RINGKASAN DISERTASI
untuk memperoleh
Derajat Doktor dalam Ilmu Kedokteran dan Kesehatan pada
Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada-Yogyakarta
Oleh:
SUPRIYANTORO
09/302532/SKU/00348
PROGRAM DOKTOR
ILMU KEDOKTERAN DAN KESEHATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2014
Disertasi untuk memperoleh
Derajat Doktor dalam Ilmu Kedokteran dan Kesehatan
pada
Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada-Yogyakarta
Promotor :
Prof. dr. Ali Ghufron Mukti, M.Sc., PhD
Co promotor :
Prof. dr. Hari Kusnanto. SU, Dr.PH
Dewan Penguji :
Prof. Dr. dr. Teguh Aryandono, Sp.B(K). Onk.
Prof. dr. Ali Ghufron Mukti, M.Sc., PhD
Prof. dr. Hari Kusnanto. SU, Dr.PH
Prof. dr. Mohammad Hakimi, SpOG(K)., Ph.D
Dr. Fitri Haryanti, SKp., M.Kes
Prof. dr. Budi Mulyono, MM., Sp.PK(K)
Prof. dr. Laksono Trisnantoro, M.Sc., Ph.D
Dra. RA. Yayi Suryo Prabandari, M.Si., Ph.D
Prof. Budi Hidayat, SKM., MPPM., Ph.D
Oleh:
Supriyantoro
Nopember 2014
PROMOSI DOKTOR
iii
PRAKATA
Puji syukur dipanjatkan kehadirat Allah swt atas segala limpahan rahmat,
nikmat dan karuniaNya yang tiada tara, sehingga penulis dapat menyelesaikan
penelitian dan penyusunan disertasi ini.
Penelitian ini dilakukan seiring dengan di berlakukannya Sistem Jaminan
Sosial Nasional di bidang Kesehatan sejak 1 januari 2014, yang antara lain
mewajibkan seluruh Jaminan Kesehatan Daerah secara bertahap , harus
terintegrasi ke dalam satu sistem Jaminan Kesehatan Nasional. Namun karena
dalam perkembangannya program jaminan kesehatan yang selama ini
diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah, telah berkembang dengan pelbagai
variasi, serta dihadapkan pada kapasitas fiskal daerah yang kemampuannya juga
bervariasi, maka diperlukan suatu formulasi kebijakan yang di satu sisi harus
sesuai dengan amanat UU SJSN 40/2014 dan UU BPJS 24/2011, namun disisi
lain juga harus mengakomodasi kewenangan daerah dalam kerangka otonomi
daerah melalui desentralisasi.
Penelitian dan penulisan disertasi ini tidak akan dapat diselesaikan, tanpa
dukungan dari pelbagai pihak. Oleh karena Itu, dalam kesempatan ini, ijinkan
penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang tinggi kepada yang
saya hormati:
1. Prof. dr. Ali Ghufron Mukti, M.Sc., Ph,D, selaku promoter utama yang
telah memberikan bimbingan, nasehat, petunjuk, dorongan moril dan
semangat, serta memberikan akses maupun referensi yang sangat berguna
dalam melaksanakan penelitian serta menyelesaikan penyusunan disertasi
ini.
2. Prof. dr. Hari Kusnanto. SU., Dr.PH, selaku co promotor yang telah
memberikan bimbingan, nasehat, petunjuk, dorongan moril dan semangat,
serta memberikan referensi yang sangat berguna dalam melaksanakan
penelitian serta menyelesaikan penyusunan disertasi ini.
3. Prof. Dr. dr. Teguh Aryandono, Sp.B(K). Onk, selaku Ketua Tim Penguji,
yang telah memberikan kesempatan, bimbingan, arahan dan koreksi
selama berlangsungnya ujian , sehingga penulis dapat lebih
menyempurnakan penyusunan disertasi ini.
4. Prof. dr. Mohammad Hakimi, SpOG(K)., Ph.D, selaku Ketua Tim Penilai
dan Tim Penguji yang telah memberikan bimbingan, koreksi, referensi
serta memimpin tim penilai sehingga penulis memperoleh kesempatan
untuk meneruskan tahapan dalam proses penyusunan disertasi ini dapat
diselesaikan.
5. Prof. dr. Budi Mulyono, Sp.PK(K), selaku Tim Penilai dan Tim Penguji
yang telah melakukan penilaian terhadap kelayakan disertasi ini dan
memberikan koreksi serta saran dalam proses perbaikan disertasi ini.
6. Dr. Fitri Haryanti, SKp., M.Kes, selaku Tim Penilai dan Tim Penguji
yang telah melakukan penilaian terhadap kelayakan disertasi ini dan
memberikan koreksi serta saran untuk perbaikan disertasi ini.
iv
7. Prof. dr. Laksono Trisnantoro, M.Sc., Ph.D, selaku Tim Penguji yang
telah memberikan masukan dan koreksi selama proses ujian guna
perbaikan dan penyempurnaan disertasi ini.
8. Prof. Budi Hidayat, SKM., MPPM., Ph.D, selaku Tim Penguji yang
telah memberikan masukan dan koreksi selama proses ujian guna
perbaikan dan penyempurnaan disertasi ini.
9. Dra. RA. Yayi Suryo Prabandari, M.Si., Ph.D, selaku Tim Penguji yang
telah memberikan masukan dan koreksi selama proses ujian guna
perbaikan dan penyempurnaan disertasi ini.
10. Prof. dr. Sofia Mubarika, M.Med.Sc, PhD, selaku Ketua pengelola
program S3 FK-UGM, yang telah banyak memberikan petunjuk, arahan ,
koreksi serta dukungan moril, sehingga penulis mampu melaksanakan
penelitian dan menyusun disertasi ini hingga dapat diselesaikan.
11. Dr. Med. dr. Indwiani Astuti dan seluruh staf pengelola program S3 FK-
UGM, yang telah banyak memberikan dukungan adminsitrasi,
komunikasi dan informasi pelbagai persyaratan dan kelengkapan dalam
mempersiapkan disertasi ini, termasuk juga pada penyiapan sarana
prasarana dalam setiap tahapan proses pendidikan ini.
12. Almarhumah dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH, DR. PH dan dr.
Nafsiah Mboi, SpA, MPH, selaku Menteri Kesehatan RI pada saat itu,
beserta seluruh pejabat terkait di Kemenkes RI (khususnya Wamenkes
dan para pejabat Eselon 1-4) yang telah mengijinkan penelitian dan
pengambilan data , serta memberikan dukunagan moril selama penulis
melaksanakan tugas di Kemenkes RI, sehingga mampu menyelesaikan
disertasi ini.
13. Para Gubernur, Bupati/Walikota dan para Kadinkes Provinsi/
Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia, yang telah mendukung ketersediaan
data dan pelbagai informasi khususnya dalam pelaksanaan Jamkesda di
daerah masing masing sehingga sangat bermanfaat bagi penulis dalam
menyelesaikan penelitian ini.
14. Semua institusi antara lain pimpinan/anggota/staf DJSN dan BPJS, yang
telah memberikan dukungan dan kelengkapan data serta serta pelbagai
informasi guna penyusunan hasil penelitian serta disertasi ini.
15. Redaksi Bulletin Penelitian Sistem Kesehatan dan Redaksi Jurnal Ekologi
Kesehatan, dan secara khusus kepada Prof.dr. Agus Suwandono, MPH,
Dr.PH, Dr.Dede Anwar Musadad, SKM, Drg. Agus Suprapto, M.Kes,
yang telah mendukung dan memberi kesempatan mempublikasikan hasil
penelitian ini di bulletin dan jurnal tersebut.
16. Dr. dr. Harimat Hendarwan, MKes, Dr. dr. Yout Savithri MARS dan Tb.
Adi Satria, SE, ME beserta tim pendukungnya, yang telah banyak
membantu dalam proses pengumpulan data dari seluruh Indonesia serta
proses administrasinya sehingga pelaksanaan penelitian dan penyusunan
disertasi ini dapat diselesaikan.
17. Almarhum Ayahanda R.Suratto, Ibunda Ny. R. Indarsih yang telah
membesarkan ,mendidik,membiayai, memberikan doa restu serta banyak
v
hal lainnya yang tidak bisa diuraikan satu persatu. Karena jasa beliau
yang tak ternilailah, maka sukses ini dapat tercapai.
18. Istri Ny. Lien Waspaningsih, anak-anak Deta-Bayu, Rezama-Meutia, Sesa
Shendi beserta para cucu, kakak-adik, saudara dan para sahabat/rekan/
mitra yang sangat banyak dan tidak bisa disebut satu persatu, yang telah
turut mendoakan, mendukung serta memberikan simpati serta
perhatiannya sejak awal sampai dengan terlaksananya ujian terbuka
Doktor di FK-UGM .
Penulis menyadari bahwa disertasi ini masih belum sempurna dan masih
ada kelemahan/kekurangan, oleh karena keterbatasan penulis selaku mahkluk
Allah swt baik dalam pengetahuan maupun kemampuan penulisannya. Untuk itu
penulis mohon maaf serta mengharapkan koreksi dan saran dari semua pihak,
guna perbaikan disertasi ini. Semoga hasil penelitian dalam disertasi ini dapat
bermanfaat khususnya dalam mensukseskan pelaksanaan Sistem Jaminan Sosial
Nasional Bidang Kesehatan menuju pencapaian Universal Health Coverage, serta
dapat mendorong dan mengilhami peneliti lain untuk melakukan kajian yang lebih
dalam dan spesifik.
Demikian prakata dari penulis, atas perhatian dan dukungan Bapak Ibu,
sekali lagi penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar besarnya.
