Anda di halaman 1dari 7

Potensi Risiko Bencana Alam Longsor Terkait Cuaca Ekstrem ............. (Arsjad, ABSM.

dan Riadi, B)

POTENSI RISIKO BENCANA ALAM LONGSOR


TERKAIT CUACA EKSTRIM DI KABUPATEN CIAMIS, JAWA BARAT
(Potential Risk of Landslide Related to Extreme Weather in Ciamis Region, West Java)
1 2
A.B.Suriadi M.Arsjad dan Bambang Riadi
1,2
Badan Informasi Geospasial
Jl. Raya Jakarta Bogor Km. 46, Cibinong
E-mail: budiman69@yahoo.com

Diterima (received): 20 Maret 2013; Direvisi (revised): 30 April 2013; Disetujui untuk dipublikasikan (accepted): 15 Mei 2013

ABSTRAK

Penelitian ini adalah bagian dari penelitian Variabilitas Iklim Ekstrem dan Potensi Kebencanaan di Jawa Barat
Selatan. Sedikitnya ada lima bencana alam yang berkaitan dengan iklim ekstrim antara lain banjir, longsor, angin
badai/puting beliung, gelombang ekstrim dan kekeringan panjang. Namun demikian, makalah ini hanya membahas
masalah bencana longsor baik dari segi penyebab maupun potensi risiko yang diakibatkannya. Hasil penelitian ini
adalah analisis data geospasial terkait bahaya longsor (hazard map) yaitu Peta Rawan Longsor, Peta Kerentanan
Penduduk, Peta Kapasitas Penduduk, serta Peta Potensi Risiko Longsor yang disebut Peta Indeks Risiko Longsor.
Untuk menghasilkan peta-peta tersebut dibutuhkan peta-peta tematik input yang diturunkan dari data geospasial
lainnya, antara lain DEM SRTM, Citra Landsat, Peta Rupabumi Indonesia / peta topografi. Selain itu, pemetaan
potensi risiko longsor ini juga menggunakan data statistik yaitu data Potensi Desa (PODES) 2008, dan informasi dari
instansi lainnya (Badan Penanggulangan Bencana Daerah dan BAPPEDA). Hasil penelitian menunjukkan bahwa
hampir 50 % dari wilayah Kabupaten Ciamis termasuk rawan longsor. Berdasarkan peta Indeks Risiko Longsor yang
dihasilkan sekitar 30 % dari wilayah Kabupaten Ciamis berada dalam area risiko tinggi sampai sangat tinggi.

Kata Kunci: Cuaca Ekstrim, Longsor, Indeks Risiko, Indeks Kerentanan, Indeks Kapasitas.

ABSTRACT

This research is part of research on Extreme Climate Variability and Potential Disaster in South West Java. There
are at least five natural disasters related to extreme climate such as floods, landslides, storms, extreme waves and
droughts. However, this paper is only discussed problem related to landslides in terms of both causes and its potential
risks. The results of this study are analyses of geospatial data related to landslide hazards, those are landslide
susceptibility map, map of population vulnerability to landslide, map of population capacity, as well as map of potential
risks to landslides called Landslide Risk Index map. To produce these maps required thematic maps derived from
other geospatial data, such as SRTM DEM, Landsat imagery, topographic map, statistic data (PODES) 2008, and
information from other agencies such as BPBD (Regional Disaster Management Agency) and Regional Planning
Board. Result of this research shows that nearly 50 % of the area of Ciamis Regency is vulnerable to landslides.
Based on the Landslide Risk Index map resulted from this research, approximately of 30 % of the Ciamis Regency
area has categorized at a high to very high landslide risk.

