Anda di halaman 1dari 28

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
berkat rahmat dan karunia-Nya saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang
berjudul Hematoogi II (lanjutan). Adapun tugas makalah ini disusun untuk
memenuhi tugas mata kuliah diagnosis klinis.

Makalah yang kami buat ini masih mempunyai banyak kekurangan


maupun kesalahan, maka dari itu kami berharap kritik dan saran dari para
pembaca yang bersifat membangun agar makalah ini menjadi lebih baik lagi.

Kami berharap dari penyusunan makalah ini dapat memberikan manfaat


bagi kami serta para pembaca.

Ciputat, 21 Maret 2017

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................. i

DAFTAR ISI ............................................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang ..............................................................................................1


B. Rumusan masalah ........................................................................................1
C. Tujuan penulisan .........................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian sel darah merah (eritrosit) ..........................................................2


B. Hematokrit (HCT) ........................................................................................7
C. Hemoglobin (Hb) .........................................................................................9
D. Hemoglobin janin (HbF) ............................................................................14
E. Methemoglobin (metHb) ............................................................................16

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan.................................................................................................23
B. Saran ..........................................................................................................24

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................25

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam dunia medis, kemampuan diagnosa suatu zat menjadi hal yang
sangat penting. Diagnosis tersebut akan dijadikan landasan untuk memeriksa
pasien secara lebih dalam. Diagnosa ini tentunya tidak lepas dari pengetahuan
mengenai sifat, bentuk maupun kontribusinya dalam metabolisme tubuh. Suatu
zat tersebut yang akan dibahas lebih lanjut pada makalah ini yaitu sel darah merah
dan bagian-bagiannya. Oleh karena pentingnya pengetahuan tersebut maka
dengan disusunnya makalah ini diharapkan menjadi alat bantu untuk mengenali
obyek diagnosa diatas yaitu sel darah merah.

B. Rumusan Masalah

1. Apakah yang dimaksud dengan sel arah merah (eritrosit)?

2. Apakah yang dimaksud denga hematokrit (HCT)?

3. Apakah yang dimaksud dengan hemoglobin (Hb)?

4. Apakah yang dimaksud dengan hemoglobin janin (HbF)?

5. Apakah yang dimaksud dengan methemoglobin (metHb)?

C. Tujuan Penulisan

1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan sel darah merah (eritrosit)

2. Mengetahui tentang hematokrit (HCT)

3. Mengetahui tentang hemoglobin (Hb)

4. Mengetahui tentang hemoglobin janin (HbF)

5. Mengetahui tentang methemoglobin (metHb)

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian sel darah merah (Eritrosit)

Sel darah merah merupakan sel darah yang paling banyak yang berada
dalam tubuh yang membawa oksigen dan zat-zat lainnya yang dimana sel darah
merah merupakan sel-sel mikroskopis dan tidak mempunyai inti sel. Sel darah
merah disebut juga eritrosit, Eritrosit berasal dari bahasa Yunani yakni Erythros
yang berarti merah dan kytos yang berarti selubung sel darah. Sel darah merah
(eritrosit) berbentuk bulat pipih, pada bagian tengahnya cekung (bikongkaf) dan
tidak berinti. Eritrosit berwarna merah karena mengandung hemoglobin.

Sel darah merah ini dibentuk dalam sumsum merah tulang pipih,
selanjutnya darah beredar ke seluruh bagian tubuh yang melalui pembuluh darah.
Untuk umur sel darah merah yakni kurang lebih hanya 120 hari. Sel darah merah
yang telah tua akan dibongkar oleh hati dan limpa. Di dalam hati hemoglobin
diubah menjadi zat warna empedu ( bilirubin ) yang kemudian di tampung dalam
kantong empedu. Bilirubin ini berfungsi memberi warna kepada feses, zat besi
ada pada hemoglobin yang kemudian dilepas dan digunakan untuk membentuk sel
darah merah baru.

Fungsi utama sel darah merah ialah mengikat oksigen dan karbon
dioksida. Bagian sel darah merah yang sangat berperan dalam mengikat oksigen
yakni hemoglobin, proses dalam mengikat oksigen oleh hemoglobin dalam paru-
paru bisa digambarkan dalam skema sebagai berikut.