Yogyakarta, November 2014
Penulis
Supriyantoro
vi
DAFTAR ISI
Abstrak ....................................................................................................... ii
Promosi Doktor ........................................................................................... iii
Prakata ......................................................................................................... iv
Daftar isi ...................................................................................................... vii
Daftar tabel .................................................................................................. ix
Daftar gambar.............................................................................................. x
Daftar singkatan .......................................................................................... xi
vii
4.5.3. Kebijakan pola sasaran penerima bantuan iuran ................. 39
4.6. Analisis perbandingan karakteristik dan kelayakan kebijakan
jamkesda di 6 provinsi terpilih ...................................................... 40
4.7. Perbandungan sistem jaminan kesehaan bebarapa negara ............ 43
4.7.1. Perbandingan jaminan kesehatan Amerika Serikat dengan
Indonesia............................................................................. 43
4.7.2. Perbandingan sistem jaminan kesehatan Filipina dengan
Indonesia............................................................................. 45
4.8. Formulasi Kebijakan integrasi Jamkesda Ke dalam JKN ............. 46
4.8.1. Dasar Penyusunan Skenario Formulasi Kebijakan ............. 47
4.8.2. Formulasi Kebijkanan Sentralisasi Dinamis ....................... 48
4.8.3. Agenda Setting penerapan model Integrasi sentralisasi
dinamis ............................................................................... 53
viii
DAFTAR TABEL
ix
DAFTAR GAMBAR
x
DAFTAR SINGKATAN
A
ADB = Asian Development Bank
AIDS = Acquired Imunodeficiency Syndrome
APBA = Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh
ASABRI = Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia
Askes = Asuransi Kesehatan
Askeskin = Asuransi Kesehatan Masyarakat Miskin
APBD = Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
APBN = Anggaran Pendapatan dan Belanja Nasional
B
Bappenas = Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
BHP = Bahan Habis Pakai
BKKBN = Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional
BPJS = Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
BPK = Badan Pemeriksa Keuangan
BPJKD = Badan Pelaksana Jaminan Kesehatan Daerah
BPKKD = Badan Pengelola Keuangan dan Kekayaan Daerah
BPS = Badan Pusat Statistik
BUK = Bina Upaya Kesehatan
BUMN = Badan Usaha Milik Negara
D
DBK = Daerah Bermasalah Kesehatan
Depkes = Departemen Kesehatan
Depnaker = Departemen Tenaga Kerja
DI = Daerah Istimewa
DKI = Daerah Khusus Ibukota
xi
DPR = Dewan Perwakilan Rakyat
DPRD = Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
DTPK = Daerah Tertinggal Perbatasan dan Kepulauan
DUKM = Dana Upaya Kesehatan Masyarakat
F
Faskes = Fasilitas Kesehatan
G
GSIS = Government Service Insurance System
H
HIV = Human Imunno Deficiency Virus
I
ICCU = Intensive Cardiac Care Unit
ICU = Intesive Care Unit
IGD = Instalasi Gawat Darurat
ILO = International Labour Organization
INA-CBGs = Indonesia Case Base Groups
IOL = Intra Ocular Lens
IT = informasi dan teknologi
J
Jamkesda = Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda).
Jamkesmas = Jaminan Kesehatan Masyarakat
Jamkesmasda = Jaminan Kesehatan Masyarakat Daerah
Jampersal = Jaminan Persalinan
Jamsoskes = Jaminan Sosial Kesehatan
xii
Jamsostek = Jaminan Sosial Tenaga Kerja
JamkesProv = Jaminan Kesehatan Provinsi
Jamkesta = Jaminan Kesehatan Semesta
Jamsosda = Jaminan Sosial Daerah
JKA = Jaminan Kesehatan Aceh
JKN = Jaminan Kesehatan Nasional
JKS = Jaminan Kesehatan Sosial
JKSS = Jaminan Kesehatan Serumpun Sebalai
JPK = Jaminan Pemeliharaan Kesehatan
JPK Gakin = Jaminan Perlindungan Kesehatan Keluarga Miskin
JPKM = Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat
JPKMM = Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat Miskin
JPS-BK = Jaring Perlindungan Sosial Bidang Kesehatan
JKBM = Jaminan Kesehatan Bali Mandara
K
KB = Keluarga Berencana
Kemenkes = Kementerian Kesehatan
Kepri = Kepulauan Riau
KfW = Kreditanststalt fur Wiederaufbau
KIA = Kesehatan Ibu dan Anak
KK = Kartu Keluarga
KKI = Konsil Kedokteran Indonesia
KLB = Kejadian Luar Biasa
KTP = Kartu Tanda Penduduk
M
Manlak = Pedoman Pelaksanaan
MDGs = Millenium Development Goals
Menaker = Menteri Tenaga Kerja
Menkes = Menteri Kesehatan
xiii
MKRI = Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia
MoU = Memorandum of Understanding
MTBS = Manajemen Terpadu Balita Sehat
N
NAPZA = Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif
NHIP = National Health Insurance of the Philippines
NHS = National Health System
NICU = Neonatal Intensive Care Unit
NTB = Nusa Tenggara Barat
O
OWWA = Overseas Workers Welfare Administration
P
PBI = Penerima Bantuan Iuran
PDB = Produk Domestik Bruto
PDT = Percepatan Daerah Tertinggal
Pemda = Pemerintah Daerah
PerBup = Peraturan Bupati
Perda = Peraturan Daerah
PerGub = Peraturan Gubernur
Perwali = Peraturan Walikota
PHB = Perum Husada Bhakti
PICU = Pediatric Intensive Care Unit
PKH = Program Keluarga Harapan
PKTK = Pemeliharaan Kesehatan Tenaga Kerja
PMS = Penyakit Menular Seksual
PNS = Pegawai Negeri Sipil
Polri = Kepolisian Republik Indonesia
xiv
PP = Peraturan Pemerintah
P2JK = Pusat Pembiayaan Jaminan Kesehatan
PPK = Pemberi Pelayanan Kesehatan
PPK BLU = Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum
PTT = Pegawai Tidak Tetap
R
RBF = Result-Based Financing
RITL = Rawat Inap Tingkat Lanjut
RJTL = Rawat Jalan Tingkat Lanjut
RJTP = Rawat Jalan Tingkat Pertama
RITP = Rawat Inap Tingkat Pertama
RPJM = Rencana Pembangunan Jamngka Menengah
RPJMD = Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah
RPJMN = Rencana Pembangunan Jangka Menengah
RS = Rumah Sakit
RSD = Rumah Sakit Daerah
RSUD = Rumah Sakit Umum Daerah
S
Sakernas = Survei Angkatan Kerja Nasional
Samisake = Satu Miliar Satu Kecamatan
Satgas = Satuan Tugas
SDM = Sumber Daya Manusia
SJKD = Sistem Jaminan Kesehatan Daerah
SJSN = Sistem Jaminan Sosial Nasional
SK = Surat Keputusan
SKB = Surat Keputusan Bersama
SKN = Sistem Kesehatan Nasional
SKPD = Satuan Kerja Pemerintah Daerah
xv
SSS = Social Security System
SKTM = Surat Keteranagan Tidak Mampu
Sumbar = Sumatera Barat
Sumsel = Sumatera Selatan
Susenas = Sensus Sosial Ekonomi Nasional
T
Taspen = Tabungan dan Asuransi Pensiun
THT = Telinga Hidung Tenggorok
TNI = Tentara Nasional Indonesia
U
UHC = Universal Health Coverage
UKP = Upaya Kesehatan Perorangan
UMP = Upah Minimum Provinsi
UP = Unit Pelaksana
UPTD = Unit Pelaksana Teknis Daerah
USG = Ultra Sono Grafi
UU = Undang-Undang
UUD 1945 = Undang-Undang Dasar 1945
W
WHO = World Health Organization
KB = Keluarga Berencana
Y
Yandas = Pelayanan Dasar
xvi
BAB I
PENDAHULUAN
Indonesia pada saat ini sedang berada dalam masa transisi menuju cakupan
pelayanan kesehatan semesta. Undang-Undang Nomor No.40 Tahun 2004 tentang Sistem
Jaminan Sosial Nasional ( UU SJSN) telah menjawab prinsip dasar UHC dengan
mewajibkan setiap penduduk memiliki akses pelayanan kesehatan komprehensif yang
dibutuhkan melalui sistem pra-upaya.
1
2
mencatat ada 352 kabupaten/kota dan 33 provinsi yang telah mengembangkan Jamkesda.
Persentase penduduk yang dijamin melalui pelbagai program perlindungan kesehatan,
sampai dengan Desember 2012 mencapai 59% dari jumlah penduduk di Indonesia
(Kemenkes RI, 2011). Dengan demikian, masih ada 41% penduduk Indonesia yang
belum memiliki jaminan kesehatan.
Kajian yang dilakukan Gani dkk. (2008) menemukan bahwa model Jamkesda
yang dikembangkan di kabupaten/kota dan provinsi sangat bervariasi. Variasi yang terjadi
meliputi berbagai aspek seperti badan pengelola, paket manfaat, manajemen kepesertaan,
pembiayaan, iuran, dan pooling of resource. Penelitian tersebut merekomendasikan
bahwa jika ditinjau dari perspektif luas dan diversitas antar wilayah Indonesia,
pengembangan Jamkesda yang bervariasi sesuai dengan karakteristik dan kemampuan
daerah memang seharusnya terjadi dalam era desentralisasi kesehatan.
