Anda di halaman 1dari 31

Pertanyaan.

1. Apakah shalawat ini banyak macamnya?


2. Bagaimana cara mengamalkan shalawat yang benar berdasarkan sunnah
Rasulullah? Apakah dilakukan sendiri atau berjamaah, dengan suara keras atau sirr
(pelan)?
3. Bolehkah sambil diiringi rebana (alat musik)?

Jawaban.
Amal ibadah akan diterima oleh Allah jika memenuhi syarat-syarat diterimanya
ibadah. Yaitu ibadah itu dilakukan oleh orang yang beriman, dengan ikhlas dan sesuai
Sunnah (ajaran) Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam .

Akan tetapi pada zaman ini, alangkah banyaknya orang yang tidak memperdulikan
syarat-syarat di atas. Maka pertanyaan yang saudara ajukan ini merupakan suatu
langkah kepedulian terhadap Sunnah Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam.
Semoga Allah Subhanahu wa Taala selalu memberi taufiq kepada kita di atas jalan
yang lurus.

Shalawat kepada Nabi merupakan salah satu bentuk ibadah yang agung. Tetapi
banyak sekali penyimpangan dan bidah yang dilakukan banyak orang seputar
shalawat Nabi.

1. Shalawat Nabi memang banyak macamnya. Namun secara global dapat dibagi
menjadi dua.

a. Shalawat Yang Disyariatkan.


Yaitu shalawat yang diajarkan oleh Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam kepada
para sahabatnya. Bentuk shalawat ini ada beberapa macam. Syaikh Al Albani
rahimahullah dalam kitab Shifat Shalat Nabi menyebutkan ada tujuh bentuk shalawat
dari hadits-hadits Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam. Ustadz Abdul Hakim bin
Amir bin Abdat hafizhahullah di dalam kitab beliau, Sifat Shalawat & Salam,
membawakan delapan riwayat tentang sifat shalawat Nabi.

Di antara bentuk shalawat yang diajarkan oleh Rasulullah Shallallahu alaihi wa


sallam ialah :

( ) (( ) ( (
( ( ( ( ) (( :

(Allahumma shalli ala Muhammad wa ala ali Muhammad, kamaa shallaita ala
Ibrahim wa ala aali Ibrahim, innaKa Hamidum Majid. Allahumma barik (dalam satu
riwayat, wa barik, tanpa Allahumma) ala Muhammad wa ala ali Muhammad, kama
barakta ala Ibrahim wa ala ali Ibrahim, innaKa Hamiidum Majid).
Ya, Allah. Berilah (yakni, tambahkanlah) shalawat (sanjungan) kepada Muhammad
dan kepada keluarga Muhammad, sebagaimana Engkau telah memberi shalawat
kepada Ibrahim dan kepada keluarga Ibrahim, sesungguhnya Engkau Maha Terpuji
(lagi) Maha Mulia. Ya, Allah. Berilah berkah (tambahan kebaikan) kepada
Muhammad dan kepada keluarga Muhammad, sebagaimana Engkau telah memberi
berkah kepada Ibrahim dan kepada keluarga Ibrahim, sesungguhnya Engkau Maha
Terpuji (lagi) Maha Mulia. [HR Bukhari, Muslim, dan lainnya. Lihat Shifat Shalat
Nabi, hlm. 165-166, karya Al Albani, Maktabah Al Maarif].

Dan termasuk shalawat yang disyariatkan, yaitu shalawat yang biasa diucapkan dan
ditulis oleh Salafush Shalih.

Syaikh Abdul Muhshin bin Hamd Al Abbad hafizhahullah berkata, Salafush Shalih,
termasuk para ahli hadits, telah biasa menyebut shalawat dan salam kepada Nabi
Shallallahu alaihi wa sallam ketika menyebut (nama) beliau, dengan dua bentuk yang
ringkas, yaitu:


( shalallahu alaihi wa sallam) dan

( alaihish shalaatu was salaam).


Alhamdulillah, kedua bentuk ini memenuhi kitab-kitab hadits. Bahkan mereka


menulis wasiat-wasiat di dalam karya-karya mereka untuk menjaga hal tersebut
dengan bentuk yang sempurna. Yaitu menggabungkan antara shalawat dan
permohonan salam atas Nabi Shallallahu alaihi wa sallam. [Fadh-lush Shalah Alan
Nabi Shallallahu alaihi wa sallam, hlm. 15, karya Syaikh Abdul Muhshin bin Hamd
Al Abbad]

b. Shalawat Yang Tidak Disyariatkan.


Yaitu shalawat yang datang dari hadits-hadits dhaif (lemah), sangat dhaif, maudhu
(palsu), atau tidak ada asalnya. Demikian juga shalawat yang dibuat-buat (umumnya
oleh Ahli Bidah), kemudian mereka tetapkan dengan nama shalawat ini atau shalawat
itu. Shalawat seperti ini banyak sekali jumlahnya, bahkan sampai ratusan. Contohnya,
berbagai shalawat yang ada dalam kitab Dalailul Khairat Wa Syawariqul Anwar Fi
Dzikrish Shalah Ala Nabiyil Mukhtar, karya Al Jazuli (wafat th. 854H). Di antara
shalawat bidah ini ialah shalawat Basyisyiyah, shalawat Nariyah, shalawat Fatih, dan
lain-lain. Termasuk musibah, bahwa sebagian shalawat bidah itu mengandung
kesyirikan. [1]

2. Cara mengamalkan shalawat yang benar berdasarkan Sunnah Rasulullah


Shallallahu alaihi wa sallam adalah sebagai berikut:
a. Shalawat yang dibaca adalah shalawat yang disyariatkan, karena shalawat
termasuk dzikir, dan dzikir termasuk ibadah. Bukan shalawat bidah, karena seluruh
bidah adalah kesesatan.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata,Dzikir-dzikir dan doa-doa


termasuk ibadah-ibadah yang paling utama. Sedangkan ibadah dibangun di atas ittiba
(mengikuti Sunnah Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam ). Tidak seorangpun
berhak men-sunnah-kan dari dzikir-dzikir dan doa-doa yang tidak disunnahkan (oleh
Nabi Shallallahu alaihi wa sallam), lalu menjadikannya sebagai kebiasaan yang rutin,
dan orang-orang selalu melaksanakannya. Semacam itu termasuk membuat-buat
perkara baru dalam agama yang tidak diizinkan Allah. Berbeda dengan doa, yang
kadang-kadang seseorang berdoa dengannya dan tidak menjadikannya sebagai
sunnah (kebiasaan). [Dinukil dari Fiqhul Adiyah Wal Adzkar, 2/49, karya Syaikh
Abdur Razaq bin Abdul Muhshin Al Badr].

b. Memperbanyak membaca shalawat di setiap waktu dan tempat, terlebih-lebih pada


hari jumah, atau pada saat disebut nama Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa
sallam, dan lain-lain tempat yang disebutkan di dalam hadits-hadits yang shahih.

Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda:

(
(

Barangsiapa memohonkan shalawat atasku sekali, Allah bershalawat atasnya sepuluh


kali. [HR Muslim, no. 408, dari Abu Hurairah].

c. Tidak menentukan jumlah, waktu, tempat, atau cara, yang tidak ditentukan oleh
syariat.
Seperti menentukan waktu sebelum beradzan, saat khathib Jumat duduk antara dua
khutbah, dan lain-lain.

d. Dilakukan sendiri-sendiri, tidak secara berjamaah.


Karena membaca shalawat termasuk dzikir dan termasuk ibadah, sehingga harus
mengikuti Sunnah Nabi Shallallahu alaihi wa sallam. Tidak ada dalil yang
membenarkan bershalawat dengan berjamaah. Karena, jika dilakukan berjamaah,
tentu dibaca dengan keras, dan ini bertentangan dengan adab dzikir yang
diperintahkan Allah, yaitu dengan pelan.

e. Dengan suara sirr (pelan), tidak keras.


Karena membaca shalawat termasuk dzikir. Sedangkan di antara adab berdzikir, yaitu
dengan suara pelan, kecuali ada dalil yang menunjukkan (harus) diucapkan dengan
keras. Allah berfirman,





Dan dzikirlah (ingatlah, sebutlah nama) Rabb-mu dalam hatimu dengan merendahkan
diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang,
dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai. [Al Araf : 205].

Ibnu Katsir rahimahullah berkata,Oleh karena itulah Allah berfirman:


( dan dengan tidak mengeraskan suara), demikianlah, dzikir itu
disukai tidak dengan seruan yang keras berlebihan. [Tafsir Ibnu Katsir].

Al Qurthubi rahimahullah berkata,Ini menunjukkan, bahwa meninggikan suara


dalam berdzikir (adalah) terlarang. [Tafsir Al Qurthubi, 7/355].

Muhammad Ahmad Lauh berkata,Di antara sifat-sifat dzikir dan shalawat yang
disyariatkan, yaitu tidak dengan keras, tidak mengganggu orang lain, atau
mengesankan bahwa (Dzat) yang dituju oleh orang yang berdzikir dengan dzikirnya
(berada di tempat) jauh, sehingga untuk sampainya membutuhkan dengan
mengeraskan suara. [Taqdisul Asy-khas Fi Fikrish Shufi, 1/276, karya Muhammad
Ahmad Lauh].