Hb ( Hemoglobin ) + O2 ( Oksigen ) > HbO2 ( Oksihemoglobin )

Pada karbon dioksida lebih mudah larut dalam air dari pada oksigen.
Karbon dioksida tidak sukar tetapi mudah dalam terikat dengan air dalam plasma
darah membentuk asam karbonat. Asam karbonat lalu membebaskan ion

2
hydrogen yang menyebabkan pH darah akan turun ( asam ). Sekitar 25% karbon
dioksida berikatan dengan hemoglobin dalam sel darah merah membentuk
karbominohemoglobin. Karbon dioksida tidak bergabung dengan hemoglobin di
tempat yang sama pada oksigen.

Sel darah merah dari jantung yang sampai ke sel-sel tubuh akan
membebaskan oksigen dan meningkatkan pengangkutan karbon dioksida dari
sisa-sisa oksidasi sel. Sel darah merah yang ada dalam tubuh sampai ke paru-paru
akan mengikat oksigen. Pengikatan oksigen ini dilakukan oleh hemoglobin. ini
akan menaikkan pembebasan karbon dioksida, dengan adanya dua mekanisme
penting tersebut pengangkutan karbon dioksida dapat berlangsung denga aman
dan cepat.

Pada kondisi yang normal, jumlah sel darah merah dalam tubuh manusia
kurang lima juta tiap millimeter kubik ( mm3 ) darah. Lingkungan juga sangat
mempengaruhi untuk jumlah sel darah dalam tubuh seseorang. Maka tinggi suatu
tempat, kadar oksigen di atmosfer makin berkurang. Orang yang hidup didataran
tinggi mengadakan adapatasi dengan cara memperbanyak jumlah sel darah supaya
kebutuhan oksigen tubuh tetap tercukupi.

1. Fungsi Sel Darah Merah

Fungsi sel darah merah mempunyai beberapa fungsi bagi tubuh, antara lain :

a. Mengantarkan oksigen keseluruh tubuh

Setelah dibentuk oleh tumbuh sumsum merah tulang, sel darah merah akan
menyebar ke seluruh jaringan-jaringan tubuh dengan membawa oksigen dari paru-
paru lalu mengedarkannya dan membawanya kembali ke paru-paru untuk
dikeluarkan.

b. Penentuan Golongan Darah

Penentuan golongan darah ini dapat terjadi karena ditentukan oleh ada
tidaknya antigen aglutinogen dalam sel darah merah. Golongan sel darah ialah A,
B, AB dan O.

3
c. Menjaga Sistem Kekebalan Tubuh ( Antibodi )

Menjaga sistem kekebalan tubuh ini dapat terjadi karna adanya peran serta
hemoglobin yang menangkal patogen atau bakteri melalui proses lisis dengan
mengeluarkan radikal bebas yang bisa menghancurkan dinding dan membrane sel
patogen dan membunuh bakteri.

d. Pelebaran Pembuluh Darah

Pelebaran pembuluh darah dapat terjadi karena eritrosit melepaskan


senyawa dinamakan S-Nithrosothiol yang dilepaskam saat hemoglobin
mengalami terdeogsigenerasi sehingga akan melebarkan pembuluh darah dab
melancarkan darah menuju ke seluruh tubuh khususnya pada daerah yang
kekurangan darah.

2. Ciri-Ciri Sel Darah Merah

Dari hasil ulasan diatas tadi dapat diketahui ciri-ciri sel darah merah antara
lain :

a. Untuk bentuk pada sel darah merah ini yakni bulat pipih yang bagian tengahnya
cekung atau bikongkaf.

b. Pada sel darah merah ini tidak memiliki inti sel.

c. Memiliki warna merah karna mengandung hemoglobin.

d. Untuk umur sel darah merah kurang lebih 120 hari.

e. Sel darah merah berjumlah 4-5 juta sel/mm3 darah.

f. Sel darah merah berdiameter 7-8um dan tebalnya 1-2 um.

g. Sel darah merah bersifat elastic.

3. Proses Terbentuknya Sel Darah Merah

Pada sel darah merah ini dibentuk dalam sumsum merah tulang pipih,
selanjutnya darah beredar ke seluruh bagian tubuh yang melalui pembuluh darah.
Untuk umur sel darah merah ini kurang lebih yakni 120 hari. Sel darah merah

4
yang sudah tua akan dibongkar di hati dan limpa diemoglobin diubah menjadi zat
warna empedu (bilirubin) yang kemudian ditampung dalam kantong empedu.
Bilibirun ini berfungsi memberi warna pada feses, zat besi yang terdapat pada
hemoglobin lalu dilepas dan digunakan untuk membentuk sel darah merah baru.

