Jawaban.
Amal ibadah akan diterima oleh Allah jika memenuhi syarat-syarat diterimanya
ibadah. Yaitu ibadah itu dilakukan oleh orang yang beriman, dengan ikhlas dan sesuai
Sunnah (ajaran) Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam .
Akan tetapi pada zaman ini, alangkah banyaknya orang yang tidak memperdulikan
syarat-syarat di atas. Maka pertanyaan yang saudara ajukan ini merupakan suatu
langkah kepedulian terhadap Sunnah Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam.
Semoga Allah Subhanahu wa Taala selalu memberi taufiq kepada kita di atas jalan
yang lurus.
Shalawat kepada Nabi merupakan salah satu bentuk ibadah yang agung. Tetapi
banyak sekali penyimpangan dan bidah yang dilakukan banyak orang seputar
shalawat Nabi.
1. Shalawat Nabi memang banyak macamnya. Namun secara global dapat dibagi
menjadi dua.
( ) (( ) ( (
( ( ( ( ) (( :
(Allahumma shalli ala Muhammad wa ala ali Muhammad, kamaa shallaita ala
Ibrahim wa ala aali Ibrahim, innaKa Hamidum Majid. Allahumma barik (dalam satu
riwayat, wa barik, tanpa Allahumma) ala Muhammad wa ala ali Muhammad, kama
barakta ala Ibrahim wa ala ali Ibrahim, innaKa Hamiidum Majid).
Ya, Allah. Berilah (yakni, tambahkanlah) shalawat (sanjungan) kepada Muhammad
dan kepada keluarga Muhammad, sebagaimana Engkau telah memberi shalawat
kepada Ibrahim dan kepada keluarga Ibrahim, sesungguhnya Engkau Maha Terpuji
(lagi) Maha Mulia. Ya, Allah. Berilah berkah (tambahan kebaikan) kepada
Muhammad dan kepada keluarga Muhammad, sebagaimana Engkau telah memberi
berkah kepada Ibrahim dan kepada keluarga Ibrahim, sesungguhnya Engkau Maha
Terpuji (lagi) Maha Mulia. [HR Bukhari, Muslim, dan lainnya. Lihat Shifat Shalat
Nabi, hlm. 165-166, karya Al Albani, Maktabah Al Maarif].
Dan termasuk shalawat yang disyariatkan, yaitu shalawat yang biasa diucapkan dan
ditulis oleh Salafush Shalih.
Syaikh Abdul Muhshin bin Hamd Al Abbad hafizhahullah berkata, Salafush Shalih,
termasuk para ahli hadits, telah biasa menyebut shalawat dan salam kepada Nabi
Shallallahu alaihi wa sallam ketika menyebut (nama) beliau, dengan dua bentuk yang
ringkas, yaitu:
( shalallahu alaihi wa sallam) dan
(
(
c. Tidak menentukan jumlah, waktu, tempat, atau cara, yang tidak ditentukan oleh
syariat.
Seperti menentukan waktu sebelum beradzan, saat khathib Jumat duduk antara dua
khutbah, dan lain-lain.
Dan dzikirlah (ingatlah, sebutlah nama) Rabb-mu dalam hatimu dengan merendahkan
diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang,
dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai. [Al Araf : 205].
Muhammad Ahmad Lauh berkata,Di antara sifat-sifat dzikir dan shalawat yang
disyariatkan, yaitu tidak dengan keras, tidak mengganggu orang lain, atau
mengesankan bahwa (Dzat) yang dituju oleh orang yang berdzikir dengan dzikirnya
(berada di tempat) jauh, sehingga untuk sampainya membutuhkan dengan
mengeraskan suara. [Taqdisul Asy-khas Fi Fikrish Shufi, 1/276, karya Muhammad
Ahmad Lauh].
( ( (
( (
(
( (
3. Membaca shalawat tidak boleh sambil diiringi rebana (alat musik), karena hal ini
termasuk bidah. Perbuatan ini mirip dengan kebiasaan yang sering dilakukan oleh
orang-orang Shufi. Mereka membaca qasidah-qasidah atau syair-syair yang
dinyanyikan dan diringi dengan pukulan stik, rebana, atau semacamnya. Mereka
menyebutnya dengan istilah sama atau taghbiir.
Berikut ini di antara perkataan ulama Ahlus Sunnah yang mengingkari hal tersebut.
