Anda di halaman 1dari 27

BAB III

GEOTEKNIK DAN PELEDAKAN

Geoteknik adalah bidang kajian rekayasa kebumian yang berkonsentrasi


pada aplikasi teknologi teknik sipil untuk konstruksi yang melibatkan material
alam yang terdapat pada atau dekat permukaan bumi. Geoteknik dalam dunia
pertambangan merupakan aplikasi dari rekayasa geoteknik pada kegiatan tambang
terbuka dan tambang bawah tanah. Aplikasi geoteknik melibatkan disiplin ilmu
mekanika tanah, mekanika batuan, geologi dan hidrologi. Peranan geoteknik
tambang dalam perancangan tambang adalah melakukan pendekatan kepada
kondisi massa tanah dan batuan yang kompleks, menggunakan teknik-teknik dan
instrumen-instrumen yang tersedia dalam rekayasa geoteknik sehingga sifat-sifat
dan perilaku massa tanah dan batuan betul-betul telah dikuasai sepenuhnya
sebelum membangun suatu struktur (bisa lereng, terowongan dan sumuran) pada
massa tanah dan batuan tersebut.
Tujuan utama program penyelidikan geoteknik dalam suatu proyek
pertambangan adalah untuk :
a. Memperoleh data kuantitatif kondisi geologi, hidrologi, hidrogeologi, sifat
fisik dan sifat mekanik.
LAYAK
b. Mengetahui karakteristik massa batuan atau tanah sebagai dasar
perancangan penambangan.
c. Menyusun suatu klasifikasi dari berbagai tipe urutan stratigrafi batuan atap
REDESIGN
atau lantai, dan untuk mengkaji stabilitas relatifnya di bawah tegangan
PENYELIDIKAN GEOTEKNIK UNTUK RANCANGAN TAMBAN
terinduksi akibat penambangan.
d. Mengembangkan rancangan lereng yang stabil untuk tambang terbuka atau
rancangan masuk/pilar (untuk tambang bawah tanah) untuk penambangan
yang akan datang berdasarkan analisis sensitivitas terhadap kondisi
TIDAK LAYAK
geoteknik dari strata atau kedalaman overburden.
Pemet
Pemetaan TopografPengambilan Conto (Sampling)

ACCEPTABLE

APPLICABLE Pengujian Laboratorium :


Sifat Fisik (Bobot isi,dsb)
III-1
Kuat Tekan Uniaksial
Uji Kuat geser langsung(c, )
ANALISIS KEMANTAPAN LERENG

Gambar 3.1. Penyelidikan Geoteknik Untuk Rancangan Tambang Terbuka

3.1. Geoteknik

III-2
3.1.1. Metode Pengambilan Sampel
Metode pengambilan sampel yaitu dengan cara pengambilan sampel di
lokasi kelompok empat berupa batu yang masih fresh yang terdapat di singkapan
batuan, pengambilan sampel batu dengan menggunakan palu geologi.
Pengambilan sampel dilakukan untuk selanjutnya diuji di laboratorium scufindo
Pontianak.

Peta 3.1. Peta Lokasi Pengambilan Sampel


3.1.2. Uji Laboratorium
Pengambilan data dilaboratorium dilakukan dengan melakukan pengujian
untuk mendapatkan data sifat fisik dan mekanik batuan, pengujian dilakukan di
laboratorium scufindo pontianak. Macam uji yang dilakukan adalah
a) Uji sifat fisik
b) Uji kuat tekan uniaksial
c) Uji kuat geser langsung
a. Preparasi Percontoh

III-3
Percontoh yang diuji berbentuk persegi panjang dengan ukuran yang telah
ditentukan ,yaitu 5 x 5 x 10 cm. Percontoh yang siap diuji perlu dihitung luas
permukaan dan volumenya. Disamping itu, permukaan kedua ujung persegi
panjang harus betul-betul rata. Tahap berikutnya ialah melakukan penimbangan
berat percontoh pada berbagai keadaan (asli,jenuh,kering)
b. Pengujian Sifat Fisik
- Bobot isi (asli, jenuh dan kering)
- Berat jenis
- Kadar air asli
- Derajat kejenuhan
- Porositas, Void ratio
c. Pengujian SifatMekanik

