PENDAHULUAN
1
Maka dari itu, sangatlah penting untuk mengatasi masalah defisiensi besi
dan ADB ini terutama pada anak. Diperlukan strategi yang efektif, efisien serta
menyentuh semua lapisan masyarakat. Sejauh ini fokus penanggulangan ADB
pada bayi, Balita dan anak sekolah belumlah memadai, padahal dampak negatif
yang ditimbulkan pada kelompok ini sangatlah serius karena mereka sedang
berada pada tahap tumbuh kembang. Penanganan sedini mungkin sangatlah
berarti bagi kelangsungan pembangunan karena merekalah penentu kualitas
manusia dan bangsa Indonesia ke depannya.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
Tabel 1. Kebutuhan Besi Anak Balita2
4
dan ada yang mempermudah penyerapan. Faktor yang
mempermudah penyerapan besi adalah meat factors, vitamin C,
dan asam klorida di lambung. Sedangkan faktor penghambat adalah
fosfat yang berlebih, tanat, fitat, serat (fibre) terganggunya fungsi
usus, dan infeksi. 1,2
Zat besi diserap di dalam duodenum dan jejunum bagian atas
melalui proses yang kompleks.1 Tahapan penyerapan besi tersebut
yaitu besi yang terdapat di dalam bahan pangan, baik dalam bentuk
Fe3+ atau mula-mula mengalami proses pencernaan. Di dalam
lambung Fe3+ larut dalam asam lambung, kemudian diikat oleh
gastroferin dan direduksi menjadi Fe2+. Di dalam usus Fe2+ dioksidasi
menjadi FE3+. Selanjutnya Fe3+ berikatan dengan apoferitin yang
kemudian ditransformasi menjadi feritin, membebaskan Fe2+ ke
dalam plasma darah. Di dalam plasma, Fe 2+ dioksidasi menjadi Fe3+
dan berikatan dengan transferitin. Transferitin mengangkut Fe2+ ke
dalam sumsum tulang untuk bergabung membentuk hemoglobin.
Besi dalam plasma berada dalam keseimbangan. Transferrin
mengangkut Fe2+ ke dalam tempat penyimpanan besi di dalam tubuh
(hati, sumsum tulang, limpa, sistem retikuloendotelial), kemudian
dioksidasi menjadi Fe3+. Fe3+ ini bergabung dengan apoferritin
membentuk ferritin yang kemudian disimpan, besi yang terdapat
pada plasma seimbang dengan bentuk yang disimpan. 2
Pada bayi absorbsi zat besi dari ASI meningkat dengan
bertambah tuanya umur bayi. Perubahan ini terjadi lebih cepat pada
bayi yang lahir prematur dari pada bayi yang lahir cukup bulan.
Jumlah zat besi akan terus berkurang apabila susu diencerkan
dengan air untuk diberikan kepada bayi. 2
Walaupun jumlah zat besi dalam ASI rendah, tetapi
absorbsinya paling tinggi. Sebanyak 49% zat besi dalam ASI dapat
diabsorbsi oleh bayi. Sedangkan susu sapi hanya dapat diabsorbsi
sebanyak 10-12% zat besi. Kebanyakan susu formula untuk bayi
5
yang terbuat dari susu sapi difortifikasikan dengan zat besi. Rata-rata
besi yang dapat diabsorbsi dari susu formula adalah 4%. 2
Pada waktu lahir, zat besi dalam tubuh kurang lebih 75 mg/kg
berat badan, dan cadangan zat besi kira-kira 25% dari jumlah ini.
Pada umur 6-8 tahun, terjadi penurunan kadar Hb dari yang tertinggi
pada waktu lahir menjadi rendah. Hal ini disebabkan karena ada
perubahan besar pada sistem erotropoiesis sebagai respon terhadap
penghantaran oksigen yang bertambah banyak kepada jaringan.
Kadar Hb menurun sebagai akibat dari penggantian sel-sel darah
merah yang diproduksi sebelum lahir dengan sel-sel darah merah
baru yang diproduksi sendiri oleh bayi. Persentase zat besi yang
dapat diabsorbsi pada umur ini rendah karena masih banyaknya
cadangan zat besi dalam tubuh yang dibawa sejak lahir. Sesudah
umur tersebut sistem eritropoesis berjalan normal dan menjadi lebih
efektif. Kadar Hb naik dari terendah 11 mg/100 ml menjadi 12,5
g/100 ml, pada bulan-bulan terakhir masa kehidupan bayi. 1,2,3
Bayi yang lahir BBLR mempunyai cadangan zat besi yang
lebih rendah dari bayi yang normal yang lahir dengan berat badan
cukup, tetapi rasio zat besi terhadap berat badan adalah sama. Bayi
ini lebih cepat tumbuhnya dari pada bayi normal, sehingga cadangan
zat besi lebih cepat habis. Oleh sebab itu kebutuhan zat besi pada
bayi ini lebih besar dari pada bayi normal. Jika bayi BBLR mendapat
makanan yang cukup mengandung zat besi, maka pada usia 9 bulan
kadar Hb akan dapat menyamai bayi yang normal. 2,3
Prevalensi anemia yang tinggi pada anak umumnya disebabkan
karena makanannya tidak cukup banyak mengandung zat besi
sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhannya, terutama pada negara
yang sedang berkembang. Faktor budaya juga berperanan penting,
bapak mendapat prioritas pertama mengkonsumsi bahan makanan
hewani, sedangkan anak dan ibu mendapat kesempatan yang
belakangan. Selain itu zat lain yang biasanya terdapat dalam