Abu Musa Al Asyari berkata.

( ( (
( (
(

( (

Ketika Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam memerangi atau menuju Khaibar,


orang-orang menaiki lembah, lalu mereka meninggikan suara dengan takbir: Allahu
Akbar, Allahu Akbar, Laa ilaaha illa Allah. Maka Rasulullah Shallallahu alaihi wa
sallam bersabda,Pelanlah, sesungguhnya kamu tidaklah menyeru kepada yang tuli
dan yang tidak ada. Sesungguhnya kamu menyeru (Allah) Yang Maha Mendengar dan
Maha Dekat, dan Dia bersama kamu (dengan ilmuNya, pendengaranNya,
penglihatanNya, dan pengawasanNya, Pen.). Dan saya (Abu Musa) di belakang
hewan Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam. Beliau mendengar aku mengatakan:
Laa haula wa laa quwwata illa billah. Kemudian beliau bersabda kepadaku,Wahai,
Abdullah bin Qais (Abu Musa). Aku berkata,Aku sambut panggilanmu, wahai
Rasulullah. Beliau bersabda,Maukah aku tunjukkan kepadamu terhadap satu
kalimat, yang merupakan simpanan di antara simpanan-simpanan surga? Aku
menjawab,Tentu, wahai Rasulullah. Bapakku dan ibuku sebagai tebusanmu. Beliau
bersabda,Laa haula wa laa quwwata illa billah. [HR Bukhari, no. 4205; Muslim, no.
2704].

3. Membaca shalawat tidak boleh sambil diiringi rebana (alat musik), karena hal ini
termasuk bidah. Perbuatan ini mirip dengan kebiasaan yang sering dilakukan oleh
orang-orang Shufi. Mereka membaca qasidah-qasidah atau syair-syair yang
dinyanyikan dan diringi dengan pukulan stik, rebana, atau semacamnya. Mereka
menyebutnya dengan istilah sama atau taghbiir.

Berikut ini di antara perkataan ulama Ahlus Sunnah yang mengingkari hal tersebut.

Imam Asy Syafii berkata,Di Iraq, aku meninggalkan sesuatu yang dinamakan
taghbiir. [2] (Yaitu) perkara baru yang diada-adakan oleh Zanadiqah (orang-orang
zindiq ; menyimpang), mereka menghalangi manusia dari Al Quran. [3]

Imam Ahmad ditanya tentang taghbiir, beliau menjawab,Bidah. [Riwayat Al


Khallal. Dinukil dari kitab Tahrim Alat Ath-Tharb, hlm. 163].

Imam Ath Thurthusi, tokoh ulama Malikiyah dari kota Qurthubah (wafat 520 H);
beliau ditanya tentang sekelompok orang (yaitu orang-orang Shufi) di suatu tempat
yang membaca Al Quran, lalu seseorang di antara mereka menyanyikan syair,
kemudian mereka menari dan bergoyang. Mereka memukul rebana dan memainkan
seruling. Apakah menghadiri mereka itu halal atau tidak? (Ditanya seperti itu) beliau
menjawab,Jalan orang-orang Shufi adalah batil dan sesat. Islam itu hanyalah kitab
Allah dan Sunnah RasulNya. Adapun menari dan pura-pura menampakkan cinta
(kepada Allah), maka yang pertama kali mengada-adakan adalah kawan-kawan Samiri
(pada zaman Nabi Musa). Yaitu ketika Samiri membuatkan patung anak sapi yang
bisa bersuara untuk mereka, lalu mereka datang menari di sekitarnya dan berpura-pura
menampakkan cinta (kepada Allah). Tarian itu adalah agama orang-orang kafir dan
para penyembah anak sapi. Adapun majelis Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam
dan para sahabatnya penuh ketenangan, seolah-olah di atas kepala mereka dihinggapi
burung. Maka seharusnya penguasa dan wakil-wakilnya melarang mereka menghadiri
masjid-masjid dan lainnya (untuk menyanyi dan menari, Pen). Dan bagi seorang yang
beriman kepada Allah dan hari akhir, tidaklah halal menghadiri mereka. Tidak halal
membantu mereka melakukan kebatilan. Demikian ini jalan yang ditempuh (Imam)
Malik, Asy Syafii, Abu Hanifah, Ahmad dan lainnya dari kalangan imam-imam kaum
muslimin. [Dinukil dari kitab Tahrim Alat Ath-Tharb, hlm. 168-169]

Imam Al Hafizh Ibnu Ash Shalaah, imam terkenal penulis kitab Muqaddimah Ulumil
Hadits (wafat th. 643 H); beliau ditanya tentang orang-orang yang menghalalkan
nyanyian dengan rebana dan seruling, dengan tarian dan tepuk-tangan. Dan mereka
menganggapnya sebagai perkara halal dan qurbah (perkara yang mendekatkan diri
kepada Allah), bahkan (katanya sebagai) ibadah yang paling utama. Maka beliau
menjawab: Mereka telah berdusta atas nama Allah Taala. Dengan pendapat tersebut,
mereka telah mengiringi orang-orang kebatinan yang menyimpang. Mereka juga
menyelisihi ijma. Barangsiapa yang menyelisihi ijma, (ia) terkena ancaman firman
Allah:

Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya. dan
mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mumin, Kami biarkan ia leluasa
terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia kedalam
Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruknya tempat kembali. [An Nisa:115] [4]

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata,Dan telah diketahui secara pasti
dari agama Islam, bahwa Nabi Shallallahu alaihi wa sallam tidak mensyariatkan
kepada orang-orang shalih dan para ahli ibadah dari umat beliau, agar mereka
berkumpul dan mendengarkan bait-bait yang dilagukan dengan tepuk tapak-tangan,
atau pukulan dengan kayu (stik), atau rebana. Sebagaimana beliau tidak membolehkan
bagi seorangpun untuk tidak mengikuti beliau, atau tidak mengikuti apa yang ada
pada Al Kitab dan Al Hikmah (As Sunnah). Beliau tidak membolehkan, baik dalam
perkara batin, perkara lahir, untuk orang awam, atau untuk orang tertentu. [5]

Demikianlah penjelasan kami, semoga menghilangkan kebingungan saudara.


Alhamdulillah Rabbil alamin, washalatu wassalaamu ala Muhammad wa ala ahlihi
wa shahbihi ajmain.

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 12/Tahun VII/1420H/1999M Diterbitkan


Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo Purwodadi Km. 8 Selokaton
Gondangrejo Solo 57183 Telp. 08121533647, 08157579296]
_______
Footnote
[1]. Lihat Mujamul Bida, hlm. 345-346, karya Syaikh Raid bin Shabri bin Abi
Ulfah; Fadh-lush Shalah Alan Nabi n , hlm. 20-24, karya Syaikh Abdul Muhshin bin
Hamd Al Abbad; Minhaj Al Firqah An Najiyah, hlm. 116-122, karya Syaikh
Muhammad Jamil Zainu; Sifat Shalawat & Salam Kepada Nabi Shallallahu alaihi wa
sallam, hlm. 72-73, karya Ustadz Abdul Hakim bin Amir bin Abdat
[2]. Sejenis syair berisi anjuran untuk zuhud di dunia yang dinyanyikan oleh orang-
orang Shufi, dan sebagian hadirin memukul-mukulkan kayu pada bantal atau kulit
sesuai dengan irama lagunya
[3]. Riwayat Ibnul Jauzi, dalam Talbis Iblis; Al Khallal dalam Amar Maruf, hlm. 36;
dan Abu Nuaim dalam Al Hilyah, 9/146. Dinukil dari kitab Tahrim Alat Ath-Tharb,
hlm. 163.
[4]. Fatawa Ibnu Ash Shalah, 300-301. Dinukil dari kitab Tahrim Alat Ath-Tharb, hlm.
169
[5]. Majmu Fatawa, 11/565. Dinukil dari kitab Tahrim Alat Ath-Tharb, hlm. 165

Sumber: https://almanhaj.or.id/3275-bagaimana-cara-shalawat-yang-
sesuai-sunnah-dan-bolehkah-shalawat-diiringi-dengan-rebana.html
Shalawat Nabi Antara Sunnah dan Bidah
(

Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk


Nabi. Wahai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kalian untuk
Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya! (al-Ahzab: 56)

Penjelasan Makna Shalawat

Yang rajih (kuat) di antara definisi shalawat Allah Subhaanahu Wa


Taala kepada hamba-Nya adalah apa yang disebutkan oleh al-Imam al-
Bukhari Rahimahullah dalam Shahih-nya secara muallaq dari Abul
Aliyah Rufai bin Mihran. Beliau berkata,




Shalawat Allah kepada hamba-Nya adalah pujian-Nya kepada hamba di
sisi para malaikat, sedangkan shalawat para malaikat adalah doanya.
(al-Hafizh Rahimahullah berkata, Diriwayatkan oleh Ibnu Abi
Hatim. Lihat Fathul Bari, Kitabut Tafsir, 8/392)