Jenis pengujian sifat mekanaik batuan dan parameter yang diperoleh dari
table berikut dan peta lokasi pengambilan sampel ditunjukkan sebagai berikut:

Tabel 3.1.Jenis Pengujian Sifat Mekanik Batuan

Jenis pengujian Parameter yang diperoleh


Uji kuat tekan uniaksial Kuat tekan (c)
Batas elastic (E)
Modulus young (E)
Poisson ratio ()
Uji kuat geser langsung Kuat geser
Sudut geser dalam () dan kohesi (c )

III-4
Tabel 3.2.Hasil Uji Laboratorium dari Pengujian Sifat Fisik Sampel

Nomor Sample Hasil


dari uji
No Parameter Lokasi
sifat fisik
ini 1 dapat

1 Berat asli (gr) 361,40


2 Berat jenuh (gr) 359,50
3 Berat tergantung (gr) 361,50
4 Berat kering (gr) 230,55
5 Bobot isi asli (gr/cm3) 2,76
6 Bobot isi kering (gr/cm3) 2,75
7 Bobot isi jenuh (gr/cm3) 2,76
8 Apparent SG 2,75
9 True SG 2,79
10 Kadar air asli (%) 0,53
11 Kadar air jenuh (%) 0,56
12 Derajat kejenuhan (%) 95
13 Porositas (%) 1,53
14 Void Ratio 0,02
digunakan untuk menganalisis kemampuan lereng dengan cara menghitung faktor
kemanan dari lereng yang akan dirancang. Adapun beberapa sifat fisik yang
dipakai untuk menghitung faktor keamanan adalah bobot isi asli dan bobot isi
jenuh. Selain untuk menganalisis kemantapan lereng, data pengujian sifat fisik
juga dapat digunakan untuk mengetahui kadar air asli dan kadar air jenuh serta
derajat kejenuhannya.

III-5
Selain dilakukan pengujian sifat fisik, juga dilakukan uji sifatmekanik
batuan seperti pengujian kuat geser dan kuat tekan. Adapunhasil dari pengujian
mekanik batuan dapat dilihat pada tabelberikut ini :

Tabel 3.3.Hasil Uji Mekanika Batuan

3.1.3. Analisis Kemantapan Lereng

Suatu lereng dikatakan aman jika harga faktor keamanannya lebih besar dari
satu (F > 1,0). Perhitungan yang dilakukan dengan metode analitik kesetimbangan
batas menggunakan software Slide 6.0. Dan dikorelasikan menggunakan
grafik/diagram failure chart / lingkaran busur nomor 5 untuk kondisi yang paling
jelek ( jenuh air ).

a) Lereng Tunggal (Single Slope)


Perhitungan faktor keamanan (FK) menggunakan software Slide5.0 dengan
memasukan nilai bobot isi jenuh, kohesi dan sudut geser dalam yang meliputi:
Geometri lereng single slope
Bench height : 5 meter
Bench Width : 1 meter
Slope angle : 850

Gambar 3.2.Dimensi Jenjang Single Slope Jenuh

III-6
Berdasarkan analisis yang digunakan dengan menggunkan software Slide
5.0, maka diperoleh hasil seperti pada Gambar D1. Metode yang digunakan yaitu
dengan menggunakan metode Bishop, nilai Seismic Load 1.5 maka diperoleh nilai
FK sebesar 3,912 pada kondisi jenuh. Maka dapat disimpulkan bahwa single
slope ini aman.

b) Lereng Keseluruhan (Overall Slope)


Perhitungan faktor keamanan (FK) kemiringan lereng keseluruhan
menggunakan software Slide5.0 dengan memasukan nilai bobot isi jenuh, kohesi
dan sudut geser dalam yang meliputi:

Geometri lereng untuk overall slope


Tinggi jenjang keseluruhan : 45 meter
Tinggi jenjang tunggal : 5 meter
Lebar jenjang keseluruhan : 13 meter
Lebar jenjang tunggal : 1 meter
Single slope angle : 85
Overall slope angle : 75

