Anda di halaman 1dari 24

SEJARAH DAN TEORI

ARSITEKTUR NUSANTARA
DIAH HANITYASARI /140115291
BLASIUS UMBU DETA /140115300
MASYARAKAT BANJAR
SEJARAH MASYARAKAT
Suku bangsa Banjar diduga
berintikan penduduk asal Sumatera atau
daerah sekitarnya, yang membangun tanah
air baru di kawasan ini sekitar lebih dari
seribu tahun yang lalu. Setelah berlalu masa
yang lama sekali akhirnya,-setelah
bercampur dengan penduduk yang
lebih asli, yang biasa dinamakan sebagai
suku Dayak, dan dengan imigran-imigran
yang berdatangan belakangan-terbentuklah
setidak-tidaknya tiga sub suku, yaitu
(Banjar) Pahuluan, (Banjar) Batang Banyu, Sumber :
https://avivsyuhada.files.wordpress.com/2012/01/26422_1221061376560_1529
725636_30458233_5087153_n1.jpg
dan (Banjar) Kuala.
Banjar Pahuluan

Sumber : Google.com

Suku Dayak Bukit, yang dahulu diperkirakan mendiami lembah-lembah


sungai yang sama adalah satu asal usul dengan cikal bakal suku Banjar, yaitu sama-
sama berasal dari Sumatera atau sekitarnya, tetapi mereka lebih dahulu menetap.
Kedua kelompok masyarakat Melayu ini memang hidup bertetangga tetapi, setidak-
tidaknya pada masa permulaan, pada asasnya tidak berbaur. Jadi meskipun
kelompok suku Banjar (Pahuluan) membangun pemukiman di suatu tempat, yang
mungkin tidak terlalu jauh letaknya dari balai suku Dayak Bukit, namun masing-masing
merupakan kelompok yang berdiri sendiri.
Banjar Batang Banyu

Sumber : Google.com

Masyarakat (Banjar) Batang Banyu terbentuk diduga erat sekali


berkaitan dengan terbentuknya pusat kekuasaan yang meliputi seluruh wilayah Banjar,
yang barangkali terbentuk mula pertama di hulu sungai Negara atau cabangnya
yaitu sungai Tabalong. Daerah tepi sungai Tabalong adalah merupakan tempat
tinggal tradisional dari suku Dayak Maanyan (dan Lawangan), sehingga diduga
banyak yang ikut serta membentuk subsuku Batang Banyu, di samping tentu
saja orang-orang asal Pahuluan yang pindah ke sana dan para pendatang yang datang
dari luar. Bila di Pahuluan umumnya orang hidup dari bertani (subsistens), maka
banyak di antara penduduk Batang Banyu yang bermata pencarian sebagai
pedagang dan pengrajin.
Banjar Kuala

Sumber : Google.com

Ketika pusat kerajaan dipindahkan ke Banjarmasin (terbentuknya


Kesultanan Banjarmasin), sebagian warga Batang Banyu (dibawa) pindah ke pusat
kekuasaan yang baru ini dan, bersama-sama dengan penduduk sekitar keraton yang
sudah ada sebelumnya, membentuk subsuku Banjar. Di kawasan ini mereka
berjumpa dengan suku Dayak Ngaju , yang seperti halnya dengan dengan masyarakat
Dayak Bukit dan masyarakat Dayak Maanyan atau Lawangan , banyak di antara mereka
yang akhirnya melebur ke dalam masyarakat Banjar, setelah mereka memeluk agama
Islam. Mereka yang bertempat tinggal di sekitar ibukota kesultanan inilah sebenarnya
yang dinamakan atau menamakan dirinya orang Banjar, sedangkan masyarakat
Pahuluan dan masyarakat Batang Banyu biasa menyebut dirinya sebagai orang (asal
dari) kota-kota kuno yang terkemuka dahulu. Tetapi bila berada di luar Tanah Banjar,
mereka itu tanpa kecuali mengaku sebagai orang Banjar.
SISTEM SOSIAL MASYARAKAT
Sosio-historis Sistem kekerabatan
Secara sosio-historis masyarakat Banjar
adalah kelompok sosial heterogen yang Waring
terkonfigurasi dari berbagai sukubangsa dan ras
yang selama ratusan tahun telah menjalin Sanggah
kehidupan bersama, sehingga kemudian
membentuk identitas etnis (suku) Banjar. Artinya, Datu
kelompok sosial heterogen itu memang terbentuk
melalui proses yang tidak sepenuhnya alami Kai (kakek) + Nini (nenek)
(priomordial), tetapi juga dipengaruhi oleh faktor-
faktor lain yang cukup kompleks.
Abah (ayah) + Uma (ibu)
Masyarakat banjar merupakan suatu