Di antara dalil yang menunjukkan bahwa shalawat para malaikat


bermakna doa adalah hadits dari Abu Hurairah Radhiyallaahu anhu,
bahwa Rasulullah Shallallaahu alaihi wasallam bersabda:

Para malaikat senantiasa bershalawat kepada hamba-Nya selama berada


di tempat shalatnya. (Mereka mengatakan), Ya Allah, berikan
shalawat kepadanya. Ya Allah, ampunilah dia. Ya Allah, rahmatilah
dia. (Sahih, HR. al-Bukhari dan Muslim dari hadits yang panjang)

Ibnu Abbas Radhiyallaahu anhu berkata, Mereka bershalawat yaitu


mendoakan berkah. (Diriwayatkan secara taliq dan disebutkan
sanadnya oleh ath-Thabari Rahimahullah, lihat al-Fath, 8/393)

Makna shalawat kepada nabi Shallallahu alaihi wa sallam adalah


meminta kepada Allah Taala agar Dia memuji dan mengagungkan beliau
Shallallahu alaihi wa sallam di dunia dan akhirat, di dunia dengan
memuliakan peneyebutan (nama) beliau Shallallahu alaihi wa sallam,
memenangkan agama dan mengokohkan syariat Islam yang beliau bawa. Dan
di akhirat dengan melipatgandakan pahala kebaikan beliau Shallallahu
alaihi wa sallam, memudahkan syafaat beliau kepada umatnya dan
menampakkan keutamaan beliau pada hari kiamat di hadapan seluruh
makhluk [Lihat kitab Fathul Baari (11/156)].

Makna shalawat dari Allah Taala kepada hamba-Nya adalah limpahan


rahmat, pengampunan, pujian, kemualian dan keberkahan dari-Nya [Lihat
kitab Zaadul masiir (6/398).]. Ada juga yang mengartikannya
dengan taufik dari Allah Taala untuk mengeluarkan hamba-Nya dari
kegelapan (kesesatan) menuju cahaya (petunjuk-Nya), sebagaimana dalam
firman-Nya:

( }
{

Dialah yang bershalawat kepadamu (wahai manusia) dan malaikat-Nya


(dengan memohonkan ampunan untukmu), supaya Dia mengeluarkan kamu
dari kegelapan kepada cahaya (yang terang). Dan adalah Dia Maha
Penyayang kepada orang-orang yang beriman (QS al-Ahzaab:43).

Hadits-Hadits Anjuran Bershalawat kepada Nabi Shallallaahu alaihi wasallam

1. Dari Abu Hurairah Radhiyallaahu anhu berkata, bersabda


Rasulullah Shallallaahu alaihi wasallam:

Jangan kalian menjadikan kuburan sebagai (tempat) berhari raya dan


jangan kalian jadikan rumah kalian sebagai kuburan. Dan
bershalawatlah kepadaku di mana pun kalian berada karena sesungguhnya
shalawat kalian (itu) sampai kepadaku. (HR. Abu Dawud no. 2042 dan
disahihkan oleh asy-Syaikh al-Albani Rahimahullah)

2. Dari Abu Hurairah Radhiyallaahu anhu bahwa Rasulullah


Shallallaahu alaihi wasallam bersabda:
( (

Barang siapa yang mengucapkan shalawat kepadaku satu kali, maka
Allah mengucapkan shalawat kepadanya 10 kali. (Sahih, HR. Muslim
no. 408)

3. Dari Anas bin Malik Radhiyallaahu anhu bahwa Rasulullah


Shallallaahu alaihi wasallam bersabda:


( (

Barang siapa yang bershalawat kepadaku satu kali, maka Allah


bershalawat kepadanya 10 shalawat, dihapuskan darinya 10 kesalahan,
dan diangkat untuknya 10 derajat. (HR.an-Nasai, 3/50 dan
disahihkan oleh asy-Syaikh al-Albani)

Lafazh bacaan shalawat

Lafazh bacaan shalawat yang paling ringkas yang sesuai dalil2 yang
shahih adalah :

(

Allahumma shollii wa sallim alaa nabiyyinaa Muhammad.

Ya Allah, limpahkanlah shalawat dan salam kepada Nabi kami


Muhammad) .

[SHAHIH. HR. At-Thabrani melalui dua isnad, keduanya baik. Lihat


Majma Az-Zawaid 10/120 dan Shahih At- Targhib wat Tarhib 1/273].

Kemudian terdapat riwayat-riwayat yang Shahih dalam delapan riwayat,


yaitu :

1. Dari jalan Kaab bin Ujrah


( ( ( (
( (
( (

Allaahumma sholli alaa Muhammad wa alaa aali Muhammad


kamaa shollaita alaa ibroohiim wa alaa aali ibroohiim innaka
hamiidum majiid, Allaahumma baarik alaa Muhammad wa alaa
aali Muhammad kamaa baarokta alaa ibroohiim wa alaa aali
ibroohiim innaka hamiidum majiid.

Ya Allah berilah shalawat kepada Muhammad dan kepada keluarga


Muhammad sebagaimana Engkau telah bershalawat kepada Ibrahim dan
keluarga Ibrahim, Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji (lagi) Maha Mulia.
Ya Allah, Berkahilah Muhammad dan keluarga Muhammad sebagaimana
Engkau telah memberkahi Ibrahim dan keluarga Ibrahim, Sesungguhnya
Engkau Maha Terpuji (lagi) Maha Mulia

[SHAHIH, HR. Bukhari 4/118, 6/27, dan 7/156, Muslim 2/16, Abu Dawud
no. 976, 977, 978, At Tirmidzi 1/301-302, An Nasa-i dalam "Sunan"
3/47-58 dan "Amalul Yaum wal Lailah" no 54, Ibnu Majah no. 904, Ahmad
4/243-244, Ibnu Hibban dalam "Shahih" nya no. 900, 1948, 1955, Al
Baihaqi dalam "Sunanul Kubra" 2/148 dan yang lainnya]

2. Dari jalan Abu Humaid As Saadiy

( ( (
( ( (

Allaahumma sholli alaa Muhammadin wa alaa azwaajihi wa


dzurriyyatihi kamaa shol laita alaa ibroohiim, wa baarik
alaa Muhammadin wa alaa azwaajihi wa dzurriyyatihi kamaa
baarokta alaa ibroohiim innaka hamiidum majiid.

Ya Allah,berilah shalawat kepada Muhammad dan kepada isteri-isteri


beliau dan keturunannya,sebagaimana Engkau telah bershalawat kepada
Ibrahim. Ya Allah, Berkahilah Muhammad dan isteri-isteri beliau dan
keturunannya, sebagaimana Engkau telah memberkahi
Ibrahim,Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji (lagi) Maha Mulia

[SHAHIH, HR. Bukhari 4/118, 7/157, Muslim 2/17, Abu Dawud no. 979, An
Nasa-i dalam "Sunan" nya 3/49, Ibnu Majah no. 905, Ahmad dalam
"Musnad" nya 5/424, Baihaqi dalam "Sunanul Kubra" 2/150-151, Imam
Malik dalam "Al Muwaththo' 1/179 dan yang lainnya].

3. Dari jalan Abi Masud Al Anshariy

( ( (
( ( (

Allaahumma sholli alaa Muhammad wa alaa aali Muhammad kamaa


shol laita alaa aali ibroohiim ,wa baarik alaa Muhammad wa
alaa aali Muhammad kamaa baarokta alaa aali ibroohiim fil
aalamiina innaka hamiidum majiid.

Ya Allah berilah shalawat kepada Muhammad dan kepada keluarga


Muhammad sebagaimana Engkau telah bershalawat kepada Ibrahim, dan
berkahilah Muhammad dan keluarga Muhammad sebagaimana Engkau telah
memberkahi keluarga Ibrahim atas sekalian alam, Sesungguhnya Engkau
Maha Terpuji (lagi) Maha Mulia

[SHAHIH, HR Muslim 2/16, Abu Dawud no. 980, At Tirmidzi 5/37-38, An


Nasa-i dalam "Sunan" nya 3/45, Ahmad 4/118, 5/273-274, Ibnu Hibban
dalam "Shahih" nya no. 1949, 1956, Baihaqi dalam "SUnanul Kubra"
2/146,dan Imam Malik dalam "AL Muwaththo' (1/179-180 Tanwirul Hawalik
Syarah Muwaththo'"]

4. Dari jalan Abi Masud, Uqbah bin Amr Al Anshariy (jalan kedua)

( ( (
( ( (
( (

Allaahumma sholli alaa Muhammadin nabiyyil ummiyyi wa alaa


aali Muhammad kamaa shol laita alaa ibroohiim wa alaa aali
ibroohiim, wa baarik alaa Muhammadin nabiyyil ummiyyi wa
alaa aali Muhammad kamaa baarokta alaa ibroohiim wa alaa
aali ibroohiim innaka hamiidum majiid.