III-7
Gambar 3.3. Dimensi Jenjang Overall Slope Pada Keadaan Jenuh

Berdasarkan analisis yang digunakan dengan menggunkana software Slide


5.0, maka diperoleh hasil seperti pada Gambar D3. Metode yang digunakan yaitu
dengan menggunakan metode Bishop, nilai Seismic Load 0.5 maka diperoleh nilai
FK sebesar 1,320 pada kondisi jenuh. Maka dapat disimpulkan bahwa dimensi
overall slope ini aman.
Nilai faktor keamanan dari keseluruhan analisis di atas baik untuk single
slope maupun overall slope dapat dilihat pada tabel 3.4 berikut ini :
Tabel 3.4. Hasil Dimensi Jenjang
N Sudut Tinggi Nilai Keteranga
Slope
o Kemiringan Jenjang FK n
1 Single 85 5m 3,912 Aman
2 Overall 75 45 m 1.320 Aman

Kesimpulan dari percobaan analisa dengan menggunakan software Slide 5.0


diatas dapat disimpulkan untuk dimensi jenjang single slope dengan tinggi jenjang

III-8
5 m, sudut kemiringan 85, lebar jenjang 1 m, dalam keadaan jenuh dan
menggunakan metode Bishop memiliki nilai FK yang aman yaitu 3,912.
Sedangkan untuk dimensi jenjang overall slope, memiliki batas maksimum yaitu
75 dengan nilai faktor keamanan 1,320.

Dari hasil perhitungan diatas disimpulkan rancangan jenjang yang dibuat


dengan tinggi jenjang 5 meter dan kemiringan jenjang 85 adalah aman.

3.2. Metode Pembongkaran


Franklin dkk (1971) mengusulkan klasifikasi massa batuan menurut dua
parameter, yaitu Fracture Index dan Point Load Index (PLI). Fracture Index
dipakai sebagai ukuran karakteristik diskontinuiti dan didefenisikan sebagai jarak
rata-rata fraktur dalam sepanjang bor inti atau masa batuan, dimana If dan Is
masing-masing menyatakan fracture index dan PLI.
Diagram klasifikasi dibagi kedalam tiga zona umum yaitu penggalian bebas
(free digging), penggaruan (ripping) dan peledakan (blasting). Massa batuan yang
terkekarkan dan lemah masuk kedalam kategori bagian bawah kiri diagram,
sedangkan massa batuan massif dan kuat di plot dibagian atas kanan. Yang
pertama tentunya sangat mudah untuk digali dan yang terakhir sangat sulit digali
dengan alat mekanis.

III-9
Gambar 3.4.Kriteria Indeks Kekuatan Batu (Franklin, dkk., 1971)

Data analisa laboratorium didapatkan :

Fracture index= 1.515 m

Point load = 3.314 MPa

Jadi, dengan melakukan plotan menggunakan Grafik indeks kekuatan


batuan (Franklin, dkk, 1971) dapat disimpulkan bahwa batuan termasuk batuan
keras, sehingga metode pembongkaran yang tepat digunakan adalah metode
peledakan.

3.3. Peledakan Batuan Granodiorit


3.3. 1 Geometri Peledakan

Untuk memperoleh hasil pembongkaran batuan sesuai dengan yang


diinginkan, maka perlu suatu perencanaan peledakan dengan memperhatikan
besaran-besaran geometri peledakan. Dan salah satunya dengan menggunakan
teori coba-coba atau yang sering disebut dengan Geometri Peledakan Rules of
Thumb (Dyno Nobel). Dasar dari penggunaan Teori Rules of Thumb adalah
dari percobaan para praktisi di lapangan maupun dari produsen bahan peledak
yang tujuannya ingin mempermudah dalam menentukan geometri peledakan
karena geometri yang selama ini digunakan seperti R.L. Ash (1963) dan C.J.
Konya (1972) menyajikan batasan range/konstanta untuk menentukan dan
menghitung geometri peledakan, terutama menentukan ukuran burden
berdasarkan diameter lubang tembak, kondisi batuan setempat dan jenis bahan
peledak., sehingga para praktisi dilapangan mencetuskan pendesainan geometri
Rules of Thumb yang penggunaannya lebih simpel dan disesuaikan dengan
kondisi lapangan.
Untuk menghancurkan batuan maka bahan peledak harus ditempatkan
dalam batuan itu sendiri dengan jarak tertentu dibelakangbidang bebas atau

III-10
disebut free face. Masa batuan tersebut harus memiliki satu atau lebih free face.
Geometri peledakan terdiri dari burden, spacing,sub-drilling, stemming, dan
kedalaman lubang bor, seperti terlihat pada Gambar 3.5.