makanannya turut pula menghambat absorbsi zat besi.2,3
6
2.1.3 Absorpsi Zat Besi
Tubuh mendapatkan masukan besi yang berasal dari makanan dalam
usus. Untuk memasukkan besi dari usus ke dalam tubuh diperlukan
proses absorpsi. Absorpsi besi paling banyak terjadi pada duodenum
dan jejunum proximal karena struktur epitelnya yang memungkinkan
untuk hal itu.1,2,3 Proses absorpsi besi dibagi menjadi 3 fase, yaitu:
1. Fase luminal
Pada fase ini, besi dalam makanan (heme ataupun non-heme)
diolah dalam lambung, dan karena pengaruh asam lambung maka
besi dilepaskan dari ikatannya dengan senyawa lain, kemudian
terjadi reduksi dari besi bentuk ferri ke ferro yang kemudian siap
diserap dalam duodenum.1,2
2. Fase mukosal
Fase penyerapan dalam mukosa usus yang merupakan suatu
proses aktif, yang terutama terjadi melalui mukosa duodenum dan
jejunum proximal. 1,2
3. Fase korporeal
Meliputi proses transportasi besi dalam sirkulasi, utilisasi besi
oleh sel-sel yang memerlukan, serta penyimpanan (storage) besi
oleh tubuh. Besi setelah diserap oleh enterosit (epitel usus),
melewati bagian basal epitel usus, memasuki kapiler usus,
kemudian dalam darah diikat oleh apotransferin menjadi
transferrin. Transferrin akan melepaskan besi pada sel RES
melalui proses pinositosis. 1,2
Banyaknya absorpsi besi dalam tubuh tergantung pada beberapa hal
berikut:1
1. Jumlah kandungan besi dalam makanan.
2. Jenis besi dalam makanan (heme atau non-heme)
3. Adanya bahan penghambat atau pemacu absorpsi dalam makanan.
4. Jumlah cadangan besi dalam tubuh.
5. Kecepatan eritropoiesis.
7
2.1.4 Siklus Besi dalam Tubuh
Pertukaran besi dalam tubuh merupakan siklus yang tertutup yang
diatur oleh besarnya besi yang diserap usus, sedangkan kehilangan
besi fisiologik bersifat tetap. Besi yang diserap usus tiap hari
berkisar antara 1-2 mg, ekskresi besi terjadi dalam jumlah yang sama
melalui eksfoliasi epitel. Besi dari usus dalam bentuk transferrin
akan bergabung dengan besi yang dimobilisasi dari makrofag dalam
sumsum tulang sebesar 22 mg untuk dapat memenuhi kebutuhan
eritropoiesis sebanyak 24 mg per hari. Eritrosit yang akan beredar
melalui sirkulasi memerlukan besi sebanyak 17 mg, sedangkan besi
sebesar 7 mg akan dikembalikan ke marofag terjadinya hemolysis
Intramedular. Besi yang terdapat pada eritrosit yang beredar, setelah
mengalami proses penuaan juga akan dikembalikan pada makrofag
sumsum tulang sebesar 17 mg sehingga dapat dilihat sebagai suatu
closed circuit yang sangat efisien, seperti yang tampak pada gambar
1.1
8
Anemia defisiensi besi (ADB) adalah anemia yang timbul akibat
kosongnya cadangan besi tubuh (depleted iron store) sehingga
penyediaan besi untuk eritropoiesis berkurang, yang pada akhirnya
menyebabkan pembentukan hemoglobin berkurang. Kelainan ini
ditandai oleh anemia hipokromik mikrositer, besi serum yang
menurun, TIBC (total iron binding capacity) yang meningkat,
penurunan saturasi transferrin, ferritin serum yang menurun,
pengecatan besi sumsum tulang yang negative dan adanya respon
pengobatan dengan preparat besi.1,2
Anemia sendiri secara umum didefinisikan sebagai suatu
keadaan kadar hemoglobin (Hb) di dalam darah lebih rendah
daripada nilai normal untuk kelompok orang yang bersangkutan. 1
Kelompok ditentukan menurut umur dan jenis kelamin, seperti yang
terlihat di dalam tabel di bawah ini.
9
tertinggi pada golongan umur 13 tahun dan semakin meningkat
dengan memburuknya keadaan gizi.4 Berdasarkan penelitian di
Indonesia (SKRT 1992), prevalensi ADB pada anak balita adalah
55.5%.5 Helen Keller International (HKI/GOI) Nutrition
Surveillance System (NSS) pada Jan-Maret 1999 dan AprilMei
1999 diperoleh prevalensi ADB di bawah lima tahun yang awalnya
40% (SKRT 1995) meningkat menjadi 5085%.5 Penelitian oleh
IDAI pada 1.000 anak sekolah di 11 provinsi di Indonesia
menunjukkan prevalensi anemia sebanyak 2025% dan jumlah anak
yang mengalami defisiensi besi tanpa anemia jauh lebih banyak
lagi.5 Penelitian Dee Pee dkk. pada 2002, mendapatkan prevalensi
anemia pada bayi 35 bulan di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa
Timur adalah 37% pada bayi dengan kadar Hb di bawah 10 g/dl dan
71% pada bayi dengan kadar Hb di bawah 11 g/dl dan bayi berat
badan lahir normal dari ibu anemia mempunyai kecenderungan
hampir dua kali lipat menjadi anemia dibanding dari ibu yang tidak
anemia.5
10
2. Kurangnya besi yang diserap2,5
a. Cadangan zat besi pada waktu lahir tidak cukup, misalnya
pada:
- Bayi berat lahir rendah, lahir kurang bulan, lahir kembar.
