Anda di halaman 1dari 36

Laporan kasus

KEHAMILAN EKTOPIK TERGANGGU

OLEH:
ANITA FITRIANI
AZIZAH
DIVA YURIAN DWIKA
GERRY PRATAMA
GILANG PRADIGDO
NOVASISKA INDRIYANI HUTAJULU
PATRIOT FAJRI RAKASIWI
PUTRI PURWO LINTANG LINI E
RIESKARIESHA KISWARA
WIDYA SYAH FITRI

Pembimbing:
dr. Ruza P Rustam, Sp.OG

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR


BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2015
BAB I
PENDAHULUAN
Istilah ektopik berasal dari bahasa Inggris, ectopic, dengan akar kata dari
bahasa Yunani, topos yang berarti tempat. Jadi istilah ektopik dapat diartikan berada
di luar tempat yang semestinya. Apabila pada kehamilan ektopik terjadi abortus atau
pecah, dalam hal ini dapat berbahaya bagi wanita hamil tersebut maka kehamilan ini
disebut kehamilan ektopik terganggu.1
Kehamilan ektopik adalah kehamilan dengan implantasi terjadi diluar rongga
uterus, tuba falopii (lebih dari 90 %) merupakan tempat tersering untuk terjadinya
implantasi kehamilan ektopik,sebagian besar kehamilan ektopik berlokasi di
tuba,jarang terjadi implantasi pada ovarium,rongga perut,kanalis servikalis uteri,
tanduk uterus yang rudimenter dan divertikel pada uterus.Kehamilan ektopik
merupakan masalah yang besar bagi wanita yang sedang dalam usia reproduktif. Hal
ini merupakan hasil dari kesalahan dalam fisiologi reproduksi manusia yang
membiarkan hasil konseptus untuk berimplantasi dan matang diluar kavitas
endometrium, yang secara langsung akan berakhir pada kematian fetus. Tanpa
diagnosis dan penatalaksanaan yang tepat, kehamilan ektopik ini dapat menjadi
keadaan yang membahayakan jiwa.1
Kehamilan ektopik menjadi penyebab utama kematian yang berhubungan
dengan kehamilan dalam trimester pertama kehamilan di Amerika Serikat. Dengan
terjadinya keadaan sakit yang tiba-tiba akibat kehamilan ektopik, masa depan
kemampuan wanita untuk hamil kembali dapat terpengaruh menjadi buruk.1
Kehamilan ektopik pertama kali diungkapkan pada abad ke-11, dan, sampai
pertengahan abad ke-18, biasanya berakibat fatal. John Bard melaporkan satu
intervensi bedah yang berlangsung sukses untuk mengobati sebuah kehamilan ektopik
di New York pada tahun 1759. Angka keselamatan pada awal abad ke-19 sangat kecil,
satu laporan mengatakan hanya 5 dari 30 yang dapat selamat dari operasi abdominal.
Menariknya, angka keselamatan pasien yang tidak diobati 1 dari 3. 1,2 Pada permulaan
abad ke-20, kemajuan pesat dalam ilmu anestesi, antibiotik, dan transfusi darah
berperan dalam menurunkan angka kematian ibu. Pada awal pertengahan abad ke-20,
tercatat 200-400 kematian per 10.000 kasus. Sejak tahun 1970, Centers for Disease
Control and Prevention (CDC) mulai mencatat dan membuat statistik mengenai

2
kehamilan ektopik, dilaporkan terdapat 17.800 kasus. Pada tahun 1992, angka
kehamilan ektopik meningkat menjadi 108.000 kasus. Namun, angka kematian
menurun dari 35,5 per 10.000 kasus pada tahun 1970 menjadi 2,6 per 10.000 kasus
pada tahun 1992.1

3
BAB II
ILUSTRASI KASUS

2.1 IDENTITAS PASIEN


Nama : Ny. Ribelly Simanjuntak Nama suami : Tn. Roiman
Umur : 33 Tahun Umur : 33 Tahun
Pendidikan : SLTA Pendidikan : SLTP
Pekerjaan : IRT Pekerjaan : Wiraswasta
Agama : Kristen Agama : Kristen
Suku : Batak Suku : Batak
Alamat : Jl. Perkasa 7 Pekanbaru Alamat : Jl. Perkasa 7
No. MR : 75 24 97

2.2 ANAMNESIS
Pasien datang dengan rujukan RSUD Petala Bumi dengan suspek KET dd/
ruptur kista, ke VK IGD jam 13.04.
a. Keluhan Utama:
Nyeri perut kiri bawah (sudah diberikan obat pereda nyeri, pronalges, di rumah
sakit perujuk).
b. Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien datang dengan keluhan nyeri perut hebat sejak 3 hari SMRS sejak diurut
perut, diawali flek-flek kecokelatan sejak 2 bulan SMRS. Pasien tidak pernah
menduga hamil karena masih mengkonsumsi pil KB, ada riwayat lupa minum pil.
Pada 1 hari SMRS, pasien merasakan nyeri perut bertambah hebat, lalu pasien periksa
ke dokter umum, disarankan ke RSUD Petala Bumi. Di RSUD Petala Bumi,
dilakukan testpack, hasilnya positif, lalu dilakukan USG oleh dokter Sp.OG, hasilnya
dikatakan cairan bebas, kemungkinan kehamilan di luar rahim. Lalu pasien diberikan
obat pereda nyeri, lalu dirujuk ke RSUD AA karena ruang operasi dalam renovasi.
Pasien tidak merasa hamil, HPHT lupa, tidak mersakan gerak janin. Riwayat
keputihan positif.
c. Riwayat Penyakit Dahulu:
Riwayat hipertensi, DM, asma dan alergi tidak ada.

4
d. Riwayat Penyakit Keluarga:
Riwayat hipertensi, DM, asma dan alergi tidak ada.
e. Riwayat Haid:
Menarche pada usia 12 tahun, teratur, lama haid 6-7 hari, 3 kali ganti pembalut/
hari.
f. Riwayat Perkawinan:
Menikah 1 kali, 11 tahun, saat usia 21 tahun.
g. Riwayat Kehamilan/ Persalinan/Abortus:
Hamil 5/Persalinan 2/Keguguran 2/Hidup 2
I. Tahun 2006/keguguran/usia kehamilan 8 minggu/dikuret oleh dokter.
II. Tahun 2007/laki-laki/spontan/aterm/bidan/sehat.
III. Tahun 2008/perempuan/ spontan/aterm/bidan/sehat.
IV. Tahun 2012/keguguran/usia kehamilan 8 minggu/dikuret oleh dokter.
V. Hamil ini.
h. Riwayat KB :
Pasien menggunakan pil KB.
i. Riwayat Sosial
Pasien bekerja sebagai karyawan kantin, tamatan SMA. Suami pasien
pengangguran, tamatan SMP.

2.3 PEMERIKSAAN FISIK


a. Keadaan Umum: Tampak sakit sedang (dalam analgesik)
b. Kesadaran: Komposmentis
c. Primary Survey
Airway: clear, dalam O2 via nasal kanul 3 lpm
Breathing: RR 20 kali per menit, reguler.
Sirkulasi: frekuensi nadi 96 kali per menit, isi dan tegangan cukup, tekanan
darah 100/80 mmHg
Drugs: dalam analgesik, terpasang IVFD RL
d. Tanda Tanda Vital
Tekanan Darah : 100/80 mmHg
Nadi : 96 x/ menit
Suhu : 36,7 C
Nafas : 20 x/ menit

5
e. Status Generalis
Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
Thoraks
Paru : SD, vesikuler kedua lapang paru, tidak ada ronkhi dan
wheezing
Jantung : BJ S1-S2 intensitas reguler, tidak ada murmur dan gallop
Abdomen : Supel, nyeri tekan (+) regio supra pubik kiri, nyeri lepas (+)
Ekstremitas : akral dingin, tidak ada oedema, CRT>2 detik.
f. Status ginekologis
TFU belum teraba, DJJ tidak dapat dievaluasi
Inspeksi/palpasi : Vulva/Uretra tenang
Inspekulo : portio livide, OUE membuka, fluksus (+), fluor (-),
valsava (-), kavum douglas kesan menonjol
VT / bimanual palpasi : CUT kesan membesar antefleksi, portio kenyal,
pembukaan 1 cm, nyeri goyang portio (+), kavum
douglasi teraba menonjol
Kuldosintesis : halo sign (+)

2.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG


Darah rutin
HB : 13,1 gr/dl
HT : 39,8%
Leukosit : 10.400/L
Trombosit : 217.000/L
Kimia darah
Glukosa sewaktu : 61 mg/dl
Urem : 16,9 mg/dl
Kreatinin : 0,72 mg/dl
SGOT : 20,2 U/L
SGPT : 21 U/L
Faal hemostatis

6
FIB (PT plus ) : 3,886 gr/L
PT HS PLUS : 1,128
APTT : 0,939
Tes kehamilan : (+)

2.5 DIAGNOSIS KERJA


G5P2A2H2 hamil 7 8 minggu dengan akut abdomen suspect kehamian
ektopik terganggu dd torsio kista, dd abortus imminens, dd ruptur kista.