Keywords:Extreme Weather, Landslides, Risk Index, Vulnerability Index, CapacityIndex

PENDAHULUAN Indonesia cukup dingin. Sebaliknya bila suhu perairan


Indonesia cukup hangat tidak akan berpengaruh
Latar belakang terhadap berkurangnya curah hujan secara signifikan
di Indonesia. Walau demikian mengingat luasnya
Beberapa fenomena iklim global yang wilayah Indonesia, tidak seluruhnya dipengaruhi oleh
mempengaruhi iklim di Indonesia antara lain adalah fenomena El Nino. Sedangkan La Nina merupakan
Elnio dan Lanina. Elnio atau ENSO (Elnio Southern kebalikan dari El Nino ditandai dengan anomali suhu
Oscillation)sering dihubungkan dengan kekeringan muka laut negatif (lebih dingin dari rata-ratanya) di
panjang di Indnesia, ditandai memanasnya suhu muka Ekuator Pasifik Tengah. Beberapa penelitian antara
laut di Ekuator Pasifik Tengah atau anomali suhu lain (Aldrian, 2002) menunjukkan bahwa fenomena La
muka laut di daerah tersebut positif (lebih panas dari Nina secara umum menyebabkan curah hujan di
rata-ratanya). Sementara, tingkat pengaruhEl Nino di Indonesia meningkat bila dibarengi dengan
Indonesia sangat tergantung dengan kondisi perairan menghangatnya suhu muka laut di perairan Indonesia.
wilayah Indonesia. Menurut para ahli,fenomena El Sebagaimana halnya El Nino, dampak La Nina tidak
Nino yang berpengaruh di wilayah Indonesia,yang berpengaruh ke seluruh wilayah Indonesia .
dengan diikuti berkurangnya curah hujan secara Fenomena iklim global lainnya ada Dipole Mode
drastis, baru akan terjadi apabila kondisi suhu perairan (Mulyana, 2002), yang merupakan fenomena interaksi