Dari segi manajemen pengelolaan, di akhir tahun 2011 telah disahkan Undang-
undang No. 24 tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (UU BPJS)
untuk menjalankan amanah konstitusi UU No 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan
Sosial Nasional (SJSN). Penyelenggaraan jaminan kesehatan secara nasional
dilaksanakan oleh BPJS, seperti telah diamanatkan oleh pasal 1 ayat (1) UU BPJS yang
menyatakan bahwa BPJS adalah badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan
program jaminan sosial. Menurut Pasal 2 UU BPJS, BPJS bertugas menyelenggarakan
Sistem Jaminan Sosial Nasional berdasarkan asas kemanusiaan, manfaat, dan keadilan
sosial bagi semua rakyat Indonesia. Dalam hal ini jelas bahwa semua bentuk
penyelenggaraan Sistem Jaminan Sosial Nasional diselenggarakan secara nasional oleh
BPJS, termasuk jaminan kesehatan didalamnya. Hal ini diperkuat oleh Pasal 6 UU BPJS
yang menyatakan bahwa BPJS Kesehatan menyelenggarakan program jaminan kesehatan.
integrasi Jamkesda kedalam JKN, jaminan kesehatan tsb mencakup semua yang indikasi
medis.
Isu lainnya adalah mengenai sasaran penerima bantuan iuran. Program Jamkesda
diselenggarakan bagi masyarakat miskin dan masyarakat tidak mampu yang belum
menjadi peserta Jamkesmas. Besaran bantuan iuran, antara daerah satu dengan yang lain
menjadi sangat bervariasi. Beberapa pemerintah daerah, khususnya karena terkait dengan
janji politik, telah membuat kebijakan yang melebihi kemampuan fiskal di daerahnya.
Akibatnya, beberapa rumah sakit terutama RSUD terbebani piutang Jamkesda yang sulit
ditagih. Dalam jangka panjang kondisi ini akan berdampak pada terganggunya cash flow
rumah sakit. Pemerintah daerah secara nasional telah menambah 31,6 juta (41,4 %)
peserta program jaminan kesehatan. Besarnya jumlah tersebut dan beragamnya model
pengelolaan Jamkesda, tentu akan berdampak pada sulitnya penyeragaman besaran iuran
dan sasaran penerima bantuan iuran Jamkesda kedalam mekanisme JKN.
Di level nasional, kajian yang dilakukan Gani (2008) dalam Laporan Kajian
Sistem Pembiayaan Kesehatan di Beberapa Kabupaten Dan Kotamenemukan bahwa
model Jamkesda yang dikembangkan di kabupaten/kota dan provinsi sangat bervariasi,
tidak ada satupun daerah yang memiliki model yang sama. Variasi yang terjadi meliputi
berbagai aspek seperti badan pengelola, paket manfaat, manajemen kepesertaan,
pembiayaan, iuran, dan pooling of resource. Penelitian tersebut merekomendasikan
bahwa jika ditinjau dari perspektif luas dan diversitas antar wilayah Indonesia,
pengembangan Jamkesda yang bervariasi sesuai dengan karakteristik dan kemampuan
daerah memang seharusnya terjadi dalam era desentralisasi kesehatan. Penelitian ini
memprediksi bahwa beban manajemen akan sangat berat jika skema sistem jaminan
dilakukan sentralistis.
Berbeda dengan sudut pandang Gani (2008), penelitian ini berupaya melihat sisi
lain dari proses kebijakan pembiayaan kesehatan karena tuntutan UU BPJS adalah justru
resentralisasi pembiayaan kesehatan,dan justru Jamkesda dituntut terintegrasi ke dalam
BPJS. Dengan demikian penelitian ini akan memberikan dimensi perspektif yang berbeda
dalam memandang isu pembiayaan kesehatan terkini.
Penelitian ini menjadi berbeda karena berupaya memberikan jalan keluar agar
dalam proses integrasi Jamkesda ke JKN , disamping menjadi tanggung jawab
Pemerintah Pusat ( sentralisasi), juga secara dinamis memberikan peluang peran
Pemerintah Daerah ( Desentralisasi) sesuai dengan kewenangannya dalam rangka
otonomi daerah, khususnya dalam hal pengelolaan, paket manfaat dan cakupan PBI.
1) Model skema sistem JKN, yang mampu beradaptasi dengan karakteristik wilayah
dan kesenjangan antar wilayah Indonesia.
2) Best practices skema JKN dalam era otonomi daerah dan desentralisasi kesehatan
khususnya dari sisi manajemen pengelolaan, paket manfaat maupun penerima
bantuan iuran.
1.5.2.Manfaat Teoritis
TINJAUAN PUSTAKA
6
7
manajemen pengelolaan, paket manfaat serta bantuan iuran beserta permasalahan dan
tantangannya. Selain itu, digunakan pula untuk menilai alternatif best practices pola
pengelolaan Jamkesda yang telah berjalan serta menurut pola rencana strategis
pengelolaan Jamkesda berdasarkan perspektif pemerintah daerah (kabupaten/kota dan
provinsi) maupun berdasarkan perspektif pusat.
Banyaknya teori yang melandasi penentuan kebijakan yang tepat maka akan
menghasilkan pilihan alternatif strategi yang tidak sedikit, hal ini memerlukan ketepatan
pembuat kebijakan dalam memilih strategi yang terbaik. Menurut Abidin (2004), terdapat
beberapa kriteria yang biasa di gunakan dalam mengukur ketepatan suatu formulasi
kebijakan publik, antara lain : kelayakan politik, kelayakan ekonomi, kelayakan
keuangan/biaya, kelayakan administrasi, kelayakan teknologi, kelayakan sosial budaya,
dan kelayakan-kelayakan lain sesuai dengan kriteria yang dibuat secara khusus.
Atas dasar pilihan formulasi kebijakan yang terbaik dari alternatif yang ada, perlu
disusun hasil rekomendasi kebijakan akhir yang akan diimplementasikan kemudian oleh
pembuat kebijakan. Dunn mengemukakan 4 karakteristik yang harus dipertimbangkan
dalam menyusun suatu rekomendasi kebijakan, antara lain:
1. Action focus, rekomendasi harus memuat aksi yang diperlukan agar kondisi yang
sebaiknya terjadi dapat terwujud oleh kebijakan tersebut.Future oriented,
rekomendasi harus menjelaskan keadaan sebelum adanya kebijakan dan keadaan
yang akan terjadi sesudah ada kebijakan.
Amanat UUD
1945
SJSN
JAMKESDA JKN
POLA
Kelayakan
PENGELOLA Action focus
AN JAMKESDA ekonomi
Kelayakan politik
Future oriented
MANAJEMEN Kelayakan
PENGELOLA Fact value inter Formula si
keu/biaya
AN dependence kebijakan
Kelayakanadminis
t. Integrasi
Value duality
Kelayakan Sosbud Jamkesda
PAKET ke JKN
MANFAAT Kelayakan
William
teknologi Dunn:
kelayakan lain dgn karakteristik
Cakupan kriteria khusus. Rekomendasi
PBI Kebijakan
Dimensi Ketepatan
Kebijakan
Abidin (2004)
9
Gambar 2.2
Kerangka Konsep
(sumber: Diolah Sendiri)
2.2. Hipotesis
Atas dasar uraian kerangka pemikiran di atas, maka diambil hipotesis bahwa:
Besarnya manfaat jaminan kesehatan yang diberikan oleh daerah tergantung
kepada tinggi rendahnya tingkat kapasitas fiskal suatu daerah.
Untuk mengintegrasikan sistem Jamkesda di berbagai Provinsi kedalam JKN
adalah melalui formulasi kebijakan yang mampu mengintegrasikan sisi
manajemen pengelolaan, paket manfaat, dan pola kepesertaan penerima bantuan
iuran secara nasional dengan tetap berlandaskan pada kerangka desentralisasi.
BAB III
METODE PENELITIAN
Studi kasus dipilih karena metode ini dapat mempelajari satu unit kelompok
tertentu untuk tujuan memahami kelompok yang lebih besar. Gerring
(2007)menyebutkancase study sebagaian intensive study of a single unit for the purpose
of understanding a larger class of (similar) units. Karakteristik permasalahan jaminan
kesehatan daerah memiliki fenomena yang serupa dan kasus yang serupa antar daerah
sehingga dapat diteliti menggunakan case study.
Penelitian multi kasus ini dianggap terjalin (embedded) karena banyaknya kasus
(33 Provinsi dan 6 Provinsi terpilih) dengan unit analisis mencakup pembuat kebijakan,
pengelola dan masyarakat. Studi kasus Jamkesda di masing-masing provinsi dilakukan
dalam konteks pelaksanaan Sistem Jaminan Sosial Nasional. Masing-masing studi kasus
tersebut memberikan gambaran pelaksanaan Jamkesda Provinsi ditinjau dari sisi
manajemen pengelolaan, paket manfaat dan penerima bantuan iuran.
10
11
Gbr. 3.1.
Disain Studi Kasus Penelitian: Studi Multikasus Terjalin
(Diolah dari : Yin, 2008)
Sistem Jaminan Sosial Nasional Sistem Jaminan Sosial Nasional Sistem Jaminan Sosial Nasional
Karena luasnya dimensi penelitian ini, maka tidak dilakukan pendalaman pada
dimensi pembiayaan kesehatan secara spesifik sampai ke seluruh tingkat kabupaten/kota,
melainkan dilakukan secara lebih fokus pada aspek manajemen pengelolaan, paket
manfaat dan cakupan bantuan iuran di tingkat Provinsi.
Data yang dikumpulkan mencakup data primer dan data sekunder. Data primer
dikumpulkan melalui self administered questionnaire, pengamatan partisipatif,
wawancara, dan diskusi mendalam. Data sekunder dikumpulkan melalui studi literatur,
observasi dokumen,dan sebagainya. Kedua jenis data ini digunakan untuk bahan analisis
dan interpretasi.