Proses terbentunya sel darah merah berdasarkan tahapan-tahapannya yaitu :

a. Darah terbentuk atau diproduksi dalam sumsum merah tulang pipih. Setiap
detik sumsum merah tulang pipih membentuk sekitar dua juta sel.

b. Sel-sel yang telah diproduksi oleh sumsum merah tulang pipih dan dikeluarkan
dinamakan retikulosit, Retikulosit memiliki kurang lebih 1% dalam dari sirkulasi
darah

c. Sel-sel yang mulai matang akan mengalami perubahan pada selaput plasmanya
sehingga fagosit dapat mengetahui sel-sel yang sudah tua yang akan menghasilkan
fagositosis

d. Hemoglobin diubah menjadi zat warna empedu ( bilirubin ) yang kemudian


ditampung dalam kantong empedu.

4. Proses pematangan sel darah merah (eritorsit)

5
Pematangan sel darah merah ( eritrosit ) didalam darah sangat tergantung
pada pemasukan nutrisi dari makanan kedalam tubuh seseorang. Pada
pematangan ini ada dua vitamin terpenting untuk proses pematangan eritrosit
yaitu :

Asam volat.
Vitamin B 12.

Dari kedua vitamin tersebut akan membentuk timidin trifosfat yang akan
membangun inti DNA eritrosit. Kekurangan kedua vitamin tersebut akan
menjadikan abnormalitas pematangan dan inti sel DNA eritrosit. Pada keadaan
ini eritrosit akan berbentuk lebih besar dan mudah pecah. namun masih tetap bisa
mengangkut oksigen. pada tubuh manusia vitamin B12 akan di absorbsi di saluran
cerna dengan bantuan glikoprotein (faktor intrinsik) yang di hasilkan oleh tractus
gastrointestinal. Setelah di absorbsi vitamin B12 akan di proses untuk
pembentukan inti sel dan pematangan eritrosit dan akan disimpan di dalam hati
ketika sudah tidak dipergunakan lagi. Asam volat tubuh akan di hasilkan melalui
makanan yang mengandung zat zat asam volat seperti : sayur sayuran hijau,
buah buah tertentu dan daging terutama di dalam hati.

5. Penghancuran sel darah merah (eritrosit) yang sudah tua.

Masa hidup eritrosit didalam tubuh sekitar 120 hari. Eritrosit merupakan
sel yang tidak mempunyai inti, mitokondria, dll. Namun memiliki enzim enzim
sitoplasma yang akan memetabolisme glukosa dan membentuk edeno trifosfat
yang mempunyai kemampuan seperti berikut :

a. Pertahanan kelenturan eritrosit saat melewati kapiler yang berukuran lebih


kecil.

b. Pertahanan transport ion melalui membran.

c. Pertahanan hemoglobin agar membentuk zat besi dengan bentuk fero bukan
feri.

d. Pencegahan oksidasi protein di eritrosit.

6
e. Jika massa hidup eritrosit habis, maka membran eritrosit akan menipis dan akan
dihancurkan di kapiler limfa yang berukurang sangat kecil. Kemudian zat b esi
dalam eritrosit tua yang sudah dihancurkan akan dilepaskan dan dicerna oleh
sistem fagosit-monosit, sehingga besi akan dibebaskan dan disimpan dalam
bentuk feritin didalam hati dan sumsum tulang.

B. Hematokrit (HCT)

Hematokrit biasa juga disebut dengan Packed Cell Volume (PCV). PCV
merupakan presentase sel darah merah dalam cairan darah, nilai hematokrit 40
berarti 40% volume darah adalah sel darah merah dan sisanya adalah plasma.
Hematokrit juga disebut sebagai fraksi darah yang terdiri dari sel-sel darah merah.
Hematokrit dapat ditentukan dengan cara sentrifugasi darah dalam tabung mikro
kapiler hematokrit sehingga sel-sel darah menjadi padat/mengendap di bagian
bawah tabung. Dalam sel darah merah yang mengalami pemadatan masih terdapat
sekitar 3 sampai 4% plasma yang tetap terjebak di antara sel. Sehingga nilai
hematokrit sebenarnya hanya sekitar 96% dari yang terukur (Guyton and Hall
2006).