57
Jurnal Ilmiah Geomatika Volume 19 No. 1 Agustus 2013 :57 - 63

lautatmosfer di Samudera Hindia yang diprediksi


berdasarkan perbedaan nilai (selisih) antara anomali
suhu muka laut perairan pantai Timur Afrika dengan Cuaca Ekstrim
perairan di sebelah Barat Sumatera. Perbedaan nilai
anomali suhu muka laut ini disebut sebagai Dipole Cuaca adalah kondisi atmosfer yang terjadi pada
Mode Indeks (DMI). Kalau DMI positif, umumnya akan waktu dan tempat tertentu. Sedangkan cuaca ekstrim
berdampak kurangnya curah hujan di kawasan Barat adalah kejadian cuaca yang tidak normal, tidak lazim
Indonesia, dan apabila DMI bernilai negatif akan yang dapat mengakibatkan kerugian terutama
berdampak meningkatnya curah hujan di kawasan keselamatan jiwa dan harta (BMKG, 2010).
Barat Indonesia.
Ada lagi fenomena iklim/cuaca yang dikenal Bencana
dengan Madden Julian Oscillationdengan indikasi
osilasi aktivitas pertumbuhan awan-awan sepanjang Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa
jalur dimulai dari atas perairan Afrika Timur hingga yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan
perairan Pasisfik bagian barat disekitar Utara Papua. penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh
Periode osilasinya relatif pendek, sekitar 30-50 hari faktor alam dan/atau faktor nonalam maupun faktor
(intra seasonal). Fenomena ini sering dihubungkan manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban
dengan awal musim kemarau di Indonesia (Rahayu, jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta
2010). benda, dan dampak psikologis. Sedangkan bencana
Cuaca ekstrim akibat prubahan iklim global ini alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa
banyak mendatangkan bencana alam baik bencana atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam
banjir, longsor, dan lain-lain. Karena Indonesia berada antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung
pada tiga lempeng tektonik aktif, maka bencana meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah
gempa tektonik berkekuatan tinggi juga menambah longsor (UU Nomor 24/2007 tentang Penanggulangan
rawannya Indonesia terhadap bencana geologis. Para Bencana).
ahli juga menyebut bahwa negara Indonesia juga Berdasarkan definisi ini maka potensi bencana
berada pada cincin api dengan rangkaian vulkan aktif adalah keadaan, atau kondisi alam yang
sehingga sepanjang tahun terjadi beberapa gunung memungkinkan terjadinya bencana. Misalnya kondisi
api di Indonesia mengalami erupsi dan menimbulkan tanah yang labil dengan lereng yang curam adalah
bahaya gunung api. Disamping abu vulkanik dan awan daerah yang rawan longsor, apabila terjadi cuaca
panas yang sangat berbahaya, lahar dingin sebagai ekstrim curah hujan yang tinggi maka kemungkinan
hasil erupsi menjadi bahaya sekunder yang tidak kalah akan longsor. Longsor dapat mendatangkan risiko
dahsyatnya mengancam pemukiman dan lahan bencana baik risiko sosial maupun risiko ekonomi.
pertanian di lereng-lereng, seiring dengan datangnya Risiko bencana adalah potensi kerugian yang
curah hujan yang tinggi. Curah hujan yang belakangan ditimbulkan akibat bencana pada suatu kawasan dan
ini semakin tinggi dibeberapa daerah juga akan kurun waktu tertentu yang dapat berupa kematian,
menyebabkan kawasan yang tadinya diguncang luka, sakit, jiwa terancam, hilangnya rasa aman,
gempa tektonik akan rawan longsor. mengungsi, kerusakan atau kehilangan harta, dan
Dari berbagai bencana yang terjadi selama 2010, gangguan kegiatan masyarakat(BNPB, 2012).
bencana hidrometeorologi paling mendominasi. Dari
644 kejadian bencana, 577 bencana di antaranya atau Tanah Longsor (Landslide)
89,6 persennya adalah bencana hidrometeorologi.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Tanah longsor atau landslide adalah salah satu dari
mengingatkan bencana hidrometeorologi masih tipe gerakan tanah (mass movement/mass wasting)
berpotensi besar terjadi di Indonesia. Peta daerah yaitu suatu fenomena alam berupa bergeraknya
rawan bencana buatan BNPB menunjukkan bahwa massa tanah secara gravitasi cepat mengikuti
satu dari tiga desa di Indonesia rawan bencana(BNPB, kemiringan lereng (Selby, 1985). Ciri khas dari longsor
2012). Dari 497 kabupaten/kota, 176 diantaranya adalah massa tanah yang bergerak secara gravitasi
berisiko tinggi banjir, 154 berisiko tinggi longsor, dan mengandung air yang banyak (jenuh). Salah satu
153 berisiko tinggi kekeringan faktor yang sangat menentukan adalah adanya bidang
(http://news.detik.com/read/2011/01/04). Kepala Pusat luncur yang merupakan kontak litik (yaitu bidang
Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) pertemuan antara lapisan atas yang relatif lolos
Surono mengatakan bahwa Provinsi Jawa Barat, air/poros dan lapisan bawah yang relatif kedap air).
tercatat sebagai provinsi yang mengalami bencana Pada bidang ini air tanah mengalir dalam bentuk
alam terbanyak pada tahun 2010. resapan (seepage), zona ini banyak mengandung clay
akibat pencucian dari lapisan atas. Tanah longsor
Tujuan Penelitian dikenal juga dengan debris slide, materialnya
campuran rombakan batu dan tanah dengan aliran
Tujuan dari penelitian adalah mengkaji dampak sangat cepat.
cuaca ekstrim dan potensi kebencanaan longsorserta
potensi risiko terhadap penduduk di Kabupaten/Kota Lokasi Penelitian
Ciamis, Jawa Barat.

58
Potensi Risiko Bencana Alam Longsor Terkait Cuaca Ekstrem ............. (Arsjad, ABSM. dan Riadi, B)

Penelitian ini dilakukan di Selatan Jawa Barat yaitu Semua aspek yang empat tersebut disajikan dalam
Kabupaten/Kota Ciamis, secara geografis berlokasi di bentuk informasi spasial (data spasial). Daerah rawan
Jawa Barat Selatan terletak antara 106 20' 00" - 108 bencana longsor diperkirakan melalui karakteristik
45' 00" BT dan 6 00' 00" - 7 50' 00" LS seperti lahan morfologi, morfometri serta penutup lahan.
tersaji pada Gambar 1. Pendekatan inderaja dan SIG digunakan untuk
menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi
kejadian longsor. Melalui data inderaja diidentifikasi
penutup lahan, dan unit-unit lahan berdasarkan aspek
morfologi dan morfometri. Berdasarkan beberapa
literature yang dipelajari sekurangnya ada 4 identitas
permukaan bumi yang dapat dikenal secara visual dan
biasa digunakan untuk memperkirakan potensi longsor
yaitu:

Kerapatan aliran (drainage density).