Data primer dan sekunder yang digunakan dalam penelitian ini meliputi fakta
dan proses pelaksanaan kebijakan Jamkesda dimulai dari perencanaan, analisis
kebutuhan, implementasi pelayanan dan hasil yang didapat dari pelaksanaan, diantaranya
12
data tentang pemenuhan hak peserta dalam pelaksanaan program, perencanaan dari
pemerintah pusat, monitoring danevaluasi dari program yang berjalan terkait pelayanan.
Rincian data yang digunakan untuk dijadikan batasan dalam mengembangkan materi
pengamatan ketikaa melakukan observasi, wawancara dan diskusi kelompok terfokus
(focus group discussion).
Tabel 3.1
Matriks informan penelitian
Metode
No Informan pengumpulan
data
1 Tingkat pusat
Pelaku kebijakan di Kepala Pusat Pembiayaan Wawancara
1.1
kementerian kesehatan Jaminan Kesehatan mendalam/ FGD
Ketua Dewan Jaminan Sosial
Pimpinan Dewan Wawancara
1.2 Nasional
Jaminan Sosial Nasional mendalam/ FGD
(Chazali Situmorang)
Pakar dalam jaminan Direktur Operasional BPJS Wawancara
1.3
sosial mendalam
2 Tingkat daerah
Kepala dinas kesehatan di 6
provinsi (Provinsi Kepri,
Kepala dinas kesehatan Wawancara
2.1 Provinsi Aceh, Sumatera Barat,
provinsi/kabupaten/kota mendalam/FGD
DKI Jakarta, Gorontalo dan
NTT)
Kepala BAPEDA di 6 provinsi
Kepala Bappeda (Provinsi Kepri, Provinsi Aceh, Wawancara
2.2
provinsi/kabupaten/kota Sumatera Barat, DKI Jakarta, mendalam
Gorontalo dan NTT)
Kepala bidang yang mengelola Wawancara
2.3 Pengelola Jamkesda
program jamkesda di 6 provinsi mendalam/FGD
Pimpinan RSU Kepala RS Pemerintah Wawancara
2.4
pemerintah setempat mendalam/FGD
Staf RSU pemerintah Karyawan dan Tenaga Medis di Wawancara
2.5
setempat RS Pemerintah mendalam/FGD
Kepala dan Staf serta Tenaga Wawancara
2.7 Pengelola puskesmas
Medis di Puskesmas mendalam/FGD
Masyarakat pengguna Pasien di pelayanan kesehatan Wawancara
2.6
Jamkesda yang menggunakan Jamkesda mendalam
rendah mencakup daerah dengan indeks kurang dari atau sama dengan 0,5. Daerah
dengan kapasitas fiskal rendah dan kapasitas fiskal sedang disatukan ke dalam klasifikasi
baru, yakni kapasitas fiskal rendah. Sebaliknya, daerah dengan kapasitas fiskal tinggi dan
sangat tinggi disatukan ke dalam klasifikasi kapasitas fiskal tinggi.
Dalam analisis data studi lebih lanjut berupa komparasi dilakukan pengumpulan
data lapangan lanjutan (triangulasi dan verifikasi hasil penilaian kelayakan kebijakan).
Untuk memverifikasi dan mentriangulasi hasil penilaian kelayakan kebijakan pada 6
lokus provinsi, yaitu : Provinsi Aceh, Sumatera Barat, DKI Jakarta, Kepulauan Riau,
Gorontalo dan Nusa Tenggara Timur yang paling layak untuk diiintegrasikan kedalam
Jamkesda. Triangulasi difokuskan pada kemampuan Jamkesda terpilih dalam hal :
1. Manajemen pengelolaan
2. Paket manfaat
3. Kepesertaan penerima bantuan iuran
15
Pemilihan provinsi
berd. kap fiskal
TAHAP II
Studi kasus 33 provinsi pendalaman studi 6
provinsi terpilih
Tingkat
kemiskinan Penilaian kelayakan
dan karakteristik
Kategorisasi kebijakan
TAHAP I: Cakupan berdasarkan
Survei kepesertaan
33 kapasitas Triangulasi dan
Jamskesda
provinsi fiskal verifikasi lapangan
APBD sektor
kesehatan
Perbandingan LN
kapasitas Analisa
fiskal bivariabel
TAHAP IV
Penyusunan formulasi
kebijakan integrasi
Rumusan integrasi
Action Plan
Penentuan tahapan
&skema implementasi
Action Plan
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
16
17
9,09%
15,15%
54,55% Rendah
Sedang
Tinggi
21,21%
Sangat Tinggi
11,02%
Sangat Tinggi
12,45%
Tinggi
Sedang
58,98% 17,55% Rendah
No Klasifikasi Kapasitas n %
Fiskal
1 Rendah 152 62,8
2 Sedang 30 12,4
3 Tinggi 25 10,3
4 Sangat tinggi 35 14,5
(Diolah sendiri dari sumber data APBD berbagai Provins tahun 2013)
4.1.2. Anggaran
Bila dibandingkan antara anggaran kesehatan dalam APBD 2013 dengan
total APBD provinsi, maka secara nasional sudah mencapai 9,56%. Provinsi Bali
dan kabupaten/kota di Provinsi Bali mengalokasikan 12,7% anggarannya untuk
kesehatan, hampir sama dengan Provinsi Bali. Sebaliknya, Provinsi Riau dan
kabupaten/kota di Provinsi Riau mengalokasikan sekitar 6,57% dari APBD-nya
untuk kesehatan ( Gambar 4.3).
14 12,7
12
10
8 6,57
6
4
2
0
Prov. Papua
Prov. Riau
Prov. Bengkulu
Prov. Bali
Prov. Lampung
Prov. Banten
Prov. Papua Barat
Prov. Aceh
Prov. Gorontalo
Prov. Sumatera Barat
Prov. Jambi
Prov. DI Yogyakarta
Gambar 4.4. Anggaran kesehatan APBD 2013 per kapita per provinsi
1.200.000 1.076.089
1.000.000
800.000
600.000
400.000 286.665
146.239
200.000
-
Prov. Bengkulu
Prov. Papua
Prov. Lampung
Prov. Banten
Prov. Riau
Prov. Bali
Prov. Kepulauan Riau
Prov. Aceh
Prov. Maluku Utara
Prov. Bangka Belitung
Prov. Sulawesi Selatan
Prov. Kalimantan Barat
Prov. Gorontalo
Prov. Maluku
Prov. Jambi
Prov. Sulawesi Barat
800.000 591.366
600.000 464.465 491.895
341.513 400.938
400.000 304.262
200.000
-
Prov. Nusa Prov. Prov. Prov. DKI Prov. Prov. Aceh
Tenggara Sumatera Gorontalo Jakarta Kepulauan
Timur Barat Riau
(Diolah sendiri dari sumber data APBD berbagai Provinsi tahun 2013
(Diolah sendiri dari sumber data APBD berbagai Provinsi tahun 2013)
sementara yang porsinya lebih kecil ditanggung provinsi sebanyak 8 provinsi (24,
24%), sisanya 4 provinsi (12, 12%) membagi porsi jumlah cost sharing secara
berimbang antara provinsi dan kabupaten/kota.
(Diolah sendiri dari sumber data APBD berbagai Provinsi tahun 2013)
No Manfaat N %
1 Sama dengan Jamkesmas 143 59,6
2 Lebih dari Jamkesmas 7 2,9
3 Kurang dari Jamkesmas 90 37,5
(Diolah sendiri dari sumber data APBD berbagai Provinsi tahun 2013)
Bila menggunakan nilai potong (cut off) p value 0,05 sebagai batas
kemaknaan uji chi square, maka tidak ada hubungan yang bermakna antara
kelompok kapasitas fiskal dengan manfaat jaminan kesehatan yang diberikan.
Terdapat perbedaan tipis antara p value continuity correction hasil penelitian ini
(0,065) dengan p value nilai batas. Kendati demikian, bila memperhatikan hasil
perhitungan Mantel-Haenszel, diperoleh common odds ratio estimatessebesar
1,920 (confidence interval 95% =1,008 3,658; asymp. Sig 2 sided = 0,047). Hal
ini berarti kabupaten/kota yang memiliki kapasitas fiskal tinggi (tinggi dan sangat
tinggi) memiliki kecenderungan sebesar 1,92 kali lebih besar untuk memberikan
manfaat Jamkesda yang sesuai atau bahkan melebihi manfaat Jamkesmas bila
dibandingkan dengan kabupaten/kota yang memiliki kapasitas fiskal yang rendah
(sedang dan rendah). Pada perhitungan ini, kapasitas fiskal tinggi dan sangat
tinggi digabungkan menjadi kelompok kapasitas fiskal tinggi, sedangkan
28
Tabel 4.9. Jumlah Penerima Bantuan Iuran (PBI) JKN dan usulan daerah
yang tidak sesuai kuota PBI
PROVINSI PBI Usulan daerah yang
tidak tepat sasaran
NAD 2.170.960 9.468
Sumatera Utara 4.192.297 19.573
Sumatera Barat 1.533.170 19.423
Riau 1.304.716 18.044
Jambi 821.557 13.527
Sumatera Selatan 2.433.669 704
Bengkulu 628.605 5.736
Lampung 3.087.541 23.795
Bangka Belitng 212.826 1.237
Jawa Barat 14.758.325 270.923
Jawa Tengah 14.151.037 202.264
DIY 1.572.153 21.157
Jawa Timur 14.001.871 252.635
Banten 3.221.969 290.438
Bali 904.859 24.817
NTB 2.259.558 8.894
NTT 2.671.319 12.852
Kalimantan Barat 1.343.859 6.144
Kalimantan Tengah 449.376 5.125
Kalimantan Selatan 753.526 5.565
Kalimantan Timur 784.013 10.124
Sulawesi Utara 790.860 1.271
Sulawesi Tengah 1.131.065 8.434
Sulawesi Selatan 2.944.923 24.992
Sulawesi Tenggara 984.912 2.997
Gorontalo 504.292 6.054
Maluku 754.627 5.067
Maluku Utara 328.965 2.212
Papua Barat 760.422 4.645
Sulawesi Barat 504.423 4.142
Kepulauan Riau 333.633 1.720
DKI Jakarta 1.271.291 -
Papua 2.833.381 -
Jumlah 86.400.000 2.558.490
(diolah dari sumber P2JK Kemenkes RI,2013)
Jika ditinjau dari sisi jenis kepesertaan, setidaknya baru terdapat 12,12%
atau 4 provinsi yang telah mencapai universal health coverage. Sebagian besar
provinsi yang ada di Indonesia pada dasarnya hanya menjamin peserta jaminan
30
kesehatan daerah yang berasal dari kelompok penduduk miskin yang selama ini
tidak ditanggung Jamkesmas. Jumlah provinsi yang hanya menjamin peserta
penduduk miskin non Jamkesmas mencapai 27 provinsi (81,81%). Terdapat 2
provinsi(6,06%) yang menggunakan SKTM. Pengertian UHC dalam kebijakan
Pemerintah Daerah yang menjamin semua penduduk yang berobat ke kelas 3,
tanpa mempersyaratkan miskin / tidak mampu berbeda dengan pengertian UHC
sesuai ketentuan dalam UU SJSN. Sesuai program SJSN berdasar UU yang
berlaku, UHC diterjemahkan dalam pengertian semua penduduk sudah
memperoleh jaminan kesehatan melalui sistem asuransi dengan membayar iuran,
dan khusus yang termasuk dalam kriteria miskin / tidak mampu, iurannya
dibayarkan oleh Pemerintah.