konstruksi historis secara sososial suatu kelompok
Kakak < ULUN > Ading
manusia yang menginginkan suatu komunitas

tersendiri dari komunitas yang ada di kepulauan
Anak
Kalimantan.

Cucu

Buyut

Intah/Munin
Sistem kekerabatan
Seperti sistem kekerabatan Disamping istilah di atas masih ada pula
umumnya, masyarakat Banjar sebutan lainnya, yaitu:
mengenal istilah-istilah tertentu minantu (suami / isteri dari anak ULUN)
sebagai panggilan dalam keluarga. pawarangan (ayah / ibu dari minantu)
mintuha (ayah / ibu dari suami / isteri ULUN)
Terdapat panggilan untuk mintuha lambung (saudara mintuha dari
saudara dari ayah atau ibu, saudara ULUN)
tertua disebut Julak, saudara kedua sabungkut (orang yang satu Datu dengan
disebut Gulu, saudara berikutnya ULUN)
disebut Tuha, saudara tengah dari mamarina (sebutan umum untuk saudara
ayah dan ibu disebut Angah, dan yang ayah/ibu dari ULUN)
lainnya biasa disebut Pakacil (paman kamanakan (anaknya kakak / adik dari ULUN)
muda/kecil) dan Makacil (bibi sapupu sakali (anak mamarina dari ULUN)
muda/kecil), sedangkan termuda maruai (isteri sama isteri bersaudara)
disebut Busu. Untuk memanggil ipar (saudara dari isteri / suami dari ULUN)
saudara dari kai dan nini sama saja, panjulaknya (saudara tertua dari ULUN)
begitu pula untuk saudara datu. pambusunya (saudara terkecil dari ULUN)
badangsanak (saudara kandung)
RELIGI / KEPERCAYAAN
Menurut Alfani daud (1997) definisi religi lebih mengarah kepada aspek kepercayaan,
yaitu suatu kepercayaan yang diterima dengan benar, tetapi tidak bisa dibuktikan secara empiris.
Pendapat lain mengatakan bahwa semua kepercayaan selalu didahului oleh tindakan, sehingga
religi bukan hanya kepercayaan tetapi selalu melibatkan tindakan/perbuatan tertentu. Juga
dikemukakan bahwa untuk kepercayaan religius harus terdapat tindakan dunia yang terkait
dengannya, atau upacara adalah religi yang in action.
Secara keseluruhan kepercayaan yang dianut oleh masyarakat Banjar (orang Banjar)
dibedakan menjadi tiga kategori. Pertama; adalah kepercayaan yang bersumber dari
ajaran agama Islam, dan isinya tergambar dari rukun Iman yang enam. Kedua; adalah
kepercayaan yang mungkin ada kaitannya dengan struktur masyarakat Banjar pada
zaman dahulu (zaman sultan-sultan dan sebelumnya). Ketiga; adalah kepercayaan yang
berhubungan dengan tafsiran masyarakat atas alam lingkungan sekitar.

AJARAN KEPERCAYAAN TAFSIRAN


AGAMA ZAMAN ALAM
ISLAM DAHULU SEKITAR
RELIGI / KEPERCAYAAN
Ada juga pendapat yang mengatakan bahwa suku banjar awalnya menganut ajaran
agama Hindu karena pengaruh Kerajaan Majapahit. Dibuktikan dengan temuan dua buah
Candi di daerah Banjar, yaitu Candi Agung di Amuntai dan Candi Laras di Margasari.