- Ibu waktu mengandung menderita anemia kekurangan zat besi
yang berat.
- Pada masa fetus kehilangan darah pada saat atau sebelum
persalinan seperti adanya sirkulasi fetus ibu dan perdarahan
retroplasesta.
11
atas usus halus, tempat utama penyerapan besi heme dan non-
heme. Disamping itu, pola konsumsi bahan makanan yang
banyak mengandung penghambat absorpsi zat besi seperti
menu makanan yang hanya terdiri dari sumber karbohidrat
seperti nasi, umbi-umbian atau kacang-kacangan seperti
kedelai dan teh yang mengandung tannin, jika dikonsumsi
bersama- sama pada saat makan akan mengurangi penyerapan
zat besi sampai 50%. Pada umumnya zat besi pada sayur--
sayuran, kacang-kacangan, umbi-umbian dan buah-buahan
penyerapan zat besinya termasuk rendah hanya 5%.
3.
Perdarahan1,2,6
Kehilangan darah akibat perdarahan merupakan penyebab penting
terjadinya ADB. Kehilangan darah akan mempengaruhi
keseimbangan status besi. Kehilangan darah 1 ml akan
mengakibatkan kehilangan darah 3-4 ml/hari (1,5-2 mg besi)
dapat mengakibatkan keseimbangan negatif besi. Perdarahan
dapat berupa perdarahan saluran cerna, milk induced enterophaty,
ulkus peptikum, karena obat-obatan (asam asetil salisilat,
indometasin, obat anti inflamasi non-steroid), polyposis rektum
maupun divertikel merkel dan infestasi cacing (Ancylostoma
duodenale dan Necator americanus) yang menyerang usus halus
bagian proksimal dan menghisap darah dari pembuluh darah
submukosa usus.
4.
Transfusi feto-maternal5,6
Kebocoran darah yang kronis ke dalam sirkulasi ibu akan
meneybabkan ADB pada akhir masa fetus dan pada awal masa
neonatus.
5.
Hemoglobinuria2
12
Keadaan ini biasanya dijumpai pada anak yang memakai katup
jantung buatan. Pada Paroxismal Nocturnal Hemoglobinuria
(PNH) kehilangan besi melalui urin rata-rata 1,8-7,8 mg/hari
6.
Iatrogenic blood loss2
Pada anak yang banyak diambil darah vena untuk pemeriksaan
laboratorium berisiko untuk menderita ADB.
7.
Idiopathic pulmonary hemosiderosis2
Penyakit ini jarang terjadi. Penyakit yang ditandai perdarahan
paru yang hebat dan berulang serta adanya infiltrat pada paru
yang hilang timbul. Keadaan ini dapat menyebabkan kadar Hb
menurun drastis hingga 1,5-3 g/dl dalam 24 jam.
8.
Latihan yang berlebihan2
Pada atlet yang berolahraga berat seperti olah raga lintas alam,
sekitar 40% remaja perempuan dan 17% remaja laki-laki kadar
feritin serumnya < 10 ug/dl. Perdarahan saluran cerna yang tidak
tampak sebagai akibat iskemia yang hilang timbul pada usus
selama latihan terjadi pada 50% pelari. 2,4
13
Tahap ini disebuta iron depletion atau storage iron deficiency,
ditandai dengan berkurangnya atau tidak adanya cadangan besi.
Hemoglobin dan fungsi protein besi lainnya masih normal. Pada
keadaan ini terjadi peningkatan absorpsi besi non-heme. Feritin
serum menurun sedangkan pemeriksaan lain untuk mengetahui
adanya kekurangan besi masih normal.
14
Secara umum, gejala ADB dapat digolongkan menjadi 3 golongan
besar, yaitu:1
1. Gejala umum Anemia
Disebut juga sindrom anemia, biasanya terjadi bila kadar Hb
turun di bawah 7-8 g/dl. Gejalanya berupa: lemah, lesu, cepat
lelah, mata berkunang-kunang, serta telinga mendenging. Pada
ADB, penurunan Hb umumnya terjadi secara perlahan sehingga
sering kali gejala ini tidak terlalu mencolok dibandingkan dengan
jenis anemia lain yang penurunan kadar Hbnya berlangsung
cepat.
Gambar 2. Koilonychia
b. Atrofi papil lidah, sehingga permukaan lidah menjadi licin dan
tampak mengkilap.
c. Stomatitis angularis, adanya keradangan pada sudut mulut
sehingga tampak sebagai bercak berwarna keputihan
15
Gambar 2. Atrofi papil lidan dan Stomatitis angularispada pasien ADB
16
berkurang setelah mereka mendapat terapi zat besi. Lebih lanjut
di Alaska, penyakit diare dan saluran pernafasan lebih umum
ditemui pada orang-orang eskimo dan orang-orang asli yang
menderita defisiensi besi. Meningitis lebih sering berakibat fatal
pada anak-anak dengan kadar hemoglobin di atas 10,1 g/dl. 2,5
a. Imunitas humoral
Peranan sirkulasi antibodi sampai sekarang dianggap
merupakan pertahanan utama terhadap infeksi, dan hal ini
dapat didemonstrasikan pada manusia. Pada manusia
kemampuan pertahanan tubuh ini berkurang pada orang-orang
yang menderita defisiensi besi. Nalder dkk mempelajari
pengaruh defisiensi besi terhadap sintesa antibodi pada tikus-
tikus dengan menurunkan setiap 10% jumlah zat besi dalam
diit. Ditemukan bahwa jumlah produksi antibodi menurun
sesudah imunisasi dengan tetanus toksoid, dan penurunan ini
secara proporsional sesuai dengan penurunan jumlah zat besi
dalam diit. Penurunan titer antibodi tampak lebih erat
hubungannya dengan indikator konsumsi zat besi, daripada
dengan pemeriksaan kadar hemoglobin, kadar besi dalam
serum atau feritin, atau berat badan. 2,5
17
yang defisiensi berat dan sedang terjadi depresi respons
terhadap PHA oleh limfosit, sedangkan pada kelompok
defisiensi ringan dan normal tidak menunjukkan hal serupa.