Gambaran di tabel 4.10 dibawah ini menunjukkan bahwa persentase peserta
Jamkesda terhadap total penduduk sangat bervariasi antara 1,89- 65,35%, hal ini
memberikan gambaran bahwa kebijakan dan kemampuan daerah dalam
pengelolaan Jamkesda perlu diatur, tetapi dengan tetap mempertimbangkan
kondisi dan kemampuan daerah masing masing ( dalam kerangka desentralisasi).
Jika ditinjau berdasarkan iuran yang dibayarkan peserta, maka diperoleh
gambaran beberapa pola pembayaran iuran antara lain: 1) Pola non iuran, 2)
Pembayaran diatas nilai iuran BPJS, dan 3) Pembayaran dibawah iuran BPJS.
Terdapat 4 provinsi (12,12%) yang membayar dengan pola non iuran, 3 provinsi
(9,09%) membayar diatas iuran BPJS yaitu sebesar Rp 19.225, -, dan sisanya 25
provinsi (78,78%) membayar iuran di bawah iuran BPJS. Hal ini menunjukkan
bahwa pada dasarnya besaran iuran yang ditetapkan BPJS untuk jaminan
kesehatan nasional sudah melebihi iuran yang dijamin pada umumnya di
Jamkesda. Hanya terdapat 3provinsi yang harus dilakukan penyesuaian dalam hal
iuran, Hal ini akan terkait dengan paket manfaat yang diberikan nantinya.
Besaran iuran nasional yang lebih besar dari Jamkesda ini perlu dilihat
kembali kesesuaiannya dengan paket manfaat BPJS yang diperoleh di daerah
karena pada kenyataannya fasyankes di daerah belum tentu sanggup memenuhi
standar pelayanan yang setara antar satu wilayah dengan wilayah lainnya. Hal ini
menjadi dilematis karena besaran iuran yang dibayarkan sama antar wilayah
sementara terdapat kesenjangan antar wilayah dalam hal layanan yang diperoleh
masyarakat.
31
12,12% 9,09%
Non Iuran
> 19.225
78,78%
<19.225
Semua pasien
kelas III
SKTM
PT. Askes
Pengelolaan
Dinkes/Bapel
Provinsi 100%
Prov >
Pola Manajemen
Jamkesda Cost Kab=
Pembiayaan Kab/Kota 100% Prov
Provinsi Sharing
Kab
Iuran
Pengelola
Pembiayaan Anggaran
Tarif Layanan
Dasar :
Faskes Kapitasi
Perda
Askes
Sesuai
Jamkesmas Tarif Layanan
Paket Rujukan :
Manfaat INA CBG s
Perda
Perda Tarif RS
Hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan antara kuota cakupan peserta
penerima PBI di tingkat pusat dengan kondisi kebutuhan daerah.
3. Terdapat 13 Jamkesda provinsi (39%) yang menggunakan mekanisme
pengelolaan melalui PT Askes. Diperlukan upaya ekstra untuk menerapkan
sistem yang sesuai bagi 20 provinsi lainnya agar dapat terintegrasi dengan
JKN.
4. Terdapat 1 provinsi (3, 03%) yangsemuanya(cost sharing 100%) ditanggung
oleh provinsi dan 6 provinsi dengan besaran cost sharing lebih besar (18,
18%). Dengan demikian terdapat potensi perbedaan kepentingan yang sangat
besar antara pusat dan kabupaten/kota pada saat pengintegrasian Jamkesda.
Hal ini memiliki beban politis yang lebih berat dan harus dipersiapkan
mekanisme yang mampu meredam perbedaan kepentingan yang besar dengan
kabupaten/kota.
5. Terdapat 15 provinsi (45, 45%) yang mengatur sendiri manfaat yang diperoleh
melalui peraturan daerah. Paket manfaat yang akan diberikan paska integrasi
harus mampu mengenali karakteristik yang terdapat pada provinsi masing-
masing sehingga perbedaan manfaat dapat diminimalisir.
6. Besaran iuran yang ditetapkan BPJS untuk Jaminan kesehatan Nasional sudah
melebihi iuran yang dijamin pada umumnya di Jamkesda. Hanya terdapat 4
provinsi yang harus melakukan penyesuaian dalam hal iuran. Namun
kesamaan iuran secara nasional ini harus diimbangi dengan kesamaan standar
layanan yang diperoleh sesuai paket manfaat nasional.
7. Dalam pembayaran tarif layanan dasar, baru 5 provinsi yang menggunakan
tarif layanan dasar langsung mengacu pada tarif Askes. Pada tarif layanan
rujukan, 15 provinsi (45, 45%) menggunakan tarif perda dan 1 provinsi (3,
03%) menggunakan tarif rumah sakit.
Fokus analisis pada sub-bab ini terkait dengan model pembiayaan yang
diimplementasikan dengan menggunakan pengkategorian yang dikembangkan
dari kategori Jamkesda menurut Chitra Retna S & Ermy Ardhyanti.
Pengkategorian ini membagi Jamkesda menjadi kelompok jamkesda inovatif,
kelompok jamkesda pemula, dan kelompok Pra-Jamkesda. 1
1
Chitra Retna dan ErmyAdhyanti membagi Jamkesda ke dalam tiga kelompok: Kelompok Pra-
Jamkesda adalah Kelompok dengan Jamkesda yang masih dalam tahap inisiatif alokasi APBD.
Kelompok Jamkesda Pemula baru mengembangkan dan menjadi komplementer dari Jamkesmas.
Jamkesda inovatif adalah Jamkesda yang tidak saja melengkapi Jamkesmas, tetapi juga
mengembangkan varian yang lebih universal (Menuju UHC).
36
dilihat sebagai aktor yang independen ketimbang sebagai suatu produk dari
konflik kepentingan dan pertarungan kekuasaan yang biasanya muncul dari
desentralisasi.
. Berdasarkan hal tersebut, maka opsimanajemen pembiayaan result-based
financing merupakan salah satu model yang dapat diaplikasikandalam pola
manajemen terpusat dan disesuaikan daerah, sehingga menjadi salah satu
alternatif dalam implementasi pola pembiayaan Jamkesda dan menuju
penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). result-based
financing(RBF) merupakan instrumen pola pembiayaan yang menghubungkan
pendanaan dengan hasil yang telah ditetapkan, dengan pembayaran yang
dilakukan hanya berdasarkan verifikasi bahwa hasil yang telah disepakati benar-
benar telah tercapai. Penggunaan ini akan mampu menjembatani pola kewenangan
yang selama ini terjadi yakni kewenangan pengelolaan yang diberikan melalui
badan pengelola, kewenangan pengelolaan yang diberikan langsung oleh Askes,
dan pengelolaan langsung tanpa menyusun kelembagaan baru.
Model RBF inipun sesuai dengan model monocratique yang diperkenalkan
oleh Max Weber, yaitu kewenangan yang berciri sentralistik, hirarkis dan
berorientasi pada peraturan (rule-driven) dapat digunakan sebagai model ideal
organisasi pemerintahan. Model ini dianggap mampu menciptakan efisiensi dan
efektifitas dalam rangka melayani kepentingan penguasa untuk mempertahankan
kekuasaannya berhadapan dengan beragam kelompok politik, etnis dan geografis.
Result base financing dapat membantu menjembatani perbedaan sistem
yang ada dan meningkatkan kinerja baik dari sisi penawaran dan permintaan dari
sistem kesehatan yang mengupayakan untuk mencapai universal health coverage.
Dalam program RBF, pembayaran dilakukan berdasarkan kuantitas dan kualitas
pelayanan kesehatan yang diberikan setelah verifikasi. Pengalaman dari beberapa
negara di Afrika menunjukkan bahwa RBF dapat memperkuat fungsi sistem
kesehatan, meningkatkan efisiensi dan akuntabilitas sistem kesehatan. Di banyak
negara, disain program RBF sudah termasuk penghapusan biaya pengguna,
sehingga mengurangi beban keuangan untuk mengakses layanan.