2.6 RENCANA
1. Hemodinamik stabil: observasi K/U, tanda vital, tanda perburukan, syok per 15
menit
2. Menegakkan diagnosa : cek DPL, tes kehamilan, PT APTT, SGOT, SGPT,
ureum, kreatinin dan albumin
3. Tatalaksana suspek KET : laparatomi
4. Antisipasi perdarahan : atasi perdarahan IVFD RL 20 tpm, persediaan darah
PRC
5. Edukasi pasien : - Inform consent rencana tindakan
- Kemungkinan salphingektomi
- Motivasi

2.7 LAPORAN OPERASI


Diagnosis pra operasi: G5P2A2H2 hamil 7 8 minggu dengan akut abdomen
suspect kehamian ektopik terganggu dd torsio kista, dd
abortus imminens, dd ruptur kista.
Tindakan : Salphingektomi kiri
1. Pasien terlentang di atas meja operasi dengan anastesi spinal
2. Dilakukan a dan antisepsis daerah operasi dan sekitarnya
3. Dilakukan insisi pfannensteil 8 cm diperdalam lapis demi lapis

7
4. Peritoneum dibuka, tampak hemoperitoneum 500 cc dilakukan suction agar
tuba teridentifikasi
6. Bladder retractor dipasang, pasang kasa besar basah bagian proksimal agar
lapangan operasi bebas usus dan omentum
7. Identifikasi kedua tuba falopii dan ovarium, tuba kiri tampak ruptur pada pars
ampularis dengan perdarahan aktif eksplorasi tuba kontralateral, tuba kanan
dalam batas normal.
8. Dilakukan hemostasis dengan klem babcock, tuba dan mesosalphing dijepit,
evaluasi perdarahan berhenti, dijepit sedekat mungkin dengan tuba
9. Dilakukan salphingektomi total kiri, eksisi pada baji tuba interstisialis pada
kornu, luka dijahit angka 8, mesosalphing dijahit kontinous, perdarahan di
kontrol
10. Kassa besar dikeluarkan, kavum abdominal di cuci larutaan nacl 0,9%, sisa
darah/cairan dibersihkan.
11. Kembali dipastikan tidak ada perdarahan, dipastikan alat dan bahan lengkap.
12. Peritoneum dijahit kontineus dengan chromic 0, otot dijahit satu satu dengan
chromic , vascia dijahit kontinous dengan vicryl 1, subkutis djahit satu satu
dengan chromic 0, kulit dijahit subkutikular dengan vicryl 3/0
13. Prosedur selesai, perdarahan intra op minimal, urine jernih 300cc

Diagnosis post operasi: P2A3H2 post salphingektomi kiri et causa ruptur tuba
sinistra pars ampularis et causa KET
Instruksi post operasi:
- Hemodinamik stabil : obsevasi K/U, TTV, akut abdomen, perdarahan
- Cegah infeksi : ceftriaxon 1gr/12 jam IV
- Atasi nyeri (target VAS kurang dari 3) : pronalges supp 3x100mg/rectal
- Cegah anemia : cek DPL HB < 10 mg/dl transfusi
- Tercapai ERAS : a. mobilisasi bertahap, vulva hygien, diet TKTP, GV hari ke-3
b. rawat camar 3

8
Follow up 2 jam post op
Jam TD RR N S Perdarahan Urine
16.45 110/70 18 78 36,7 5 cc 650 cc
17.00 110/70 18 80 36,7 5 cc 700 cc
17.15 110/70 18 80 36,7 5 cc 700 cc
17.30 120/80 18 76 36,6 5 55 700cc
18.00 120/70 20 82 36,5 5 Cc 700cc
18.30 120/70 20 78 36,6 5 cc 700cc

2.8 FOLLOW UP
Tanggal 09/09/2015
S : Nyeri luka operasi (+), BAB pagi ini belum, tapi sudah rasa ingin BAB,
buang angin (+) pagi ini, makan belum ada, minum sudah sejak kemarin,
demam (-), perut terasa kembung.
O : Keadaan umum baik, kesadaran komposmentis
TD: 110/80 mmHg, Nd: 85x/menit, RR: 18x/menit, T: 36,7oC
Status Generalis:
Mata : Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-
Paru : Suara nafas vesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/-
Jantung : BJ 1&2 normal, mumur (-), gallop (-)
Abdomen : Inspeksi : distensi (-), luka operasi tertutup verban,
darah (-), nanah (-)
Auskultasi : bising usus (+), frekuensi 6 kali permenit,
Palpasi: defans muskuler (-),
Perkusi: hipertimpani
Ekstremitas : Akral hangat, CRT < 2

Status Ginekologis:
I: vulva: flek (+) warna merah kehitaman, jumlah sedikit
uretra: terpasang kateter urin, volume urin 300 cc, warna kuning
pekat
DPL tgl 08/09/2015 (post operasi):

9
12,1/36,8/12.300/192000/92,3/30,3/32,8
A : P2A3H2 post salphingektomi kiri ec ruptur tuba pars ampularis ec KET hari
ke-1
P : Hemodinamik ibu stabil : Observasi KU, TV, perdarahan
Cegah infeksi : Ceftriaxon 1gr/12jam iv
Atasi nyeri : pronalges supp 3 x 100 mg/rectal
Tercapai ERAS : mobilisasi bertahap, vulva hygiene, diet TKTP,
GV hari ke-3
Tanggal 10/09/2015
S : Nyeri luka operasi (+),mual muntah (-), makan minum lancar, BAB belum
ada sejak operasi, buang angin (+).
O : Keadaan umum baik, kesadaran komposmentis
TD: 110/70 mmHg, Nd: 75x/menit, RR: 18x/menit, T: 36,7oC
Status Generalis:
Mata : Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-
Paru : Suara nafas vesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/-
Jantung : BJ 1&2 normal, mumur (-), gallop (-)
Abdomen : Inspeksi : distensi (-), luka operasi tertutup verban,
darah (-), nanah (-)
Auskultasi : bising usus (+), frekuensi 7 kali permenit,
Palpasi: defans muskuler (-),
Perkusi: timpani
Ekstremitas : Akral hangat, CRT < 2
Status Ginekologis:
I : vulva: tenang, perdarahan aktif (-)
uretra: terpasang kateter urin, volume urin 500 cc, warna
kuning pekat
DPL tgl 08/09/2015 (post operasi):
12,1/36,8/12.300/192000/92,3/30,3/32,8

10
A : P2A3H2 post salphingektomi kiri ec ruptur tuba pars ampularis ec KET hari
ke-2
P : Hemodinamik ibu stabil : Observasi KU, TV, perdarahan
Cegah infeksi : Ceftriaxon 1gr/12jam iv
Atasi nyeri : asam mefenamat 3 x 500 mg peroral
Tercapai ERAS : mobilisasi aktif, vulva hygiene, diet TKTP, aff
kateter urin dan infus hari ini, GV hari ke-3
Tanggal 11/09/2015
S : Nyeri luka operasi (+), pusing (+), makan minum lancar, jika makan perut
terasa perih.
O : Keadaan umum baik, kesadaran komposmentis
TD: 106/80 mmHg, Nd: 88x/menit, RR: 18x/menit, T: 36,8oC
St. Generalis:
Mata : Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-
Paru : Suara nafas vesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/-
Jantung : BJ 1&2 normal, mumur (-), gallop (-)
Abdomen : Inspeksi : distensi (-), luka operasi tertutup verban,
darah (-), nanah (-)
Auskultasi: bising usus (+), frekuensi 10 kali permenit,
Palpasi: defans muskuler (-),
Perkusi: timpani
Ekstremitas : Akral hangat, CRT < 2
Status Ginekologis:
I : vulva: tenang, perdarahan aktif (-)
uretra: kateter urin sudah dilepas
DPL tgl 08/09/2015 (post operasi):
12,1/36,8/12.300/192000/92,3/30,3/32,8
A : P2A3H2 post salphingektomi kiri ec ruptur tuba pars ampularis ec KET hari
ke-3
P : Hemodinamik ibu stabil : Observasi KU, TV, perdarahan

11
Cegah infeksi : Cefadroxil 3 x 500 mg
Atasi nyeri : asam mefenamat 3 x 500 mg peroral
Tercapai ERAS : GV hari ini, pasien boleh pulang.

