemberian tempat seseorang dalam masyarakat
sesuai dengan kemampuannya, dan yang dianggap sesuai dengan
kemampuan yang bersangkutan.

Keadilan merupakan hal penting dalam kehidupan berbangsa dan


bernegara. Charles E. Merriam dalam Miriam Boediardjo (1982) meletakkan
keadilan ini sebagai salah satu prinsip dalam tujuan suatu Negara, yaitu
keamanan ekstern, ketertiban intern, keadilan, kesejahteraan umum, dan
kebebasan.
Adalah menjadi tugas penyelenggara negara untuk menciptakan keadilan.
Tujuan bernegara Indonesia adalah terpenuhinya keadilan bagi seluruh
masyarakat Indonesia. Hal ini dapat diketahui baik dalam pembukaan UUD
1945 maupun pancasila.

Sesuai dengan Pembukaan UUD 1945 maka negara yang hendak didirikan
adalah Negara Indonesia yang adil dan bertujuan menciptakan keadilan sosial.
Pesan yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 itu hendaknya menjadi
pedoman dan semangat bagi para penyelenggara Negara bahwa tugas utama
pemerintah adalah menciptakan keadilan.

Berdasarkan pada Pancasila sila kedua Kemanusiaan Yang Adil dan


Beradab maka adil yang dimaksud adalah perlakuan secara adil kepada warga
Negara tanpa pandang bulu. Manusia pada hakikatnya sama harkat dan
martabatnya, termasuk pula manusia sebagai warga negara. Karena itu,
hendaknya penyelenggara Negara menjamin perlakuan yang adil terhadap
warganya. Hal ini tercermin dalam Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 bahwa segala
warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hokum dan pemerintahan
dan wajib menjunjung hokum dan pemerintahan itu dengan tidak ada
kecualinya.

Sila kelima Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia


mengandung makna adil dalam hal pemenuhan kebutuhan hidup masyarakat.
Hasil pembangunan dan kekayaan bangsa hendaknya dapat dinikmati secara
adil oleh seluruh lapisan masyarakat. Pembangunan dan kekayaan alam tidak
boleh dinikmati segelintir orang sebab hal tersebut akan menimbulkan
perasaan iri, kesenjangan, dan kemiskinan. Tugas penyelenggara negara
adalah mengusahakan keadilan social bagi seluruh masyarakat Indonesia.
Sesuai dengan sila kelima tersebut maka keadilan yang harus terwujud dalam
kehidupan bangsa ialah:
a. Keadilan distributif, yaitu hubungan yang adil antara negara dengan
warganya. Dalam arti, Negara wajib member keadilan dalam bentuk
keadilan membagi, keadilan dalam bentuk kesejahteraan, subsidi, bantuan,
serta kesempatan hidup bersama berdasarkan hak dan kewajiban.
b. Keadilan legal (bertaat), yaitu hubungan yang adil antara Negara dengan
warganya. Dalam arti, warga Negara wajib menaati peraturan perundangan
yang berlaku.
c. Keadilan komutatif, yaitu hubungan yang adil dan sama antarwarganegara
secara timbal balik.

2.3.2. Fungsi Dan Tujuan Hukum Dalam Bermasyarakat

2.3.2.1 Fungsi Hukum

Hukum mempunyai fungsi : menertibkan dan mengatur


pergaulan dalam masyarakat serta menyelesaikan masalah-masalah
yang timbul. Dalam perkembangan masyarakat fungsi hukum terdiri
dari:

a) Sebagai alat pengatur tata tertib hubungan masyarakat


b) Sebagai sarana untuk mewujudkan keadilan sosial lahir dan batin
c) Sebagai sarana penggerak pembangunan
d) Sebagai fungsi kritis

Fungsi-fungsi hukum tersebut dapat diuraikan sebagai berikut :

1) Sebagai Alat Pengatur Tata Tertib Hubungan Masyarakat

Hukum sebagai norma merupakan petunjuk untuk kehidupan.


Manusia dalam masyarakat, hukum menunjukkan mana yang baik
dan mana yang buruk, hukum juga memberi petunjuk, sehingga
segala sesuatunya berjalan tertib dan teratur. Begitu pula hukum
dapat memaksa agar hukum itu ditaati anggota masyarakat.

