Anda di halaman 1dari 12

KERATITIS

Keratitis merupakan kelainan akibat terjadinya infiltrasi sel radang pada kornea yang
akan mengakibatkan kornea menjadi keruh. Keratitis biasanya diklasifikasikan dalam lapis
yang terkena seperti keratitis superfisial bila mengenai lapisan epitel atau Bowman dan
keratitis profunda atau keratitis interstisial (disebut juga keratitis parenkimatosa) yang
mengenai lapisan stroma (PDSMI, 2002).

Keratitis selain disebabkan oleh infeksi dapat juga diakibatkan oleh beberapa faktor lainnya,
seperti mata yang kering, keracunan obat, alergi ataupun konjungtivitis kronis (PDSMI,
2002).

KERATITIS PROFUNDA
Bentuk bentuk klinik keratitis profunda antara lain:

1. Keratitis interstisial luetik atau keratitis sifilis kongenital

Keratitis yang ditemukan pada jaringan kornea yang lebih dalam. Pada keratitis
interstisial akibat lues kongenital didapatkan neovaskularisasi dalam, yang terlihat
pada usia 5 20 tahun pada 80% pasien lues. Keratitis interstisial dapat terjadi akibat
alergi atau infeksi spiroket ke dalam stroma kornea dan akibat tuberkulosis (Ilyas,
Sidarta, 2010).

Keratitis interstisial merupakan keratitis nonsupuratif profunda disertai dengan


neovaskularisasi. Keratitis ini juga disebut sebagai keratitis parenkimatosa (Ilyas,
Sidarta, 2010).

Biasanya akan memberikan keluhan fotofobia, lakrimasi, dan menurunnya visus. Pada
keratitis interstisial maka keluhan bertahan seumur hidup (Ilyas, Sidarta, 2010).

Seluruh kornea keruh sehingga iris sukar dilihat. Permukaan kornea seperti
permukaan kaca. Terdapat injeksi siliar disertai serbukan pembuluh ke dalam
sehingga memberikan gambaran merah kusam atau apa yang disebut salmon patch
dari Hutchinson. Seluruh kornea dapat berwarna merah cerah (Ilyas, Sidarta, 2010).

Kelainan ini biasanya bilateral. Pada keadaan yang disebabkan tuberkulosis biasanya
bilateral (Ilyas, Sidarta, 2010).

Pada keratitis yang disebabakan oleh sisfilis kongenital biasanya ditemukan tanda-
tanda sifilis kongenital lain, seperti hidung pelana (sadlenose) dan trias Hutchinson,
dan pemeriksaan serologik yang positif terhadap sifilis. Pada keratitis yang
disebabkan oleh tuberkulosis terdapat gejala tuberkulosis lainnya (Ilyas, Sidarta,
2010).

Pengobatan keratitis profunda tergantung pada penyebabnya. Pada keratitis diberikan


sulfas atropin tetes mata untuk mencegah sinekia akibat terjadinya uveitis dan
kortikosteroid tetes mata (Ilyas, Sidarta, 2010).

Keratitis profunda dapat juga terjadi akibat trauma, mata terpajan pada kornea dengan
daya tahan rendah (Ilyas, Sidarta, 2010).

2. Keratitis sklerotikans

Kekeruhan berbentuk segitiga pada kornea yang menyertai radang sklera atau skleritis
(Ilyas, Sidarta, 2010).
Sampai saat ini tidak diketahui apa yang menyebabkan terjadinya proses ini. Namun
diduga karena terjadi perubahan susunan serat kolagen yang menetap (Ilyas, Sidarta,
2010).

Perkembangan kekeruhan kornea ini biasanya terjadi akaibat proses yang berulang-
ulang yang selalu memberikan sisa-sisa baru sehingga defek makin luas bahkan dapat
mengenai seluruh kornea (Ilyas, Sidarta, 2010).

Keratitis sklerotikans akan memberikan gejala berupa kekeruhan kornea yang


terlokalisasi dan berbatas tegas unilateral. Kadang-kadang dapat mengenai seluruh
limbus. Korena telihat putih menyerupai sklera (Ilyas, Sidarta, 2010).

Pengobatannya dapat diberikan steroid dan akan memberikan prognosis yang baik dan
fenil butazon (Ilyas, Sidarta, 2010).