Keadaan ini diperbaiki dengan terapi besi. 2,5
c. Fagositosis
Faktor penting lainnya dalam aspek defisiensi besi adalah
aktivitas fungsional sel fagositosis. Defisiensi besi dapat
mengganggu sintesa asam nukleat mekanisme seluler yang
membutuhkan metaloenzim yang mengandung Fe. Schrimshaw
melaporkan bahwa sel-sel sumsum tulang dari penderita kurang
besi mengandung asam nukleat yang sedikit dan laju inkorporasi
(3H) thymidin menjadi DNA menurun. Kerusakan ini dapat
dinormalkan dengan terapi besi. Sebagai tambahan, kurang
tersedianya zat besi untuk enzim nyeloperoksidase menyebabkan
kemampuan sel ini membunuh bakteri menurun. Anak-anak yang
menderita defisiensi besi menyebabkan persentase limfosit T
menurun, dan keadaan ini dapat diperbaiki dengan suplementasi
besi. Menurunnya produksi makrofag juga dilaporkan oleh
beberapa peneliti. Terjadi penurunan produksi limfosit dalam
respons terhadap mitogen, dan ribonucleotide reductase juga
menurun. Semuanya ini dapat kembali normal setelah diberikan
suplemen besi. 2,5
18
transporter (DMT1), eksporter besi seluler (feroportin, MTP1). Di
dalam otak, besi ditemukan dalam bentuk ferritin dan distribusi
tidak merata sesuai pada fungsi masing-masing area otak.
Konsentrasi besi yang tinggi didapat di oligodendrosit, globus
pallidus, nucleus caudatus, putamen, substantia nigra.2,5 Terdapat
3 proses yang menjadi dasar penyebab gangguan kognitif pada
ADB yaitu: 2,5
1. Gangguan pembentukan myelin
Mielinisasi memerlukan besi yang cukup dan tidak dapat
berlangsung baik bila oligodendrosit mengalami kekurangan
besi. Oligodendrosit merupakan sel yang memproduksi myelin
dari kolesterol dan lipid. Mielinisasi mulai pada prenatal,
maksimum antara trimester 3 dan 2 tahun paska natal dan
selesai pada usia 10 tahun. Mielin ini penting untuk kecepatan
penghantaran rangsang.
19
memperoleh pengertian. Kemampuan berkonsentrasi terhadap
suatu rangsang dari luar, memecahkan masalah, mengingat atau
memanggil kembali dari memorinya suatu kejadian yang telah
lalu, memahami lingkungan fisik dan sosial termasuk dirinya
sendiri.2,5
Proses belajar mengajar di sekolah pada dasarnya
berlangsung demi meningkatkan makna kehidupan manusia.
Bukti penelitian menyokong bahwa besi memegang peranan
penting dalam perkembangan sistem saraf pusat. Bila terjadi
deplesi besi selama proses perkembangan susunan saraf terutama
pada masa bayi akan mengakibatkan gangguan kognitif yaitu
kontrol motorik, memori, dan perhatian, rendahnya prestasi
sekolah, meningkatnya problem tingkah laku dan disiplin.2,5
Tamura dkk. menemukan bayi yang lahir dengan kadar
ferritin tali pusat rendah diperoleh test neurodevelopment, fungsi
mental, dan psikomotor pada usia 5 tahun hasilnya buruk.2,5
Lozoff (1991) pada penelitian kohort, menyatakan bahwa
defisiensi besi yang berat dan lama pada masa bayi menyebabkan
perkembangan kognitif dan motorik yang lambat pada usia 5
tahun. Dalam pemantauan selanjutnya pada anak ditemukan
fungsi kognitif yang buruk dan rendahnya prestasi sekolah, anak
cenderung merasa cemas, memiliki ganguan perhatian. Walaupun
anemia dapat dikoreksi dengan pemberian besi tetapi nilai tes
perkembangan motorik dan mental tidak dapat dikoreksi.2,5
Penelitian Halterman di Amerika Serikat, mendapatkan
nilai rata-rata matematika pada anak yang menderita anemia
defisiensi besi lebih rendah dibanding anak tanpa anemia
defisiensi besi. Penelitian Bidasari dkk., di daerah perkebunan
Aek Nabara bekerjasama dengan Fakultas Psikologi USU (2006)
pada anak usia 714 tahun yang menderita anemia defisiensi besi
diperoleh Full IQ tidak melebihi rata-rata dengan gangguan
20
pemusatan perhatian dan fungsi kognitif terutama dalam bidang
aritmatika. 2,5
Gambar 3. Apusan darah tepi pasien ADB, tampak sel pensil (kepala anak
panah)7
2. Kadar besi menurun < 50mg/dl, TIBC meningkat > 350 mg/dl,
dan saturasi transferrin < 15%.