12
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Kehamilan Ektopik
3.1.1 Definisi
Kehamilan ektopik adalah suatu kehamilan dimana pertumbuhan sel telur
yang telah dibuahi tidak menempel pada dinding endometrium kavum uteri. Lebih
dari 95% kehamilan ektopik terjadi di tuba Fallopi. Kehamilan tuba meliputi 55%
pada pars ampularis, 25% pada pars ismika, 17% pada pars fimbriae, dan 2% pada
pars interstisialis. Bentuk lain dari kehamilan ektopik yaitu kehamilan servikal,
kehamilan ovarial, dan kehamilan abdominal.3,4
Patofisiologi terjadinya kehamilan ektopik yang tersering yaitu karena sel
telur yang sudah dibuahi dalam perjalanannya menuju endometrium tersendat
sehingga embrio sudah berkembang sebelum mencapai kavum uteri dan akibatnya
akan tumbuh di luar rongga rahim. Bila kemudian tempat nidasi tersebut tidak dapat
menyesuaikan diri dengan besarnya buah kehamilan, akan terjadi ruptur sehingga
disebut sebagai kehamilan ektopik terganggu.3

3.1.2 Etiologi
Etiologi kehamilan ektopik sudah banyak disebutkan karena secara
patofisiologi mudah dimengerti sesuai dengan proses awal kehamilan sejak
pembuahan sampai nidasi. Jika nidasi terjadi di luar kavum uteri atau diluar
endometrium, maka terjadilah kehamilan ektopik. Dengan demikian, faktor-faktor
yang menyebabkan terjadinya hambatan dalam nidasi embrio ke endometrium
menjadi penyebab kehamilan ektopik ini. Faktor-faktor tersebut antara lain:3
1. Faktor tuba
Adanya peradangan atau infeksi pada tuba menyebabkan lumen tuba
menyempit atau buntu. Keadaan uterus yang mengalami hipoplasia dan saluran tuba
yang berkelok-kelok panjang dapat menyebabkan fungsi silia tuba tidak berfungsi
dengan baik. Juga pada keadaan pascaoperasi rekanalisasi tuba dapat merupakan
predisposisi terjadinya kehamilan ektopik.

13
Faktor tuba yang lain ialah adanya kelainan endometriosis tuba atau divertikel
saluran tuba yang bersifat kongenital. Adanya tumor di sekitar saluran tuba, misalnya
mioma uteri atau tumor ovarium yang menyebabkan perubahan bentuk dan patensi
tuba, juga dapat menjadi etiologi terjadinya kehamilan ektopik.
2. Faktor abnormalitas dari zigot
Apabila tumbuh terlalu cepat atau tumbuh dengan ukuran besar, maka zigot
akan tersendat dalam perjalanan pada saat melalui tuba, kemudian terhenti dan
tumbuh di saluran tuba.
3. Faktor ovarium
Bila ovarium memproduksi ovum dan ditangkap oleh tuba yang kontralateral,
dapat membutuhkan proses khusus dan waktu yang lebih panjang sehingga
kemungkinan terjadinya kehamilan ektopik lebih besar.
4. Faktor hormonal
Pada akseptor pil KB yang hanya mengandung progesteron dapat
mengakibatkan gerakan tuba melambat. Apabila terjadi pembuahan dapat
menyebabkan terjadinya kehamilan ektopik.
5. Faktor lain
Termasuk disini antara lain adalah pemakaian IUD dimana proses peradangan
yang dapat timbul pada endometrium dan endosalping dapat menyebabkan terjadinya
kehamilan ektopik. Faktor umur penderita dan merokok juga sering dihubungkan
dengan terjadinya kehamilan ektopik.

3.1.3 Klasifikasi
Klasifikasi kehamilan ektopik berdasarkan tempat terjadinya implantasi dari
kehamilan ektopik, dapat dibedakan menurut :
a. Kehamilan tuba adalah kehamilan ektopik pada setiap bagian dari tuba
fallopi. Sebagian kehamilan ektopik berlokasi di tuba (95%). Konsepsi
dapat berimplantasi di ampula (55%), isthmus (25%), fimbriae (17%),
atau pada intersisial (2%) dari tuba. Tuba fallopi mempunyai kemampuan
untuk berkembang yang terbatas, sehingga sebagian besar akan pecah
(ruptur) pada umur kehamilan 35-40 hari.
b. Kehamilan ovarial merupakan bentuk yang jarang (0,5%) dari seluruh
kehamilan ektopik, diamana sel telur yang dibuahi bernidasi di ovarium.
Meskipun daya akomodasi ovarium terhadap kehamilan lebih besar

14
daripada daya akomodasi tuba, kehamilan ovarium umumnya juga
mengalami ruptur pada tahap awal.
c. Kehamilan servikal adalah bentuk kehamilan ektopik yang sangat jarang
terjadi. Bila ovum berimplantasi dalam kanalis servikalis, maka terjadi
perdarahan tanpa nyeri pada kehamilan muda. Kehamilan servikal jarang
terjadi melewati usia gestasi 12 minggu dan biasanya diakhiri secara
operatif karena perdarahan. Pengeluaran hasil konsepsi pervaginam dapat
menyebabkan banyak perdarahan, sehingga untuk menghentikan
perdarahan diperlukan histerektomi total.
d. Kehamilan abdominal terjadi satu dalam 15.000 kehamilan atau kurang
dari 0,1 dari seluruh kehamilan ektopik. Kehamilan abdominal ada 2
macam :
- Primer, dimana telur dari awal mengadakan implantasi dalam rongga
perut.
- Sekunder, yaitu pembentukan zigot terjadi ditempat yang lain
misalnya di dalam saluran telur atau ovarium yang selanjutnya
berpindah kedalam rongga abdomen oleh karena terlepas dari tempat
asalnya.
e. Kehamilan ektopik kronik (Hematokel), istilah ini dipakai karena pada
keadaan ini anatomi sudah kabur, sehingga biasanya tidak dapat
ditentukan apakah kehamilan ini kehamilan abdominal, kehamilan tubo-
ovarial, atau intraligamenter. Kehamilan ektopik kronik biasanya terjadi
setelah ruptur tuba atau abortus tuba dan selanjutnya janin dapat tumbuh
terus karna mendapat cukup zat-zat makanan dan oksigen dari plasenta
yang dapat meluaskan insersinya pada jaringan sekitarnya seperti tuba,
tuba, uterus, dinding panggul dan usus. Kehamilan ini merupakan
komplikasi obstetric yang mempunyai morbiditas dan mortalitas janin
yang tinggi dan sangat membahayakan ibu.

3.1.4 Patofisiologi
Transportasi efektif embrio dalam tuba fallopi memerlukan interaksi
pengaturan yang kompleks antaraepitel tuba, cairan tuba, dan isi tuba. Interaksi ini

15
menghasilkan kekuatan mekanik, yang terdiri dari peristaltik tuba, gerakan
siliaris,dan aliran cairan tuba,yang menggerakkan embrio menuju rongga rahim. Pada
proses ini dapat terjadi disfungsi yang menyebabkan kehamilan ektopik.5
Kesulitan migrasi oosit paling sering dikaitkan dengan anatomi tuba yang
abnormal. Ini dapat terjadi karena proses patologis pada tuba seperti salpingitis
kronis, istmus salpingitis nodosum, riwayat bedah pada tuba seperti rekonstruksi dan
sterilisasi, atau paparan DES dalam rahim. Diperkirakan bahwa perubahan sinyal
molekul antara oosit dan situs inplantasi dapat membuat kehamilan ektopik. Sejumlah
faktor molekul sedang diselidiki kemungkinan terlibat dalam inplantasi prematur.
Faktor-faktor ini terdiri dari matriks seluler dan ekstraseluler protein seperti lektin,
integrin, matriks-degrading-cumulus,prostaglandin,faktor pertumbuhandansitokin.5,6
Dari hasil penelitian tidak ada yang mendukung peran kelainan kromosom
pada implantasi abnormal. Kariotipe vilikorionik dari 30 pembedahan kehamilan
ektopik tidak ditemukan perbedaan dengan kehamilan intrauterin.5 Ketika kehamilan
ektopik membesar, lapisan luar tuba falopi teregang. Hal ini yang menyebabkan
ruptur tuba dan perdarahan.5