Gambar 3.5
Diagram Desain Peledakan Pada Bench
1. Burden
Burden dapat didefinisikan sebagai jarak dari lubang bor terhadap
bidang bebas (free face) yang terdekat pada saat terjadi peledakan. Peledakan
dengan jumlah baris (row) yang banyak, true burden tergantung penggunaan
bentuk pola peledakan yang digunakan delay detonator dari tiap-tiap baris
delay yang berdekatan akan menghasilkan free face yang baru. Burden juga
berpengaruh pada fragmentasi dan efek peledakan (gambar 3.6).
Burden merupakan variabel yang sangat penting dan kritis dalam
mendesain peledakan. Dengan jenis bahan peledak yang dipakai dan jenis
batuan yang dihadapi, terdapat jarak maksimum burden agar hasil ledakan
menjadi baik.
Jarak burden sangat erat hubungannya dengan besar kecilnya lubang
bor yang digunakan, secara garis besar jarak burden optimum adalah:
Burden = (25 40) x Blast Hole Diameter.............................................(3.2)

III-11
Gambar 3.6
Pengaruh Burden Bagi Hasil Peledakan
Berikut ini persamaan R.L Ash untuk menghitung burden :
d
B Kb.
12

Keterangan:
B = burden (ft)
Kb = burden ratio (14 49 ; harga rata-rata 30)
d = diameter mata bor (inch)

2. Spacing
Spacing adalah jarak antara lubang tembak dalam satu baris (row) dan
diukur sejajar terhadap pit wall. Biasanya spacing tergantung pada burden,
kedalaman lubang bor, letak primer, waktu tunda, dan arah struktur bidang
batuan.Yang perlu diperhatikan dalam memperkirakan spacing adalah apakah
ada interaksi antar charges yang berdekatan. Bila masing-masing lubang bor
diledakkan sendiri-sendiri dengan interval waktu yang cukup panjang, untuk
memungkinkan setiap lubang bor meledak dengan sempurna, tidak akan
terjadi interaksi antar gelombang energi masing-masing. Kalau waktu tunda

III-12
diperpendek maka akan terjadi interaksi sehingga menyebabkan efek yang
kompleks.
Spacing merupakan fungsi daripada burden dan dihitung setelah
burden ditetapkan terlebih dahulu. Spacing yang lebih kecil dari ketentuan
akan menyebabkan ukuran batuan hasil peledakan terlalu hancur. Tetapi jika
spacing lebih besar dari ketentuan akan menyebabkan banyak terjadi bongkah
(boulder) dan tonjolan (stump) diantara dua lubang ledak setelah peledakan.
Pada Geometri Rules of Thumb menerapkan peledakan dengan pola
equilateral (segitiga sama sisi) dan beruntun tiap lubang ledak dalam baris
yang sama.
Spacing = 1,15 x Burden.(3.3)
Berikut ini persamaan R.L Ash untuk menghitung spacing :
S Ks.B

Keterangan:
S = spacing (ft)
Ks = spacing ratio (1-3; rata-rata 1,5)
B = burden (ft)

3. Diameter Lubang Ledak / Blast Hole Diameter


Ukuran diameter lubang tembak merupakan faktor yang penting dalam
merancang suatu peledakan, karena akan mempengaruhi dalam penentuan
jarak burden dan jumlah bahan peledak yang digunakan pada setiap
lubangnya. Untuk diameter lubang tembak yang kecil, maka energi yang
dihasilkan akan kecil. Sehingga jarak antar lubang bor dan jarak ke bidang
bebas haruslah kecil juga, dengan maksud agar energi ledakan cukup kuat
untuk menghancurkan batuan. Begitu pula sebaliknya. Pemilihan diameter
lubang ledak di didalam teori Rules of Thumb dipengaruhi oleh besarnya
tinggi jenjang / bench height . Namun dalam pengamatan saya kali ini
pemilihan diameter lubang ledaknya berdasarkan laju produksi yang
direncanakan. Karena makin besar diameter lubang akan diperoleh laju
produksi yang besar pula dengan persyaratan alat bor dan kondisi lapangan

III-13
yang baik. Berikut adalah formula dari teori Rules of Thumb dalam
penentuan diameter lubang ledak:
Blast Hole Diametre (mm) 15 x Bench Height (m)...(3.1)