3. Kadar serum ferritin <20 g/dl. Jika terdapat inflamasi maka
ferritin serum sampai dengan 60 g/dl masih menunjukkan
adanya defisiensi besi.
21
Gambar 2. Indikator pemeriksaan untuk ADB3
4. Pada sarana dengan advance lab, dapat diperiksa reseptor
transferrin yang kadarnya meningkat pada ADB, tapi normal pada
anemia on chronic disease maupun thalassemia.
5. Sumsum tulang menunjukkan hyperplasia normoblastik dengan
mikronormoblast yang dominan.
6. Pengecatan besi sumsum tulang dengan perl`s stain menunjukkan
cadangan besi (butir hemosiderin) yang negatif.
7. Perlu juga dilakukan pemeriksaan untuk mencari etiologi ADB,
antara lain: pemeriksaan feses untuk cacing tambang,
pemeriksaan darah samar dalam feses, barium intake atau inloop
maupun endoskopi sesuai dengan arah kecurigaan etiologi ADB
tersebut.
22
Saturasi transferrin < 15%
b. Ferritin serum < 20 g/dl
c. Pengecatan sumsum tulang dengan pearl`s stain menunjukkan
cadangan besi (butir-butir hemosiderin) yang negatif.
d. Dengan pemberian sulfas ferosus 3 mg/kg/hari (atau preparat besi
lain yang setara) selama 4 minggu disertai kenaikan kadar
hemoglobin lebih dari 2g/dl.
23
2.2.10 Terapi Anemia Defisiensi Besi
Preparat besi per oral yang dianjurkan adalah Sulfas ferous 4-6
mg/kgbb/hari. Hasil pengobatan terlihat dari kenaikan hitung
retikulosit dan kenaikan kadar Hb 2 g/dl atau lebih setelah 1 bulan.
Bila ditemukan respon terapi dilanjutkan 2-3 bulan. Disamping itu
dapat juga diberikan preparat besi parenteral yaitu iron dextran
(mengandung 50 mg Fe/ml) dapat diberikan setiap kali suntik 1ml
setiap 2-3 hari, diberikan bila pemberian peroral tidak tidak berhasil.
Tranfusi darah hanya diberikan bila kadar Hb kurang dari 4 g % dan
disertai dengan keadaan umum yang berat seperti gagal jantung dan
bronkopneumonia.9
24
4. Memberi makanan PASI mulai 6 bulan yang kaya zat besi atau
sudah difortifikasi.
5. Meningkatkan konsumsi besi dari sumber hewani seperti daging,
ikan, unggas, makanan laut disertai minum sari buah yang
mengandung vitamin C (asam askorbat) untuk meningkatkan
absorbsi besi dan menghindari atau mengurangi minum kopi, teh,
es teh, minuman ringan yang mengandung karbonat dan minum
susu pada saat makan.
6. Suplementasi besi. Merupakan cara menanggulangi ADB di
daerah dengan prevalensi tinggi. Pemberian suplementasi besi
pada bayi cukup bulan mulai usia 6 bulan, dosis 1 mg/KgBB/hari,
pada bayi BBLR dimulai sejak usia 4 bulan, untuk BBL < 1000
gram diberi 4 mg/KbBB/hari, BBL 10001500 gram memerlukan
3 mg/KgBB/hari, BBL 15002000 gram memerlukan 2
mg/KgBB/hari. Untuk meningkatkan absorbsi besi, sebaiknya
suplementasi besi tidak diberi bersama susu, kopi, teh, minuman
ringan yang mengandung karbonat, multivitamin yang
mengandung phosphate dan kalsium.
7. Skrining anemia. Pemeriksaan hemoglobin dan hematokrit masih
merupakan pilihan untuk skrining anemia defisiensi besi. Skrining
anemia pada bayi normal dan cukup bulan dimulai pada usia
antara 912, dilanjut 6 bulan kemudian dan setiap tahun antara
usia 2 sampai 5 tahun. Untuk bayi BBLR atau bayi kurang bulan
skrining dimulai sebelum usia 6 bulan.
25
BAB III
LAPORAN KASUS
3.2. Heteroanamnesis
Riwayat Penyakit Sekarang
Keluhan utama : Pucat
Pasien merupakan rujukan dari RSU Dharma Yadnya dengan diagnosis
observasi hemoptoe + anemia gravis. Pasien diantar oleh kedua orang tuanya.
Pucat dikeluhkan orang tua dan tetangga sejak satu bulan sebelum masuk rumah
sakit dan dikeluhkan sering sakit terutama batuk sejak 3 bulan terakhir. Pucat
dikatakan baru disadari setelah tetangga pasien melihat warna kulit pasien yang
nampak pucat. Pasien dikeluhkan pucat terutama di bagian wajah dan telapak
tangannya. Batuk yang pasien alami kadang disertai bercak darah saat batuk yang
cukup keras namun dengan jumlah sedikit. Saat dibawa ke rumah sakit, pasien
sudah tidak batuk lagi.
Pasien juga dikatakan lemas, rewel, dan mudah marah sejak kurang lebih 1
bulan yang lalu. Lemas dikatakan membuat pasien lebih banyak diam. Pasien
menjadi malas bermain maupun bercanda seperti biasanya. Keluhan dikatakan
tidak membaik walaupun pasien telah makan maupun istirahat.
26
Nafsu makan pasien juga dikatakan menurun sejak kurang lebih 2 bulan
yang lalu. Pasien dalam kesehariannya minum ASI kurang lebih 12x/hari dengan
bubur beras. Pasien jarang memakan daging, telur, sayur-sayuran hijau dan buah-
buahan. Pasien juga dikatakan sejak sebulan terakhir makan tanah dan sabun.