Ya Allah berilah shalawat kepada Muhammad yang ummi dan kepada


keluarga Muhammad, sebagaimana Engkau telah memberi bershalawat
kepada Ibrahim dan keluarga Ibrahim.Dan berkahilah Muhammad Nabi yang
ummi dan keluarga Muhammad sebagaimana Engkau telah memberkahi
keluarga Ibrahim dan keluarga Ibrahim, Sesungguhnya Engkau Maha
Terpuji (lagi) Maha Mulia

[SHAHIH, HR. Abu Dawud no. 981, An Nasa-i dalam "Amalul Yaum wal
Lailah" no. 94, Ahmad dalam "Musnad" nya 4/119, Ibnu Hibban dalam
"Shahih" nya no. 1950, Baihaqi dalam "Sunan" nya no 2/146-147, Ibnu
Khuzaimah dalam "Shahih" nya no711, Daruquthni dalam "Sunan" nya no
1/354-355, Al Hakim dalam "Al Mustadrak" 1/268, dan Ath Thabrany
dalam "Mu'jam Al Kabir" 17/251-252]

5. Dari jalan Abi Said Al Khudriy

( (
( ( (

Allaahumma sholli alaa Muhammadin abdika wa rosuulika kamaa


shol laita alaa aali ibroohiim, wa baarik alaa Muhammad wa
alaa aali Muhammad kamaa baarokta alaa ibroohiim.

Ya Allah berilah shalawat kepada Muhammad hambaMu dan RasulMu,


sebagaimana Engkau telah bershalawat kepada Ibrahim. Dan berkahilah
Muhammad dan keluarga Muhammad, sebagaimana Engkau telah memberkahi
Ibrahim

[SHAHIH, HR Bukhari 6/27, 7/157, An Nasa-i 3/49, Ibnu Majah no. 903,
Baihaqi 2/147, dan Ath Thahawiy dalam "Musykilul Atsaar" 3/73]

6. Dari jalan seorang laki2 shabat Nabi shallallahu alaihi wa sallam


( ( (
( ( ( (
(

Allaahumma sholli alaa Muhammad wa alaa ahli baitihi wa


alaa azwaajihi wa dzurriyyatihi kamaa shollaita alaa aali
ibroohiim innaka hamiidum majiid , wa baarik alaa Muhammad wa
alaa ahli baitihi wa alaa azwaajihi wa dzurriyyatihi kamaa
baarokta alaa aali ibroohiim innaka hamiidum majiid.

Ya Allah berilah shalawat kepada Muhammad dan kepada ahli baitnya


dan istri-istrinya dan keturunannya, sebagaimana Engkau telah
bershalawat kepada Ibrahim, sesungguhnya Engkau Maha Terpuji (lagi)
Maha Mulia. Dan berkahilah Muhammad dan kepada ahli baitnya dan
istri-istrinya dan keturunannya, sebagimana Engkau telah memberkahi
Ibrahim, sesungguhnya Engkau Maha Terpuji (lagi) Maha Mulia

[SHAHIH, HR. Ahmad 5/347, Ini adalah lafazhnya, Ath Thowawiy dalam
"Musykilul Atsaar" 3/74], dishahihkan oleh Al Albani dalam Sifaat
sahalat Nabi shallallahu alaihi wa sallam, hal 178-179].

7. Dari jalan Abu Hurairah

( ( ( (
( (

Allaahumma sholli alaa Muhammad wa alaa aali Muhammad wa


baarik alaa Muhammad wa alaa aali Muhammad, kamaa shollaita
wa baarokta alaa ibroohiim wa alaa aali ibroohiim innaka
hamiidum majiid.

Ya Allah berilah shalawat kepada Muhammad dan keluarga Muhammad,


dan berkahilah Muhammad dan keluarga Muhammad,sebagaimana Engkau
telah bershalawat dan memberkahi Ibrahim dan keluarga Ibrahim,
sesungguhnya Engkau Maha Terpuji (lagi) Maha Mulia

[SHAHIH, HR Ath Thowawiy dalam "Musykilul Atsaar" 3/75, An Nasa-i


dalam "Amalul Yaum wal Lailah" no 47 dari jalan Dawud bin Qais dari
Nu'aim bin Abdullah al Mujmir dari Abu Hurairah , Ibnul Qayyim dalam
"Jalaa'ul Afhaam Fish Shalati Was Salaami 'alaa Khairil Anaam (hal
13) berkata, "Isnad Hadist ini shahih atas syarat Syaikhaini (Bukhari
dan Muslim), dan dishahihkan oleh Al Albani dalam "Sifaat sahalat
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam", hal 181 ]

8. Dari jalan Thalhah bin Ubaidullah

( ( ( (
( ( (

Allaahumma sholli alaa Muhammad wa alaa aali Muhammad kamaa


shol laita alaa ibroohiim wa alaa aali ibroohiim innaka
hamiidum majiid, wa baarik alaa Muhammad wa alaa aali
Muhammad kamaa baarokta alaa ibroohiim wa aali ibroohiim
innaka hamiidum majiid.

Ya Allah berilah shalawat kepada Muhammad dan keluarga Muhammad,


sebagaimana Engkau telah bershalawat kepada Ibrahim dan keluarga
Ibrahim, sesungguhnya Engkau Maha Terpuji (lagi) Maha Mulia. Dan
berkahilah Muhammad dan keluarga Muhammad, sebagaimana Engkau telah
telah memberkahi Ibrahim dan keluarga Ibrahim,sesungguhnya Engkau
Maha Terpuji (lagi) Maha Mulia.

[SHAHIH, HR. Ahmad 1/162, An Nasa-i dalam "Sunan: nya 3/48 dan
"Amalul Yaum wal Lailah" no 48, Abu Nuaim dalam "Al Hilyah"
4/373,semuanya dari jalan 'Utsman bin Mauhab dari Musa bin Thalhah,
dari bapaknya (Thalhah bin 'Ubaidullah), dishahihkan oleh Al Albani].

Waktu yang Dianjurkan untuk Bershalawat

1. Ketika nama beliau disebut

Berdasarkan hadits al-Husain bin Ali Radhiyallaahu anhu bahwa


Rasulullah Shallallaahu alaihi wasallam bersabda:



Orang yang kikir adalah orang yang aku disebut di dekatnya, lalu
dia tidak bershalawat kepadaku. (HR. at-Tirmidzi, Ahmad, dan lain-
lain, disahihkan oleh asy-Syaikh al-Albani rahimahullahu dalam
Irwaul Ghalil, 1/5)

Juga dari hadits Abu Hurairah Radhiyallaahu anhu bahwa Rasulullah


Shallallaahu alaihi wasallam bersabda:

Kehinaan bagi seseorang yang aku disebut di dekatnya, namun dia


tidak bershalawat kepadaku. (HR. at-Tirmidzi, al-Hakim dan
disahihkan oleh asy-Syaikh al-Albani rahimahullahu dalam al-
Irwa,1/6)

2. Pada hari Jumat

Berdasarkan hadits Aus bin Aus Radhiyallaahu anhu, bahwa Rasulullah


Shallallaahu alaihi wasallam bersabda:

: .
( :


Perbanyaklah shalawat kepadaku pada hari Jumat, kerena


sesungguhnya shalawat kalian sampai kepadaku. Mereka bertanya,
Bagaimana bisa disampaikan (kepadamu sedang jasadmu telah
hancur)? Beliau menjawab, Sesungguhnya Allah mengharamkan tanah
untuk memakan jasad para nabi. (HR. Abu Ishaq al-Harbi dalam
Gharibul Hadits dan disahihkan oleh asy-Syaikh al-Albani
rahimahullahu dalam al-Irwa, 1/4 dan mempunyai syawahid [pendukung]
yang lain)

3. Ketika masuk masjid

Berdasarkan hadits Fathimah Radhiyallaahu anha, ia berkata


bahwasanya Rasulullah Shallallaahu alaihi wasallam bila masuk
masjid bershalawat untuk diri beliau sendiri dan berkata,


Wahai Rabb-ku, ampunilah dosa-dosaku dan bukakanlah bagiku pintu-
pintu rahmat-Mu! (HR. at-Tirmidzi, 2/314, dan disahihkan oleh asy-
Syaikh al-Albani rahimahullahu)

4. Saat berdoa

Berdasarkan hadits Anas bin Malik Radhiyallaahu anhu bahwa


Rasulullah Shallallaahu alaihi wasallam bersabda:

(
(
Setiap doa terhijab (tertutup) hingga bershalawat kepada Nabi
Shallallaahu alaihi wasallam. (HR. ad-Dailami dan dihasankan oleh
asy-Syaikh al-Albani rahimahullahu)

5. Di waktu pagi dan petang

Berdasarkan hadits Abu Ad-Darda Radhiyallaahu anhu bahwa Rasulullah


Shallallaahu alaihi wasallam bersabda:

Barang siapa yang bershalawat kepadaku di pagi hari 10 kali dan di


sore hari 10 kali, maka dia akan mendapatkan syafaatku pada hari
kiamat. (HR. ath-Thabrani dan dihasankan oleh asy-Syaikh al-Albani
rahimahullahu dalam ash-Shahihul Jami)