4. Sub-drilling
Subdrilling adalah tambahan kedalaman daripada lubang bor dibawah
rencana lantai jenjang. Subdrilling perlu untuk menghindari problem tonjolan
pada lantai (toe), karena dibagian ini adalah tempat yang paling sukar
diledakkan. Dengan demikian, gelombang ledak yang ditimbulkan pada lantai
dasar jenjang yang akan bekerja secara maksimum.
Tujuan dari sub-drilling adalah supaya batuan bisa meledak secara
full face sebagaimana yang diharapkan. Tonjolan-tonjolan pada lantai (floor)
yang terjadi setelah dilakukan peledakan akan menyulitkan peledakan
selanjutnya, atau pada waktu pemuatan dan pengangkutan Besarnya KJ
tergantung dari struktur dan jenis batuan, serta arah lubang bor. Pada batuan
yang miring KJ yang dibutuhkan lebih kecil. Terkadang pada lubang bor yang
vertikal juga sering tidak diperlukan adanya sub-drilling, misalnya pada
coal stripping atau rock quarry tertentu.
Subdrilling = (3 15) x Blast Hole Diametre.........................................(3.4)
Nilai subdrilling dapat ditentukan dengan menggunakan rumus R.L Ash
berikut:
J Kj.B

Keterangan:
J = subdrilling (ft)
Kj = subdrilling ratio (rata-rata 0,33 dan minimum 0,3)
B = burden (ft)

5. Stemming
Stemming adalah panjang isian lubang ledak yang tidak diisi dengan
bahan peledak tapi diisi dengan material seperti tanah liat atau material hasil
pemboran (cutting), dimana stemming berfungsi untuk mengurung gas yang
timbul sehingga air blast dan flyrock dapat terkontrol. Untuk bahan stemming

III-14
batuan hasil dari crushing jauh lebih baik daripada cutting rock (material
bekas pemboran). Namun dalam hal ini panjang stemming juga dapat
mempengaruhi fragmentasi batuan hasil peledakan. Dimana stemming yang
terlalu panjang dapat mengakibatkan terbentuknya bongkah apabila energi
ledakan tidak mampu untuk menghancurkan batuan di sekitar stemming
tersebut, dan stemming yang terlalu pendek bisa mengakibatkan terjadinya
batuan terbang dan pecahnya batuan menjadi lebih kecil (Gambar 3.7).
Panjang pendeknya stemming juga akan mempengaruhi hasil dari
peledakan, jika stemming terlalu panjang, maka :
a. Ground vibration tinggi (getar tinggi)
b. Lemparan kurang
c. Fragmentasi area jelek
d. Suara kurang
Jika stemming terlalu pendek :
a. Fragmentasi diarea bawah jelek
b. Terdapat toe di floor (tonjolan di floor)
c. Terjadi flying rock (batu terbang)
d. Suara keras (noise) or (airblast)
Stemming 20 x Blast Hole Diameter or (0,7 1,2) x Burden. (3.5)
Rumus menghitung stemmingmenurut R.L Ash adalah:
T Kt.B

Keterangan:
T = stemming (ft)
Kt = stemming ratio (0,5-1; rata-rat 0,7)
B = burden (ft)

6. Kedalaman Lubang Tembak / Blast Hole Depth


Kedalaman lubang ledak tergantung pada ketinggian bench, burden, dan
arah pemboran.Kedalaman lubang tembak merupakan penjumlahan dari
besarnya stemming dan panjang kolom isian bahan peledak. Kedalaman
lubang ledak biasanya disesuaikan dengan tingkat produksi (kapasitas alat
muat) dan pertimbangan geoteknik.
Blast Hole Depth = Bench Height + Subdrilling (3.7)

III-15
Kedalaman lubang tembak tidak boleh lebih kecil dari burden. Hal ini untuk
menghindari terjadinya overbreaks atau cratering. Disamping itu letak primer
menentukan kedalaman lubang bor. Berdasarkan arah lubang ledak maka
kedalaman lubang ledak dapat ditentukan dengan rumus:

Untuk lubang ledak vertikal


H LJ

Keterangan:
H = kedalaman lubang ledak (m)
L = tinggi bench (m)
J = subdrilling (m)
Untuk lubang ledak miring
L
H J
cos

Keterangan:
H = kedalaman lubang ledak (m)
L = tinggi bench (m)
J = subdrilling (m)
= sudut kemiringan lubang ledak terhadap bidang vertical.