Imam Asy Syafii berkata,Di Iraq, aku meninggalkan sesuatu yang dinamakan
taghbiir. [2] (Yaitu) perkara baru yang diada-adakan oleh Zanadiqah (orang-orang
zindiq ; menyimpang), mereka menghalangi manusia dari Al Quran. [3]
Imam Ath Thurthusi, tokoh ulama Malikiyah dari kota Qurthubah (wafat 520 H);
beliau ditanya tentang sekelompok orang (yaitu orang-orang Shufi) di suatu tempat
yang membaca Al Quran, lalu seseorang di antara mereka menyanyikan syair,
kemudian mereka menari dan bergoyang. Mereka memukul rebana dan memainkan
seruling. Apakah menghadiri mereka itu halal atau tidak? (Ditanya seperti itu) beliau
menjawab,Jalan orang-orang Shufi adalah batil dan sesat. Islam itu hanyalah kitab
Allah dan Sunnah RasulNya. Adapun menari dan pura-pura menampakkan cinta
(kepada Allah), maka yang pertama kali mengada-adakan adalah kawan-kawan Samiri
(pada zaman Nabi Musa). Yaitu ketika Samiri membuatkan patung anak sapi yang
bisa bersuara untuk mereka, lalu mereka datang menari di sekitarnya dan berpura-pura
menampakkan cinta (kepada Allah). Tarian itu adalah agama orang-orang kafir dan
para penyembah anak sapi. Adapun majelis Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam
dan para sahabatnya penuh ketenangan, seolah-olah di atas kepala mereka dihinggapi
burung. Maka seharusnya penguasa dan wakil-wakilnya melarang mereka menghadiri
masjid-masjid dan lainnya (untuk menyanyi dan menari, Pen). Dan bagi seorang yang
beriman kepada Allah dan hari akhir, tidaklah halal menghadiri mereka. Tidak halal
membantu mereka melakukan kebatilan. Demikian ini jalan yang ditempuh (Imam)
Malik, Asy Syafii, Abu Hanifah, Ahmad dan lainnya dari kalangan imam-imam kaum
muslimin. [Dinukil dari kitab Tahrim Alat Ath-Tharb, hlm. 168-169]
Imam Al Hafizh Ibnu Ash Shalaah, imam terkenal penulis kitab Muqaddimah Ulumil
Hadits (wafat th. 643 H); beliau ditanya tentang orang-orang yang menghalalkan
nyanyian dengan rebana dan seruling, dengan tarian dan tepuk-tangan. Dan mereka
menganggapnya sebagai perkara halal dan qurbah (perkara yang mendekatkan diri
kepada Allah), bahkan (katanya sebagai) ibadah yang paling utama. Maka beliau
menjawab: Mereka telah berdusta atas nama Allah Taala. Dengan pendapat tersebut,
mereka telah mengiringi orang-orang kebatinan yang menyimpang. Mereka juga
menyelisihi ijma. Barangsiapa yang menyelisihi ijma, (ia) terkena ancaman firman
Allah:
Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya. dan
mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mumin, Kami biarkan ia leluasa
terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia kedalam
Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruknya tempat kembali. [An Nisa:115] [4]
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata,Dan telah diketahui secara pasti
dari agama Islam, bahwa Nabi Shallallahu alaihi wa sallam tidak mensyariatkan
kepada orang-orang shalih dan para ahli ibadah dari umat beliau, agar mereka
berkumpul dan mendengarkan bait-bait yang dilagukan dengan tepuk tapak-tangan,
atau pukulan dengan kayu (stik), atau rebana. Sebagaimana beliau tidak membolehkan
bagi seorangpun untuk tidak mengikuti beliau, atau tidak mengikuti apa yang ada
pada Al Kitab dan Al Hikmah (As Sunnah). Beliau tidak membolehkan, baik dalam
perkara batin, perkara lahir, untuk orang awam, atau untuk orang tertentu. [5]
Sumber: https://almanhaj.or.id/3275-bagaimana-cara-shalawat-yang-
sesuai-sunnah-dan-bolehkah-shalawat-diiringi-dengan-rebana.html
Shalawat Nabi Antara Sunnah dan Bidah
(
Shalawat Allah kepada hamba-Nya adalah pujian-Nya kepada hamba di
sisi para malaikat, sedangkan shalawat para malaikat adalah doanya.
(al-Hafizh Rahimahullah berkata, Diriwayatkan oleh Ibnu Abi
Hatim. Lihat Fathul Bari, Kitabut Tafsir, 8/392)
( }
{
( (
Lafazh bacaan shalawat yang paling ringkas yang sesuai dalil2 yang
shahih adalah :
(
Allahumma shollii wa sallim alaa nabiyyinaa Muhammad.