Al-Munawi Rahimahullah berkata, Dalam hadits ini terdapat dalil


keutamaan shalawat dan salam kepada Rasulullah Shallallaahu alaihi
wasallam. Hal tersebut termasuk amalan yang paling afdhal serta zikir
yang paling agung dan mengikuti (perintah) Al-Jabbar (Allah) dalam
firman-Nya: Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat
kepada Nabi, kalau sekiranya tidak ada ganjaran lain bagi yang
bershalawat kecuali mengharapkan syafaatnya, maka itu sudah cukup.
(Faidhul Qadir, hlm. 170171)

6. Ketika tasyahhud dalam shalat

Berdasarkan hadits Fudhalah bin Ubaid Radhiyallaahu anhu, ia


berkata, Rasulullah Shallallaahu alaihi wasallam mendengar
seorang laki-laki berdoa dalam shalatnya lalu tidak bershalawat
kepada Nabi Shallallaahu alaihi wasallam. Maka beliau bersabda,
Orang ini tergesa-gesa. Kemudian beliau memanggil dan berkata
kepadanya:

(
(

Jika salah seorang kalian shalat, maka hendaklah dia memulai dengan
memuji Allah dan mengagungkan-Nya, kemudian bershalawatlah atas Nabi,
lalu berdoa dengan apa yang dia kehendaki. (HR. at-Tirmidzi, Abu
Dawud, an-Nasai, dan disahihkan oleh asy-Syaikh Muqbil dalam al-
Jami ash-Shahih, 2/124)

7. Sesudah adzan

Berdasarkan hadits Abdullah bin Amr bin al-Ash Radhiyallaahu


anhu bahwa Nabi Shallallaahu alaihi wasallam bersabda:

(
(


Jika kalian mendengar muadzin, maka ucapkanlah seperti apa yang dia
ucapkan lalu bershalawatlah kalian kepadaku. Karena sesungguhnya
barang siapa yang bershalawat kepadaku satu kali, Allah akan
bershalawat kepadanya 10 kali. Lalu mintalah wasilah untukku karena
(wasilah) itu adalah satu kedudukan (yang tertinggi, red.) dalam
jannah (surga) yang tidak sepantasnya (dimiliki) kecuali bagi seorang
hamba di antara hamba-hamba Allah l. Dan aku berharap (hamba) itu
adalah aku. Maka siapa yang memintakan wasilah tersebut untukku, maka
halal baginya syafaat. (Sahih, HR. Muslim)

Cara Bershalawat

Ada beberapa riwayat sahih yang datang dari Rasulullah Shallallaahu


alaihi wasallam tentang tata cara bershalawat kepada beliau (lihat
kitab Shifat Shalat an-Nabi karya asy-Syaikh al-Albani, hlm. 164
167).

Di antaranya adalah yang diriwayatkan oleh al-Bukhari (no. 3370) dan


Muslim (no. 406) dari Kab bin Ujrah Radhiyallaahu anhu. Ia
berkata, Rasulullah Shallallaahu alaihi wasallam keluar menuju
kami lalu kami pun berkata, Kami telah mengetahui cara mengucapkan
salam kepadamu, lalu bagaimana cara kami bershalawat kepadamu?
Beliau menjawab, Ucapkanlah:

( (
( (

Diriwayatkan juga oleh Muslim (no. 405) dari hadits Abu Masud
Radhiyallaahu anhu. Ia berkata, Rasulullah Shallallaahu alaihi
wasallam datang kepada kami dan kami bersama Sad bin Ubadah. Lalu
Basyir bin Sad berkata kepada beliau, Allah Subhaanahu Wa Taala
memerintahkan kami bershalawat kepadamu, wahai Rasulullah. Lalu
bagaimana cara kami bershalawat kepadamu? Rasulullah Shallallaahu
alaihi wasallam pun diam sehingga kami berangan-angan seandainya
dia tidak menanyakannya. Lalu beliau bersabda, Ucapkanlah:







( ( ( (
( ( ( (

Faedah : An-Nawawi Rahimahullah berkata, Apabila bershalawat kepada


Nabi Shallallaahu alaihi wasallam, hendaklah menggabungkan antara
shalawat dan salam, serta tidak mencukupkan salah satunya. Maka
janganlah ia mengatakan, shallallahu alaihi saja, dan tidak
pula (hanya mengatakan) alaihis salam saja. (lihat al-Adzkar
hlm. 98, an-Nawawi)

Cara mengamalkan shalawat yang benar berdasarkan Sunnah Rasulullah


Shallallahu alaihi wa sallam adalah sebagai berikut:

a. Shalawat yang dibaca adalah shalawat yang disyari'atkan,


karena shalawat termasuk dzikir, dan dzikir termasuk ibadah. Bukan
shalawat bid'ah, karena seluruh bid'ah adalah kesesatan.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata,Dzikir-dzikir dan


doa-doa termasuk ibadah-ibadah yang paling utama. Sedangkan
ibadah dibangun di atas ittiba' (mengikuti Sunnah Rasulullah
Shallallahu alaihi wa sallam ). Tidak seorangpun berhak men-sunnah-
kan dari dzikir-dzikir dan doa-doa yang tidak disunnahkan (oleh
Nabi Shallallahu alaihi wa sallam), lalu menjadikannya sebagai
kebiasaan yang rutin, dan orang-orang selalu melaksanakannya. Semacam
itu termasuk membuat-buat perkara baru dalam agama yang tidak
diizinkan Allah. Berbeda dengan doa, yang kadang-kadang seseorang
berdoa dengannya dan tidak menjadikannya sebagai sunnah
(kebiasaan). [Dinukil dari Fiqhul Ad'iyah Wal Adzkar, 2/49, karya
Syaikh Abdur Razaq bin Abdul Muhshin Al Badr].

b. Memperbanyak membaca shalawat di setiap waktu dan tempat,


terlebih-lebih pada hari jum'ah, atau pada saat disebut nama
Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam, dan lain-lain
tempat yang disebutkan di dalam hadits-hadits yang shahih.

Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda:

(
(

Barangsiapa memohonkan shalawat atasku sekali, Allah bershalawat
atasnya sepuluh kali. [HR Muslim, no. 408, dari Abu Hurairah].

c. Tidak menentukan jumlah, waktu, tempat, atau cara, yang


tidak ditentukan oleh syari'at.
Seperti menentukan waktu sebelum beradzan, saat khathib Jum'at duduk
antara dua khutbah, dan lain-lain.

d. Dilakukan sendiri-sendiri, tidak secara berjama'ah.


Karena membaca shalawat termasuk dzikir dan termasuk ibadah, sehingga
harus mengikuti Sunnah Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. Dan
sepanjang pengetahuan kami, tidak ada dalil yang membenarkan
bershalawat dengan berjama'ah. Karena, jika dilakukan berjama'ah,
tentu dibaca dengan keras, dan ini bertentangan dengan adab dzikir
yang diperintahkan Allah, yaitu dengan pelan.

e. Dengan suara sirr (pelan), tidak keras.


Karena membaca shalawat termasuk dzikir. Sedangkan di antara adab
berdzikir, yaitu dengan suara pelan, kecuali ada dalil yang
menunjukkan (harus) diucapkan dengan keras. Allah berfirman,

Dan dzikirlah (ingatlah, sebutlah nama) Rabb-mu dalam hatimu dengan


merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara,
di waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang-orang
yang lalai. [Al Araf : 205].

Ibnu Katsir rahimahullah berkata,Oleh karena itulah Allah


berfirman:
( dan dengan tidak mengeraskan suara), demikianlah,
dzikir itu disukai tidak dengan seruan yang keras berlebihan.
[Tafsir Ibnu Katsir].

Al Qurthubi rahimahullah berkata,Ini menunjukkan, bahwa meninggikan


suara dalam berdzikir (adalah) terlarang. [Tafsir Al Qurthubi,
7/355].

Muhammad Ahmad Lauh berkata,Di antara sifat-sifat dzikir dan


shalawat yang disyari'atkan, yaitu tidak dengan keras, tidak
mengganggu orang lain, atau mengesankan bahwa (Dzat) yang dituju oleh
orang yang berdzikir dengan dzikirnya (berada di tempat) jauh,
sehingga untuk sampainya membutuhkan dengan mengeraskan suara.
[Taqdisul Asy-khas Fi Fikrish Shufi, 1/276, karya Muhammad Ahmad
Lauh].

Abu Musa Al Asy'ari berkata.