Sumber : https://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/d/d8/Candi_Agung_(5).jpg Sumber : https://lh4.googleusercontent.com


RELIGI / KEPERCAYAAN

KEPERCAYAAN
NILAI DAN PANDANGAN
HIDUP
MAYORITAS
MUSLIM PEPATAH &
SIMBOL-
SIMBOL
MATA
PENCAHARIAN

BERBURU BERBURU

BERTANI -
BERLADANG

KERAJINAN
BAGARTI DAN MEALIR, SISTEM
BERBURU SUKU BANJAR
Bagarti
Di Kalimantan Selatan, masyarakat pada umumnya
memburu jenis binatang hutan yang terdapat di darat,
dikenal dengan istilah Bagarti.
seperti: menjangan (kijang),
pelandak (kancil).
Binatang liar lainnya seperti
babi, kerbau liar, kera, dan jenis
unggas seperti burung belibis,
burung punai, burung
aanyaman, burung palung,
burung titikusan, burak-burak
burung putih dan sebagainya.
Mealir
Sedangkan kalau berburu di perairan
dikenal dengan istilah mealir. Biasanya
yang diburu adalah buaya, biawak, ular
sawah, dan puraca, mereka tidak untuk
dimakan, hanya diambil kulitnya saja.
Akan tetapi kadang dagingnya dijadikan
obat seperti daging buaya untuk obat
gatal.