3.1.5 Gejala Klinis Kehamilan Ektopik Terganggu


Gambaran klasik untuk kehamilan ektopik adalah trias nyeri abdomen,
amenorea dan perdarahan pervaginam. Gambaran tersebut sangat penting dalam
memikirkan diagnosis pada pasien yang datang dengan kehamilan pada trimester
pertama. Namun hanya 50% pasien yang menderita kehamilan ektopik yang
menunjukkan gejala khas seperti diatas sehingga tidak mudah untuk mendiagnosis
kehamilan ektopik terganggu ini. Pasien yang lain mungkin timbul gejala-gejala
umum pada masa kehamilan seperti mual, muntah, nyeri abdomen ringan, nyeri bahu,
dan riwayat dispnue.1
Pada pemeriksaan fisik harus difokuskan pada tanda-tanda vital dan
pemeriksaan abdomen serta pelvic. Hipotensi dan takikardi merupakan tanda syok
yang dapat timbul pada pasien yang menderita kehamilan ektopik terganggu karena
perdarahan yang banyak akibat terjadinya ruptur tuba, pada keadaan ini diperlukan

16
resusitasi segera untuk menangani keadaan syok pada pasien. Tanda vital yang
normal tidak tidak dapat pula menyingkirkan adanya kecurigaan terjadinya kehamilan
ektopik. Pada pemeriksaan dalam dapat teraba kavum douglas yang menonjol dan
terdapat nyeri pada serviks bila digerakkan, hal ini merupakan temuan klinis yang
menguatkan kecurigaan terjadinya kehamilan ektopik.
Gambaran klinik dari kehamilan ektopik terganggu tergantung pada lokasinya.
Tanda dan gejalanya sangat bervariasi tergantung pada ruptur atau tidaknya
kehamilan tersebut . Adapun gejala dan hasil pemeriksaan laboratorium antara lain :
a. Keluhan gastrointestinal
Keluhan yang paling sering dikemukakan oleh pasien kehamilan ektopik
terganggu adalah nyeri pelvis. Dorfman menekankan pentingnya keluhan
gastrointestinal dan vertigo atau rasa pening. Semua keluhan tersebut mempunyai
keragaman dalam hal insiden terjadinya akibat kecepatan dan taraf perdarahannya di
samping keterlambatan diagnosis.
b. Nyeri tekan abdomen dan pelvis
Nyeri tekan yang timbul pada palpasi abdomen dan pemeriksaan, khususnya
dengan menggerakkan servik, dijumpai pada lebih dari tiga per empat kasus
kehamilan ektopik sudah atau sedang mengalami ruptur, tetapi kadang-kadang tidak
terlihat sebelum ruptur terjadinya.
c. Amenore
Riwayat amenore tidak ditemukan pada seperempat kasus atau lebih. Salah
satu sebabnya adalah karena pasien menganggap perdarahan pervaginam yang lazim
pada kehamilan ektopik sebagai periode haid yang normal, dengan demikian
memberikan tanggal haid terakhir yang keliru.
d. Spotting atau perdarahan vaginal
Di bawah pengaruh hormon estrogen dan progesteron dari korpus luteum dan
trofoblas, uterus menjadi besar dan lembek; endometrium berubah menjadi desidua.
Setelah janin mati, desidua dalam uterus mengalami degenerasi dan kemudian
dikeluarkan. Ini disebut Arias-Stella phenomenon. Hal ini menyebabkan terjadinya

17
spotting Perdarahan tersebut biasanya sedikit-sedikit, bewarna cokelat gelap dan
dapat terputus-putus atau terus-menerus.
e. Perubahan Uterus
Uterus pada kehamilan etopik dapat terdorong ke salah satu sisi oleh masa
ektopik tersebut. Pada kehamilan ligamentum latum atau ligamentum latum terisi
darah, uterus dapat mengalami pergeseran hebat. Uterine cast akan dieksresikan oleh
sebagian kecil pasien, mungkin 5% atau 10% pasien. Eksresi uterine cast ini dapat
disertai oleh gejala kram yang serupa dengan peristiwa ekspulsi spontan jaringan
abortus dari kavum uteri.
f. Tekanan darah dan denyut nadi
Reaksi awal pada perdarahan sedang tidak menunjukkan perubahan pada
denyut nadi dan tekanan darah, atau reaksinya kadang-kadang sama seperti yang
terlihat pada tindakan flebotomi untuk menjadi donor darah yaitu kenaikan ringan
tekanan darah atau respon vasovagal disertai bradikardi serta hipotensi.
g. Hipovolemi
Penurunan nyata tekanan darah dan kenaikan denyut nadi dalam posisi duduk
merupakan tanda yang paling sering menunjukkan adanya penurunan volume darah
yang cukup banyak. Semua perubahan tersebut mungkin baru terjadi setelah timbul
hipovolemi yang serius.
h. Suhu tubuh
Setelah terjadi perdarahan akut, suhu tubuh dapat tetap normal atau bahkan
menurun. Suhu yang lebih tinggi jarang dijumpai dalam keadaan tanpa adanya
infeksi. Karena itu panas merupakan gambaran yang penting untuk membedakan
antara kehamilan tuba yang mengalami ruptura dengan salpingitis akut, dimana pada
keadaan ini suhu tubuh umumnya diatas 38oC.
i. Masa pelvis
Masa pelvis dapat teraba pada 20% pasien. Masa tersebut mempunyai
ukuran, konsistensi serta posisi yang bervariasi. Biasanya masa ini berukuran 5-15
cm, sering teraba lunak dan elastis. Akan tetapi dengan terjadinya infiltrasi dinding
tuba yang luas oleh darah masa tersebut dapat teraba keras. Hampir selalu masa

18
pelvis ditemukan di sebelah posterior atau lateral uterus. Keluhan nyeri dan nyeri
tekan kerap kali mendahului terabanya masa pelvis dalam tindakan palpasi.
j. Hematokel pelvik
Pada kehamilan tuba, kerusakan dinding tuba yang terjadi bertahap akan
diukuti oleh perembesan darah secara perlahan-lahan ke dalam lumen tuba, kavum
peritonium atau keduanya. Gejala perdarahan aktif tidak terdapat dan bahkan keluhan
yang ringan dapat mereda, namun darah yang terus merembes akan berkumpul dalam
panggul, kurang lebih terbungkus dengan adanya perlekatan dan akhirnya
membentuk hematokel pelvis .

3.1.6 Diagnosis
Diagnosis kehamilan ektopik terganggu pada fase akut biasanya tidak sulit.
Keluhan yang disampaikan biasanya adalah amenorrhea disertai nyeri perut bagian
bawahserta dapat terjadi perdarahan pervaginam. Pada fase akut keadaan umum
pasien biasanya tampak kesakitan, pucat dan pada pemeriksaan ditemukan tanda-
tanda syok serta perdarahan dalam rongga perut. Pada pemeriksaan ginekologik
ditemukan serviks yang nyeri bila digerakkan dan kavum douglas yang menonjol dan
nyeri raba.
Kesulitan diagnosis biasanya pada kehamilan ektopik terganggu jenis atipik
dengan tanda kehamilan yang tidak jelas demikian pula pada nyeri perut yang tidak
nyata dan sering penderita terlihat tidak terlalu pucat. Hal ini terjadi apabila
perdarahan pada kehamilan ektopik yang terganggu berlangsung lambat, dalam
keadaan demikian alat bantu diagnostik sangat diperlukan untuk menegakkan
diagnosis kehamilan ektopik terganggu.
Alat bantu diagnostic untuk menegakkan kehamilan ektopik terganggu adalah
sebagai berikut :2
1. Tes kehamilan
Tes ini dilakukan untuk mengetahui ada atau tidaknya hormon human
chotionic gonadotropin (hCG) dalam air kemih. Jaringan trofoblas kehamilan ektopik
menghasilkan hCG dalam kadar yang lebih rendah dibandingkan dengan kehamilan