[SHAHIH, HR. Bukhari 4/118, 6/27, dan 7/156, Muslim 2/16, Abu Dawud
no. 976, 977, 978, At Tirmidzi 1/301-302, An Nasa-i dalam "Sunan"
3/47-58 dan "Amalul Yaum wal Lailah" no 54, Ibnu Majah no. 904, Ahmad
4/243-244, Ibnu Hibban dalam "Shahih" nya no. 900, 1948, 1955, Al
Baihaqi dalam "Sunanul Kubra" 2/148 dan yang lainnya]
( ( (
( ( (
[SHAHIH, HR. Bukhari 4/118, 7/157, Muslim 2/17, Abu Dawud no. 979, An
Nasa-i dalam "Sunan" nya 3/49, Ibnu Majah no. 905, Ahmad dalam
"Musnad" nya 5/424, Baihaqi dalam "Sunanul Kubra" 2/150-151, Imam
Malik dalam "Al Muwaththo' 1/179 dan yang lainnya].
( ( (
( ( (
4. Dari jalan Abi Masud, Uqbah bin Amr Al Anshariy (jalan kedua)
( ( (
( ( (
( (
[SHAHIH, HR. Abu Dawud no. 981, An Nasa-i dalam "Amalul Yaum wal
Lailah" no. 94, Ahmad dalam "Musnad" nya 4/119, Ibnu Hibban dalam
"Shahih" nya no. 1950, Baihaqi dalam "Sunan" nya no 2/146-147, Ibnu
Khuzaimah dalam "Shahih" nya no711, Daruquthni dalam "Sunan" nya no
1/354-355, Al Hakim dalam "Al Mustadrak" 1/268, dan Ath Thabrany
dalam "Mu'jam Al Kabir" 17/251-252]
( (
( ( (
[SHAHIH, HR Bukhari 6/27, 7/157, An Nasa-i 3/49, Ibnu Majah no. 903,
Baihaqi 2/147, dan Ath Thahawiy dalam "Musykilul Atsaar" 3/73]
[SHAHIH, HR. Ahmad 5/347, Ini adalah lafazhnya, Ath Thowawiy dalam
"Musykilul Atsaar" 3/74], dishahihkan oleh Al Albani dalam Sifaat
sahalat Nabi shallallahu alaihi wa sallam, hal 178-179].
( ( ( (
( (
( ( ( (
( ( (
[SHAHIH, HR. Ahmad 1/162, An Nasa-i dalam "Sunan: nya 3/48 dan
"Amalul Yaum wal Lailah" no 48, Abu Nuaim dalam "Al Hilyah"
4/373,semuanya dari jalan 'Utsman bin Mauhab dari Musa bin Thalhah,
dari bapaknya (Thalhah bin 'Ubaidullah), dishahihkan oleh Al Albani].
Orang yang kikir adalah orang yang aku disebut di dekatnya, lalu
dia tidak bershalawat kepadaku. (HR. at-Tirmidzi, Ahmad, dan lain-
lain, disahihkan oleh asy-Syaikh al-Albani rahimahullahu dalam
Irwaul Ghalil, 1/5)
: .