Kondisi dimana terjadi peningkatan produksi sel darah merah yang


berlebihan (polisitemia) akan menyebabkan nilai hematokrit mengalami
peningkatan. Sedangkan penurunan kadar hematokrit di bawah nilai normal dapat
mengindikasikan terjadinya anemia. Nilai hematokrit dipengaruhi oleh kondisi
anemia, derajat aktivitas tubuh, dan ketinggian lokasi berada. Pengaruh-pengaruh
ini terkait dengan fungsi sel darah merah sebagai pengangkut oksigen (Guyton
and Hall 2006). Selain itu hematokrit juga berhubungan dengan perubahan
tekanan darah.

Hematokrit akan mempengaruhi kondisi viskositas darah. Semakin tinggi


kadar hematokrit maka kondisi viskositas akan semakin tinggi pula, hal ini terjadi
karena gesekan yang terjadi antara sel-sel darah merah akan semakin tinggi
sehingga viskositas juga mengalami kenaikan. Selanjutnya, keadaan viskositas

7
darah yang meningkat akan memperberat kerja jantung dalam memompakan
darah menuju ke jaringan (Guyton and Hall 2006).

Info Tentang Hematokrit Hematokrit (Hct) adalah persentase sel darah


merah terhadap volume darah total. Nilai normal Hematokrit:
Pria : 40% - 50% SI unit : 0.4 - 0.5

Wanita : 35% - 45% SI unit : 0.35 - 0.45

a. Implikasi klinis:

Penurunan nilai Hct merupakan indikator anemia (karena berbagai sebab),


reaksi hemolitik, leukemia, sirosis, kehilangan banyak darah dan hipertiroid.
Penurunan sebesar 30% menunjukkan pasien mengalami anemia sedang hingga
parah.

Peningkatan nilai Hct dapat terjadi pada eritrositosis, dehidrasi, kerusakan


paru-paru kronik, polisitemia dan syok. Nilai Hct biasanya sebanding dengan nilai
sel darah merah pada ukuran sel eritrosit normal, kecuali pada kasus anemia
makrositik atau mikrositik. Pada pasien anemia karena kekurangan zat besi
(ukuran sel darah merah lebih kecil), nilai Hct akan terukur lebih rendah karena
sel mikrositik terkumpul pada volume yang lebih kecil walaupun jumlah sel darah
merah terlihat normal. Satu unit darah akan meningkatkan Hct 2% - 4% Nilai
normal Hct adalah sekitar 3 kali nilai hemoglobin

b. Faktor Pengganggu

Individu yang tinggal pada dataran tinggi memiliki nilai Hct yang tinggi
demikian juga Hemoglobin dan sel darah merahnya. Normalnya Hct akan sedikit
menurun pada hidremia fisiologis pada saat kehamilan. Nilai Hct normal
bervariasi sesuai umur dan jender. nilai normal untuk bayi lebih tinggi karena bayi
baru lahir memiliki banyak sel makrositik. Nilai Hct pada wanita biasanya sedikit
lebih rendah dibandingkan laki-laki.

Selanjutnya, terdapat kecenderungan nilai Hct yang lebih rendah pada


kelompok umur lebih dari 60 tahun, terkait dengan nilai sel darah merah yang

8
lebih rendah pada kelompok umur ini. selain itu dehidrasi parah karena berbagai
sebab juga dapat meningkatkan nilai Hct didalam darah.

c. Hal Yang Harus diwaspadai

Nilai Hct < 20% dapat menyebabkan gagal jantung hingga kematian, Hct
> 60% terkait dengan pembekuan darah spontan.

1) Hematokrit

Nilai normal anak 31-45%, batita 35-44%, bayi 29-54%, bayi kurang 1
bulan atau neonatus 40-68% Nilai normal dewasa pria 40-54%, wanita 37-47%,
wanita hamil 30-46%. Hematokrit merupakan persentase konsentrasi eritrosit
dalam plasma darah. Secara kasar, hematokrit biasanya sama dengan tiga kali
hemoglobin.

2) Interpretasi Hasil

Ht tinggi (> 55 %) dapat ditemukan pada berbagai kasus yang


menyebabkan kenaikan Hb; antara lain penyakit DBD, penyakit Addison, luka
bakar, dehidrasi / diare, diabetes melitus, dan polisitemia. Ambang bahaya adalah
Ht >60%.