19
intrauterin normal, oleh sebab itu dibutuhkan tes yang memiliki nilai sensitifitas yang
tinggi. Apabila nilai hCG memiliki nilai sensitifitas 25iu/L maka 90-100% kehamilan
ektopik akan memberi hasil yang positif. Tes kehamilan dengan antibody monoclonal
mempunyai nilai sensitifitas + 50 mIU/ml dan dalam penelitian dilaporkan 90-96%
kehamilan ektopik memberikan hasil positif. Hal yang penting adalah tes kehamilan
tidak dapat membedakan kehamilan intrauterine dengan kehamilan ektopik.
2. Kuldosintesis
Suatu cara pemeriksaan untuk mengetahui kavum douglas berisi darah atau
cairan lainnya, cara ini tidak dilakukan pada kehamilan ektopik belum terganggu. Tes
ini memberikan hasil positif apabila dikeluarkan darah berwarna coklat sampai
kehitaman yang tidak membeku atau berupa bekuan kecil, untuk mngetahui sifat
darah sebaiknya darah yang di aspirasi tadi disemprotkan pada kain kassa. Tes
memberikan hasil negative apabila cairan yang diaspirasi berwarna jernih, nanah,
atau darah berwarna merah segar yang dalam beberapa menit membeku. Hasil positif
palsu ditemukan pada 5-10% kasus yang sebabkan oleh rupture kopus luteum,
abortus inkomplit, menstruasi retrograde atau endometriosis.
3. Ultrasonografi
Aspek yang di evaluasi dalam penggunaan ultrasonografi adalah evaluasi
uterus, apabila dalam pemeriksaan didapatkan kantung gestasi intrauterine
kemungkinan kehamilan ektopik dapat disingkirkan. Kesalahan dalam diagnostic
dapat terjadi pada keadaan kantung gestasi palsu (pseudosac), hal ini dapat terjadi
bila terdapat darah pada cavum uterus, proliferasi endometrium yang terlalu tebal dan
edema pada wanita yang tidak hamil. Apabila tidak ditemukan kantung gestasi pada
uterus, mungkin tampak suatu gambaran daerah ekhogenik dalam kavum uterus yang
dapat berasal dari trofoblas pada abortus inkomplit atau desidua pada kehamilan
ektopik.
Berikutnya adalah melakukan evaluasi adneksa, diagnosis pasti kehamilan
ektopik ialah ditemukan kantung gestasi diluar uterus yang didalamnya ditemukan
denyut jantung janin, hal ini didapatkan pada 5% kehamilan ektopik. Pada kehamilan
ektopik terganggu sering tidak ditemukan kantung gestasi ektopik. Gambaran yang
tampak adalah cairan bebas di rongga peritoneum terutama pada kavum douglas.
4. Laparoskopi

20
Hanya digunakan sebagai alat bantu diagnostik terakhir untuk menegakkan
diagnosis kehamilan ektopik, apabila hasil penilaian prosedur diagnostic yang lain
meragukan. Secara sistematis dinilai keadaan uterus, ovarium, tuba, kavum douglas
dan ligamentum latum. Adanya darah dalam kavum pelvis mungkin mempersulit
visualisasi namun merupakan indikasi dilakukannya laparotomy.

3.1.7 Diagnosis banding


1. Salphingitis
Terjadi pembengkakan dan pembesaran tuba bilateral, demam tinggi dan tes
kehamilan negatif. Dapat ditemukan getah serviks yang purulen.7
2. Abortus (iminens atau inkomplitus)
Gejala klinik yang dominan adalah perdarahan, umumnya terjadi sebelum ada
nyeri perut. Perdarahan berwarna merah, bukan coklat tua seperti pada kehamilan
ektopik. Nyeri perut umumnya bersifat kolik dan kejang (kram). Yterus membesar
dan lembek, terdapat dilatasi serviks. Hasil konsepsi dapat dikenali dari pemeriksaan
vagina.8
3. Appendisitis
Daerah yang lunak terletak lebih tinggi dan terlokalisir di fossa iliaka kanan.
Bisa ditemukan bila ada abses appendiks, namun tidak terletak dalam pelvis, seperti
pada pembengkakan tuba. Demam lebih tinggi dan pasien terlihat sakit berat. Tes
kehamilan menunjukkan hasil negatif.9
4. Torsio kista ovarium
Teraba massa yang terpisah dari uterus, sedangkan kehamilan tuba umumnya
terasa menempel pada uterus. Perut lunak dan mungkin terdapat demam akibat
perdarahan intraperitoneal. Tanda dan gejala kehamilan mungkin tidak ditemukan
namun ada riwayat serangan nyeri berulang yang menghilang dengan sendirinya. 7
5. Ruptur korpus luteum
Sangat sulit dibedakan dengan kehamilan tuba, namun rupture korpus luteum
sangat jarang ditemukan.10
3.1.8 Pemeriksaan penunjang
1. Tes kehamilan
Yang dimaksud tes kehamilan dalam hal ini ialah reaksi imunologik untuk
mengetahui ada atau tidaknya hormone human chorionic gonadotropin (hCG) dalam
air kemih. Jaringan trofoblas kehamilan ektopik menghasilkan hCG dalam kadar

21
yang lebih rendah dari pada kehamilan intra uterin normal, oleh sebab itu dibutuhkan
tes yang mempunyai sensitifitas yang tinggi. Apabila tes hCG mempunyai nilai
sensitifitas 25iu/l, maka 90-100% kehamilan ektopik akan memberi hasil yang positif.
Tes kehamilan dengan anti bodi monoclonal mempunyai nilai sensitifitas 50mIU/ml
dan dalam penelitian di laporkan 90-96% kehamilan ektopik memberikan hasil yang
positif.. Satu hal yang perlu diingat ialah faktor sensifitas tersebut dipengaruhi oleh
berat jenis air kemih yang diperiksa. Yang penting lagi ialah bahwa tes kehamilan
tidak dapat membedakan kehamilan intauterin dengan kehamilan ektopik. Jika
kehamilan positif dapat menyingkirkan diagnosa banding berupa tumor dan infeksi.
Akan tetapi, jika tes negatif tidak menyingkirkan kemungkinan kehamilan ektopik
terganggu karena kematian hasil konsepsi dan degenerasi trofoblas menyebabkan
produksi hCG menurun dan menyebabkan tes negatif.4
2. Kuldosentesis
Kuldosintesis adalah suatu cara pemeriksaan untuk mengetahui apakah dalam
cavum Douglas ada darah atau cairan lain. Cara ini amat berguna dalam membantu
membuat diagnosis pasti kehamilan ektopik terganggu. Adapun tekniknya adalah
sebagai berikut:
1. Penderita dibaringkan dalam posisi litotomi.
2. Vulva dan vagina dibersihkan dengan antiseptic.
3. Spekulum dipasang dan bibir belakang portio dijepit dengan cunam serviks
kemudian dilakukan traksi kedepan sehingga forniks posterior tampak.
4. Jarum spinal nomor 18 ditusukkan kedalam cavum douglass dan dengan
semprit 10ml dilakukan pengisapan.
Bila pada aspirasi ditemukan darah, maka isinya disemprotkan pada kain kasa
dan diperhatikan warna darah apa yang dikeluarkan. [4] Interpretasi hasil dikatakan
positif (KET) bila dikeluarkan darah berwarna coklat atau hitam yang tidak
membeku. Dikatakan negatif bila cairan yang diaspirasi berwarna jernih yang
mungkin berasal dari cairan peritoneum normal atau kista ovarium yang pecah, atau
nanah yang mungkin berasal dari penyakit radang panggul atau radang apendiks yang
pecah, atau darah segar berwarna merah yang beberapa menit akan membekuyang
berasal dari arteri atau vena yang tertusuk, atau nondiagnostik apabila pada aspirasi
tidak berhasil dikeluarkan darah atau cairan lain.

22
3. Ultrasonografi
Aspek yang terpenting dalam penggunaan ultrasonografi pada penderita yang
diduga mengalami kehamilan ektopik ialah evaluasi uterin. Atas dasar pertimbangan
bahwa kemungkinan kehamilan ektopik yang terjadi bersama-sama kehamilan intra
uterin adalah 1:30.000 kasus, maka pada segi praktis dapat dikatakan bahwa apabila
dalam pemeriksaan ultrasonografi ditemukan kantung gistasi intrauterine,
kemungkinan kehamilan ektopik dapat disingkirkan. Kesalahan dignostik dapat
terjadi jika dalam cavum uterus ditemukan kantung gestasi palsu(pseudosac).
Beberapa faktor ditemukannya pseudosac terdapatnya darah dalam cavum uterus;
dicidual lining pada uteru; poliferasi endometrium yang amat tebal dan oedem pada
wanita yang tidak hamil. Sebaliknya bila tidak ditemukan cavum gestasi uterus,
mungkin tampak suatu gambaran daerah ekhogenik dalam cavum uterus yang dapat
berasal dari trofoblas pada abortus incomplit atau desidua pada kehamilan ektopik.
Setelah selesai melakukan evaluasi uterus langkah berikutnya adalah
melakukan evaluasi adneksa. Diagnosis pasti kehamilan ektopik melalui
pemeriksaan ultrasonografi ialah apabila ditemukan kantung gestasi diluar uterus
yang didalamnya tampak denyut jantung janin. Hal ini hanya terdapat pada 5%
kasus kehamilan ektopik. Kalaupun demikian, hasil ini masih harus diyakinkan lagi
bahwa ini bukan berasal dari kehamilan intrauterine pada kasus uteris bikornis.
Apabila suatu masa pada rongga pelvis diluar cavum uterus dicurigi sebagai
kehamilan ektopik, masa tersebut harus dibedakan dengan corpus luteum, kista
endometriosis, dan hidro salping. Cavum luteum berdinding tipis, berdiameter 2-3cm,
dan jarang melebihi 6-8cm. kista endometriosis berdinding tipis, didalamnya terdapat
echointernal. Hidrosalping akan berbentuk tubulus. Apabila terdapat keraguan atas
masa tersebut, harus dilakukan laparoskopi diagnostic dengan persiapan laparotomi.
Pada kehamilan ektopik terganggu sering tidak ditemukan kantung gestasi
ektopik. Gambaran yang tampak ialah cairan bebas dalam rongga peritoneum
terutama di cavus doblas. Tidak jarang dijumpai hematokel pelvic yang dalam
gambar ultrasonografi akan tampak sebagai suatu masa ekhogenik di adneksa yang
dikelilingi daerah kistik (sonolusen) dengan batas tepi yang tidak tegas.3