Pada dasarnya secara politis kewenangan dalam pola RBF ini berada di
pusat, namun di sisi lain pola ini tetap menyesuaikan dengan kondisi di lapangan
dan membuka peluang daerah untuk memperbaiki kualitas pelayanan
kesehatannya secara bertahap.
pemerintah pusat untuk dapat menghimpun data dalam satu payung kelembagaan,
sehingga prinsip portabilitas dalam JKN dapat berjalan secara optimal.
Ketiga, berkaitan dengan iuran yang ditetapkan untuk beberapa daerah,
ternyata bila dikaji lebih jauh memiliki keterikatan antara iuran dengan alokasi
APBD untuk Jamkesda. Terjadi peningkatan alokasi dana Jamkesda di APBD dari
tahun ke tahun pada daerah-daerah yang sepenuhnya menjamin layanan jaminan
sosial dengan paket manfaat melalui APBD. Penggunaan dana talangan
(floatingfund) tanpa kontrol yang ketat terhadap klaim seperti yang terjadi di
NTT, mengakibatkan terjadinya kebocoran pengklaiman dana talangan Jamkesda
yang pada akhirnya menyebabkan timbulnya hutang yang harus ditanggung
sehingga mengganggu APBD dan bahkan pembangunan di sektor lainnya.
Penerima bantuan iuran secara nasional belum tentu sesuai dengan
kebutuhan di tingkat daerah. Hal ini terjadi dalam Obama Care, yaitu pada
kenyataannya pada banyak negara bagian, warga negara yang memerlukan
bantuan ternyata melebihi kriteria yang ditetapkan, ini terjadi khususnya akibat
munculnya kriteria non finansial. Persoalan ini kemudian diatasi Pemerintah AS
dengan memberikan jalan keluar berupa keleluasaan bagi negara bagian untuk
mengajukan perluasan cakupan secara resmi melebihi standar federal dengan
mekanisme yang telah ditentukan secara ketat.
Berdasarkan pengalaman Kenya, dispartitas dalam akses terhadap jaminan
kesehatan juga terjadi antar kelompok masyarakat. Dikarenakan kepesertaannya
yang meliputi skema wajib dan sukarela, terlihat fenomena cakupan kepemilikan
jaminan lebih tinggi pada masyarakat perkotaan (19,7%) dibandingkan dengan
perdesaan (7,4%); lebih tinggi pada masyarakat kaya (26,4%) dibandingkan di
penduduk miskin (1,9%),(Chuma, and Okungu., 2011).
Untuk mengatasi salah sasaran kepesertaan PBI yang berkembang secara
dinamis di daerah, maka perlu pemebrian kewenangan bagi daerah dalam
menetapkan PBI diwilayahnya, namun harus terintegasi ditingkat pusat ( melalui
KTP elektronik ) dan mengacu pada kriteria yang sudah ditetapkan ditingkat
pusat.
Landasan hukum tersebut baik berupa Perda maupun Pergub yang diperlukan
untuk memperkuat proses pengganggaran dan pelaksanaan rencana aksi di
lapangan.
Dari sisi future oriented, pada umumnya semua Jamkesda yang ada di ke
6 provinsi telah memiliki orientasi kedepan (future oriented) karena pengalaman
mereka menjalankan Jamkesda selama ini. Hal ini dapat dipastikan karena pada
umumnya kebijakan Jamkesda amat terkait erat dengan kepentingan pelaku
kebijakan, khususnya komitmen politik yang harus diwujudkan.
Pada beberapa provinsi, pengalaman untuk menjaga keberlanjutan
Jamkesda membuat mereka melakukan beberapa inovasi. Pemerintah Aceh
dengan bantuan Kreditanststalt fur Wiederaufbau Development Bank atau Bank
Pembangunan Jerman (KfW Development Bank) berupaya membangun beberapa
rumah sakit regional di Aceh. Jika ditinjau dari dimensi future oriented, maka
dapat dipastikan pelaku kebijakan telah menyiapkan strategi pelaksanaan jaminan
kesehatan yang berfokus kedepan.
Pemerintah Sumatera Barat juga menyadari hal yang sama. Gubernur
Sumatera Barat telah mengajukan penggabungan dengan JKN untuk mengurangi
beban pendanaan.Pemerintahkabupaten/kota di Sumatera Barat juga
memprioritaskan jaminan bagi masyarakat miskin. Masyarakat yang mampu
menjaminkan sendiri kesehatannya melalui program Jamkes Mandiri. Hal ini
membuktikan bahwa program Jamkesda dibutuhkan oleh masyarakat serta mampu
dijaga keberlanjutannya tanpa membebani anggaran provinsi dan kabupaten/kota
secara berlebihan.
Provinsi Gorontalo mengadakan Jamkesda dikarenakan banyak penduduk
miskin yang belum memperoleh Jamkesmas. Hal serupa juga dialami oleh
pemerintah provinsi dan kabupaten/kota di Provinsi Nusa Tenggara Timur yang
pada akhirnya menyelenggarakan Jamkesda untuk mengurangi tidak tertutupinya
masyarakat miskin yang tercakup oleh Jamkesmas.
Di DKI Jakarta, kebijakan Jamkesda Jakarta Sehat merupakan salah satu
upaya yang pertama diajukan oleh Gubernur dengan tujuan agar Jakarta sebagai
kota besar memiliki daya saing internasional, yang diawali dengan SDM yang
lebih berkualitas. Hal ini terkait dengan upaya menyiapkan Jakarta menjelang
berlakunya pasar bebas Asia Pasifik. Visi pemimpin daerah ini juga yang
mendasari Provinsi Kepulauan Riau untuk mengaplikasikan dan mendorong
Jamkesda untuk meningkatkan kualitas kesehatan penduduk yang tersebar luas di
berbagai pelosok kepulauan, yang tidak dapat ditutupi oleh Jamkesmas.
Meskipun kebijakan telah memiliki visi kedepan dan didukung landasan
hukum yang kuat untuk beraksi, hampir semua provinsi belum memberikan
perhatian optimal terhadap dimensi fact value interdependence. Setiap rencana
aksi yang dibangun sangat bergantung pada kenyataan dilapangan, sejauh mana
kepuasan masyarakat dapat terpenuhi. Tidak semata-mata persoalan infrastruktur
dan sumber daya lainnya yang dimiliki, melainkan sejauh mana kebijakan dapat
didayagunakan. Pelaksanaan rencana aksi seringkali terhambat karena
43
sistem kesehatannya pada dasarnya lebih siap dan lebih komprehensif. Kesiapan
bukan hanya dari sisi sistem fasyankes maupun sistem pembiayaannya tetapi juga
kesiapan mereka dalam menyediakan sistem promotif preventif yang melibatkan
peran serta masyarakat secara utuh.Demikian pula pelibatan penyedia kerja
kedalam sistem pembiayaan.
Begitu pula untuk kesiapan anggaran, sistem Obama Care meskipun
melibatkan pembiayaan negara yang sangat besar, namun ke efektifan
penggunaannya pun sangat di pertimbangkan, terutama dalam hal keakurasian
pembiayaan dan penyiapan industri asuransi yang kompetitif, sehingga pada
akhirnya benefit yang diperoleh masyarakat akan semakin besar. Hal ini
memberikan gambaran bahwa penjaminan kesehatan secara universal (universal
health coverage) dapat terwujud jika disisi lain pola good governance diterapkan
secara menyeluruh.Dengan menerapkan prinsip good governance dalam
pengelolaan layanan kesehatan,beban anggaran negara yang besar akan
memperoleh kompensasi benefit yang tinggi berupa terciptanya masyarakat yang
benar-benar sehat dan berproduktivitas tinggi, sehingga berdampak positif
terhadap pembangunan suatu negara. Selain tata kelola yang baik, Obama Care
sangat memperhatikan persoalan desentralisasi kesehatan, dalam hal ini Indonesia
juga menghadapi hal serupa dalam konteks Jamkesda yang saat ini sudah berjalan
di berbagai daerah dengan sistem masing-masing.
Dalam hal ini pertimbangan desentralisasi termasuk dalam hal penentuan
pola organisasi, paket manfaat maupun cakupan peserta patut diterapkan di dalam
penerapan universal health coverage di Indonesia kedepan sehingga manfaat yang
diperoleh masyarakat akan maksimal dan berkelanjutan.
Dalam konteks pola pengelolaan manajemen organisasi, terdapat 2 hal yang
harus dicatat:
1) Amerika Serikat memindahkan kewenangan pengelolaan pembiayaan ke
pusat berdasarkan keinginan daerah, hal ini serupa dengan upaya integrasi
Jamkesda kedalam JKN di Indonesia
2) pengelolaan mengacu pada sistem bursa asuransi, bukan dikelola langsung
oleh pusat, hal ini berbeda karena Indonesia mengelola secara langsung
melalui lembaga BPJS.
Dalam konteks paket manfaat,pemerintah federal Amerika Serikat
memberikan fleksibilitas bagi setiap negara bagian ataupun asuransi penyedia
jaminan kesehatan dalam menentukan paket manfaat namun paket manfaat
tersebut harus mencakup 10 essential benefits yang harus ada dalam semua skema
pembiayaan tanpa batasan waktu dan jumlah.
Dalam konteks pola penerima bantuan iuran, penentuan penerima bantuan
iuran dalam obamacare selaindidasarkan pada patokan mendekati garis
kemiskinan federal, namun tetap memperhitungkan karakteristik daerah sehingga
45
jumlahnya dapat melebihi standar nasional tergantung pada kondisi dan kebutuhan
masing-masing.Karakteristik daerah inilah yang perlu diperhatikan dalam
integrasi Jamkesda dalam JKN.