Kerapatan aliran adalah salah satu aspek


morfometri yang berkaitan dengan kemiringan lereng
Gambar 1. Lokasi Penelitian di Kabupaten/Kota dan sifat fisik drainase tanah. Semakin curam lereng
Ciamis cenderung semakin tinggi kerapatan aliran. Semakin
poros atau semakin tinggi kapasitas infiltrasi lahan
METODE semakin rendah kerapatan aliran dan sebaliknya.
Dengan demikian secara umum dapat dikatakan
Potensi bencana alam yang dipicu oleh curah hujan bahwa kerapatan aliran yang tinggi mengindikasikan
tinggi adalah: banjir, longsor, aliran lahar dingin, banjir rendahnya kapasitas infiltrasi. Rendahnya kapasitas
bandang. Ada empat hal yang tentang kebencanaan infiltrasi tanah biasanya terjadi pada tanah dengan
yaitu yang pertama daerah rawan bencana (hazard), komposisi tanah liat (clay) yang tinggi. Tanah dengan
yang kedua kerentanan penduduk terhadap bencana, clay tinggi cenderung lebih mudah longsor.
yang ketiga kapasitas penduduk dalam menghadapi
bencana, serta yang keempat adalah risiko bencana. Kemiringan lereng
Yang pertama adalah suatu kondisi alam yang
mempunyai sifat fisik cenderung rawan mendatangkan Peta lereng diturunkan berdasarkan digital
bencana misalnya daerah rawan longsor (landslide elevation model (DEM) dari data Shuttle Radar
prone area). Yang kedua kerentanan penduduk Topography Mission (SRTM) menggunakan sistem
terhadap bencana berkaitan dengan keterpaparannya informasi geografis. Kemiringan lereng adalah
terhadap bencana dan diukur seberapa banyak perbandingan antara beda tinggi dua titik dimuka bumi
penduduk yang potensial terkena dampak bencana dengan jarak mendatar antara dua titik tersebut.
disuatu tempat. Secara matematis dapat diformulasikan dengan
Secara umum aspek keterpaparan ini meliputi jiwa, menggunakan Persamaan 1.
harta benda, maupun lingkungan hidup, namun dalam
penelitian ini hanya dilihat dari satu aspek yang S= tg x 100% ............................(1)
dianggap paling penting saja yaitu keterpaparan
penduduk. dimana :
Kerentanan diukur berdasarkan kepadatan S=kemiringan lereng (%)
penduduk. Semakin tinggi kepadatan penduduk = sudut yang dibentuk oleh dua titik dengan
semakin rentan terhadap bencana. Yang ketiga bidang datar
kapasitas penduduk adalah suatu keadaan berkaitan
dengan kemampuan masyarakat dalam menghadapi Data DEM (SRTM) yang digunakan bereolusi
kemungkinan terjadinya bencana, merupakan wujud spasial 30 x 30 m. Software yang digunakan adalah
dari kesiapsiagaan (preparedness). ILWIS versi 3.7. Data yang dihasilkan dalam format
Dalam data PODES BPS didata berdasarkan lima raster kemudian di konversi kedalam format vektor
parameter yaitu: a) tersedianya system peringatan dini, polygon melalui konversi raster to polygon
b) ketersediaan perlengkapan keselamatan, c) menggunakan software ArcGIS. Kemiringan lereng
kegotongroyongan masyarakat, d) keberadaan disederhanakan menjadi tiga kelas yaitu sebagaimana
penyuluhan keselamatan (termasuk adanya simulasi terlihat dalam Tabel 1.
menghadapi bencana), e) dan lain-lain misalnya Lereng dinyatakan dalam persen yaitu
ketersediaan jalur evakuasi. Sedangkan yang keempat perbandingan antara beda tinggi antara dua pixel
adalah risiko, yaitu kemungkin dampak buruk yang dibagi lebar pixel di kali 100. Dalam ILWIS perhitungan
bisa terjadi termasuk kehilangan nyawa dan kerugian lereng diturunkan dari rumus pada Persamaan 2.
harta benda atau kerusakan lingkungan. Namun dalam
penelitian ini lebih dititik-beratkan pada risiko sosial SLOPEPCT = 100 * HYP(DX,DY)/ PIXSIZE ......(2)
yaitu kehilangan jiwa dan harta benda.
dimana :