2) Sebagai Sarana untuk Mewujudkan Keadilan Sosial Lahir Batin

- Hukum mempunyai ciriciri memerintah dan melarang

- Hukum mempunyai sifat memaksa

- Hukum mempunyai daya yang mengikat fisik dan Psikologis

Karena hukum mempunyai ciri, sifat dan daya mengikat, maka


hukum dapat memberi keadilan dan dapat menentukan siapa yang
bersalah dan siapa yang benar.

3) Sebagai Penggerak Pembangunan

Daya mengikat dan memaksa dari hukum dapat digunakan atau


di daya gunakan untuk menggeraakkan pembangunan. Disini hukum
dijadikanalat untuk membawa masyarakat kea rah yang lebih maju.

4) Fungsi Kritis Hukum

Soedjono Dirdjosisworo (1998:155) dalam bukunya pengantar


ilmu hukum mengatakan Dewasa ini sedang berkembang suatu
pandangan bahwa hukum mempunyai fungsi kritis, yaitu daya kerja
hukum tidak semata-mata melakukan pengawasan pada aparatur
pemerintah (petugas) saja, melainkan aparatur penegak hukum
termasuk didalamnya.

Agar fungsi hukum terlaksana dengan baik, maka para penegak


hukum dituntut untuk melaksanakan dan menerapkan hukum dengan
baik, dengan seni yang dimiliki masing-masing petugas, misalnya
menafsirkan hukum sesuai dengan keadilan dan posisi masing-
masing. Disamping hal-hal tersebut diatas dibutuhkan kecakapan dan
ketrampilan serta ketangkasan para penegak hukum dalam
menerapkan hukum yang berlaku.

2.3.2.2. Tujuan Hukum


1. Menurut Wirjono Prodjodikoro (2003:153) dalam bukunya
Perbuatan Melanggar Hukum. Mengemukakan bahwa tujuan
Hukum adalah mengadakan keselamatan, kebahagiaan dan tata
tertib dalam masyarakat. Ia mengatakan bahwa masing-masing
anggota masyarakat mempunyai kepentingan yang beraneka
ragam. Wujud dan jumlah kepentingannya tergantung pada
wujud dan sifat kemanusiaan yang ada di dalam tubuh para
anggota masyarakat masing-masing. Hawa nafsu masing-
masing menimbulkan keinginan untuk mendapatkan kepuasan
dalam hidupnya sehari-hari dan agar segala kepentingannya
terpelihara dengan sebaik-baiknya. Untuk memenuhi keinginan-
keinginan tersebut timbul berbagai usaha untuk mencapainya,
yang mengakibatkan timbulnya bentrokan-bentrokan antara
barbagai macam kepentingan anggota masyarakat. Akibat
bentrokan tersebut masyarakat menjadi guncang dan
keguncangan ini harus dihindari. Menghindarkan keguncangan
dalam masyarakat inilah sebetulnya maksud daripada tujuan
hukum, maka hukum menciptakan berbagai hubungan tertentu
dalam hubungan masyarakat.

2. Menurut Subekti (1995) keadilan berasal dari Tuhan YME dan


setiap orang diberi kemampuan, kecakapan untuk meraba dan
merasakan keadilan itu. Dan segala apa yang di dunia ini sudah
semestinya menimbulkan dasar-dasar keadilan pada manusia.
Dengan demikian, hukum tidak hanya mencarikan
keseimbangan antara berbagai kepentingan yang bertentangan
satu sama lain, akan tetapi juga untuk mendapatkan
keseimbangan antara tuntutan keadilan tersebut dengan
Ketertiban atau Kepastian Hukum.

2.4. Problematika Nilai, Moral dan Hukum

2.4.1. Problematika Nilai Moral

A. Pengaruh Kehidupan Keluarga dalam Pembinaan Nilai Moral

Keluarga bagian dari masyarakat,terpengaruhi oleh tuntunan kemajuan yang


terjadi, namun masih banyak orang meyakini bahwa nilai moral itu hidup dan
dibangun dalam lingkungan keluarga. Keluarga berperan sangat penting bagi
pembinaan nilai moral anak dikarenakan keluargalah yang menjadi pendidikan
pertama dan utama anak sebelum anak memasuki pendidikan luar dan
lingkungan masyarakat.