(

( (

( (


(

( (

Ketika Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam memerangi atau


menuju Khaibar, orang-orang menaiki lembah, lalu mereka meninggikan
suara dengan takbir: Allahu Akbar, Allahu Akbar, Laa ilaaha illa
Allah. Maka Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam
bersabda,Pelanlah, sesungguhnya kamu tidaklah menyeru kepada yang
tuli dan yang tidak ada. Sesungguhnya kamu menyeru (Allah) Yang Maha
Mendengar dan Maha Dekat, dan Dia bersama kamu (dengan ilmuNya,
pendengaranNya, penglihatanNya, dan pengawasanNya, Pen.). Dan saya
(Abu Musa) di belakang hewan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
sallam. Beliau mendengar aku mengatakan: Laa haula wa laa quwwata
illa billah. Kemudian beliau bersabda kepadaku,Wahai, Abdullah bin
Qais (Abu Musa). Aku berkata,Aku sambut panggilanmu, wahai
Rasulullah. Beliau bersabda,Maukah aku tunjukkan kepadamu
terhadap satu kalimat, yang merupakan simpanan di antara simpanan-
simpanan surga?" Aku menjawab,Tentu, wahai Rasulullah. Bapakku dan
ibuku sebagai tebusanmu. Beliau bersabda,Laa haula wa laa quwwata
illa billah. [HR Bukhari, no. 4205; Muslim, no. 2704].

f. Membaca shalawat tidak boleh sambil diiringi rebana (alat


musik), karena hal ini termasuk bid'ah. Perbuatan ini mirip dengan
kebiasaan yang sering dilakukan oleh orang-orang Shufi. Mereka
membaca qasidah-qasidah atau sya'ir-sya'ir yang dinyanyikan dan
diringi dengan pukulan stik, rebana, atau semacamnya. Mereka
menyebutnya dengan istilah sama' atau taghbiir.

Berikut ini di antara perkataan ulama Ahlus Sunnah yang mengingkari


hal tersebut.

Imam Asy Syafi'i berkata,Di Iraq, aku meninggalkan sesuatu yang


dinamakan taghbiir. [Sejenis sya'ir berisi anjuran untuk zuhud di dunia yang
dinyanyikan oleh orang-orang Shufi, dan sebagian hadirin memukul-mukulkan kayu
pada bantal atau kulit sesuai dengan irama lagunya] (Yaitu) perkara baru yang
diada-adakan oleh Zanadiqah (orang-orang zindiq ; menyimpang), mereka
menghalangi manusia dari Al Qur'an. [Riwayat Ibnul Jauzi, dalam Talbis
Iblis; Al Khallal dalam Amar Ma'ruf, hlm. 36; dan Abu Nu'aim dalam Al Hilyah,
9/146. Dinukil dari kitab Tahrim Alat Ath-Tharb, hlm. 163.]

Imam Ahmad ditanya tentang taghbiir, beliau menjawab,Bid'ah.


[Riwayat Al Khallal. Dinukil dari kitab Tahrim Alat Ath-Tharb, hlm.
163].

Imam Ath Thurthusi, tokoh ulama Malikiyah dari kota Qurthubah (wafat
520 H); beliau ditanya tentang sekelompok orang (yaitu orang-orang
Shufi) di suatu tempat yang membaca Al Qur'an, lalu seseorang di
antara mereka menyanyikan sya'ir, kemudian mereka menari dan
bergoyang. Mereka memukul rebana dan memainkan seruling. Apakah
menghadiri mereka itu halal atau tidak? (Ditanya seperti itu) beliau
menjawab,Jalan orang-orang Shufi adalah batil dan sesat. Islam itu
hanyalah kitab Allah dan Sunnah RasulNya. Adapun menari dan pura-pura
menampakkan cinta (kepada Allah), maka yang pertama kali mengada-
adakan adalah kawan-kawan Samiri (pada zaman Nabi Musa). Yaitu ketika
Samiri membuatkan patung anak sapi yang bisa bersuara untuk mereka,
lalu mereka datang menari di sekitarnya dan berpura-pura menampakkan
cinta (kepada Allah). Tarian itu adalah agama orang-orang kafir dan
para penyembah anak sapi. Adapun majelis Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam dan para sahabatnya penuh ketenangan, seolah-olah
di atas kepala mereka dihinggapi burung. Maka seharusnya penguasa dan
wakil-wakilnya melarang mereka menghadiri masjid-masjid dan lainnya
(untuk menyanyi dan menari, Pen). Dan bagi seorang yang beriman
kepada Allah dan hari akhir, tidaklah halal menghadiri mereka. Tidak
halal membantu mereka melakukan kebatilan. Demikian ini jalan yang
ditempuh (Imam) Malik, Asy Syafi'i, Abu Hanifah, Ahmad dan lainnya
dari kalangan imam-imam kaum muslimin. [Dinukil dari kitab Tahrim
Alat Ath-Tharb, hlm. 168-169]
Imam Al Hafizh Ibnu Ash Shalaah, imam terkenal penulis kitab
Muqaddimah 'Ulumil Hadits (wafat th. 643 H); beliau ditanya tentang
orang-orang yang menghalalkan nyanyian dengan rebana dan seruling,
dengan tarian dan tepuk-tangan. Dan mereka menganggapnya sebagai
perkara halal dan qurbah (perkara yang mendekatkan diri kepada
Allah), bahkan (katanya sebagai) ibadah yang paling utama. Maka
beliau menjawab: Mereka telah berdusta atas nama Allah Ta'ala. Dengan
pendapat tersebut, mereka telah mengiringi orang-orang kebatinan yang
menyimpang. Mereka juga menyelisihi ijma'. Barangsiapa yang
menyelisihi ijma', (ia) terkena ancaman firman Allah:

Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya.


dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mu'min, Kami biarkan
ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami
masukkan ia kedalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruknya
tempat kembali. [An Nisa:115] [Fatawa Ibnu Ash Shalah, 300-301. Dinukil dari
kitab Tahrim Alat Ath-Tharb, hlm. 169]

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata,Dan telah


diketahui secara pasti dari agama Islam, bahwa Nabi Shallallahu
alaihi wa sallam tidak mensyari'atkan kepada orang-orang shalih dan
para ahli ibadah dari umat beliau, agar mereka berkumpul dan
mendengarkan bait-bait yang dilagukan dengan tepuk tapak-tangan, atau
pukulan dengan kayu (stik), atau rebana. Sebagaimana beliau tidak
membolehkan bagi seorangpun untuk tidak mengikuti beliau, atau tidak
mengikuti apa yang ada pada Al Kitab dan Al Hikmah (As Sunnah).
Beliau tidak membolehkan, baik dalam perkara batin, perkara lahir,
untuk orang awam, atau untuk orang tertentu. [Majmu' Fatawa, 11/565.
Dinukil dari kitab Tahrim Alat Ath-Tharb, hlm. 165 ]

Tabarruk

Tak sedikit masyarakat kita yang sangat mengkultuskan sang guru atau
kyainya. Kyai bagi mereka seolah merupakan pribadi yang mashum,
bahkan diyakini dapat memberikan berkah tersendiri. Tak heran kalau
ada yang rela berdesak-desakan untuk dapat sekedar bersalaman
dengannya, mendapatkan atribut yang dikenakannya, hingga puntung
rokoknya sekalipun.
ingin menjatuhkan atau menghinakan seseorang, maka mereka tidak akan
sanggup melainkan dengan kehendak-Nya. Dan sebaliknya. Dalam
pandangan makhluk bisa jadi seseorang pantas untuk diangkat
kedudukannya. Akan tetapi karena dalam pandangan Allah tidak
demikian, maka kita tidak bisa memaksakan keinginan kita kepada Allah
Subhaanahu Wa Taala. Dialah Dzat tunggal yang berbuat sesuai dengan
kehendak-Nya.

Dia (Allah) tidak ditanya tentang apa yang diperbuatnya dan


merekalah yang ditanya (apa yang mereka perbuat). (Al-Anbiya: 23)

(Allah) Maha Kuasa berbuat apa yang dikehendaki-Nya. (Al-Buruj:


16)

Barakah Datang dari Allah Subhaanahu Wa Taala

Barakah secara bahasa artinya kebaikan yang banyak dan tetap.


Diambil dari kata birkah yang artinya kumpulan air. Sedangkan
menurut syariat yaitu kebaikan yang banyak diberikan oleh Allah
Subhaanahu Wa Taala kepada siapa yang dikehendaki. Dari definisi
keduanya, bisa ditarik kesimpulan bahwa barakah itu datang dari Allah
Subhaanahu Wa Taala sebagai satu bentuk karunia yang diberikan
kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya. Allah mengatakan dalam Al
Quran:

Di tangan Engkaulah segala kebaikan. (Ali Imran: 26)

Allah menganugerahkan kefahaman (Al-Hikmah) kepada orang yang


dikehendaki-Nya. Dan barangsiapa dianugerahi al-hikmah itu, maka dia
benar-benar telah dianugerahi kebaikan yang banyak. (Al-Baqarah:
269)

Rasulullah Shallallaahu alaihi wasallam bersabda:

Dan kebaikan seluruhnya ada di kedua tangan-Mu. (Shahih, HR.


Muslim no. 771 dari shahabat Ali bin Abi Thalib radhiyallahu anhu).