Keluhan demam, batuk, serta pilek disangkal. Riwayat kuning disangkal
oleh orang tua pasien. Buang air besar dan buang air kecil dikatakan normal. BAK
pasien dikatakan berwarna jernih kekuningan. BAB pasien dikatakan dengan
konsistensi padat berwarna kekuningan. Riwayat BAB kehitaman dan keluar
cacing disangkal orang tua pasien.
Riwayat Pengobatan
Pasien sempat diperiksa dan dilakukan pengecekan darah lengkap serta foto
rontgen thoraks di RSU Dharma Yadnya. Di sana pasien disarankan untuk
mendapatkan transfusi darah karena anemia sehingga dirujuk ke RSUP Sanglah.
Riwayat Keluarga
Dikatakan tidak ada keluarga yang menderita penyakit atau gejala-gejala yang
sama dengan penderita, baik itu dari pihak bapak ataupun dari pihak ibu. Ini
merupakan kejadian yang pertama kali ditemukan dalam keluarga tersebut.
Riwayat sakit jantung, kencing manis, asma, dan tekanan darah tinggi ataupun
sakit lainnya disangkal oleh keluarga.
27
minggu. Selama mengandung ibu tidak pernah mengkonsumsi jamu-jamuan
ataupun obat-obatan secara sembarangan.
Riwayat kelahiran
Penderita merupakan anak pertama. Penderita lahir secara normal dibantu bidan.
Berat badan lahir 3200 gram dan panjang badan saat lahir yaitu 52 cm. Pada saat
lahir dikatakan tidak ada komplikasi apapun.
Riwayat nutrisi
ASI : 0 12 bulan
Bubur Susu : 6 bulan 8 bulan
Bubur nasi : 6 bulan -12 bulan
Riwayat Imunisasi
BCG : 1x
DPT : 3x
Polio : 4x
Hepatitis B : 4x
Campak 1x
Riwayat Sosial
Pasien adalah anak pertama. Pasien merupakan anak yang aktif.
28
3.3. Pemeriksaan Fisik
Vital Sign
Keadaan umum : sakit sedang
Kesadaran : compos mentis
Nadi : 140 x/menit, reguler
Respirasi : 40 x/menit, reguler.
Temperatur Axial : 36,50C
Berat Badan : 8,3 kg
Panjang Badan : 72 cm
Berat Badan Ideal : 8,8 kg
Lingkar Kepala : 41 cm
Status gizi
Waterlow : 94 % (gizi baik)
Status General :
Kepala : Normocephali (LK=41), rambut hitam tidak mudah dicabut.
Mata : Konjungtiva pucat +/+, ikterus -/-, refleks Pupil +/+ isokor, cowong
-/-, edema palpebra -/-.
THT : Nafas cuping hidung (-), sianosis (-), epistaksis (-), perdarahan gusi
(-), mukosa bibir pucat (+),
Leher : Kaku kuduk (-), pembesaran kelenjar (-).
Thorak :
I : Simetris saat statis maupun dinamis (+/+), retraksi (-), besar (kesan
Normal).
P : Vokal fremitus normal.
P : Sonor/sonor
A : Cor : S1 S2 N regular murmur (-)
Po : bronkovesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-.
Abdomen :
I : cembung
A : Bisisng usus (+) menurun.
P : Timpani (+)
29
P : hepar just palpable dan lien tidak teraba, nyeri tekan (-), turgor
kembali cepat
Extremitas :
Akral hangat ++/++
Edema --/--
Capillary refill time 2 detik
Refleks Patologis : refleks babinski -/-, kernig -/-, brudzinki I -/-, brudzinki
II -/-
30
MCH (pg) 14,30 Rendah 25,0 35,0
MCHC (g/dl) 21,60 Rendah 31,0 36,0
RDW (%) 15,70 11,6 18,7
PLT (x 103/uL) 479 Tinggi 140 440
RETIC (%) 2,00 0,50 2,50
RETIC (x 109/L) 46,50 22 139
Kimia Klinik
Parameter 26/02/2015 Remark Nilai Normal
Serum Iron 11,90 Rendah 40-100
(g/dL)
TIBC (g/dL) 533 Tinggi 100-400
Imunologi
Parameter 27/02/2015 Remark Nilai Normal
Feritin (ng/mL) 11,82 Rendah 13-150
31
Radiologi (25/2/2015)
Thorax foto
Foto Thorax AP
Cor : besar dan ukuran normal (CTR : 54%)
Pulmo : Corakan bronkovaskuler normal
Sinus pleura kanan dan kiri tajam
Diafragma kanan dan kiri normal
Tulang-tulang tidak tampak kelainan
Kesan : Cor dan Pulmo dalam keadaan normal.