7. Bench Height/Tinggi Jenjang


Tinggi jenjang berhubungan erat dengan parameter geometri peledakan
kainnya dan ditentukan terlebih dahulu atau terkadang ditentukan kemudian
setelah parameter atau aspek - aspek lainnya diketahui. Tinggi jenjang
maksimum biasanya dipengaruhi oleh kemampuan alat bor dan ukuran
mangkok serta tinggi jangkauan alat muat.

III-16
Gambar 3.7
Pengaruh Diameter Lubang Tembak Bagi Tinggi Stemming

Umumnya peledakan pada tambang terbuka dengan diameter lubang


besar, tinggi jenjang berkisar antara 10 -15 m. pertimbangan lain yang harus
diperhatikan adalah kestabilan jenjang jangan sampai runtuh, baik karena daya
dukungnya lemah atau akibat getaran peledakan. Dapat disimpulkan bahwa
dengan jenjang yang pendek memerlukan diameter lubang bor yang kecil,
sementara untuk diameter lubang bor yang besar dapat diterapkan pada
jenjang yang lebih tinggi.
Bench Height Blast Hole Diametre / 15... (3.6)
8. Charge Length / Panjang Kolom Isian Bahan Peladak
Bagian dari lubang tembak yang berisikan bahan peledak dan juga
primer. Dalam perhitungan besarnya kolom isian bahan peledak menggunakan
rumus sebagai berikut :
Charge Length = 20 x Blast Hole Diametre. (3.7)

9. Powder Factor (PF)


Powder factor adalah perbandingan antara jumlah bahan peledak
dengan berat batuan yang diledakkan. Adapun rumus perhitungannya adalah
sebagai berikut :

III-17
PF = 0.5 1 Kg per Square Meter of Face...(3.8)

10. Fragmentasi
Kepentingan dari fragmentasi tidak bisa diremehkan karena pada
tingkatan yang luas fragmentasi merupakan ukuran dari suksesnya peledakan,
hal ini mempengaruhi biaya operasional dan perawatan dari operasi-operasi
selanjutnya serta termasuk pengoperasian alat berat seperti penggalian atau
pemuatan, pengangkutan dan crushing. Oleh karena itu pengeboran dan
peledakan sangat berhubungan dengan optimasi operasi-operasi selanjutnya.
Fragmentasi yang buruk menghasilkan oversize atau bongkahan besar
yang mengakibatkan bertambahnya biaya penghancuran sekunder untuk
mengurangi ukurannya sampai pada ukuran yang dapat diolah secara
ekonomis, aman dan efisien dengan alat-alat angkut dan muat. Faktor
fragmentasi batuan dapat digolongkan dalam tiga kelompok parameter:
a. Parameter peledak, mencakup densitas, kecepatan detonasi, volume gas
dan energi yang tersedia.
b. Parameter pemuatan lubang ledak, mencakup diameter lubang ledak,
stemming, de-coupling,serta tipe dan titik inisiasi.
c. Parameter batuan yang berhubungan dengan densitas batuan, kekuatan
(compressive dan tensile), tekstur dan kecepatan propagasi.
Produksi berlebih dari batuan undersize atau berukuran halus juga
tidak diinginkan karena mengindikasikan penggunaan berlebih yang tidak
berguna dari bahan peledak, pengurangan ukuran yang ekonomis dapat dicapai
dengan penggunaan instalasi crushing yang sesuai. Biar bagaimanapun
dibawah kondisi tertentu, fragmentasi dapat diperbaiki dengan mengadopsi
salah satu atau lebih lengkah berikut (diterapkan dalam peledakan bench):
1. Mengurangi spacing antara lubang yang saling sejajar
dalam baris.
2. Mengurangi jarak burden.
3. Menggunakan detonator dengan short delay.