59
Jurnal Ilmiah Geomatika Volume 19 No. 1 Agustus 2013 :57 - 63

SLOPEPCT = lereng dalam % (persen) yang sebagai terlihat dalam tabel 1. Peta-peta tematik input
dihasilkan dari perhitungan (mapcalc), di-overlay atau diintegrasikan melalui operasi GIS,
dx dan dy adalah hasil dari filter beda sehingga dihasilkan unit-unit baru dan tabel atribut
tinggi arah x, dan arah. baru semua skor atau bobot akhirnya dijumlah, atau
HYP = fungsi matematika dalam
Mapcalc/Tabcalc dalam ILWIS
dikalikan sesuai dengan model yang digunakan
PIXSIZE = ukuran pixel dari citra raster DEM yang sehinga didapatkan nilai kumulatif hasil overlay. Nilai
digunakan kumulatif ini kemudian diklasifikasi sehigga
tampilannya lebih sederhana menjadi tiga kelas
Bentuklahan (geomorfologi) kerawanan bencana yaitu rendah, sedang, dan tinggi.
Peta tingkat rawan longsor dibuat melalui proses
Geomorfologi adalah studi tentang bentang overlay data input sebagai terlihat dalam Tabel 1.
alam/bentuk lahan masa kini, termasuk klasifikasinya, Overlay dari semua parameter tersebut akan
deskripsi, sifat, asal, perkembangannya, serta menghasilkan unit-unit pemetaan yang disebut unit
hubungan untuk struktur yang mendasarinya, demikian lahan dengan bobotnya. Bobot ini kemudian
juga sejarah perubahan geologi sebagaimana terlihat dijumlahkan sehingga didapatkan bobot total setiap
pada kenampak permukaannya (Selby,1985). unit lahan. Bobot total di reklasifikasi menjadi tiga
Morfologi permukaan merupakan hasil dari proses kelas dengan atribut tidak rawan, agak rawan dan
geomorfik pada bahan induk di suatu wilayah, amat rawan.
sehingga dari bentuk lahan dapat diperkirakan proses Berdasarkan Tabel 1 overlay akan menghasilkan
yang membentuknya dan bahan induknya. Misalnya unit-unit lahan baru (Gambar 2). Unit lahan baru yang
daerah aluvial terjadi akibat proses pengendapan dari terakhir adalah tingkat rawan longsor.
bahan dasar yang terangkut oleh air. Material
terangkut akan mengendap kalau terjadi break of slope Tabel 1. Parameter yang digunakan dalam identifikasi
sehingga daya angkut air menjadi melemah, maka rawan longsor.
morfologi aluvial selalu datar dan kemungkinan longsor Data layer Kelas Bobot
sangat kecil. 1. rendah 1
Demikian sebaliknya perbukitan atau pegunungan Kerapatan aliran 2. sedang 5
tertoreh berat (strongly dissected landforms) adalah 3.tinggi 9
lahan dengan lereng curam dan kerapatan drainase Kemiringan lereng 1. 40 3
tinggi, menunjukkan bahwa proses denudasi atau erosi 2. 41 - 70 5
yang terjadi amat tinggi, curah hujan tinggi dan aliran 3. >70 9
permukaan tinggi. Pemetaan bentuklahan mengacu Bentuklahan/relief (BLH) 1. Dataran fluvial 1
pada Selby (1985) dan Dessaunettes (1977). 2. Datara tertoreh ringan
2
sedang
3. Dataran tertoreh berat 3
Liputan lahan atau penutup lahan
4. Perbukitan tertoreh
4
ringan
Liputan lahan adalah hasil interaksi antropogenik 5. Perbukitan tertoreh
pada lahan. Semakin intensif penggunaan lahan 6
sedang
semakin tinggi kemungkinan longsor karena 6. Perbukitan tertoreh
8
pembukaan lahan akan menyebabkan surface runoff berat
meningkat. Data ini diturunkan berdasarkan citra 7. Pegunungan tertoreh
5
Landsat dan peta landcover yang sudah ada dari peta ringan
Rupabumi Indonesia. 8. Pegunungan tertoreh
7
sedang
9. Pegunungan tertoreh
Curah Hujan berat
9
Liputan lahan (LLH) 1. Tubuh air 1
Faktor yang merupakan penyebab tanah longsor 2. Hutan 2
adalah curah hujan. Berdasarkan data curah hujan 3.Pemukiman 4
jangka panjang dapat diperkirakan rentang waktu 4. Kebun campuran 5
kapan kemungkinan tanah longsor bisa terjadi. 5. Sawah 1
6. Semak belukar 3
Pembuatan Peta Rawan Bencana Longsor 7. Lahan kosong 5