23
Gambar 1.1 Ultrasonografi pada KET
4. Laparaskopi
Hanya digunakan sebagai alat bantu diagnostic terakhir untuk kehamilan
ektopik, apabila hasil peilaian prosedur diagnostik yang lain meragukan. Melaui
prosedur laparaskopi, alat kandungan bagian dalam dapat dinilai. Secara sistematik
dinilai keadaan uterus, ovarium, tuba, cavum Douglas dan ligamentum latum. Namun
adanya darah dalam rongga pelvis mungkn mempersulit visualisasi alat kandungan,
tetaqpi hal ini menjadi indikasi untuk dilakukan laparatomi.4

3.1.9 Penatalaksanaan
Dalam menangani kasus kehamilan ektopik, beberapa hal harus
diperlihatkan dan dipertimbangkan yaitu: kondisi penderita saat itu, keinginan
penderita akan fungsi reproduksinya, lokasi kehamilan ektopik, kondisi anatomic
organ pelvis, kemampuan tenik bedah dokter operator, dan kemampuan teknologi
fertilisasi invitro setempat. Hasil pertimbangan ini menentukan apakah perlu
dilakukan salpingektomi pada kehamilan tuba atau dapat dilakukan pembedahan
konservatif dalam arti hanya dilakukan salpingektomi atau reanastomosis tuba.
Salpingektomi dapat dilakukan dalam beberapa kondisi, yaitu:
a. Kondisi penderita buruk, misalnya dalam keadaan syok.
b. Kondisi tuba buruk, terdapat )arrngan parut yang tinggi risikonya akan
kehamilan ektopik berulang.

24
c. Penderita menyadari kondisi fertilitasnya dan mengingini fertilisasi invitro,
maka dalam hal ini salpingektomi mengurangi risiko kehamilan ektopik pada
prosedur fertilisasi invitro.
d. Penderita tidak ingin mempunyai anak lagi.

Apabila tindakan konservatif dipikirkan, maka harus dipertimbangkan:


a. Kondisi tuba yang mengalami kehamilan ektopik, yaitu berapa panjang bagian
yang rusak dan berapa panjang bagian yang masih sehat, berapa luas
mesosalping yang rusak, dan berapa luas pembuluh darah tuba yang rusak.
b. Kemampuan operator akan teknik bedah mikro dan kelengkapan alatnya, oleh
karena pelaksanaan teknik pembedahan harus sama seperti pelaksanaan bedah
mikro

Teknik Salpingektomi
1. Setelah peritoneum dibuka dan tuba yang sakit telah diidentifikasi, maka tuba
dipegang dengan ibu jari dan jari telunjuk, kemudian diangkat keatas agar
pembuluh-pembuluh darah tuba di daerah mesosalping menjadi jelas.
2. Mesosalping dijepit dengan 2 buah klem Kelly mulai dari arah bagian fimbria
tuba, sedekat mungkin dengan tuba, untuk menghindari perusakan pembuluh
darah yang ke ovarium.
3. Mesosalping diantara kedua klem digunting atau disayat denganpisau. Klem
pertama disisi tuba dibiarkan tetap menjepit untuk mencegah perdarahan balik
dan mempermudah mengangkat tuba. Jaringan disisi klem kedua diikat
dengan jahitan cat-gut cromik.
4. Prosedur tersebut diulangi menyusuri tuba sampai di daerah tuba memasuki
kornu uterus.
5. Operator mengangkat tuba sedemikian rupa sehingga insersi tuba di daerah
kornu uterus tampak jelas. Dilakukan jahitan matras ke dalam otot uterus di
bawah insersi tuba. Jahitan ini dibiarkan lepas, tidak diikat dulu.
6. Tuba dipotong di daerah insersinya dalam sayatan biji. Jahitan matras diikat
dan perdarahan akan berhenti.
7. Tunggul-tunggul ikatan pada mesosalping dibenangkan dalam lipatan
peritoneum dengan menggunakan jahitan satu persatu atau delujur.

25
8. Ligamentum rotundum didekatkan ke kornu dan dijahitkan ke dinding
belakang uterus, sehingga menutupi daerah luka operasi tuba.
9. Keuntungan reseksi tuba di daerah kornu adalah mengurangi sisa tuba,
sehingga mencegah kemungkinan kehamilan di daerah itu. Kerugiannya
adalah menimbulkan titik lemah di uterus yang dapat menjadi factor
predisposisi ruptura uteri pada kehamilan berikutnya.
Teknik konservasi tuba
14. Salpingostomi
Teknik ini dilakukan pada kehamilan di ampula dan di infundibulum.
a. Insisi iongitudinal dilakukan di permukaan kantung kehamilan ektopik di sisi
tuba yang berlawanan dengan mesosalping. Insisi dapat dilakukan dengan
pisau, atau lebih baik menggunakan kaurer atau laser yang mempunyai efek
hemostasis.
b. Hasil konsepsi dikeluarkan melalui luka insisi menggunakan klem penjepit
(grasping forceps). Jaringan nekrotik dan sisa jaringan trofoblas tidak perlu
dikeluarkan semuanya, karena akan menyebabkan perdarahan yang bila tidak
teratasi harus dilakukan salpingektomi. Ada yang menganjurkan penyuntikan
Iarutan pitresin encer sepanjang sisi operasi untuk mengurangi perdarahan,
namun hal ini dikhawatirkan hanya bersifat sem/entara dan justru dapat timbul
perdarahan susulan setelah operasi selesai.
c. Luka insisi dapat dijahit atau dibiarkan tetap terbuka. Yang menganjurkan
penjahitan memberi alasan, bahwa hal ini untuk hemostasis dan mencegah
adhesi pascabedah. Yang membiarkan tetap terbuka memberi alasan, bahwa
hal ini mengurangi iskemia jaringan dan dengan demikian mengurangi
kemungkinan adhesi. Lagi pula pada kehamilan ampula sebenarnya hasii
konsepsi tidak terletak di dalam lumen tuba melainkan di dalam dinding tuba,
oleh sebab itu penjahitan tidak diperlukan untuk menjamin patensi tuba.
d. Khusus pada kehamilan infundibulum, untuk mengeluarkan hasil konsepsi
dapat diiakukan tanpa insisi melainkan dengan teknik pengurutan (milking),
yaitu tuba dipegang di daerah proksimal, kemudian diurut ke arah ostium
abdominalis sampai hasil konsepsi dikeluarkan. Teknik ini pada kehamilan di

26
ampula, menyebabkan angka kehamilan ektopik beruiang meningkat, karena
hasil konsepsi terletak di dalam dinding tuba, bukan di dalam lumen tuba,
sehingga pengurutan berakibat pasasi yang salah dan menimbulkan jaringan
parut dan stenosis.

Reanastomosis tuba
Teknik ini dilakukan pada kehamilan di ismus. Berbeda dengan kehamilan di
ampula dan di infundibulum, pada kehamilan di ismus kehamilan mencapai lumen
tuba, sehingga patensi tuba pasca salpingostomi tuba tidak memuaskan. Selain itu
perdarahan yang terjadi juga lebih banyak. Tindakan yang dilakukan ialah
salpingektomi parsialis, kemudian diiakukan reanastomosis tuba. Permasalahannya
ialah apakah reanastomosis dilakukan pada saat setelah salpingektomi atau ditunda
beberapa waktu kemudian. Pada umumnya reanastomosis tuba ditunda untuk
beberapa waktu, menunggu sampai jaringan tuba tidak edem lagi dan lebih mudah
diidentifikasi, serta menganjurkan kepada penderita untuk menggunakan kontrasepsi
sampai reanastomosis dilakukan, mengingat kehamilan ektopik dapat terjadi lagi di
segmen distal tuba yang tidak diangkat.