III-18
Sangat penting mengetahui fragmentasi hasil peledakan secara teoritis
sebelum peledakan dilakukan. Peramalan fragmentasi dengan
memperhitungkan factor geologi disamping beberapa parameter peledakan
lain biasanya dilakukan dengan cara Kuz-Ram (Cunningham, 1983). Cara ini
terdiri dari dua persamaan, yaitu:
1. Persamaan Kuznetsov untuk mencari ukuran rata-rata dari
hasil peledakan dalam cm.
0 ,8 1 9
Vo E 30

X A
1
.Qe 6

Qe 115

Keterangan,
X = ukuran rata-rata dari hasil peledakan (cm)
A = Faktor batuan
7 untuk batuan medium strength
10 untuk batuan keras yang berjoint intensif
13 untuk batuan keras dengan sedikit joint
sebaiknya antara 8 12 (Cunningham, 1983)
Blastability index (BI) x 0,15 (Lily, 1986)
Vo = volume batuan dalam m3 per lubang ledak
(burden x spacing x tinggi bench)
Qe = Massa bahan peledak yang digunakan tiap lubang ledak (kg)
E = Kekuatan berat relative bahan peledak
(ANFO = 100 ; TNT = 115)

2. Persamaan Rosin-Ramler untuk mencari material yang tertahan pada


saringan.
1
n
X n

x

X c
Re xc
.100% 0.693

Keterangan,
R = Perbandingan material yang tertahan pada saringan

III-19
X = Ukuran screen
Xc = Karakteristik dari ukuran batuan
n = index keseragaman
= (2,2 14 B/d) (1 W/B) (1 + (A 1)/2) L/H . SF
B = burden
d = Diameter lubang tembak (mm)
W = standart deviasi dari kedalaman lubang bor (m)
A = spacing / burden
L = panjang charge di atas level (m)
H = tinggi bench (m)
SF = staggered factor (Jika memakai staggered drilling pattern
maka n dinaikkan 10 %)
= 1,1 untuk pemakaian staggered drilling pattern.

Dalam penentuan geometri peledakan digunakan ketentuan menurut R.L.


Ash. Dimana geometri peledakan dipengaruhi antara lain oleh parameter bahan
peledak, sifat fisik batuan, pola peledakan dan fragmentasi batuan yang
diharapkan.

Untuk menghitung geometri peledakan berdasarkan ketentuan-ketentuan


dalam rumus menurut R.L. Ash adalah sebagai berikut :

Kb standar = 30
Kerapatan batuan standar (Dstd) = 160 lb/cuft
Kecepatan ledak bahan peledak standar = 12.000 fps
Berat jenis bahan peledak standar (SGstd) = 1,20
Diameter lubang tembak (De) = 5,00 inch
Kerapatan batugranodiorit insitu = 156,07
lb/cuft
Kecepatan ledak ANFO (Ve) = 9.840 fps

III-20
Berat jenis ANFO (SG) = 0,90
Maka diperoleh perhitungan :

160
156.07

AF1 =( )1/3 = 1,01

0,9 x (9.840) 2
1,20 x (12.000) 2
AF2 =( )1/3 = 0,80

Kb terkoreksi = AF1 x AF2 x Kb standar

= 1,01 x 0,80 x 30

= 24,08

Dengan demikian geometri peledakannya adalah sebagai berikut :

1) Burden (B)
Dengan menggunakan diameter lubang tembak sebesar 3 inch, dan
kemiringan lubang tembak 90 sehingga besarnya true burden (B) dan apparent
burden (B) adalah :

Kb x De
12
B =

23,77 x 5
12
B = = 10,03 ft = 3,06 meter

3,06
sin 90
B= = 3,06 meter

2) Spacing (S)

III-21
Pola peledakan yang digunakan adalah serentak untuk tiap baris dan
beruntun untuk baris yang berlainan, maka digunakan Ks = 2

Sehingga diperoleh angka spasi sebesar :

S = Ks x B

S = 2 x 3,06

= 6,12 meter

3) Stemming (T)
Untuk mendapatkan keseimbangan agar energi bekerja penuh terhadap
batuan, maka panjang stemming sama dengan panjang bebas, maka digunakan Kt
= 1. Sehingga diperoleh angka stemming sebesar :

T = Kt x B

= 1 x 3,06 meter

= 3,06 meter

4) Subdrilling (J)
Untuk peledakan pada batuan yang padat (massive), maka harga Kj = 0,30,
sehingga panjang subdrilling adalah :