Ht rendah (< 30 %) dapat ditemukan pada anemia, sirosis hati, gagal


jantung, perlemakan hati, hemolisis, pneumonia, dan overhidrasi. Ambang bahaya
adalah Ht <15%.

C. Hemoglobin

1. Pengertian hemoglobin

Hemoglobin adalah protein yang kaya akan zat besi. Memiliki afinitas
(daya gabung) terhadap oksigen dan dengan oksigen itu membentuk
oxihemoglobin di dalam sel darah merah. Dengan melalui fungsi ini maka oksigen
dibawa dari paruparu ke jaringan-jaringan (Evelyn, 2009).

9
Hemoglobin merupakan senyawa pembawa oksigen pada sel darah merah.
Hemoglobin dapat diukur secara kimia dan jumlah Hb/100 ml darah dapat
digunakan sebagai indeks kapasitas pembawa oksigen pada darah.

Hemoglobin adalah kompleks protein-pigmen yang mengandung zat besi.


Kompleks tersebut berwarna merah dan terdapat didalam eritrosit. Sebuah
molekul hemoglobin memiliki empat gugus haeme yang mengandung besi fero
dan empat rantai globin (Brooker, 2001).

Menurut William, Hemoglobin adalah suatu molekul yang berbentuk bulat


yang terdiri dari 4 subunit. Setiap subunit mengandung satu bagian heme yang
berkonjugasi dengan suatu polipeptida. Heme adalah suatu derivat porfirin yang
mengandung besi. Polipeptida itu secara kolektif disebut sebagai bagian globin
dari molekul hemoglobin (Shinta, 2005).

Nama Hemoglobin merupakan gabungan dari heme dan globin. Heme


adalah gugus prostetik yang terdiri dari atom besi, sedang globin adalah protein
yang dipecah menjadi asam amino. Hemoglobin terdapat dalam sel-sel darah
merah dan merupakan pigmen pemberi warna merah sekaligus pembawa oksigen
dari paru-paru ke seluruh sel-sel tubuh.Setiap orang harus memiliki sekitar 15
gram hemoglobin per 100 ml darah dan jumlah darah sekitar lima juta sel darah
merah per millimeter darah.

Nama Hemoglobin merupakan gabungan dari heme dan globin. Heme


adalah gugus prostetik yang terdiri dari atom besi, sedang globin adalah protein
yang dipecah menjadi asam amino. Hemoglobin terdapat dalam sel-sel darah
merah dan merupakan pigmen pemberi warna merah sekaligus pembawa oksigen
dari paru-paru ke seluruh sel-sel tubuh.Setiap orang harus memiliki sekitar 15
gram hemoglobin per 100 ml darah dan jumlah darah sekitar lima juta sel darah
merah per millimeter darah.

2. Struktur hemoglobin

Hemoglobin adalah suatu senyawa protein dengan Fe yang dinamakan


conjugated protein. Sebagai intinya Fe dan dengan rangka protoperphyrin dan

10
globin (tetra phirin) menyebabkan warna darah merah karena Fe ini. Erytrosit Hb
berikatan dengan karbondioksida menjadi karboxy hemoglobin dan warnanya
merah tua. Darah arteri mengandung oksigen dan darah vena mengandung
karbondioksida (Depkes RI dalam Widayanti, 2008).

Hemoglobin merupakan molekul yang terdiri dari kandungan heme (zat


besi) dan rantai polipeptida globin (alfa,beta,gama, dan delta), berada di dalam
eritrosit dan bertugas untuk mengangkut oksigen. Kualitas darah ditentukan oleh
kadar haemoglobin. Stuktur Hb dinyatakan dengan menyebut jumlah dan jenis
rantai globin yang ada. Terdapat 141 molekul asama amino pada rantai alfa, dan
146 mol asam amino pada rantai beta, gama dan delta.