Pada kasus kehamilan ektopik di pars ampularis tuba yang belum pecah
ditangani dengan menggunakan kemoterapi untuk menghindari tindakan
pembedahan. Kriteria kasus yang diobati dengan cara ini adalah : 1) kehamilan di
pars ampularis tuba belum pecah; 2) diameter kantong gestasi 4 cm; 3) perdarahan
dalam rongga perut kurang dari 100 ml; 4) tanda vital baik dan stabil. Obat yang
digunakan ialah metrotreksat 1 mg/kg I.V dan factor sitrovorum 0,1 mg/kg I.M.

27
berselang-seling setiap hari selama 8 hari. Dari seluruh 6 kasus yang diobati, satu
kasus dilakukan salpingektomi pada hari ke-12 karena gejala abdomen akut,
sedangkan 5 kasus berhasil diobati dengan baik.1,4,9

3.1.10 Prognosis
Sepertiga dari wanita yang pernah mengalami kehamilan ektopik, untuk
selanjutnya dapat hamil lagi. Kehamilan ektopik bisa terjadi kembali pada sepertiga
wanita dan beberapa wanita tidak hamil lagi. Kemungkinan wanita dapat berhasil
hamil, tergantung dari: faktor usia, apakah sudah memiliki anak dan mengapa
kehamilan ektopik pertama terjadi. Sedangkan tingkat kematian akibat kehamilan
ektopik telah terjadi penurunan dalam 30 tahun terakhir menjadi kurang dari 0,1%.12
Angka kematian ibu yang disebabkan oleh kehamilan ektopik terganggu turun
sejalan dengan ditegakkannya diagnosis dini dan persediaan darah yang cukup.
Kehamilan ektopik terganggu yang berlokasi di tuba pada umumnya bersifat bilateral.
Sebagian ibu menjadi steril (tidak dapat mempunyai keturunan) setelah mengalami
keadaan tersebut diatas, namun dapat juga mengalami kehamilan ektopik terganggu
lagi pada tuba yang lain.2
Ibu yang pernah mengalami kehamilan ektopik terganggu, mempunyai resiko
10% untuk terjadinya kehamilan ektopik terganggu berulang. Ibu yang sudah
mengalami kehamilan ektopik terganggu sebanyak dua kali terdapat kemungkinan
50% mengalami kehamilan ektopik terganggu berulang.13
Ruptur dengan perdarahan intraabdominal dapat mempengaruhi fertilitas
wanita. Dalam kasus-kasus kehamilan ektopik terganggu terdapat 50-60%
kemungkinan wanita steril. Dari sebanyak itu yang menjadi hamil kurang lebih 10%
mengalami kehamilan ektopik berulang.14

28
BAB IV
PEMBAHASAN

Dari uraian kasus diatas didapatkan permasalahan sebagai berikut:


1. Apakah diagnosa pasien ini sudah tepat?
2. Apakah faktor penyebab atau predisposisi pada pasien ini?
3. Apakah penatalaksanaan pasien sudah tepat?
4. Bagaimana kompetensi dokter umum dalam menangani kasus ini?

1.1 Apakah diagnosa pada pasien ini sudah tepat?


Diagnosis masuk pada pasien ini adalah G5P2A2H2 hamil 7 8 minggu
dengan akut abdomen suspect kehamian ektopik terganggu dd torsio kista, dd abortus
imminens, dd ruptur kista. Penegakan diagnosis pada pasien ini berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
Berdasarkan anamnesis pada KET, perlu ditemukan adanya gambaran klinis
seperti nyeri abdomen, riwayat terlambat haid dan perdarahan pervaginam. Pada
anamnesis pasien kasus ini didapatkan keluhan pasien adalah nyeri perut kiri bawah
yang semakin bertambah hebat dalam 3 hari, riwayat keluar bercak perdarahan
berupa flek kecokelatan dalam 2 bulan terakhir namun tidak dijelaskan adanya
riwayat terlambat haid pada pasien. Pada KET, riwayat terlambat haid berguna dalam
menentukan apakah pasien dalam kondisi hamil. Pasien ini mengatakan bahwa pasien
tidak pernah menduga bahwa dirinya hamil karena pasien menggunakan pil KB dan
memiliki riwayat lupa minum pil. Sebelumnya di RSUD Petala Bumi pasien sudah
dilakukan pemeriksaan plano test dengan hasil positif dan dilakukan USG dengan
hasil terdapat cairan bebas dengan kemungkinan kehamilan di luar rahim. Keterangan
tersebut dapat mendukung diagnosis KET.
Selanjutnya, pada pemeriksaan fisik harus dapat dibuktikan bahwa pasien
memang sedang hamil dan disertai adanya tanda-tanda akut abdomen akibat

29
perdarahan pada KET, sehingga pada pemeriksaan pasien ini difokuskan pada
pemeriksaan tanda-tanda vital, pemeriksaan abdomen dan pemeriksaan ginekologis
panggul. Akibat perdarahan pada kasus KET, tanda-tanda syok seperti hipotensi dan
takikardi dapat timbul tergantung pada derajat perdarahan. Pada perdarahan kelas I
(<750 cc), gejala klinis umumnya tidak terlihat. Tidak terjadi perubahan-perubahan
dalam tekanan darah, tekanan nadi atau frekuensi pernafasan. Pada perdarahan kelas
II (750-1500 cc), terjadi perubahan seperti takikardi, takipnea namun tekanan darah
masih dalam batas normal. Pada perdarahan kelas III (1500-2000 cc), takikardia dan
takipnea lebih nyata dan terjadi penurunan tekanan darah dan status mental. Pada
perdarahan kelas IV (>2000 cc), gejala klinis pasien semakin memburuk ditandai
dengan penurunan tekanan darah, bradikardia, takipnea serta penurunan kesadaran.15
Dari pemeriksaan fisik kasus di atas, didapatkan keadaan umum pasien tampak
sakit sedang, kesadaran komposmentis. Tanda vital pada pasien dalam batas normal
yaitu tekanan darah 100/80 mmHg, nadi 96 kali permenit, suhu 36,7 C dan nafas 20
kali permenit. Selain itu didapatkan konjungtiva tidak anemis, akral dingin dan CRT
> 2 detik. Berdasarkan kumpulan data tersebut dapat disimpulkan pasien mengalami
perdarahan kelas I dan belum memasuki keadaan syok. Hal ini dapat dikarenakan
pasien mengalami perdarahan yang tidak begitu banyak dan masih dapat
dikompensasi tubuh serta pasien cepat dirujuk ke rumah sakit.
Pada pasien KET umumnya akan dijumpai tanda-tanda akut abdomen akibat
rangsangan peritoneum seperti adanya nyeri tekan, nyeri lepas (rebound tenderness)
dan defans muskuler. Pada pemeriksaan fisik pasien di atas, didapatkan tanda-tanda
akut abdomen seperti nyeri tekan positif dan nyeri lepas positif pada regio supra
pubik kiri. Kekurangan kasus ini tidak mencantumkan adanya defans muskuler yang
menandakan adanya rangsangan peritoneum.
Pada pemeriksaan ginekologis KET biasanya akan dijumpai tanda-tanda
kehamilan, nyeri goyang pada portio dan kavum Douglas menonjol dan nyeri pada
perabaan oleh karena terisi darah. Pada pemeriksaan ginekologis pasien di atas
didapatkan TFU belum teraba, DJJ tidak dapat dievaluasi, portio livid, OUE
membuka, fluksus (+), fluor (-),valsava (-), kavum douglas kesan menonjol.
Pemeriksaan dalam didapatkan korpus uterus membesar, antefleksi, portio kenyal

30
pembukaan 1 cm, nyeri goyang portio (+), kavum douglasi teraba menonjol. Tanda
kehamilan pada pasien ini berupa portio livid namun perabaannya kenyal. Hal ini
kurang sesuai karena pada pemeriksaan dalam wanita hamil normalnya portio
memiliki konsistensi yang lunak.
Pada pasien telah dilakukan pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan
kehamilan berupa plano test dengan hasil positif. Selain itu di rumah sakit perujuk
dilakukan pemeriksaan USG yang menyatakan adanya cairan bebas dan diduga hamil
di luar kandungan. Sebagai suatu rumah sakit rujukan, sudah selayaknya diagnosa
kasus KET diperkuat dengan pemeriksaan penunjang USG untuk konfirmasi hasil
pemeriksaan USG yang telah dilakukan perujuk. Hal ini tidak dilakukan terkait
dengan kebijakan RS, namun begitu hasil USG yang telah dilakukan seorang dokter
Sp. OG di RS perujuk dapat dipertimbangkan yang mendapatkan gambaran cairan
bebas di kavum Douglas dan gambaran suatu suspek KET. Namun begitu,
berdasarkan kepustakaan, pemeriksaan USG hanya bisa memastikan suatu KET jika
ditemukan kantong gestasi diluar uterus yang didalamnya tampak denyut jantung
janin, selain itu pemeriksaan USG tidak mempunyai keakuratan 100%.
Kuldosintesis adalah suatu cara pemeriksaan untuk mengetahui apakah dalam
kavum Douglas terdapat darah sehingga berguna dalam membantu menegakkan
diagnosis KET. Hasil pemeriksaan kuldosintesis dapat mendukung diagnosis KET
bila pada aspirasi terdapat darah berwarna merah kehitaman yang tidak membeku
serta terdapat halo Sign yang (+) pada kasa penampung. Pada pasien telah dilakukan
pemeriksaan kuldosintesis dengan hasil terdapat halo sign (+) sehingga pemeriksaan
tersebut mendukung diagnosis masuk.