( :
Wahai Rabb-ku, ampunilah dosa-dosaku dan bukakanlah bagiku pintu-
pintu rahmat-Mu! (HR. at-Tirmidzi, 2/314, dan disahihkan oleh asy-
Syaikh al-Albani rahimahullahu)
4. Saat berdoa
(
(
Setiap doa terhijab (tertutup) hingga bershalawat kepada Nabi
Shallallaahu alaihi wasallam. (HR. ad-Dailami dan dihasankan oleh
asy-Syaikh al-Albani rahimahullahu)
(
(
Jika salah seorang kalian shalat, maka hendaklah dia memulai dengan
memuji Allah dan mengagungkan-Nya, kemudian bershalawatlah atas Nabi,
lalu berdoa dengan apa yang dia kehendaki. (HR. at-Tirmidzi, Abu
Dawud, an-Nasai, dan disahihkan oleh asy-Syaikh Muqbil dalam al-
Jami ash-Shahih, 2/124)
7. Sesudah adzan
(
(
Jika kalian mendengar muadzin, maka ucapkanlah seperti apa yang dia
ucapkan lalu bershalawatlah kalian kepadaku. Karena sesungguhnya
barang siapa yang bershalawat kepadaku satu kali, Allah akan
bershalawat kepadanya 10 kali. Lalu mintalah wasilah untukku karena
(wasilah) itu adalah satu kedudukan (yang tertinggi, red.) dalam
jannah (surga) yang tidak sepantasnya (dimiliki) kecuali bagi seorang
hamba di antara hamba-hamba Allah l. Dan aku berharap (hamba) itu
adalah aku. Maka siapa yang memintakan wasilah tersebut untukku, maka
halal baginya syafaat. (Sahih, HR. Muslim)
Cara Bershalawat
( (
( (
Diriwayatkan juga oleh Muslim (no. 405) dari hadits Abu Masud
Radhiyallaahu anhu. Ia berkata, Rasulullah Shallallaahu alaihi
wasallam datang kepada kami dan kami bersama Sad bin Ubadah. Lalu
Basyir bin Sad berkata kepada beliau, Allah Subhaanahu Wa Taala
memerintahkan kami bershalawat kepadamu, wahai Rasulullah. Lalu
bagaimana cara kami bershalawat kepadamu? Rasulullah Shallallaahu
alaihi wasallam pun diam sehingga kami berangan-angan seandainya
dia tidak menanyakannya. Lalu beliau bersabda, Ucapkanlah:
( ( ( (
( ( ( (
(
(
Barangsiapa memohonkan shalawat atasku sekali, Allah bershalawat
atasnya sepuluh kali. [HR Muslim, no. 408, dari Abu Hurairah].
(
( (
( (
(
( (
Imam Ath Thurthusi, tokoh ulama Malikiyah dari kota Qurthubah (wafat
520 H); beliau ditanya tentang sekelompok orang (yaitu orang-orang
Shufi) di suatu tempat yang membaca Al Qur'an, lalu seseorang di
antara mereka menyanyikan sya'ir, kemudian mereka menari dan
bergoyang. Mereka memukul rebana dan memainkan seruling. Apakah
menghadiri mereka itu halal atau tidak? (Ditanya seperti itu) beliau
menjawab,Jalan orang-orang Shufi adalah batil dan sesat. Islam itu
hanyalah kitab Allah dan Sunnah RasulNya. Adapun menari dan pura-pura
menampakkan cinta (kepada Allah), maka yang pertama kali mengada-
adakan adalah kawan-kawan Samiri (pada zaman Nabi Musa). Yaitu ketika
Samiri membuatkan patung anak sapi yang bisa bersuara untuk mereka,
lalu mereka datang menari di sekitarnya dan berpura-pura menampakkan
cinta (kepada Allah). Tarian itu adalah agama orang-orang kafir dan
para penyembah anak sapi. Adapun majelis Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam dan para sahabatnya penuh ketenangan, seolah-olah
di atas kepala mereka dihinggapi burung. Maka seharusnya penguasa dan
wakil-wakilnya melarang mereka menghadiri masjid-masjid dan lainnya
(untuk menyanyi dan menari, Pen). Dan bagi seorang yang beriman
kepada Allah dan hari akhir, tidaklah halal menghadiri mereka. Tidak
halal membantu mereka melakukan kebatilan. Demikian ini jalan yang
ditempuh (Imam) Malik, Asy Syafi'i, Abu Hanifah, Ahmad dan lainnya
dari kalangan imam-imam kaum muslimin. [Dinukil dari kitab Tahrim
Alat Ath-Tharb, hlm. 168-169]
Imam Al Hafizh Ibnu Ash Shalaah, imam terkenal penulis kitab
Muqaddimah 'Ulumil Hadits (wafat th. 643 H); beliau ditanya tentang
orang-orang yang menghalalkan nyanyian dengan rebana dan seruling,
dengan tarian dan tepuk-tangan. Dan mereka menganggapnya sebagai
perkara halal dan qurbah (perkara yang mendekatkan diri kepada
Allah), bahkan (katanya sebagai) ibadah yang paling utama. Maka
beliau menjawab: Mereka telah berdusta atas nama Allah Ta'ala. Dengan
pendapat tersebut, mereka telah mengiringi orang-orang kebatinan yang
menyimpang. Mereka juga menyelisihi ijma'. Barangsiapa yang
menyelisihi ijma', (ia) terkena ancaman firman Allah:
Tabarruk
Tak sedikit masyarakat kita yang sangat mengkultuskan sang guru atau
kyainya. Kyai bagi mereka seolah merupakan pribadi yang mashum,
bahkan diyakini dapat memberikan berkah tersendiri. Tak heran kalau
ada yang rela berdesak-desakan untuk dapat sekedar bersalaman
dengannya, mendapatkan atribut yang dikenakannya, hingga puntung
rokoknya sekalipun.