Hemoglobin tersusun dari empat molekul protein (globulin chain) yang


terhubung satu sama lain. Hemoglobin normal orang dewasa (HbA) terdiri dari 2
alpha-globulin chains dan 2 beta-globulin chains, sedangkan pada bayi yang
masih dalam kandungan atau yang sudah lahir terdiri dari beberapa rantai beta dan
molekul hemoglobinnya terbentuk dari 2 rantai alfa 8 dan 2 rantai gama yang
dinamakan sebagai HbF. Pada manusia dewasa, hemoglobin berupa tetramer
(mengandung 4 subunit protein), yang terdiri dari masing-masing dua subunit alfa
dan beta yang terikat secara nonkovalen. Subunit-subunitnya mirip secara
struktural dan berukuran hampir sama. Tiap subunit memiliki berat molekul
kurang lebih 16,000 Dalton, sehingga berat molekul total tetramernya menjadi
sekitar 64,000 Dalton.

11
3. fungsi hemoglobin

Menurut Depkes RI adapun guna hemoglobin antara lain :

a. Mengatur pertukaran oksigen dengan karbondioksida di dalam


jaringanjaringan tubuh.
b. Mengambil oksigen dari paru-paru kemudian dibawa ke seluruh
jaringanjaringan tubuh untuk dipakai sebagai bahan bakar.
c. Membawa karbondioksida dari jaringan-jaringan tubuh sebagai hasil
metabolisme ke paru-paru untuk di buang, untuk mengetahui apakah
seseorang itu kekurangan darah atau tidak, dapat diketahui dengan
pengukuran kadar hemoglobin. Penurunan kadar hemoglobin dari normal
berarti kekurangan darah yang disebut anemia (Widayanti, 2008).

4. kadar hemoglobin

Kadar Hemoglobin (Hb) Kadar hemoglobin ialah ukuran


pigmenrespiratorik dalam butiran-butiran darah merah (Costill, 1998). Jumlah

12
hemoglobin dalam darah normal adalah kira-kira 15 gram setiap 100 ml darah dan
jumlah ini biasanya disebut 100 persen (Evelyn, 2009).

Batas normal nilai hemoglobin untuk seseorang sukar ditentukan karena kadar
hemoglobin bervariasi diantara setiap suku bangsa. Namun WHO telah
menetapkan batas kadar hemoglobin normal berdasarkan umur dan jenis kelamin
(WHO dalam Arisman, 2002).

5. Gangguan hemoglobin

Kekurangan Hemoglobin menyebabkan terjadinya anemia, yang ditandai


dengan gejala kelelahan, sesak napas, pucat dan pusing. Kelebihan Hemoglobin
akan menyebabkan terjadinya kekentalan darah jika kadarnya sekitar 18-19 gr/ml.
yang dapat mengakibatkan stroke. Kadar hemoglobin dapat dipengaruhi oleh

13
tersedianya oksigen pada tempat tinggal, misalnya Hb meningkat pada orang yang
tinggal di tempat yang tinggi dari permukaan laut. (detikhealt, 2011).

D. Hemoglobin janin (HbF)

Hemoglobin janin (Hemoglobin F atau HbF) (22) merupakan


komponen hemoglobin utama dalam aliran darah janin. Setelah lahir, ia akan
menurun dengan cepat dan segera setelah itu diganti dengan hemoglobin dewasa
(hemoglobin A).

Selama perkembangan janin, hemoglobin janin menyusun sekitar 90


persen dari total hemoglobin. Pada saat lahir, darah bayi terdiri dari sekitar 70%
hemoglobin janin. Hemoglobin janin lalu dengan cepat menurun menjadi 2% atau
kurang setelah tahun kedua sampai keempat dan hanya sekitar 0,5% atau kurang
yang ditemukan pada saat dewasa. Jika HbF tetap menunjukkan peningkatan
setelah bayi berusia 6 bulan, harus dipertimbangkan terjadinya hemoglobinopati
seperti yang terjadi pada talasemia minor ataupun mayor.

Hemoglobinopati adalah cacat gen yang dapat menghasilkan hemoglobin


abnormal dan anemia. Ada dua kategori hemoglobinopati yaitu:

1. Hemoglobinopati structural
Di sini terjadi perubahan sturktur hemoglobin (kualitatif) karena
substitusi satu asam amino atau lebih pada salah satu rantai peptida
hemoglobin. Hemoglobinopati yang penting sebagian besar merupakan
varian rantai beta. Pada hemoglobinopati structural dapat ditemukan
splenomegali namun tidak dapat ditemukan hepatomegali. Spenomegali
adalah pembesaran limfa, keadaan ini biasanya akibat poliferasi limfosit
dalam limfa karena infeksi di daerah tubuh lain, sedangkan heptomegali
adalah penyakit yang di akibatkan pembesaran organ hati yang melebihi
ukuran normal. Contoh hemoglobinopati struktural adalah penyakit HbC,
HbE, HbS dll.