32
Kebutuhan cairan 830 cc/hari
Pasien mampu minum ASI on demand
Kebutuhan kalori 830 kkal/hari
Kebutuhan protein 16,6 gram/hari
Persiapan transfusi PRC dengan Hb target 10 g/dl
26/02/2015 S : Demam (-), batuk (-), pucat (+), gerak aktif (+), Tx
BAB/BAK (+). Kebutuhan
O : cairan
St. present 830cc/hari ~
mampu
Kesadaran : Compos Mentis minum
seluruhnya
Nadi : 124x/menit, isi cukup, reguler (ASI on
demand)
RR: 32x/menit Kebutuhan
kalori 830
Tax: 36,5 0C kkal/hari
Kebutuhan
St. general protein 16,6
gram/hari
Kepala : Normocephali Transfusi PRC
dengan Hb
Mata : An (+/+),ikt (-/-), edema palpebra (-), target 10 g/dl
cowong (-/-) (profilaksis
furosemid 5
THT : NCH (-), sekret (-), faring hiperemis (-) mg iv
sebelum
Thorax : Simetris (+), retraksi (-) transfusi)
I = 25 cc
Cor : S1S2 tunggal reguler, murmur (-) (selang 24
jam)
Po : broncovesikuler +/+, wh -/-, rh-/- II = 45 cc
III= 60 cc
Abd : Distensi (-), NT (-), BU (+) normal IV = 80 cc
Mx
Ext : Hangat (++/++), edema (--/--) Vital sign
Ass Pdx
: - DL post
Anemia Berat Hipokromik Mikrositer ec Suspek
33
Anemia Defisiensi Besi, DD/ Anemia Penyakit transfusi
Kronis + Gizi Baik
27/02/2015 S : Demam (-), batuk (-), pucat (+), gerak aktif (+), Tx
BAB/BAK (+). Kebutuhan
cairan
St. present 830cc/hari ~
O : mampu
Kesadaran : Compos Mentis minum
seluruhnya
Nadi : 124x/menit, isi cukup, reguler (ASI on
demand)
RR: 30x/menit Kebutuhan
kalori 830
Tax: 36,5 0C kkal/hari
Kebutuhan
St. general protein 16,6
gram/hari
Kepala : Normocephali Transfusi PRC
dengan Hb
Mata : An (+/+),ikt (-/-), edema palpebra (-), target 10 g/dl
cowong (-/-) (profilaksis
furosemid 5
THT : NCH (-), sekret (-), faring hiperemis (-) mg iv
sebelum
Thorax : Simetris (+), retraksi (-) transfusi)
II = 45 cc
Cor : S1S2 tunggal reguler, murmur (-) III= 60 cc
IV = 80 cc
Po : broncovesikuler +/+, wh -/-, rh-/- Mx
Vital sign
Abd : Distensi (-), NT (-), BU (+) normal
Pdx
Ext : Hangat (++/++), edema (--/--) DL post transfusi
Ass
:
Anemia Berat Hipokromik Mikrositer ec Suspek
Anemia Defisiensi Besi, DD/ Anemia Penyakit
Kronis + Gizi Baik
28/02/2015 S : Demam (-), batuk (-), pucat (+), gerak aktif (+), Tx
BAB/BAK (+). Kebutuhan
cairan
O: St. present 830cc/hari ~
mampu
Kesadaran : Compos Mentis minum
seluruhnya
Nadi : 124x/menit, isi cukup, reguler (ASI on
demand)
RR: 32x/menit Kebutuhan
kalori 830
Tax: 36,7 0C kkal/hari
Kebutuhan
St. general protein 16,6
gram/hari
Kepala : Normocephali Transfusi PRC
dengan Hb
34
Mata : An (+/+),ikt (-/-), edema palpebra (-), target 10 g/dl
cowong (-/-) (profilaksis
furosemid 5
THT : NCH (-), sekret (-), faring hiperemis (-) mg iv
sebelum
Thorax : Simetris (+), retraksi (-) transfusi)
III= 60 cc
Cor : S1S2 tunggal reguler, murmur (-) IV = 80 cc
- Suplemen
Po : broncovesikuler +/+, wh -/-, rh-/- iron 5 mg/kg
BB/hari ~40
Abd : Distensi (-), NT (-), BU (+) normal mg~4 ml @
24 jam (oral
Ext : Hangat (++/++), edema (--/--) Ferlin syrup)
Mx
Vital sign
Anemia Berat Hipokromik Mikrositer ec Suspek
Ass Anemia Defisiensi Besi, DD/ Anemia Penyakit Pdx
: DL post transfusi
Kronis + Gizi Baik
Evaluasi SI, TIBC,
Ferritin setelah 2
minggu (tanggal
14/03/2015)
1/03/2013 S : Demam (-), batuk (-), pucat (+), gerak aktif (+), Tx
BAB/BAK (+). Kebutuhan
cairan
St. present 830cc/hari ~
O : mampu
Kesadaran : Compos Mentis minum
seluruhnya
Nadi : 110x/menit, isi cukup, reguler (ASI on
demand)
RR: 24x/menit Kebutuhan
kalori 830
Tax: 36,6 0C kkal/hari
Kebutuhan
St. general protein 16,6
gram/hari
Kepala : Normocephali Transfusi PRC
dengan Hb
Mata : An (+/+),ikt (-/-), edema palpebra (-), target 10 g/dl
cowong (-/-) (profilaksis
furosemid 5
THT : NCH (-), sekret (-), faring hiperemis (-) mg iv
sebelum
Thorax : Simetris (+), retraksi (-) transfusi)
IV = 80 cc
Cor : S1S2 tunggal reguler, murmur (-) - Suplemen
iron 5 mg/kg
Po : broncovesikuler +/+, wh -/-, rh-/- BB/hari ~40
mg~4 ml @
Abd : Distensi (-), NT (-), BU (+) normal 24 jam (oral
Ferlin syrup)
35
Ext : Hangat (++/++), edema (--/--) Mx
Vital sign
Ass Anemia Berat Hipokromik Mikrositer ec Suspek
: Anemia Defisiensi Besi, DD/ Anemia Penyakit Pdx :