ingin menjatuhkan atau menghinakan seseorang, maka mereka tidak akan
sanggup melainkan dengan kehendak-Nya. Dan sebaliknya. Dalam
pandangan makhluk bisa jadi seseorang pantas untuk diangkat
kedudukannya. Akan tetapi karena dalam pandangan Allah tidak
demikian, maka kita tidak bisa memaksakan keinginan kita kepada Allah
Subhaanahu Wa Taala. Dialah Dzat tunggal yang berbuat sesuai dengan
kehendak-Nya.
Islam sendiri telah menetapkan adanya barakah pada hal-hal yang telah
ditentukan oleh syariat di mana setiap orang berhak untuk
mendapatkannya. Barakah tidak hanya didapati oleh murid guru
tertentu, kelompok ataupun pengikut tertentu. Rasulullah Shallallaahu
alaihi wasallam bersabda tentang Al Quran:
Macam-Macam Tabarruk
Adapun contoh amalan yang mengandung berkah adalah menuntut ilmu dan
mengajarkannya. Di antara barakahnya adalah terangkatnya derajat di
dunia dan di akhirat. Kemudian shalat secara berjamaah, yang
barakahnya adalah dihapuskannya dosa-dosa dan dilipatgandakannya
kebaikan-kebaikan.
Memang ada sejumlah tempat yang oleh Allah azza wa jalla dijadikan
tempat yang mengandung banyak kebaikan (barakah). Yakni apabila
beramal di tempat tersebut dengan ikhlas dan sesuai dengan tuntunan
Rasulullah Shallallaahu alaihi wasallam. Contohnya adalah masjid-
masjid, di mana mencari barakahnya dengan melaksanakan shalat lima
waktu, beritikaf, menghadiri majelis ilmu, dan sebagainya dengan
cara-cara yang disyariatkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Perlu
diketahui, bertabarruk pada masjid-masjid itu bukanlah dengan cara
mengusap-ngusap tembok atau tanah masjid tersebut, atau yang hal-hal
lain yang dilarang syariat.
Contoh yang lain, Allah azza wa jalla melalui lisan Rasul-Nya telah
menjelaskan barakah kota Makkah, Madinah, Syam, Masjid Al-Haram,
Masjid Quba, dan Masjid Al-Aqsha. Dan mencari barakah pada tempat-
tempat tersebut bukan dengan menciumnya, atau mengusap tanahnya.
Namun dengan cara beribadah di dalamnya sebagaimana disebutkan dalam
banyak hadits.
Di antara bentuk tabarruk mereka adalah apa yang diceritakan oleh Abu
Waqid Al-Laitsi. Ia berkata: Kami keluar bersama Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam menuju Hunain dan kami baru pindah dari
agama kufur (masuk Islam). Orang-orang musyrik memiliki sidrah
(sebuah pohon) tempat mereka berhenti dan beristirahat. Dan mereka
juga menggantungkan pedang-pedang mereka (untuk bertabarruk
dengannya). Pohon itu disebut Dzatu Anwath. (Kata Abu Waqid) kami
kemudian melewati sebuah sidrah kemudian mengatakan: Wahai
Rasulullah, buatkanlah untuk kami Dzatu Anwath sebagaimana mereka
(kaum musyrikin) memiliki Dzatu Anwath. Kemudian Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam menjawab, Allahu Akbar, sesungguhnya
apa yang kalian katakan ini merupakan jalan-jalan (orang sebelum
kalian). Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, seperti ucapan
bani Israil kepada Musa: Buatkanlah kami satu sesembahan
sebagaimana mereka memiliki banyak sesembahan. (Musa) berkata:
Sesungguhnya kalian adalah kaum yang jahil. (Rasulullah berkata:
Kalian benar-benar akan mengikuti langkah-langkah orang sebelum
kalian). (HR. At-Tirmidzi no. 2181, beliau berkata: hadits hasan
shahih).
Seruan
Artikel:
- Majalah AsySyariah Edisi 006 dan 007 oleh: Al-Ustadz Abu Karimah
Askari bin Jamal al-Bugisi
http://asysyariah.com/shalawat-nabi-antara-sunnah-dan-bidah.html
http://asysyariah.com/shalawat-nabi-antara-sunnah-dan-bidah-2.html
http://asysyariah.com/shalawat-shalawat-bidah.html