Ada tiga tipe ancaman bencana atauhazardyang


sering terjadi berhubungan dengan iklim/cuaca
ekstrim yaitu: banjir, longsor dan kekeringan panjang.
Namun akhir-akhir ini juga sering terjadi ancaman
bencana angin puting beliung. Dalam makalah ini
dibahas tentang bencana alam longsor atau sering
juga disebut tanah longsor.
Keempat sifat fisik permukaan lahan tersebut diatas
merupakan parameter dalam menentukan potensi
longsor disajikan dalam bentuk data geospasial

60
Potensi Risiko Bencana Alam Longsor Terkait Cuaca Ekstrem ............. (Arsjad, ABSM. dan Riadi, B)

2
Gambar 2.Proses pembuatan peta rawan longsor. penduduk 500 1000 per km (skor 2) dan tinggijika
kepadatan penduduk > 1000 (skor 3). Kapasitas diukur
Pembuatan Peta Kerentanan berdasarkan upaya yang dilakukan untuk menghadapi
bencana, dalam PODES 2008 antara lain datanya
BNPB mempertimbangkan kepadatanan penduduk adalah keberadaan sistem peringatan dini,
dengan bobot 60% untuk faktor kerentanan, kemudian kegotongroyongan, peralatan keselamatan dan lain-
rasio jenis kelamin, dan rasio kemiskinan, rasio orang lain. Semua data dikaitkan pada unit pemetaan yaitu
cacat serta rasio kelompok umur masing-masing poligon desa.
10%.Namun dalam penelitian ini dipertimbangkan
hanya pada kepadatan penduduk karena yang
potensial memberikan dampak signifikan adalah
kepadatan penduduk. Padat penduduk cenderung
padat pemukiman, dan cenderung padat properti/harta
benda. Berdasarkan Data Potensi Desa (PODES)
2008 dibuatPeta Kepadatan Penduduk kemudian
diklasifikasi menjadi tiga kelas (Gambar 6).