Mengacu pada kondisi nyata diatas maka perlu disusun suatu model dengan
mengacu pada nilai-nilai karakteristik kebijakan sebagai berikut:
1. Berfokus pada rencana aksi yang jelas, kuat dan berkelanjutan (action
focus).
2. Memiliki komitmen yang sama dan berorientasi kedepan (future oriented).
3. Mengacu pada kondisi faktual di lapangan serta berfokus pada kepuasan
daerah dan masyarakat (fact value interdependence).
4. Mengacu pada rencana pembangunan secara kesemuaan (value duality)
48
Jika dikaitkan dengan pendapat William N Dunn maka model integrasi ini
sudah memiliki unsur action focus, future oriented dan value duality.
Gambar 4.11. Formulasi Kebijakan Sentralisasi Dinamis
Dalam Integrasi Jamkesda ke JKN
Manajemen Pembiayaan
Pembiayaan PBI sepenuhnya oleh Dimungkinkan sumber pembiayaan
Pusat daerah atau cost sharing pusat-daerah
sejauh masuk kedalam sistem JKN dan
Kondisi fiskal daerah mampu.
Sesuai UU pusat membiayai semua
peserta PBI, namun bila fiskal tidak
cukup, tentukan pagu di tiap daerah
sesuai anggaran , daerah penuhi
kekurangannya.
Secara bertahap pusat penuhi dgn tahapan
prioritas daerah yg kapasitas fiskal rendah
termasuk DTPK
Iuran secara nasional sama, namun Pola Iuran disusun dengan Pola Regional
faskes di daerah rural lebih minim seperti Pola Tarif Regional dalam
dibanding perkotaan (daerah subsidi INA-CBGs (5 regional)
kota) berdampak pada kesenjangan
layanan yang diperoleh, contoh
transport rujukan sdh dibiayai BPJS
tetapi akomodasi tidak, keluarga
kehilangan produktivitas pendapatan.
Paket Manfaat
Paket Manfaat secara nasional sama pusat menentukan SPM dgn manfaat
dasar, daerah boleh melebihi manfaat yg
ditetapkan sesuai dengan kebutuhan dan
kemampuan daerah.
51
Penentuan pola
Pengelolaandaerah integrasi Jamkesda Pengelolaan pusat secara
secara terintegrasi provinsi partisipatif
Seluruh Jamkesda
terintegrasi dalam
sistem JKN
53
Paket manfaat jamkesda sesuai dengan sistem jkn , tetapi daerah diberi
ruang untuk menambah
Kajian paket manfaat
dan iuran PBI
Ditetapkan iuran PBI dengan regionalisasi dan Iuran PBI yang berbasis
Keluarga
Jika diasumsikan seluruh tahapan dalam skema time frame dipenuhi sesuai
tenggat waktu maka agenda setting yang dapat terjadi adalah sebagai berikut:
Tahun 2014-2015
Dari sisi kepesertaan, Jamkesda tetap berperan untuk memenuhi kepesertaan
diluar yang belum tercakup dalam kriteria PBI pemerintah pusat.
Dari sisi paket manfaat, Jamkesda tetap akan bervariasi sesuai dengan
kebijakan daerah dan kemampuan faskes yang ada, disisi lain daerah
diharapkan terus mempersiapkan faskesnya mengacu pada standar JKN.
54
Tahun 2019
Dari sisi kepesertaan, tahun 2019 diharapkan kepesertaan PBI sudah
sepenuhnya terpenuhi sesuai dengan kriteria nasional.
Dari sisi paket manfaat, paket manfaat wajib sudah sepenuhnya dapat dipenuhi
daerah. Disisi lain tambahan manfaat daerah dan upaya promotif preventif
sudah dapat terpenuhi dalam paket manfaat JKN yang diterima daerah.
Dari sisi pengelolaan, semua Jamkesda telah terintegrasi secara penuh dan
terpusat dalam kerangka JKN dengan tetap memberikan ruang bagi daerah
dalam mengembangkan peran check and balances.
Skenario I :
Pemerintah Pusat secara penuh mampu membiayai seluruh kebutuhan JKN
secara langsung
Pada skenario ini pada tahun 2016 seluruh daerah harus sudah menyesuaikan dan
memenuhi kriteria/standar dasar yang ditetapkan pusat dengan tetap memberikan
ruang bagi kebutuhan daerah dan memperhatikan kondisi faktual di
lapangan.Uraian tahapan sebagai berikut:
Skenario II
Pemerintah Pusat mampu membiayai seluruh kebutuhan JKN secara bertahap
Asumsi:Integrasi dilakukan dengan tahapan prioritas. (Seluruh tahapan time frame
diasumsikan terpenuhi sesuai rencana dalam medio 2015-2019)
Skenario III
Pemerintah Pusat tidak memiliki kemampuan untuk sepenuhnya membiayai
masyarakat miskin dan tidak mampu dalam JKN
Pada skenario ini, Pemerintah pusat dianggap tidak memiliki kemampuan untuk
membiayai sepenuhnya PBI sehingga diperlukan keterlibatan daerah dalam
pembiayaan. Pada skenario ini integrasi Jamkesda tetap diprioritaskan
berdasarkan tahapan : DTPK (2015-2016), daerah dengan kapasitas Fiskal
rendah & sedang (2017), Kapasitas Fiskal tinggi & sangat tinggi (2018) dan pada
tahun 2019 seluruh daerah harus sudah terintegrasi dan telah memenuhi
kriteria/standar dasar yang ditetapkan pusat dengan tetap memberikan ruang bagi
kebutuhan daerah dan memperhatikan kondisi faktual di lapangan.Uraian tahapan
sebagai berikut:
5.1. Simpulan
59
60
provinsi (24, 24%), sisanya 4 provinsi (12, 12%) membagi porsi jumlah cost
sharing secara berimbang antara provinsi dan kabupaten/kota.
a. Hasil analisis bivariabed menggunakan uji kai kuadrat (chi square) terlihat
bahwa kemampuan kapasitas fiskal daerah tidak berpengaruh signifikan
secara statistik terhadap paket manfaat. Artinya, daerah dengan kapasitas
fiskal tinggi dan sangat tinggi tidak memiliki pengaruh yang bermakna secara
statistik terhadap pemberian manfaat.
5.2 Saran
Abidin, Said Zainal, 2004, Kebijakan Publik, Yayasan Pancur Siwah: Jakarta
Allotey, dkk, 2011, Universal coverage in an era of privatization: can we
guarantee health for all ?, Universal Coverage : Can We Guarantee Health
for All ?, Malaysia, 3-4 Oktober 2011
Allotey, P, dkk, 2011, Vulnerability, equity and universal coverage a concept
note, BMC Public Health, 12 (Suppl 1) 52
Bappenas, 2003, Desain Sistem Perlindungan Sosial Terpadu, Direktorat
Kependudukan, Kesejahteraan Sosial, dan Pemberdayaan Perempuan.
Bossert, T, 1998, Analyzing the decentralization of health systems in developing
countries: decision space, innovation and performance, Social science &
medicine, 47(10), 1513-1527
Bossert, T. J., & Beauvais, J. C, 2002, Decentralization of health systems in
Ghana, Zambia, Uganda and the Philippines: a comparative analysis of
decision space, Health policy and planning, 17(1), 14-31
Bossert, T. J., Bowser, D. M., & Amenyah, J. K, 2007, Is decentralization good
for logistics systems? Evidence on essential medicine logistics in Ghana
and Guatemala, Health Policy and Planning, 22 (2), 73-82
Bossert, T. J., Larraaga, O, Giedion, U., Arbelaez, J, & Bowser, D. M, 2003,
Decentralization and equity of resource allocation: evidence from
Colombia and Chile. Bulletin of the World Health Organization, 81(2), 95-
100
BPS, 2011, Survey Angkatan Kerja Nasional 2010
BPS, berbagai Tahun, Susenas, BPS
BPS, 2011, Sensus Penduduk 2010
Casasnovas, Guillem Lpez; David McDaid dan Joan Costa-Font,
Decentralization and Management Autonomy?, Evidence from the
Catalonian Hospital Sector in a Decentralized Spain dimuat dalam
International Public Management Review electronic Journal at di akses
melalui http://www.ipmr.net Volume 10 Issue 2 2009
Cheema, G. Shabbir dan Rondinelli, Dennis A (Ed), 1983, Decentralization and.
Development: Policy Implementation in Developing Countries, Sage
Publication
Chitra, Retna S & Ermy, Ardhyanti. Inisiatif Daerah Dalam Mengembangkan
Program Jaminan Kesehatan: Pola dan Pembelajaran. Di muat dalam
Working Paper. Halaman 1-3
64
Chuma, J, and Okungu, V, 2011, Viewing the Kenyan health system through an
equity lens : implications for universal coverage, International Journal for
Equity in Health, 10:22
Chuma, J, dkk, 2012, Does the distribution of health care benefits in Kenya meet
the principles of universal coverage ?, BMC Public Health, 12:20
Creswell, JW, 1994, Research Design: Qualitative & Quantitative Approaches.