Tabarruk dalam Agama

Bertabarruk, istilah yang sangat kita kenal ini, maknanya adalah


mencari barakah (berkah). Dan mencari barakah tidak terlepas dari dua
keadaan:
Pertama, mencari barakah dengan perkara yang telah disyariatkan
seperti Al Quran. Allah Subhaanahu Wa Taala berfirman tentang
hal ini:

Al Quran yang telah Kami turunkan kepadamu akan dapat memberikan


barakah. (Shad: 29)

Bentuk barakah Al Quran di antaranya: barangsiapa mengambil apa


yang ada di dalamnya baik berupa perintah maupun larangan, niscaya
akan terwujud kemenangan, dan Allah Subhaanahu Wa Taala telah
menyelamatkan umat-umat dengan Al Quran ini. Dan termasuk juga dari
barakah Al Quran: bahwa satu huruf memiliki sepuluh kali lipat
kebaikan. Rasulullah Shallallaahu alaihi wasallam mengatakan
tentang hal ini:

Sesungguhnya Allah mengangkat suatu kaum dengan Al Quran ini dan


menghinakan kaum yang lain. (Shahih, HR. Muslim no. 817 dari
shahabat Umar bin Al-Khaththab radhiyallahu anhu)

Kedua, bertabarruk dengan perkara yang dapat dirasakan seperti


bertabarruk (mencari kebaikan yang banyak) dengan cara mengajar,
berdoa dan sebagainya (misalnya: bertabarruk dengan ilmu dan dakwah
menuju kebaikan). Tentunya ini merupakan wujud barakah karena kita
mendapatkan kebaikan yang banyak darinya. (Al-Qaulul Mufid, 1/240)

Islam sendiri telah menetapkan adanya barakah pada hal-hal yang telah
ditentukan oleh syariat di mana setiap orang berhak untuk
mendapatkannya. Barakah tidak hanya didapati oleh murid guru
tertentu, kelompok ataupun pengikut tertentu. Rasulullah Shallallaahu
alaihi wasallam bersabda tentang Al Quran:

Bacalah Al Quran karena sesungguhnya Al Quran itu akan menjadi


pemberi syafaat bagi pembacanya di hari kiamat. (Shahih, HR. Muslim
dari shahabat Abu Umamah Al-Bahili radhiyallahu anhu)

Makanlah kalian dengan berjamaah dan sebutlah Allah, niscaya Allah


akan memberkahi kalian padanya. (HR. Ahmad, Abu Dawud dan Ibnu
Majah, dihasankan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam Shahih Sunan Abi
Dawud no. 3199, Shahih Sunan Ibni Majah no. 3286, dan di dalam kitab
Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah no. 664 dari shahabat Wahsyi
radhiyallahu anhu)

Barangsiapa bersuci di rumahnya kemudian mendatangi masjid Quba dan


shalat di dalamnya, maka ganjarannya seperti pahala umrah. (HR.
Ahmad, An-Nasai, dan Ibnu Majah, dan telah dishahihkan oleh Asy-
Syaikh Al-Albani di dalam kitabnya Shahih Sunan Ibni Majah, 1/238 no.
1160, dan Taliqul Ar-Raghib, 2/138)

Rasulullah Shallallaahu alaihi wasallam bersabda tentang itsmid


(celak mata):

Hendaklah kalian memakai itsmid karena sesungguhnya itsmid itu


dapat menumbuhkan bulu mata, menghilangkan kotorannya, dan
membersihkan penglihatan. (HR. Al-Bukhari di dalam At-Tarikh,
4/2/412, dan Ath-Thabrani, 1/12/1, dan Abu Nuaim di dalam Al-
Hilyah, 3/178, dan dihasankan sanadnya oleh Asy-Syaikh Al-Albani
dalam Silsilah Ash-Shahihah, 2/270 no. 665, dari shahabat Ali bin
Abi Thalib radhiyallahu anhu)

Dan masih banyak lagi nash-nash yang menjelaskan adanya kebaikan


(berkah) yang banyak pada makhluk-makhluk Allah I yang lain. Dan itu
menjadi sandaran bagi kita bahwa syariat menjelaskan adanya barakah
yang dikandungnya.

Macam-Macam Tabarruk

Tabarruk terkadang dijadikan sebagai pembenaran atas amalan tertentu


yang sebenarnya terlarang menurut syariat, bahkan termasuk dari
perbuatan syirik besar. Oleh karena itu, kita perlu mengetahui macam-
macam tabarruk, mana yang diperbolehkan dan yang dilarang:

Pertama, tabarruk yang disyariatkan, sebagai berikut:

a. Tabarruk dengan ucapan, amalan, dan keadaan-keadaan


(perilaku)

Di dalam Islam, ada beberapa perkataan, amalan, dan perilaku yang


apabila dipraktekkan, akan terwujud kebaikan dan barakah yang banyak.
Tentunya selama hal tersebut mengikuti Sunnah Rasulullah Shallallaahu
alaihi wasallam. Contohnya adalah dzikir kepada Allah dan membaca
Al Quran. Di antara barakah dzikir kepada Allah adalah mendapatkan
doa dari malaikat Allah azza wa jalla, sanjungan di hadapan makhluk-
Nya, dan ampunan dari Allah azza wa jalla sebagaimana disebutkan
dalam hadits Abu Hurairah yang diriwayatkan oleh Al-Imam Al-Bukhari.
Di antara barakah Al Quran: sebagai obat, petunjuk, dan rahmat bagi
seluruh manusia. Serta sebagai pemberi syafaat kelak di hadapan Allah
sebagaimana dalam hadits Abu Umamah yang dikeluarkan Al-Imam Muslim.

Adapun contoh amalan yang mengandung berkah adalah menuntut ilmu dan
mengajarkannya. Di antara barakahnya adalah terangkatnya derajat di
dunia dan di akhirat. Kemudian shalat secara berjamaah, yang
barakahnya adalah dihapuskannya dosa-dosa dan dilipatgandakannya
kebaikan-kebaikan.

Contoh perilaku (keadaan) di antaranya makan berjamaah, makan dari


pinggir nampan, menjilati jari, dan menakar makanan sebagaimana
dijelaskan dalam riwayat-riwayat yang shahih.

b. Tabarruk dengan tempat

Memang ada sejumlah tempat yang oleh Allah azza wa jalla dijadikan
tempat yang mengandung banyak kebaikan (barakah). Yakni apabila
beramal di tempat tersebut dengan ikhlas dan sesuai dengan tuntunan
Rasulullah Shallallaahu alaihi wasallam. Contohnya adalah masjid-
masjid, di mana mencari barakahnya dengan melaksanakan shalat lima
waktu, beritikaf, menghadiri majelis ilmu, dan sebagainya dengan
cara-cara yang disyariatkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Perlu
diketahui, bertabarruk pada masjid-masjid itu bukanlah dengan cara
mengusap-ngusap tembok atau tanah masjid tersebut, atau yang hal-hal
lain yang dilarang syariat.

Contoh yang lain, Allah azza wa jalla melalui lisan Rasul-Nya telah
menjelaskan barakah kota Makkah, Madinah, Syam, Masjid Al-Haram,
Masjid Quba, dan Masjid Al-Aqsha. Dan mencari barakah pada tempat-
tempat tersebut bukan dengan menciumnya, atau mengusap tanahnya.
Namun dengan cara beribadah di dalamnya sebagaimana disebutkan dalam
banyak hadits.

c. Tabarruk dengan waktu

Contoh waktu yang telah dikhususkan oleh syariat di mana waktu


tersebut mengandung kebaikan yang banyak (barakah) adalah bulan
Ramadhan. Caranya, mengisi bulan mulia tersebut dengan berpuasa yang
dengannya akan terhapuskan dosa-dosa dan bertambahnya rizki orang-
orang yang beriman. Contoh lain adalah malam Lailatul Qadar, sepuluh
pertama bulan Dzulhijjah, hari Jumat, sepertiga malam terakhir, dan
lain-lain. Dan mencari barakah pada waktu-waktu tersebut dengan cara
melaksanakan apa yang diajarkan oleh Rasulullah Shallallaahu alaihi
wasallam sesuai dengan bimbingan beliau.

Apa-apa yang disebutkan di atas maupun yang belum disebutkan yang


sudah jelas nashnya, mencari barakahnya adalah dengan cara yang telah
disyariatkan oleh Allah dan tidak keluar dari pensyariatan tersebut.
(At-Tabarruk Al-Masyru, hal. 33-50)

Kedua, tabarruk batil yang tidak diperbolehkan. Di antara bentuk-bentuk


tabarruk batil ini adalah:

a. Tabarruk pada tempat-tempat yang tidak dijelaskan oleh


syariat baik dengan cara mencium, mengusap, atau mencari
syafaat darinya.

b. Pergi ke kuburan dengan tujuan berdoa di sisinya, dengan


keyakinan bahwa berdoa di sisinya lebih utama.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullahu dalam kitabnya Iqtidha


Ash-Shirathil Mustaqim (hal. 433) mengatakan, Bila seseorang shalat
di sisi kuburan para nabi atau orang-orang shalih dengan tujuan untuk
mencari barakah, maka ini merupakan bentuk penentangan kepada Allah
dan Rasul-Nya, menyelisihi agama, dan mengada-ada di dalam agama yang
tidak diizinkan oleh Allah.

Disebutkan oleh Syaikhul Islam dalam Iqtidha Ash-Shirathil Mustaqim


juga (hal. 424-426) contohnya seperti orang yang pergi ke gua Hira
kemudian shalat di dalamnya, berdoa ke gua Tsur lalu shalat dan
berdoa di dalamnya, atau ke bukit Thursina lalu shalat dan berdoa
padanya. Atau pergi ke gunung-gunung atau selainnya yang disebut
sebagai maqamat (tempat bersejarah) para nabi.