Pembuatan Peta Kapasitas Penduduk

Kapasitas penduduk adalah suatu keadaan


berkaitan dengan kemampuan masyarakat dalam
menghadapi kemungkinan terjadinya bencana,
sebagaimana telah diulas sebelumnya. Dalam data
PODES keberadaan parameter; tersedianya sistem
peringatan dini, ketersediaan perlengkapan
keselamatan, kegotongroyongan masyarakat,
keberadaan penyuluhan keselamatan (termasuk
adanya simulasi menghadapi bencana), dan lain-lain
misalnya ketersediaan jalur evakuasi. Diberi bobot 3
kalau ada, dan 1 kalau tidak ada. Jadi jumlah bobot
dari kelima parameter tersebut paling tinggi 15 kalau Gambar 3. Model Pembuatan Peta Risiko Bencana
semuanya ada, dan paling rendah 5 kalau semuanya (Sumber: BNPB, 2012).
tidak ada. Nilai 5 sampai 15 diklasifikasikan menjadi 3
kelas yang paling rendah 5 dan paling tinggi 15, nilai Pengumpulan Data
sedang adalah >5, dan < 15 (Gambar 7).
Pengumpulan data dilakukan melalui browsing
Pembuatan peta potensi risiko bencana internet, mengumpulkan data dari institusi terkait, dan
survei lapangan. Data hidrometeorologi didapatkan
Potensi risiko bencana adalah tingkat risiko yang melalui berbagai sumber antara lain dari GPCC, dan
mungkin terjadi apabila terjadi longsor, banjir, atau dari Dinas terkait didaerah. Data yang terkumpul
kekeringan panjang. Risiko adalah fungsi dari selama proses pengumpulan data meliputi: Curah
ancaman, kerentanan, kapasitas sebagai terlihat pada hujan (GPCC, IPCC DDC), data PODES2008 (BPS),
Gambar 3. Dalam hal ini longsor, banjir, kekeringan data SRTM resolusi spasial 30 m, data Peta RBI skala
adalah indeks Ancaman atau Hazard. Persamaan 3 1:25000, data informasi kebencanaan (BNPB, BPBD
memperlihatkan hubungan antara risiko, hazard, Jawa Barat), data lapangan berupa pengamatan lokasi
kerentanan dan kapasitas. Sedangkan untuk longsor, banjir, wawancara penduduk setempat
mengetahui indeks kerugian dan penduduk terpapar mengenai response terhadap cuaca ekstrim, data
didasarkan pada analisis data statistik PODES 2008. pemgamatan kondisi fisik daerah survei dan data
Untuk mengetahui atau memperkirakan indek lainnya yang diperkirakan perlu untuk bahan analisis.
kapasitas juga digunakan data statistik PODES 2008. Curah hujan bulanan didasarkan pada data dari GPCC
dengan kurun waktu 1901-2007, data ini mempunyai
resolusi spasial 0,5 x 0,5 lintang/bujur.
Terlihat rata-rata curah hujan(30 tahunan) 1901
dibanding 2007, bulan April - Juni naik sekitar 20%,
dimana : dan rata-rata bulan September - Nopember turun
risiko = fungsi dari ancaman, kerentanan, sekitar 50% (dari 150 mm jadi 75 mm). Dapat
kapasitas dikatakan rata-rata curah hujan pada bulan April
hazard = tingkat bahaya longsor (skor longsor) sampai Juni semakin tinggi sedangkan dari September
kerentanan = digunakan kepadatan penduduk tiap sampai Nopember semakin rendah, Sedangkan bulan
desa Desember sampai Maret tidak begitu berubah.

BNPB menetapkan nilai rendahjika kepadatan


penduduk <= 500 (skor = 1), sedangjika kepadatan

61
Jurnal Ilmiah Geomatika Volume 19 No. 1 Agustus 2013 :57 - 63

Gambar 4. Data curah hujan Jawa Barat rata-rata 30


tahunan dari tahu 1901-2007.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil dari peneltian ini Peta Rawan Longsor, Peta


Kerentanan Penduduk, Peta Kapasitas Penduduk, dan
Peta Potensi Risiko Longsor. Disamping itu dalam
proses penelitian ini juga dihasilkan peta-peta input
sebagaimana tertera dalam Tabel 1. Laporan hasil
penelitian ini juga merupakan hasil utama berupa
metode dan teknik pembuatan peta-peta dan aplikasi Gambar 5. Peta Rawan longsor Kabupaten/Kota
inderaja dan SIG dalam pembuatan peta rawan Ciamis
bencana dan potensi risiko bencana.

Peta Rawan Longsor

Peta ini menginformasikan sebaran daerah yang


berpotensi rawan longsor, terbagi atas 5 (lima) kelas
kerawanan mulai dari amat rendah (tidak rawan),
rendah (tidak rawan), agak tinggi (agak rawan), tinggi
(rawan), dan sangat tinggi (amat rawan) .Yang perlu
perhatian lebih adalah kelas agak tinggi (agak rawan),
tinggi (rawan), dan sangat tinggi (amat rawan). Lokasi
daerah agak rawan longsor dan rawan longsor dan
amat rawan longsor berada pada lereng-lereng
perbukitan dan pegunungan.