J = Kj x B

= 0,30 x 3,06 meter = 0,92

5) Nisbah Kedalaman Lubang Tembak (Kh)

III-22
Angka Kh yang diperkenankan antara 1,4 - 4,0 , apabila kedalaman lubang
tembak yang direncanakan 5,55 meter dan kemiringan 90 maka nisbah
kedalaman lubang tembak (Kh) adalah :

Kh = H : B

6 sin 90
3,06
Kh =

= 1,96

6) Panjang Isian Bahan Peledak (PC)


PC = H-T

= 6 3,06

= 2,94 meter

7) Tinggi Jenjang (L)


L = (H J) sin 90

L = (6 0,92) sin 90

= 5,08 meter

3.3.2. Panjang Jenjang Minimum


Perhitungan panjang jenjang sebagai pendekatan, antara lain berdasarkan
sasaran produksi serta posisi alat muat dan alat angkut di tempat
kerja.Berdasarkan sasaran produksi untuk satu kali peledakan tergantung pada
besarnya sasaran produksi yang diinginkan, geometri peledakan, dimensi, dan
jumlah deret dalam peledakan. Adapun rumus perhitungan panjang jenjang
minimum adalah sebagai berikut :

III-23
Sp
LxW
Pj =

Dimana : Pj = Panjang jenjang minimum, meter

Sp = Sasaran produksi yaitu 613 BCM/Minggu

L = Tinggi jenjang, yaitu sebesar 5,08 meter

W = Lebar jenjang yang akan diledakkan, meter

Luas jenjang yang diledakkan (A) = V/L

= 613 m3/5,08 m

= 120,67 m2

Asumsi ambil jumlah baris = 3 buah, maka :

Lebar jenjang yang yang akan diledakkan (W) = 3 x B

= 2 x 3,06 = 6,12 meter

613 m 3
5,08 m x9,17 m
Maka : Pj =

= 13,14 meter

3.3.3. Jumlah Lubang Tembak


Jumlah lubang tembak yang dibutuhkan tergantung pada panjang jenjang
berdasarkan sasaran produksinya, geometri peledakannya, serta jumlah baris
dalam peledakannya. Adapun perhitungannya adalah sebagai berikut :

Pj - 2B
S
N=n( + a)

III-24
Dimana :

N = Jumlah lubang tembak yang dibutuhkan

n = Jumlah baris dalam peledakan

Pj = Panjang jenjang yang akan diledakkan, meter

a = Bernilai 2 untuk box-cut dan 1 untuk corner-cut

S = Spasi yang digunakan

Sehingga jumlah lubang tembak yang dibutuhkan adalah :

Untuk kondisi box-cut ;

13,14 - 3,06
6,12
N = 3( + 2)

= 6,45 7 lubang tembak

3.3.4. Kebutuhan Bahan Peledak


Volume batugranit yang dledakkan adalah 566,72 BCM/hari, dari geometri
peledakan yang didapat kedalaman lubang ledak adalah 5,55 meter, untuk
menentukan banyaknya bahan peledak yang diperlukan dalam sekali peledakan
tergantung pada : loading density, banyaknya lubang ledak untuk sekali peledakan
serta panjang isian bahan peledak dari sebuah lubang ledak, maka :

a) Loading density (de)


de = 0,34 x De2 x SGe

Dimana

De = Diameter lubang ledak, 5 inch

III-25
SGe = Berat jenis bahan peledak, 0,9

Sehingga didapat loading density (de)

de = 0,34 x (5)2 x 0,9

= 7,65 lb/ft = 11,38 kg/m

b) Kebutuhan bahan peledak sekali peledakan (E)


E = (PC x N x de)

Dimana :

PC = Panjang kolom isian, 2,94 meter

N = Banyaknya lubang ledak, 7 lubang

de = Loading density, 11,38 kg/m

Sehingga kebutuhan bahan peledak sekali peledakan (E)

E = 2,98 m x 7 x 11,38 kg/m

= 237,62 kg

Maka kebutuhan bahan peledak per tahun sebanyak :

= 48 x 237,62 kg

= 16.077,96 kg/tahun

c) Powder Factor (PF)


PF = E/V

= 237,62 kg / 613 BCM

= 0,55 kg/BCM

III-26
G

ambar 3.5. Geometri Peledakan Kelompok Empat

III-27

Anda mungkin juga menyukai