14
2. Thalassemia
Thalassemia adalah suatu sindrom yang ditandai oleh penurunan
kecepatan sintesis atau absennya pembentukan satu atau lebih rantai
globin sehingga mengurangi sintesis hemoglobin normal (kuantitatif).
Sebagai akibatnya timbul ketidakseimbangan sintesis suatu rantai, salah
satu rantai disintesis berlebihan sehingga mengalami
presipitasi,membentuk Heinz bodies. Eritrosit yang mengandung Heinz
Bodies ini mengalami hemolisis intramedular sehingga terjadi eritropoesis
inefektif, disertai pendekan masa hidup eritrosit yang beredar. Sering
diikuti kompensasi pembentukan rantai globin lain sehingga membentuk
konfigurasi lain.
Thalassemia merupakan kelompok heterogen anemia hemolitik
herediter yang diturunkan dari kedua orangtua kepada anak-anaknya
secara autosomal resesif yang secara umum terdapat penurunan kecepatan
sintesis pada satu atau lebih rantai polipeptida hemoglobin. Secara
molekuler thalassemia dibedakan atas thalassemia dan thalassemia .
Namun berdasarkan gejala klinisnya, thalassemia terbagi menjadi
thalassemia minor, thalassemia mayor dan thalassemia intermedia
a. talasemia alfa dalam kondisi normal terdapat 4 gen globulin alfa, dua pada
setiap kromosom 16.
Pada kasus thalassemia , akan terjadi mutasi pada kromosom 16
yang menyebabkan produksi rantai globin (memiliki 4 lokus genetik)
menurun yang menyebabkan adanya kelebihan rantai globin pada orang
dewasa dan kelebihan rantai pada newbornyang masih memiliki HbF .
Derajat thalassemia berhubungan dengan jumlah lokus yang termutasi
(semakin banyak lokus yang termutasi, derajat thalassemia semakin tinggi)
kekurangan rantai globin menyebabkan terdapat rantai globin yang
tidak berpasangan. Rantai globin yang tidak berpasangan tersebut,
kemudian akan membentuk tetramer sebagai Hb Barts. Sedangkan pada
bayi > 6 bulan (dimana kadar HbF sama dengan orang dewasa) terdapat
Hb A (22), kekurangan rantai globin menyebabkan rantai

15
tidak berpasangan yang kemudian membentuk tetramer sebagai HbH. Ex:
hidrops fetalis , keempat gen alfa bersifat inaktif, janin tidak dapat mampu
mebuat hemoglobin janin (HbF) maupun Hb dewasa (HbA) kematian
terjadi pada in utero atau neonatus.
b. Talasemia beta keadaan ini terjadi karena kegagalan sintesis rantai globin
beta secra komplet atau hampir komplet yang di sebabkan oleh satu dari
hampir 200 mutasi titik atau delesi yang berbeda dalam gen globin beta
atau sekuens pengontrolnya pada kromosom 11, terjadi ketidak simbangan
antara rantai alfa dan beta (at a galance hematologi edisi kedua 2002)
Talasemia beta mayor, terjadi mutasi pada kedua gen beta, dan
memerlukan transfuse darah secara berkala, terdapat pembesaran
limpa yang semakin lama semaki lebar sehingga memerlukan
pengangkatan limpa yang di sebut splenektomi. Selain itu pasien
mengalami penumpukan zat besi di dalam tubuh akibat transfusi
berkurang dan penyerapan besi yang berlebihan, sehingga
diperlukan pengobatan pengeluaran besi dari tubuh yang disebut
dengan kelasi
Talasemia beta minor , terjadi mutasi pada salah satu dari 2 gen
beta, pada keadaan ini kadar hemoglobin normal atau anemia
ringan dan pasien tidak menunjukan gejala klinik,
Talasemia intermedia kelainan anatara talasemia mayor dan minor,
pasien biasanya hidup normal tetapi dalam keadaan tertentu seperti
infeksi berat atau kehamilan memrlukan transfusi darah