California: Sage Publications
Data Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan Kemkes RI, berbagai tahun
Devadasan, N, dkk, 2010, Performanceof community health insurance in India :
findings from empirical studies, BMC Proceedings, 6 (suppl 1): P9, First
National Conference on Bringing Evidence into Public Health Policy
(EPHP 2010), Bangalore, India, 10 11 December 2010
Dwicaksono, Adenantera; Ari Nurman, & Panji Yudha Prasetya, 2012,
Jamkesmas and District Health Care Insurance Scheme.Bandung:
Perkumpulan Inisiatif
Dunn, WN. 2003, Pengantar Analisis Kebijakan Publik, Edisi Kedua, Gadjah
Mada University Press: Yogyakarta
Dunn, WN, 1998, Pengantar Analisis Kebijakan Publik, edisi II,Gadjah Mada
University Press: Yogyakarta
Gani, A. Dkk, 2008, Laporan Kajian Sistem Pembiayaan Kesehatan di Beberapa
Kabupaten dan Kota, Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan dan Analisis
Kebijakan, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Depok
Gerring, J, 2007, Case Study Research, Principles and Practices, USA,
Cambridge
Gool, MJA, 2012, Integrating Casemix system in to the Philippine social health
insurance, BMC Health Services Research 2012, 12 (Suppl 1): 16, 6th
international Casemix Conference 2012 (6ICMC2012), Malaysia, 6-7 June
Guillem, LC, McDaid, D, dan Costa-Font, J, 2009, Decentralization and
Management autonomy? Evidence from the Catalonian Hospital Sector in
a Decentralized Spain, dimuat dalam International Public Management
Review dimuat dalam electronic Journal at http://www.ipmr.net Volume
10 Issue 2 2009
Hamdi, M, 2002, Bunga Rampai Pemerintahan, Yarsif Watampone: Jakarta
Hoogwood, BW. & Lewis AG, 1986, Policy Analysis for the Real World,
Princeton University Press
Jadoo, AS, dkk, 2012, Level of patients satisfaction toward National Health
Insurance in Istanbul City-Turkey, BMC Public Health 2012, 12 (Suppl 2) :
A5, Postgraduate Forum on Health System and Policies, Malaysia, 21-22
May 2012
65
Jones, CO, 1984, Pengantar Kebijakan Publik (terjemahan), PT. Raja Grafindo
Persada: Jakarta
Kemenkes RI, 2010, Rencana strategis Kementerian Kesehatan 2010-2014
Kemenkes RI, 2004, Sistem Kesehatan Nasional, Jakarta
Kemenkes RI, 2007, Pedoman Pelaksanaan JPK Masyarakat Miskin (Askeskin)
2007, Jakarta.
Limwattananon, S, dkk, 2012, Why has the Universal Coverage Scheme in
Thailand achieved a pro poor public subsidy for health care ?, BMC Public
Health, 12 (Suppl 1)56
Mukti, Ali Gufron, 2007, Strategi Terkini Peningkatan Mutu Pelayanan
Kesehatan, Konsep dan Implementasi, Pusat Pengembangan Sistem
Pembiayaan dan Manajemen Asuransi/Jaminan Kesehatan FK UGM:
Yogyakarta
Mukti, Ali Gufron, 2007, Reformasi Sistem Pembiayaan Kesehatan di Indonesia
dan Prospek ke Depan, PT. Karya Husada Mukti: Yogyakarta
Mukti, Ali Gufron, 2009, Pengembangan Jaminan Pembiayaan Kesehatan Dalam
Kontes Kesejahteraan Minimum: Studi Kasus Di Indonesia. Dipaparkan
dalam Seminar Nasional Kesejahteraan Sosial Minimum dalam Rangka
Dies Natalies Ke 60 UGM
Murti, Bisma, 2010, Strategi untuk Mencapai Cakupan Universal Pelayanan
Kesehatan di Indonesia, disampaikan pada Temu Ilmiah Reuni Akbar FK-
UNS, di Surakarta, 27 November 2010
Normand C, Weber Z, 1994, Social Health Insurance: A guidebook for planning.
World Health Organization and International Labour Office: Geneva
Onwujekwe, O, dkk, 2011, Constraints to universal coverage: inequities in health
service use and expenditures for different health conditions and providers,
International Journal for Equity in Health, 20:50
Osborne, David and Ted Gaebler, 1993, Reinventing Government, Plume: New
York
Pokharel, B, 2000, Decentralization of Health Services, ICP OSD 1, WHO
Project
Rafei, U. M, 1996, Medical education reform in SouthEast Asia: WHO
perspectives, Medical Education, 30(6), 397-400
Regmi, K., Naidoo, J, Greer, A, dan Pilkington, P, 2010, Understanding The
Effect Of Decentralisation On Health Services (The Nepalese Experience),
dimuat dalam Journal of Health Organization and Management Vol. 24
No. 4, 2010 pp. 361-382. Emerald Group Publishing Limited
Republic Act No. 7875,1994, Congress of The Philippines, Republic of The
Philippines
66
Resolution WHA58.33. Sustainable Health Financing, Universal Coverage and
Social Health Insurance. In: Fifty eight World Health Assembly, Geneva,
16-25 May 2005
Riant, ND, 2004, Kebijakan Publik Formulasi Implementasi dan Evaluasi.
PT. Elex Media Komputendo: Jakarta
Rondinelli, 1983, Government Decentralization in Comparative Perspective:
Theory And Practice in Developing Countrie
Stewart Jr, J., Hedge, D., & Lester, J. P, 2007, Public policy: An evolutionary
approach. Cengage Learning
The Affordable Care Act, diunduh dari www.healthcare.gov/law/full/
Thoha, M, 1984, Dimensi-dimensi Prima Ilmu Administrasi Negara, Rajawali
Press, Jakarta
Turner, Mark and David Hulme, 1997, Governance, Administration and
Development: Making the State Work. Basingstoke: Macmillan
Trisnantoro, L, 2005, Aspek Strategis dalam Manajemen Rumahsakit. Antara Misi
Sosial dan Tekanan Pasar, Andi Offset
Trisnantoro, L, 2009, Apakah Undang-undang Sistem Jaminan Sosial Nasional
Dapat Terus Dilaksanakan? Sebuah Analisis Sejarah dan Budaya, di muat
dalam Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, hal 12 (03)
Vallee, AQ, 2012, Assessing barriers to health insurance and threats to equity in
comparative perspective : The Health Insurance Access Database, BMC
Health Service Research 12 : 107
Von Hauff, M, 2002, The Relevance of Social Security for Economic
Development. Social Protection in Southeast and East Asia, FES:
Singapore
Wahab, SA, 1997, Analisis Kebijaksanaan: dari Formulasi ke Implementasi
Kebijaksanaan Negara, Bumi Aksara, Jakarta
Winarno, Budi, 2007, KebijakanPublikTeoridan Proses, Media Pressindo,
Yogyakarta
World Health Organization, 2010, The World Health Report 2010. Health Systems
Financing: the Path to Universal Coverage, World Health Organization,
Geneva
World Health Organization, 2007, Everybody Business : Strengthening Health
Systems to Improve Health Outcomes : WHOs framework for action
WHO, 2005, Achieving Universal Health Coverage: Developing the Health
Financing System. Technical Brief for Policy-makers. Number 1, 2005.
World Health Organization, Department of Health Systems Financing,
Health Financing Policy
67
Widaningrum, Ambar, 2007, Dinamika Pelaksanaan Desentralisasi Birokrasi
Pelayanan Kesehatan .Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik ; ISSN
1,4104946, Jakarta
Yin, RK, 2008, Studi Kasus : Desain dan Metode. Rajawali Pers, Jakarta di
unduh melalui
http://www.jamsosindonesia.com/jamsosda/detail/102
http://www.brookings.edu/blogs/fixgov/posts/2013/10/24-affordable-care-act-
implementation-trust-in-government-dropp-jackman-jackman#
https://www.healthcare.gov/health-insurance-marketplace/
https://www.healthcare.gov/what-does-marketplace-health-insurance-cover/
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Undang-Undang Dasar 1945
Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
Undang-undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional
Undang-undang No. 25 Tahun 2009, tentang Pelayanan Publik
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5063)
Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5072)
Undang-undang Nomor 24 Tahun 2011, tentang BPJS
Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 49, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3637)
Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan
Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan
Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 8737)
Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional Tahun 2010-2014 beserta Lampiran Peraturan
Presiden Nomor 5 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional Tahun 2010-2014
Peraturan Menteri PAN No. 13 Tahun 2009, tentang Pedoman Pelayanan Publik
dengan Partisipasi Masyarakat;
Surat Keputusan Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Nomor 17
tahun 2012 tentang Tim Penyiapan Pelaksanaan BPJS
68
Kepmenkes No 828/Menkes/SK/IX/2008 Tentang Petunjuk Teknis Standar
Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/kota.
Kepmenkes No 374/Menkes/SK/V/2009 tentang Sistem Kesehatan Nasional 2009
Permenkes Nomor 001 Tahun 2012 tentang Sistem Rujukan Kesehatan
Perorangan;
Kepmenkes nomor 061/Menkes/SK/II/2012 tentang Kelompok Kerja Persiapan
Pelaksanaan SJSN
69
CURRICULUM VITAE
IDENTITAS :
Pangkat : Brigadir Jenderal TNI s.d 2010, alih status menjadi PNS gol. IVe
Agama : Islam
Alamat Rumah : Jl. Rantai Timah G-27, KPAD Bulak Rantai, Jakarta Timur 13540
70
Peserta Program Doktor Ilmu Kedokteran dan Kesehatan - FK UGM:
Masuk 2010 DISERTASI : FORMULASI STRATEGI INTEGRASI JAMKESDA KE JKN
MENUJU UNIVERSAL HEALTH
COVERAGE
SEKOLAH PERWIRA WAJIB MILITER (SEPAWAMIL) ABRI GEL III : 1979 - 1980
RIWAYAT JABATAN :
71
72
KEPALA / DIRUT RSPAD GATOT SOEBROTO. 2008 - 2010
73
TANDA PENGHARGAAN :
KEGIATAN PENDIDIKAN :
74