Kronis + Gizi Baik DL post transfusi
Evaluasi SI, TIBC,
Ferritin setelah 2
minggu (tanggal
14/03/2015)
2/03/2013 S : Demam (-), batuk (-), pucat (+), lemas (-), makan dan Tx
minum biasa, BAB/BAK (+). Kebutuhan
cairan
St. present 830cc/hari ~
O : mampu
Kesadaran : Compos Mentis minum
seluruhnya
Nadi : 110x/menit, isi cukup, reguler (ASI on
demand)
RR: 28x/menit Kebutuhan
kalori 830
Tax: 36,7 0C kkal/hari
Kebutuhan
St. general protein 16,6
gram/hari
Kepala : Normocephali Transfusi PRC
dengan Hb
Mata : An (-/-),ikt (-/-), edema palpebra (-), target 10 g/dl
cowong (-/-) (profilaksis
furosemid 5
THT : NCH (-), sekret (-), faring hiperemis (-) mg iv
sebelum
Thorax : Simetris (+), retraksi (-) transfusi)
IV = 80 cc
Cor : S1S2 tunggal reguler, murmur (-) - Suplemen
iron 5 mg/kg
Po : broncovesikuler +/+, wh -/-, rh-/- BB/hari ~40
mg~4 ml @
Abd : Distensi (-), NT (-), BU (+) normal 24 jam (oral
Ferlin syrup)
Ext : Hangat (++/++), edema (--/--)
Mx
Ass Anemia Berat Hipokromik Mikrositer ec Suspek Vital sign
: Anemia Defisiensi Besi + gizi baik
Pdx :
DL post transfusi
Evaluasi SI, TIBC,
Ferritin setelah 2
minggu (tanggal
14/03/2015)
36
BAB IV
PEMBAHASAN
37
hasil anamnesis didapatkan bahwa pasien dikeluhkan mengalami pucat yang
mulai dikeluhkan muncul sejak 1 bulan yang lalu SMRS. Pucat juga dikatakan
disertai dengan adanya lemas badan dan pasien tampak lebih rewel sejak kurang
lebih 1 bulan yang lalu. Pasien dikeluhkan pucat terutama di bagian wajah dan
telapak tangannya. Lemas dikatakan menggaggu aktifitas keseharian pasien, yang
menyebabkan menurunnya aktifitas sehari-hari pasien seperti bermain dengan
teman sebayanya. Pasien menjadi malas beraktivitas, rewel, cepat marah, dan
cepat merasa lelah. Pasien juga dikeluhkan mengalami penurunan nafsu makan
sejak 2 bulan lalu. Pasien masih diberikan ASI dan biasanya makan bubur beras
dan jarang mengkonsumsi daging, telur, buah, maupun sayur. Sejak sebulan
terakhir dikatakan makan tanah dan sabun. Hal ini sesuai dengan teori yang
menyatakan bahwa gejala anemia defisiensi besi diantaranya berupa: pucat,
lemah, lesu, cepat lelah, makan makanan yang tidak biasa (pica) yaitu tanah dan
sabun, serta nafsu makan menurun dengan kebiasaan mengkonsumsi bubur beras
dengan jarang mengkonsumsi makan yang mengandung zat besi. Dari hasil
pemeriksaan fisik pada penderita anemia defisiensi besi biasanya didapatkan
bahwa konjungtiva palpebra tampak pucat/anemis.
Dari hasil pemeriksaan penunjang (darah lengkap) didapatkan adanya
kadar Hb, HCT, MCV, MCH, dan MCHC yang lebih rendah dari batas normal.
Dari hasil pemeriksaan didapat bahwa kadar Hb (3,3), MCV (66,10), MCH
(14,30), dan MCHC (21,60). Hal ini juga sesuai dengan gambaran anemia
defisiensi besi yang termasuk dalam anemia hipokromik mikrositer, dimana pada
anemia hipokromik mikrositer akan didapatkan kadar MCV < 80 fl, MCH <27 pg.
Selain itu juga terjadi penurunan serum Fe menjadi 11,90 mg/dl, TIBC 533 mg/dl,
dan penurunan serum feritin menjadi 11,82 ng/mL. Hal ini juga sesuai dengan
kepustakaan yang menyatakan bahwa pada anemia defisiensi besi kadar besi
menurun menjadi <50mg/dl, TIBC meningkat menjadi >350 mg/dl, dan saturasi
transferrin menjadi < 15%. Ferritin serum juga menurun menjadi < 20 g/dl
Untuk mengobati anemia defisiensi besi pada pasien, pasien diberikan
Ferlin Syrup yang mengandung Fe elemental 10 mg/mL sebanyak 1 x 4 ml
perhari. Ini juga sesuai dengan teori dimana pemberian parenteral dilakukan bila
pemberian oral gagal. Pada pasien ini tidak diberikan terapi parenteral karena
38
dengan oral sudah dianggap cukup berhasil. Pemberian transfusi PRC karena Hb
pasien <4 g/dl yaitu 3,3 g/dl. Target Hb yang ingin dicapai sebesar 10 g/dl.
BAB V
KESIMPULAN
39
yang pada akhirnya menyebabkan pembentukan hemoglobin berkurang. Kelainan
ini ditandai oleh anemia hipokromik mikrositer, besi serum yang menurun, TIBC
yang meningkat, penurunan saturasi transferrin, ferritin serum yang menurun,
pengecatan besi sumsum tulang yang negatif dan adanya respon pengobatan
dengan preparat besi.
40
DAFTAR PUSTAKA
41