Asy-Syaikh Ibnu Baz rahimahullahu dalam fatwa beliau (3/334)


membantah orang-orang yang menghidupkan peninggalan-peninggalan
nubuwwah seperti jalan yang dilalui oleh beliau ketika berhijrah,
tempat tenda Ummu Mabad, atau yang sejenisnya. Beliau menjelaskan
bahwa cara demikian dapat mengarah pada perbuatan mengagungkan,
berdoa di sisinya, atau shalat, dan lain sebagainya. Semua ini
merupakan jalan-jalan yang akan mengantarkan kepada kesyirikan.

c. Menetapkan waktu-waktu tertentu dengan berbagai macam bentuk


pengagungan dan acara-acara serta berbagai bentuk ibadah
lainnya.

Seperti menyambut hari kelahiran Rasulullah Shallallaahu alaihi


wasallam, hari Isra Miraj, hari hijrah, hari Badr, hari Fathu
Makkah, dan sebagainya. Bertabarruk pada hari-hari di atas termasuk
perbuatan bidah dalam agama.

d. Bertabarruk dengan orang-orang shalih dan peninggalan mereka


seperti tongkatnya, air ludah, rambut, keringat, pakaian, tempat
tidurnya, dan lain sebagainya. (Taliq Al-Qaul Al-Mufid, 1/246-250)

Tabarruk Orang-Orang Jahiliyyah

Allah subhanahu wa ta'ala berfirman dalam Al Quran:

Maka apakah patut kalian (hai orang-orang musyrik menganggap) Al-


Lata dan Al-Uzza dan Manat yang ketiga. Yang paling terkemudian
(sebagai anak-anak perempuan Allah)? (An-Najm: 19-20)

Tiga sesembahan di atas merupakan tuhan-tuhan yang besar di kalangan


mereka. Tuhan-tuhan itulah tempat mereka memuja dan memuji, serta
bertabarruk kepada-Nya. Lalu apakah Al-Lata, Al-Uzza, dan Manat
itu?
1. Adapun Al-Lata menurut Ibnu Katsir rahimahullahu dalam tafsir beliau
(4/253), adalah sebuah batu besar berwarna putih yang memiliki
ukiran di mana di atasnya terdapat sebuah rumah. Juga memiliki
kelambu dan juru kunci di sekelilingnya, serta terdapat halaman. Al-
Lata memiliki kedudukan yang agung di sisi Bani Tsaqif, penduduk
Thaif, di mana mereka sangat bangga dengannya di negeri Arab
setelah Quraisy. Hakekat Al-Lata disebutkan oleh Ibnu Abbas, Mujahid,
dan Rabi bin Anas bahwa dia adalah seseorang yang mengadon
tepung untuk para haji di masa jahiliyah. Ketika meninggal, orang-
orang itikaf di kuburannya untuk kemudian menyembahnya
2. Adapun Al-Uzza menurut Ibnu Jarir rahimahullahu adalah sebuah
pohon yang di atasnya terdapat bangunan yang memiliki kelambu.
Benda yang sangat diagungkan orang-orang Quraisy ini terletak di
Nakhlah, suatu tempat di antara Makkah dan Thaif.
3. Adapun Manat adalah sesembahan yang terletak di Musyallal, tempat
antara Makkah dan Madinah, di mana suku Khuzaah, Aus, dan Khazraj
mengagungkan dan memakaikan pakaian ihram padanya.

Di antara bentuk tabarruk mereka adalah apa yang diceritakan oleh Abu
Waqid Al-Laitsi. Ia berkata: Kami keluar bersama Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam menuju Hunain dan kami baru pindah dari
agama kufur (masuk Islam). Orang-orang musyrik memiliki sidrah
(sebuah pohon) tempat mereka berhenti dan beristirahat. Dan mereka
juga menggantungkan pedang-pedang mereka (untuk bertabarruk
dengannya). Pohon itu disebut Dzatu Anwath. (Kata Abu Waqid) kami
kemudian melewati sebuah sidrah kemudian mengatakan: Wahai
Rasulullah, buatkanlah untuk kami Dzatu Anwath sebagaimana mereka
(kaum musyrikin) memiliki Dzatu Anwath. Kemudian Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam menjawab, Allahu Akbar, sesungguhnya
apa yang kalian katakan ini merupakan jalan-jalan (orang sebelum
kalian). Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, seperti ucapan
bani Israil kepada Musa: Buatkanlah kami satu sesembahan
sebagaimana mereka memiliki banyak sesembahan. (Musa) berkata:
Sesungguhnya kalian adalah kaum yang jahil. (Rasulullah berkata:
Kalian benar-benar akan mengikuti langkah-langkah orang sebelum
kalian). (HR. At-Tirmidzi no. 2181, beliau berkata: hadits hasan
shahih).

Bentuk tabarruk mereka adalah mengagungkan pohon tersebut,


beritikaf di tempat itu, lalu mengharapkan kebaikan darinya.

Tabarruk kepada Kyai, Benarkah?

Bagaimana dengan bertabarruk kyai/kanjeng guru? Apakah hal ini


dibenarkan?
Sebagaimana telah dibahas sebelumnya, tabarruk yang diperbolehkan
adalah apa yang telah dijelaskan kebolehannya oleh syariat. Adapun
tabarruk kepada dzat (diri) orang shalih atau peninggalan-
peninggalannya, tidak ada syariatnya sama sekali. Karena, hal
tersebut termasuk bentuk tabarruk yang batil.

Lalu bagaimana dengan perbuatan para shahabat terhadap diri


Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam di mana mereka berebutan
mengambil ludah beliau, air wudhu beliau, bahkan di antara mereka ada
yang mengumpulkan keringat dan rambut beliau?

Asy-Syaikh Abdurrahman bin Hasan di dalam Fathul Majid (1/264),


syarah Kitab Tauhid, menjawab syubhat ini, dengan ucapan: Adapun
yang didengungkan oleh orang-orang sekarang ini bahwa boleh
bertabarruk dengan peninggalan-peninggalan orang shalih, maka hal
demikian terlarang dari beberapa sisi:
1. Bahwa generasi pertama umat ini dari kalangan shahabat dan
generasi setelahnya tidak pernah melakukannya kepada selain
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, tidak di masa hidup beliau
ataupun setelah meninggalnya.
2. Bila yang demikian itu adalah baik, niscaya mereka akan lebih dahulu
melakukannya.
3. Seutama-utama shahabat adalah Abu Bakr, kemudian Umar, kemudian
Utsman dan Ali g. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bahkan telah
mempersaksikan mereka menjadi penghuni surga. Namun tidak ada
seorangpun dari kalangan shahabat atau tabiin yang melakukan
amalan tersebut (yaitu bertabarruk) kepada tokoh-tokoh shahabat itu.
Begitu juga tidak pernah dilakukan oleh generasi tabiin kepada ahli
ilmu dan ulama di masa mereka.
4. Tidak boleh mengqiyaskan (menyamakan) kedudukan Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam dengan seorangpun dari umat ini.
5. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam memiliki kekhususan-
kekhususan yang orang lain tidak memilikinya.
6. Melarang yang demikian ini dimaksudkan sebagai cara untuk menutup
pintu-pintu kesyirikan.

Seruan

Wahai saudaraku se-Islam, kembalilah kepada kemurnian agama ini,


tinggalkan agama sekedar turun-temurun dan agama mengekor. Ketahuilah
bahwa seorang kyai bukanlah agama, dan agama bukanlah kiai. Ucapan,
perbuatan, dan keyakinan yang mereka yakini harus dicocokkan dengan
agama, sesuai atau tidak? Oleh karena itu, karena mereka bukan
sebagai sumber kebenaran, namun hanya manusia biasa tempat kekurangan
dan kesalahan, maka tidak pantas bagi kaum muslimin untuk bertabarruk
dengan air liur mereka, keringat mereka, bekas minum mereka, dan
sebagainya. Wallahu alam.

bersambung ke Kupas Tuntas Tentang Shalawat Nabi Yang Sunnah Dan


Bid'ah -2

Alhamdulillah Rabbil 'alamin, washalatu wassalaamu 'ala Muhammad wa


'ala ahlihi wa shahbihi ajma'in.

Artikel:

- Majalah AsySyariah Edisi 006 dan 007 oleh: Al-Ustadz Abu Karimah
Askari bin Jamal al-Bugisi
http://asysyariah.com/shalawat-nabi-antara-sunnah-dan-bidah.html
http://asysyariah.com/shalawat-nabi-antara-sunnah-dan-bidah-2.html
http://asysyariah.com/shalawat-shalawat-bidah.html

- Beberapa fawaid dari


http://abangdani.wordpress.com/2010/08/20/keutamaan-shalawat-8-
lafazh-shalawat-yang-shahih/
http://almanhaj.or.id/content/3275/slash/0/bagaimana-cara-shalawat-
yang-sesuai-sunnah-dan-bolehkah-shalawat-diiringi-dengan-rebana/

Anda mungkin juga menyukai