Sedangkan alat-alat yang digunakan untuk berburu umumnya


menggunakan renggi, lipah, parang panjang, sumpitan, anjing, jebak, pulut,
jaring dan sebagainya.
BERTANI - BERLADANG
Daerah Banjar terkenal dengan
pertanian ladang dan pertanian sawah.
Pertanian ladang atau disebut ladang
gunung. Pertanian di ladang ini menempati
tempat kedua setelah pertanian di sawah.
Teknik pertanian. Pertanian ladang ini
biasanya dilakukan di daerah pegunungan
di mana tanah masih banyak dan luas,
yang memungkinkan mereka ini untuk
berpindah-pindah tempat untuk mencari
daerah-daerah yang subur.
Untuk pertanian ladang biasanya ada
dua macam tanah yaitu tanah yang masih
berhutan lebat dan tanah yang hanya
ditumbuhi alang-alang.
Pada tanah yang berhutan lebat urutan pekerjaan yang dilakukan untuk
melaksanakan pertanian ladang adalah menebang dan menebas hutan, memotong
kayu dan mebakar kayu tersebut. Sedangkan pada tanah yang hanya ditumbuhi alang-
alang yaitu membersihkan dan mencangkul tanah dalam gumpalan-gumpalan kecil dan
alat untuk mencangkulnya diperlukan tajak gunung. Setelah itu dilubangi lagi dengan
halu tugal dan ke dalam lubang dimasukan bibit.
KERAJINAN
Faktor kekayaan alam
Kalimantan memberikan
berbagai kemungkinan
kepada penduduknya
untuk memanfaatkan hasil-
hasil kekayaan alam
tersebut dengan berbagai
cara antara lain dengan
usaha-usaha kerajinan
yang sejak dulu telah
dikembangkan di desa
yang ada di Kalimantan
Selatan.
Pada umumnya dapat dikatakan bahwa usaha-
usaha kerajinan yang terbanyak dikerjakan oleh
penduduk desa adalah sebagai usaha tambahan di
samping mata penceharian utama bertani atau
menangkap ikan.
Usaha-usaha kerajinan tangan ini yang berhubungan dengan kerajinan
menganyam sejak turun temurun tetap hidup dan berkembang sebagai
tambahan penghasilan yang besar artinya bagi penduduk.
Di samping kerajinan menganyam di Kalimantan Selatan terdapat
kerajinan mengasah intan dan batu-batuan. Pusat pengasahan intan yang
terkenal sejak dulu ialah Martapura. Teknik pengasahan secara tradisional
yakni dengan memakai alat-alat penggosok yang masih sederhana. Dari
teknik penggalian yang sederhana ini telah menghasilkan intan-intan besar
dengan harga jutaan.
HUKUM ADAT
Tak banyak etnis di nusantara
yang memiliki kekayaan historis
berupa kodifikasi hukum di masa
lampau. Kerajaan Banjar di masa
lalu memiliki hal tersebut. Dalam
catatan Amir Hasan Kiai Bondan,
setidaknya ada satu undang-
undang (hukum tertulis) yang
pernah dimiliki masyarakat Banjar
masa lalu, yaitu Undang-undang
Sultan Adam.
Undang-Undang Sultan
Adam (UUSA) adalah bukti
otentik yang bersifat tertulis yang
dibuat oleh Sultan Adam pada
masa ia berkuasa sekitar tahun
1825-1857.
UUSA memberikan aturan yang
berisi tentang hubungan masyarakat
yang satu dengan yang lain
(keperdataan), termasuk juga mengatur
tentang hubungan hukum pemerintah
dan masyarakatnya (kepidanaan).
Dalam UUSA ini juga terdapat
lembaga peradilan, baik yang bersifat
publik dan privat, termasuk fungsi-fungsi
peradilan di lapangan hukum Islam
layaknya peradilan agama kini.
ARSITEKTUR PERMUKIMAN
Kampung Kuin terbentuk dari sebuah
kerajaan, yakni Kerajaan Banjar. Kerajaan
Banjar adalah kerajaan Islam di pulau
Kalimantan yang wilayah kekuasaannya
meliputi sebagian besar daerah Kalimantan
pada saat sekarang ini. Kerajaan ini berdiri
pada September 1526, dengan Sultan
Suriansyah (Raden Samudera) sebagai Sultan
pertama.
Tempat yang diyakini sebagai lokasi
Keraton Banjar adalah lokasi yang saat ini
terdapat kompleks makam Sultan Suriansyah
dan sekitarnya di Kelurahan Kuin Utara, Kota
Banjarmasin.
Kerajaan Banjar pertama
inilah yang menjadi cikal bakal
terbentuknya pemukiman di
sepanjang tepian Sungai Kuin.
Rumah Patih Masih merupakan
bangunan pertama yang
kemudian dijadikan istana.
Rumah Patih merupakan
bangunan tertua yang didirikan
di tepian sungai yang diikuti
dengan rumah-rumah yang
menjadi tempat tinggal para
keturunan raja dan bangunan
lainnya yang mendukung
pemerintahan serta bangunan
masjid yang dikenal dengan
Masjid Sultan Suriansyah.
Adanya kerajaan pada kawasan ini dengan semua pengikut dan
pegawai yang bekerja pada kerajaan serta penduduk dapat diidentifikasi
secara spasial. Istana yang menjadi pusat kerajaan berada di tengah yang
selanjutnya diikuti Lapangan Keraton dan rumah kerabat raja Menara
pengawas dengan rumah kerabat dekat raja dan para penggawa mentri
serta prajurit yang kemudian disusul dengan adanya permukiman penduduk
atau rakyat Banjar pada umumnya.
Perkembangan yang terjadi di kawasan Kuin ini cukup pesat. Seiring dengan
pertambahan penduduk, rumah tidak hanya dibangun di sepanjang tepian
sungai tetapi juga di atas badan sungai.
Rumah-rumah yang berada di tepian sungai memiliki pola linear dan
menghadap sungai seperti awalnya berdiri. Sedangkan rumah-rumah yang
berada di atas badan sungai meskipun memiliki pola linear yang mengikuti
sungai, tetapi arah orientasinya menghadap jalan yang artinya rumah-rumah ini
membelakangi sungai. Rumah yang berada lebih ke tengah atau darat memiliki
arah orientasi menghadap jalan yang menyebabkan pola yang terbentuk sesuai
dengan perkembangan jalan yang ada sehingga terkesan berantakan.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.intipsejarah.com/2014/12/sejarah-asal-usul-
suku-banjar.html

http://puslit2.petra.ac.id/ejournal/index.php/tsp/article/
viewFile/17325/17272

http://19.uhamzah.web.id/id3/2823-2721/Suku-
Banjar_26206_19-uhamzah.html

Anda mungkin juga menyukai