Keratitis Bakterial
Infeksi pada kornea dapat disebabkan oleh berbagai macam bakteri, dimana organisme yang
tersering adalah pseudomonas aeroginosa, stafilokokus dan streptokokus. Infeksi yang paling
berbahaya yaitu yang disebabkan oleh pseudomonas, karena dapat menyebabkan kerusakan
yang luas oleh karena ulkus kornea dalam waktu yang cepat. Manifestasi klinis keratitis
bakterial antara lain adalah mata merah yang unilateral, yang terasa nyeri, berair dan silau
(fotofobia), dan penglihatan menjadi kabur. Faktor resiko terjadinya penyakit ini adalah pada
pengguna lensa kontak (terutama pada penggunaan lensa dalam jangka waktu yang lama dan
tidak higienis), trauma kornea, dan pengguna imunosupresan. Studi bakteriologi merupakan
hal yang essensial untuk menegakkan diagnosis dan menentukan terapi (Vaughan&Asbury,
2010).
Keratitis Viral
Keratitis dendritik herpetik

Keratitis akibat infeksi herpes simpleks terdapat dalam berbagai bentuk, seperti
keratitis pungtata superfisial, keratitis dendritik, dan keratitis profunda. Keratitis dendritik
yang disebabkan oleh virus herpes simpleks akan memberikan gambaran spesifik berupa
infiltrat pada kornea dengan bentuk seperti ranting pohon yang bercabang-cabang, dengan
memberi uji flouresein positif nyata pada tempat peradangan. Sensibilitas kornea nyata
menurun diakibatkan karena ujung saraf ikut terkena infeksi virus herpes simpleks. Infeksi ini
biasanya bersifat reinfeksi endogen. Infeksi primer berjalan tanpa gejala klinis atau subklinis.
Virus pada infeksi primer masuk melalui akson saraf menuju ganglion dan menetap dan
menjadi laten. Bila penderita mengalami penurunan daya tahan tubuh seperti demam, maka
akan terjadi rekurensi (Vaughan&Asbury, 2010).
Gejala yang terlihat berupa rasa silau, rasa kelilipan, tajam penglihatan menurun dan
hipestesia kornea. Semua gejala ini sangant ringan sehingga pasien sering terlambat untuk
berkonsultasi pada dokter. Pengobatan dapat diberikan virustatika seperti IDU
trifluorotimidin dan acyclovir. Pemberian steroid pada penderita sangan berbahaya, karena
gejala akan sangat berkurang tetapi destruksi akan terus berjalan karena daya tahan tubuh
yang menurun (Vaughan&Asbury, 2010).

Komplikasi yang dapat terjadi antara lain adalah keratitis disiformis atau terjadinya
perforasi akibat infeksi sekunder. Keratitis disiformis yang terletak didalam diduga terjadi
akibat reaksi alergi jaringan kornea terhadap virus herpes (Vaughan&Asbury, 2010).

Keratitis herpes zoster

Keratitis herpes zoster merupakan manifestasi infeksi virus herpes zoster pada cabang
pertama saraf trigeminus, termasuk puncak hidung dan demikian pula kornea dan
konjungtiva. Bila terjadi kelainan saraf trigeminus ini, maka akan memberikan keluhan pada
daerah yang dipersarafinya, yang pada herpes zoster akan mengakibatkan timbulnya vesikel
pada kulit. Pada mata akan terasa sakit dengan rasa yang berkurang (anastesia dolorosa)
(Vaughan&Asbury, 2010).
Pengobatan untuk penyakit ini lebih bersifat simtomatik seperti pemberian analgetika,
vitamin, dan antibiotik topikal atau umum untuk mencegah infeksi sekunder
(Vaughan&Asbury, 2010).

Komplikasi yang dapat timbul berupa uveitis, glaukoma, dan ulkus kornea. Biasanya
rasa sakit (neuralgia pascaherpes) akan memakan waktu yang berbulan-bulan untuk hilang
(Vaughan&Asbury, 2010).

Keratitis lagoftalmos

Keratitis lagotalmos terjadi akibat mata tidak menutup sempurna yang dapat terjadi
pada ektropion, protusiao bola mata, atau pada penderita koma, dimana tidak terdapat reflek
mengedip, maka mata tidak tertutup oleh kelopak. Biasanya keratitis yang terjadi pada mata
yang tidak tertutup yaitu pada celah kelopak (Vaughan&Asbury, 2010).

Pengobatan pada pasien yang menderita peyakit ini adalah dengan melakukan
penetesan mata agar mata tidak menjadi kering, dan bila perlu dapat dilakuakn tarsorafi atau
blefarorafi (Vaughan&Asbury, 2010).
Komplikasi yang dapat terjadi dari penyakit ini adalah infeksi sekunder pada defek
kornea sehingga timbul tukak pada kornea (Vaughan&Asbury, 2010).