Peta Kepadatan Penduduk

Peta kepadatan penduduk diturunkan berdasarkan


data dari Badan Pusat Statistik (PODES 2008). Data
PODES diintegrasikan dengan data spasial
administrasi berbasis desa dari BAKOSURTANAL.
Dengan perangkat lunak SIG diolah menjadi informasi
kepadatan penduduk per desa, kemudian
diklasifikasikan menjadi tiga kelas yaitu: <= 500
2 2 2
jiwa/km , 500 1000 jiwa/km , dan >1000 jiwa/km ,
seperti terlihat pada Gambar 6. Gambar 6. Peta Kepadatan
PendudukKabupaten/kota Ciamis

62
Potensi Risiko Bencana Alam Longsor Terkait Cuaca Ekstrem ............. (Arsjad, ABSM. dan Riadi, B)

KESIMPULAN

Daerah rawan bencana longsor sebagian besar


berada di kawasan utara Kabupaten Ciamis dan jalur
perbukitan/pegunungan di selatan, dengan kategori
tinggi sampai amat tinggi. Di kawasan Utara
Kabupaten Ciamis mempunyai kepadatan penduduk
2
dominan antara 500 lebih dari 1000 jiwa/km atau
kategori sedang sampai tinggi.Dengan demikian
keterpaparan/eksposure penduduk terhadap bahaya
longsor juga tinggi. Walaupun indeks kapasitas
penduduk dalam menghadapi bencana relatif tinggi
(kategori sedang sampai tinggi, hasil perhitungan
indeks risiko di kawasan Utara masih tetap tinggi.

UCAPAN TERIMAKASIH

Penelitian ini terselenggara atas kerjasama dan


kepercayaan yang diberikan pada kami. Oleh sebab itu
kami mengucapkan terima kasih kepada:
1. Kepala Pusat Penelitian Promosi dan Kerjasama,
Badan Informasi Geospasial.
2. Teman-teman yang telah membantu dalam
penyelesaian administrasi demi kelancaran
kegiatan ini.
Gambar 7. Peta Indeks Kapasitas Penduduk 3. Teman-teman yang telah bekerjasama dengan
Kabupaten/Kota Ciamis. baik dalam pelaksanaan tugas baik di lapangan
maupun di kantor.

DAFTAR PUSTAKA

Aldrian, E., 2002,Spatial Patterns of Enso Impact on


Indonesian Rainfall, Max Planck Institut f r Meteorologie,
Hamburg, Jerman
http://wxmod.bppt.go.id/JSTMC/hpstmc/VOL03/no1-
02.pdf)
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), 2012,
Pedoman Nasional Pengkajian Risiko Bencana untuk
Rencana Penanggulangan Bencana, GEMA BNPB -
Maret 2011, 5 BENCANA BESAR DI INDONESIA, Badan
Nasional Penanggulangan Bencana.,
BMKG, 2010. Peraturan Kepala BMKG No.009 tahun 2010
tentang Prosedur standar operasional pelaksanaan
peringatan dini, pelaporan, dan diseminasi informasi
cuaca ekstrim
Dessaunettes, 1977. Catalogue Landform for Indonesia,
Lembaga Penelitian Tanah, Bogor.
FLOODsite, 2006,Integrated Flood Risk Analysis and
Management Methodologies (http://www.floodsite.net)
Mulyana, E., 2002, Pengaruh Dipole Mode Terhadap Curah
Hujan di Indonesia, Jurnal Sains & Teknologi Modifikasi
Cuaca, Vol. 3, No. 1, 2002: 39-43
Selby, M. J.,1985, Earth Changing Surface, Clarendon
Press. Oxford.
Rahayu, S. R., 2010, Fenomena Global dan Regional yang
mempengaruhi iklim/musim di Indonesia,
http://cybex.deptan.go.id/penyuluhan/
Gambar 8. Peta Potensi Risiko Longsor. UU Republik Indonesia nomor 24 tahun 2007 tentang
Penanggulangan Bencana
detik.com, 2011, Menko Kesra: Bencana Alam Masih
Bayangi Indonesia di Tahun 2011,
http://news.detik.com/read/2011/01/04/003748/1538482/
10/menko-kesra.

63

Anda mungkin juga menyukai