B. Pengaruh Teman Sebaya terhadap Pembinaan Nilai Moral


Sebagai makhluk sosial, anak pasti punya teman,dan pergaulan dengan
teman akan menambah pembendarahaan informasi yang akhirnya akan
mempengaruhi berbagai jenis kepercayaan yang dimilikinya. Keluarga sering
dikejutkan oleh penolakan anak ketika diberikan nasihat,dengan alasan bahwa
apa yang disampaikan orang tua berbeda atu bertentangan dengan aturan
yang disampaikan oleh temannya. Pergaulan dengan teman sebaya sangat
mempengaruhi sikap dan prilaku seorang anak. Berteman dengan teman yang
tidak baik akan meniru hal-hal yang negatif dan sebaliknya.

C. Pengaruh Figur dan Otoritas terhadap Perkembangan Nilai Moral


Individu

Masalah yang hampir tidak ada seorangpun yang memandang pentingnya


membantu anak untuk menghilangkan kebingungan yang ada pada pikiran
mereka.hampir tidak ada seorangpun yang memandang penting membantu
anak untuk memecahkan dan menyelesaikan pemikiran yang memusingkan
tersebut. Figur otoritas seperti presiden, pejabat, anggota DPR, para artis dan
lain-lain harus memberi contoh yang baik dalam kehidupan

D. Pengaruh Media Komunikasi tarhadap Perkembangan Nilai Moral

Komunikasi mutakhir tentu akan mengembangkan suatu pandangan hidup


yang terfokus sehingga memberikan stabilitas nilai pada anak. Namun media
tersebut justru menyuguhkan berbagai pandangan hidup yang sangat variatif
pada anak. Penyalahagunaan sarana telekomunikasi yang seharusnya
digunakan sesuai fungsinya cukup mempengaruhi sikap dan prilaku generasi
muda misalnya, dalam kasus penyalahgunaan internet untuk mendownload film
porno. Tidak ada filter atau benteng yang kokoh untuk melawannya kecuali
iman dan taqwa.

E. Pengaruh Media Elektronik dan Internet terhadap Pembinaan Nilai


Moral

Media elektronik dan internet yang seharusnya digunakan sebagaimana


semestinya telah cukup banyak disalahgunakan sehingga mengakibatkan nilai
moral merosot.

F. Pengaruh Informasi terhadap Perkembangan Nilai Moral

Setiap hari manusia menerima informasi, informasi ini berpengaruh terhadap


sistem keyakinan yang dimiliki oleh individu, baik informasi itu diterima secara
keseluruhan, diterima sebagian atau ditolak semuanya, namun bagaimanapun
informasi itu ditolak akan menguatkan keyakinan yang telah ada pada individu
tersebut. Oleh karena itu, munculnya berbagai informasi, apalagi bila informasi
itu sama kuatnya maka akan mempengaruhi disonansi koognitif yang sama,
misalnya saja pengaruh tuntutan teman sebaya dengan tuntutan aturan
keluaraga dan aturan agama akan menjadi konflik internal pada individu yang
akhirnya akan menimbulkan kebingungan nilai bagi individu tersebut.

2.4.2. Pelanggaran Kode Etik

Kebutuhan akan norma etik oleh manusia diwujudkan dengan membuat


serangkaian norma etik untuk suatu kegiatan atau profesi. Rangkaian norma
moral yang terhimpun ini bisa di sebut kode etik. Kode etik merupakan bentuk
aturan (code) tertulis yang secara sistematis sengaja di buat berdasarkan
prinsip-prinsip moral yang ada. Masyarakat profesi secara berkelompok
membentuk kode etik profesi. Contohnya, kode etik guru, kode etik insinyur,
kode etik wartawan, dan lainya.

Kode etik profesi berisi ketentuan-ketentuan normatik etik yang


seharusnya dilakukan oleh anggota profesi. Kode etik profesi di perlukan untuk
menjaga serta kehormatan profesi, dan disisi lain melindungi masyarakat dari
segala bentuk penyimpangan maupun penyalahgunaan keahliaan. Tanpa etik
profesi, apa yang semula di kenal sebagai sebuah profesi yang terhormat akan
segera jatuh terdegradasi menjadi sebuah pekerjaaan pencarian nafkah biasa
yang sedikit pun tidak diwarnai dengan nilai-nilai idealisme,dan ujungnya akan
berakhir dengan tidak adnya lagi respek maupun kepercyaan yang pantas
diberikan kepada para elite profesional tersebut.