Keratitis neuroparalitik

Keratitis ini terjadi akibat gangguan pada saraf trgeminus yang mengakibatkan
gangguan sensibilitas dan metabolisme kornea. Biasanya kelainan dimulai dengan
terkelupasnya epitel kornea kemudian disusun dengan terbentuknya vesikel pada kornea dan
akan menjadi lebih berat bila terjadi infeksi sekunder. Pada keadaan ini sensibilitas kornea
berkurang atau hilang, mata menjadi merah tanpa rasa sakit (Vaughan&Asbury, 2010).

Pengobatan yang dapat dilakukan adalah tarsorafi atau blefarorafi atau melakukan
kauterisasi pada pungtum lakrimal (Vaughan&Asbury, 2010).

Komplikasi yang dapat terjadi adalah tukak kornea dengan hipopion dan bahkan bila
terjadi perforasi pada kornea dapat terjadi endoftalmitis atau panoftalmitis
(Vaughan&Asbury, 2010).

Keratitis Fungal
Ulkus kornea fungi, yang pernah banyak dijumpai pada pekerja pertanian, kini banyak
dijumpai diantara penduduk perkotaan sejak mulai dipakainya obat kortikosterois dalam
pengobatan mata. Sebelum era kortikosteroid, ulkus korena fungi hanya timbul bila stroma
kornea kemasukan organisme dalam jumlah yang sangat banyak-suatu peristiwa yang masih
mungkin terjadi di daerah pertanian atau berhubungan dengan pemakaian lensa kontak lunak.
Kornea yang belum berkompromi tampaknya masih dapat mengatasi organisme yang masuk
dalam jumlah sedikit, seperti lazim terjadi pada penduduk perkotaan (Vaughan&Asbury,
2010).

Ulkus fungi tersebut indolen, dengan infiltrat kelabu, sering dengan hipopion, peradangan
nyata pada bola mata, ulserasi superfisial, dan lesi-lesi satelit (umumnya menginfiltrasi
tempat-tempat yang jauh dari daerah ulserasi utama). Di bawah lesi utama dan juga lesilesi
satelit, sering terdapat plak endotel disertai reaksi bilik mata depan yang hebat. Abses kornea
sering dijumpai (Vaughan&Asbury, 2010).

Kebanyakan ulkus fungi disebabkan oleh organisme oprtunis, seperti candida, fusarium,
aspergillus, penicilium, cephalosporium, dan lain-lain. Tidak ada ciri khas yang membedakan
macam-macam ulkus fungi ini (Vaughan&Asbury, 2010).
Kerokan dari ulkus kornea fungi, kecuali yang disebabkan oleh candida, mengandung unsur-
unsur hifa, kerokan dari ulkus Candida, umunya mengandung psudohifa atau bentuk ragi,
yang menampakkan kuncup-kuncup khas (Vaughan&Asbury, 2010).

http://dc202.4shared.com/doc/s1t-shjP/preview.html
adalah inflamasi pada kornea oleh bakteri, virus, hespes simplek, alergi, kekurangan vit. A .
Keratitis adalah peradangan pada kornea, keratitis disebabkan oleh mikrobial dan pemajanan.
Keratitis Mikrobial adalah infeksi pada kornea yang disebabkan oleh berbagai organisme
bakteri, virus, jamur/parasit. serta abrasi yang sangat bisa menjadi pintu masuk bakteri.
Keratitis Pemajanan adalah infeksi pada ornea yang terjadi akibat kornea tidak dilembabkan
secara memadai dan dilindungi oleh kelopak mata kekeringan mata dapat terjadi dan
kemudian diikuti ulserasi dan infeksi sekunder
(Brunner dan Suddarth, 2001)

Gejala

Gejala keratitis antara lain:


Keluar air mata yang berlebihan

Nyeri

Penurunan tajam penglihatan

Radang pada kelopak mata (bengkak, merah)

Mata merah

Sensitif terhadap cahaya

Klasifikasi/Macammacam

Keratitis

Keratitis superfisial nono ulseratif

seperti :
keratitis pungtata superfisial dari fuchs
keratitis nomularis dari dimmer

Keratitis superfisial ulseratif

seperti :
keratitis pungtata superfisial ulseratif
keratitis flikten
keratitis herpetika

Keratitis profunda non ulseratif

seperti :
keratitis interstisialis
keratitis pustuliformis profunda

Keratitis profunda ulseratif


seperti :
keratitis et lagoftalmus
keratitis neuroparalitik

Faktor Penyebab

Penyebab keratitis bermacam-macam. Bakteri, virus, dan jamur merupakan salah satu yang
dapat menyebabkan keratitis. Penyebab lainnya adalah kekeringan pada mata yang
disebabkan penggunaan lensa kontak, benda asing yang masuk ke mata, atau bahkan iritatif
lainnya. Selain itu, kekurangan vitamin A dan penggunaan lensa kontak yang kurang baik
juga menjadi salah satu penyebab terjadinya keratitis.