1.2 Faktor penyebab atau predisposisi pada pasien ini?


Faktor penyebab atau predisposisi KET dapat berupa faktor tuba, faktor
abnormalitas zigot, faktor ovarium, faktor hormonal dan faktor lain seperti pemakaian
IUD. Adanya peradangan atau infeksi pada tuba menyebabkan lumen tuba
menyempit atau buntu sehingga blastocyst terhambat dan melakukan nidasi pada
dinding tuba. Pada akseptor pil KB yang hanya mengandung progesteron dapat

31
mengakibatkan gerakan tuba melambat. Apabila terjadi pembuahan dapat
menyebabkan terjadinya kehamilan ektopik.
Pada pasien ini didapatkan adanya riwayat keputihan dan riwayat konsumsi pil
KB sehingga hal ini dapat menjadi faktor resiko pasien mengalami KET. Namun pada
kasus tidak dijelaskan apa jenis pil KB yang dikonsumsi dan berapa lama pasien
mengkonsumsinya. Perlu disadari bahwa bila hanya berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisik saja, kemungkinan penyebab KET sulit diketahui secara pasti,
meskipun dapat diduga secara teoritis, kemungkinan penyebabnya adalah penyakit
infeksi panggul (pasien memiliki riwayat keputihan), yang keadaan infeksi ini bisa
menyebabkan terjadinya gangguan pada fungsi tuba. Selain itu perlu pula ditanyakan
pada pasien untuk faktor risiko lain seperti seperti adakah riwayat infeksi alat kelamin
lainnya, adakah riwayat pemakaian obat penyubur rahim, atau adakah riwayat
merokok.

4.3 Apakah penatalaksanaan pasien sudah tepat?


Penilaian tanda-tanda vital awal pada pasien dengan KET menentukan
penatalaksanaan sesuai yang akan diberikan. Pasien dengan gangguan hemodinamik
dan masuk dalam keadaan presyok perlu mendapatkan resusitasi yang adekuat.
Apabila didapatkan tanda-tanda perdarahan yang banyak atau didapatkan kondisi
hipotensi dan takikardi serta terlebih bila ditemukan penurunan kesadaran, maka
perlu dilakukan resusitasi cairan terlebih dahulu. Pada pasien ini penatalaksanaan
awal yang dilakukan sudah tepat yaitu dengan melakukan observasi KU, tanda vital,
tanda perburukan, syok per 15 menit. Hal ini dikarenakan pasien belum mengalami
gangguan hemodinamik seperti syok.
Laparotomi harus segera dilakukan sesegera mungkin dengan tujuan
menghentikan sumber perdarahan yang terjadi pada tuba di dalam rongga perut,
sambil menunggu datangnya darah. Pada pasien ini sikap yang dilakukan sudah benar
yaitu laparotomi darurat (cito) dengan tujuan untuk segera menghentikan perdarahan.
Pada intraop dilakukan salphingektomi sinistra karena operator mengidentifikasi
adanya ruptur pada tuba sinistra pars ampularis.

32
4.3 Bagaimana kompetensi dokter umum dalam menangani kasus ini?
Berdasarkan SKDI tahun 2012, tingkat kemampuan dokter umum dalam
menangani kasus kehamilan ektopik adalah tingkat kemampuan 2, yaitu
mendiagnosis dan merujuk, serta mampu menindaklanjuti (follow up) pasien sesudah
kembali dari rujukan. Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik terhadap
kasus kehamilan ektopik dan menentukan rujukan yang paling tepat bagi penanganan
pasien selanjutnya yaitu ke Dokter Spesialis Kandungan dan Kebidanan.

33
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Diagnosis pada pasien ini sudah tepat. Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang, pasien ini didiagnosis dengan G5P2A2H2 hamil 7-
8 minggu suspect kehamilan ektopik terganggu dd torsio kista, dd abortus imminens
dd ruptur kista. Dari anamnesis didapatkan trias KET yaitu nyeri hebat di perut kiri
bawah, perdarahan dari kemaluan, dan pasien dalam kondisi hamil serta didukung
dengan hasil pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
Pada pasien ini, faktor predisposisi terjadinya KET yaitu pasien memiliki
riwayat keputihan dan riwayat penggunaan pil kontrasepsi. Dari anamnesis dan
pemeriksaan fisik penyebab KET pada pasien ini sulit diketahui secara pasti.
Penatalaksanaan pada pasien ini sudah tepat. Penatalaksanaan awal pada pasien
ini yaitu dengan observasi KU, tanda vital, perburukan dan syok per 15 menit, dan
penatalaksanaan selanjutnya yaitu dilakukan laparatomi darurat (cito) untuk
menghentikan sumber perdarahan. Pada pasien ini dilakukan salphingektomi sinistra
karena operator mengidentifikasi adanya ruptur pada tuba sinistra pars ampularis.
Tingkat kemampuan dokter umum dalam menangani kasus kehamilan ektopik
adalah tingkat kemampuan 2, yaitu mendiagnosis dan merujuk.

5.2 Saran
Sebaiknya dilakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk mengetahui penyebab
KET pada pasien ini agar dapat dilakukan penatalaksanaan yang lebih baik. Selain
itu, dipelajari lebih lanjut mengenai penyakit lain pada pasien ini, apakah
berhubungan dengan kejadian KET. Selain itu peningkatan kompetensi/keterampilan
dokter umum juga diperlukan seperti mengenal gejela klinis pada kehamilan ektopik
melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang sederhana
berupa pemeriksaan kehamilan, USG dan kuldosintesis.

34
DAFTAR PUSTAKA

1. Pedoman Diagnosis dan Terapi SMF Ilmu Kebidanan dan Penyakit


Kandungan. Edisi III. Rumah Sakit Umum Dokter Soetomo Surabaya. 2008

2. Saifuddin AB, Rachimhadhi T, Wikjosastro H, editors. Ilmu Kebidanan, 3 rd ed.


Jakarta: BIna Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2006. p. 31-44, 323-38

3. Boston University. Female Genital Anatomy. [update: Nov 26, 2002].


Available at
http:www.bumc.bu.edu/sexualmedicine/physicianinformation/female-genital-
anatomy/

4. Wiknjosastrro H, Saifuddin AB, Rachimhadhi T, editors. Ilmu Bedah


Kebidanan, 8th ed. Jakarta: Bina Pustaka Sarwono Prawirahardjo;2010. p. 200-
203, 204-5

5. BMJ. BMJ best practices. 4 Aug 2014. Available at


http://bestpractice.bmj.com/bestpractice/monograph/174/basics/pathophysiol
ogy.html

6. Rustam. Sinopsis Obstetri, Jilid I. Jakarta: EGC; 1998. p. 226-95

7. Moechtar R. Sinopsis Obstetri, Obstetri Fisiologis dan Obstetri Patologi 2 nd


ed. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 1998

8. Wiknjosastro, H. Ilmu Kandungan. Jakarta: Bina Pustaka Sarwono


Prawirohardjo;2009. p. 72-5

9. WebMD. Ectopic Pregnancy, [update: May 21 2009]. Available at


http://www.webmd.com/baby/tc/ectopic-pregnancy-topic-overview?page=2
Accessed on 8 May 2013

10. Manuaba IBG. Pengantar Kuliah Obstetric.Jakarta: ECG, 2007. p. 716

11. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. 2002.
Kehamilan Ektopik. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo. Jakarta.

12. Prawiro, Sarwono. Ilmu Bedah Kebidanan. PT Bina Pustaka, Jakarta;2007

13. Schwart SI, Shires TS. Kehamilan Ektopik. Dalam: Intisari Prinsip-Prinsip
Ilmu Bedah. Edisi VI. Editor: Spencer FC. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC. 2000; 599-06

35
14. Standar Tatalaksana Medis Rumah Sakit fatmawati. Kehamilan
Ektopik Terganggu Jakarta;2002

15. American College of Surgeons Committee on Trauma. Advanced trauma life


support for doctors: Student course manual. 8th ed. Chicago: American
College of Surgeons; 2004.

36

Anda mungkin juga menyukai