Meskipun telah memiliki kode etik, masih menjadi seseorang melanggar


kode etik profesinya sendiri. Contohnya, seorang dokter melanggar kode etik
dokter. Pelanggaran kode etik tidak akan mendapat sanksi lahiriah atau yang
bersifat memaksa. Pelanggaran kode etik biasanya mendapat sanksi etik,
seperti menyesal,rasa bersalah, dan malu. Bila seorang profesi melanggar
kode etik profesinya maka ia akan mendapat sanksi dari lembaga profesi ,
seperti teguran, dicabut keanggotaannya, atau tidak diperbolehkan lagi
menjalani profesi tersebut.

2.4.3. Pelanggaran Hukum


Hukum dalam masyarakat merupakan tuntutan, menggingat bahwa kita
tidak mungkin mengggambarkan hidupnya manusia tanpa atau di luar
masyarakat. Maka manusia-masyarakat-dan hukum merupakan pengertian
yang tidak dapat di pisahkan, sehingga pemeo Ubi societes ibi ius (dimana
ada masyarakat disana ada hukum ) adalah tepat. Hukum berisi perintah dan
larangan. Hukum memberitahukan kepada kita mana perbuatan yang
bertentangan dengan hukum yang bila dilakukan akan mendapat ancaman
berupa sanksi hukum. Problema hukum saat ini adalah masih rendahnya
kesadaran hukum masyarakat. Akibatnya, banyak terjadi pelanggaran hukum
yang dilakukukan oleh masyarakat.

Bila dicermati, ada beberapa yang menyebabkan lemahnya penegakan


hukum. Pertama kesadaran/pengetahuan hukum yang lemah. Masyarakat yang
tidak mengerti akan hukum berpotensi besar dalam melakukan pelanggaran
terhadap hukum. Sedangkan dalam hukum dikenal dengan adanya fiksi hukum
artinya semua dianggap mengerti akan hukum. Seseorang tidak dapat
melepaskan diri dari kesalahan atau perbuatannya dengan alasan ia tidak
mengeri hukum atau suatu perundang-undangan. Kedua, adalah ketaatan
terhadap hukum. Dalam kehidupan sehari-hari tidak jarang budaya egoisme
dan indivudu muncul. Ada saja orang yang melanggar hukum dengan bangga
ia menceritakan perbuatannya kepada orang lain. Misalnya pelanggaran lalu
lintas. Hal semacam ini telah mereduksi nilai-nilai kebenaran, sehingga menjadi
suatu kebiasaan yang salah. Ketiga, adalah perilaku yang apatur hukum.
Perilaku apatur hukum baik dengan sengaja maupun tidak telah mempengaruhi
dalam penegakan hukum. Misalnya aparat kepolisian dalam menangani suatu
kasus dugaan tindak pidana, tidak jarang dalam kenyataanya langsung
memvonis seseorang telah bersalah. Perilaku-perilaku ini semacam ini justru
bukan mendidik seseorang untuk menghormati akan hukum. Keempat, adalah
faktor aparat hukum. Seseorang yang melakukan tindak pidana, namun ia
selalu lolos dari jerat pidana,akan berpotensi untuk orang lain melakukan hal
yang sama. Aparatur hukum yang sedianya diandalkan untuk menjunjng
suplemasi hukum, justru melakukan pelangggaran hukum.Sebagai akibatnya
masyarakat pesimis terhadap penegakan hukum. Contoh pelanggaran hukum:
kecurangan saat pemilu, kasus bank century dan lainnya.

Pelanggaran hukum dalam arti sempit berarti pelanggaran terhadap


peraturan perundang- undangan negara,karna hukum oleh negara dimuatkan
dalam peraturan perundangan. Pelanggaran hukum berbeda dengan
pelanggran etik. Sanksi atas pelanggaran hukum adalah sanksi pidana dari
negra yang bersifat lahiriah dan memaksa. Masyarakat secara resmi (negara)
berhak memberi sanksi bagi warga negara yang melanggar hukum. Negara
tidak berwenang menjatuhi hukuman pada pelanggaran etik, kecuali
pelanggaran itu sudah merupakan pelanggaran hukum.

BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Manusia,nilai, moral, dan hukum adalah suatu hal yang saling terkait dan saling
menunjang. Sebagai warga negara kita perlu mempelajari, menghayat, dan
melaksanakan dengan ikhlas mengenai nilai, moral, dan hukum agar menjadi
keselarasan kehidupan.
Manusia adalah individu yang terdiri dari jasad dan roh dan makhluk yang
paling sempurna, paling tinggi derajatnya, dan menjadi khalifah dipermukaan
bumi.
Nilai adalah sesuatu yang baik yang selalu diinginkan, dicita-citakan, dan
dianggap penting oleh seluruh manusia sebagai anggota masyarakat.
Moral berarti akhlak atau kesusilaan yang mengandung makna tata tertib yang
menjadi pembimbing tingkah laku batin dalam kehidupan.
Hukum adalah bagian dari norma, yaitu norma hukum adalah peraturan yang
timbul dari hukum yang berlaku.
Di Indoneia hukum dan pengaplikasiannya belum berjalan dengan semestinya.
Masih banyak pelanggaran hukum yang terjadi dan belum di tindak sesuai dengan
aturan hukum yang berlaku. Hukum di indonesia lebih memihak kepada mereka
yang memiliki kedudukan.

3.2 SARAN
Sebaiknya pemerintah Indonesia beserta aparat-aparat hukum menegakkan
dan menjalankan hukum dengan seadil-adilnya. Hal itu dilakukan agar tidak timbul
lagi berbagai problematika dalam nilai, moral, dan hukum di Indonesia. Kita
sebagai mahasiswa hendaknya juga menjalankan kehidupan bermasyarakat dan
bernegara sesuai dengan koridor-koridor hukum yang telah di tentukan agar tidak
timbul lagi problematika dalam hukum.

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................i

DAFTAR ISI.....................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ........................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................3


1.3 Tujuan......................................................................................................3

1.4 Manfaat ...................................................................................................3

BAB II PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Manusia, Nilai, Moral, dan Hukum.........................................4

2.1.1. Manusia........................................................................................4

2.1.2. Nilai...............................................................................................4

2.1.3 Moral......5
2.1.4 Hukum5

2.2. Hakikat, Fungsi, dan Perwujudan Nilai, Moral dan Hukum......................7

2.2.1 Hakikat Nilai dan Moral...............................................................8


2.2.2 Norma sebagai Perwujudan dari Nilai.........................................9
2.2.3 Hukum sebagai Norma

2.3. Keadilan, Ketertiban, dan Kesejahteraan................................................9

2.3.1 Makna Keadilan.............................................................................10


2.3.2 Fungsi dan Tujuan Hukum dalam Bermasyarakat.......................10
2.3.2.1 Fungsi Hukum.....................................................................11
2.3.2.2 Tujuan Hukum....................................................................13

2.4 Problematika Nilai, Moral, dan Hukum......................................................15

2.4.1 Problematika Nilai Moral .................................................................16

2.4.2 Pelanggaran Kode Etik...................................................................17

2.4.2 Pelanggaran Hukum........................................................................17

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan..............................................................................................20

3.2 Saran.......................................................................................................21

DAFTAR PUSTAKA
MANUSIA, KERAGAMAN, DAN KESEDERAJATAN
Makalah ini Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah

Ilmu Sosial dan Budaya Dasar (ISBD)

Dosen Pembimbing SAHARUDDIN, S. S., M. A.


KELOMPOK 5

1. Cindy Amalia (G1D016008)


2. Samsul Rizal (B1D016253)
3. Maya Fitria Ningsih (E1R016051)
4. Mindi Karmila (C1M016110)
5. M. Alpiansyah (F1A016088)

TAHUN PERTAMA BERSAMA


UNIVERSITAS MATARAM
2017

Anda mungkin juga menyukai

  • Polimer
    Polimer
    Dokumen102 halaman
    Polimer
    Habib Ridwansyah
    Belum ada peringkat
  • Polimer
    Polimer
    Dokumen102 halaman
    Polimer
    Habib Ridwansyah
    Belum ada peringkat
  • Tugas Fismat
    Tugas Fismat
    Dokumen13 halaman
    Tugas Fismat
    Habib Ridwansyah
    Belum ada peringkat
  • Es Kering
    Es Kering
    Dokumen7 halaman
    Es Kering
    Habib Ridwansyah
    Belum ada peringkat