Penyebab paling sering adalah virus herpes simplex, tipe 1. Selain itu penyebab lain adalah,
kekeringan pada mata, pajanan terhadap cahaya yang sangat terang, benda asing yang masuk
ke mata, reaksi alergi atau mata yang terlalu sensitif terhadap kosmetik mata, debu, polusi
atau bahan iritatif lain, kekurangan vitamin A dan penggunaan lensa kontak yang kurang
baik.

Keratitis sering terjadi karena pasien tidak menyimpan atau mensterilkan lensa kontak
dengan benar sehingga mengakibatkan terjadinya infeksi pada mata. Selain dari faktor subjek
pengguna, ada pula aktivitas yang dapat menjadi faktor risiko terjadinya penyakit ini yaitu
memakai lensa kontak saat berenang atau mandi di pancuran (shower) tanpa melepas lensa
kontak.

Penatalaksanaan

Keratitis Mikrobial

Pasien dengan infeksi kornea berat dirawat untuk pemberian berseri (kadang sampai tiap 30
menit sekali) tetes anti mikroba dan pemeriksaan berkala oleh ahli optalmologi
Cuci tangan secara seksama
Harus memakai sarung tangan setiap intervensi keperawatan yang melibatkan mata
Kelopak mata harus dijaga kebersihannya dan perlu diberi kompres dingin
Diperlukan aseaminofen untuk mengontrol nyeri. Dan diresepkan sikloplegik dan midriatik
untuk mengurangi nyeri dan inflamasi

Keratitis Pemajanan

Memplester kelopak mata atau membalut dengan ringan mata yang telah diberi pelumas.
Pada yang mengalami penurunan perlindungan sensori terhadap kornea
Dapat dipasang lensa kontak lunak tipe-balutan. Lensa kontak lunak tipe-balutan dipasang
sesuai ukuran. Hal ini untuk mempertahankan permukaan kornea, mempercepat
penyembuhan efek epitel dan memberikan rasa nyaman
Perisai kolagen bisa dipergunakan untuk perlindungan kornea jangka pendek
(Brunne dan Suddarth, 2001)

Pengobatan

Antibiotik, anti jamur dan anti virus dapat digunakan tergantung organisme penyebab.
Antibiotik spektrum luas dapat digunakan secepatnya, tapi bila hasil laboratorium sudah
menentukan organisme penyebab, pengobatan dapat diganti. Terkadang, diperlukan lebih dari
satu macam pengobatan. Terapi bedah laser terkadang dilakukan untuk menghancurkan sel
yang tidak sehat, dan infeksi berat membutuhkan transplantasi kornea.

Obat tetes mata atau salep mata antibiotik, anti jamur dan antivirus biasanya diberikan untuk
menyembuhkan keratitis, tapi obat-obat ini hanya boleh diberikan dengan resep dokter.
Pengobatan yang tidak baik atau salah dapat menyebabkan perburukan gejala. Obat
kortikosteroid topikal dapat menyebabkan perburukan kornea pada pasien dengan keratitis
akibat virus herpes simplex.

Pasien dengan keratitis dapat menggunakan tutup mata untuk melindungi mata dari cahaya
terang, benda asing dan bahan iritatif lainnya. Kontrol yang baik ke dokter mata dapat
membantu mengetahui perbaikan dari mata.

Pencegahan

Pemakai lensa kontak harus menggunakan cairan desinfektan pembersih yang steril untk
membersihkan lensa kontak. Air keran tidak steril dan tidak boleh digunakan untuk
membersihkan lensa kontak. Pemeriksaan mata rutin ke dokter mata disarankan karena
kerusakan kecil di kornea dapat terjadi tanpa sepengetahuan kita. Jangan terlalu sering
memakai lensa kontak. Lepas lensa kontak bila mata menjadi merah atau iritasi. Ganti lensa
kontak bila sudah waktunya untuk diganti. Cuci tempat lensa kontak dengan air panas, dan
ganti tempat lensa kontak tiap 3 bulan karena organisme dapat terbentuk di tempat kontak
lensa itu.

Makan makanan bergizi dan memakai kacamata pelindung ketika bekerja atau bermain di
tempat yang potensial berbahaya bagi mata dapat mengurangi resiko terjadinya keratitis.
Kacamata dengan lapisan anti ultraviolet dapat membantu menahan kerusakan mata dari sinar
ultraviolet.
http://dokterspesialis.info/2011/12/19/penyakit-keratitis.html

Anda mungkin juga menyukai