E. Methemoglobin (metHb)

Methemoglobin (metHb) adalah bentuk teroksidasi dari hemoglobin yang


tidak mampu mengangkut oksigen. Methemoglobinemia didefinisikan sebagai
lebih tinggi dari tingkat methemoglobin normal dan dapat disebabkan oleh
anesthestics topikal umum (misalnya benzokain, Cetacaine, prilokaina, Lidokain)

16
dan lebih dari 30 obat terapi lainnya lazim baik di rumah sakit dan pengaturan
rawat jalan. Jika tidak terdeteksi dan diobati, dapat mengakibatkan
methemoglobinemia pengurangan yang signifikan dalam pengiriman oksigen ke
jaringan mengakibatkan kerusakan organ vital. Pencegahan cedera organ vital
membutuhkan deteksi dan pengobatan seperti cedera organ yang signifikan dapat
terjadi dalam waktu lima menit. Namun, metode tradisional deteksi mengandalkan
tanda-tanda fisik dan gejala, yang mungkin tes darah non-spesifik dan halus atau
invasif laboratorium yang dapat memakan waktu yang lama. Masimo SpMet
menyediakan cara yang akurat, cepat, dan mudah digunakan untuk noninvasively
dan terus mengukur tingkat methemoglobin dalam darah, yang membantu dokter
menilai methemoglobinemia untuk menentukan pilihan pengobatan dan tes
tambahan.

Methemoglobin merupakan bentuk hemoglobin yang teroksidasi, di


manaferro yang sangat rentan teroksidasi oleh zat-zat oksidator akan berubah
menjadi ferri (fe3+). Besi dalam bentuk ferri tidak dapat berikatan dengan oksigen
sehinggamethemoglobin tidak mampu untuk melaksanakan fungsi utama
hemoglobin yaitumengangkut oksigen dari paru ke jaringan. Kadar
methemoglobin dalam darah sangat sedikit. Hal ini disebabkan oleh
adanya sistem oleh NADH- sitokrom b 5 methemoglobin reduktase yang
dapat mengembalikan ferri yang sudah terbentuk menjadi ferro sehingga
methemoglobin dapat berubah kembali menjadi hemoglobin yang fungsional.

Methemoglobin terbentuk ketika besi dalam hemoglobin teroksidasi dari


bentuk ferro (Fe2+) menjadi bentuk ferri (Fe3+). Ketika ferro hemoglobin
teroksidasi menjadi Fe3+, hemoglobin tersebut kehilangan kemampuannya untuk
membawa oksigen. Pada orang dewasa yang sehat jumlah methemoglobn dalam
darahnya kurang dari 2% dari total hemoglobin. Tingkat ini dipertahankan
terutama oleh transfer elektron dari dinukleotida nicotonamide adenin (NADH)
menjadi NADH b5 sitokrom reduktase ( kwok : 2008 )

17
Pada sistem ini terdapat dua enzim yang berfungsi untuk mereduksi
methemoglobin dalam eritrosit. Kedua enzim ini adalah NADH-cytochrome b5
reductase dan NADPH-flavin reductase. Mekanisme kerja enzim ini dalam
mereduksi methemoglobin dapat dijelaskan dengan reaksi sebagai berikut :

Hb-Fe3++ Cyt b5 red Hb-Fe2++ Cyt b5 oks


Lalu, untuk mendapatkan kembali sitokrom b5 yang tereduksi, terjadi reaksi
sebagai berikut :

Cyt b5 oks+ NADH Cyt b5 red+ NAD


Methemoglobin (MetHb) dapat terbentuk karena berbagai macam zat,
salah satu contohnya adalah senyawa nitrit. Senyawa nitrit dapat masuk ke tubuh
melalui berbagai jalur, misalnya ingesti. Slah satu contoh makanan yang bisa
menjadi sumber nitrit adalah bayam. Nitrat (NO 3 ) pada bayam jika dibiarkan
dalam waktu lama atau dipanaskan akan teroksidasi menjadi nitrit (NO 2). Nitrit
bersifat toksik bagi tubuh manusia. Jika nitrit berikatan dengan hemoglobin dalam
eritrosit akan terjadi reaksi oksidasi yang membentuk metHB. Jika kadar metHB
yang terbentuk sudah berlebihan, bisa menimbulkan berbagai macam penyakit
(Dharmawan : 2008)
Ion nitrit dan nitrat yang terdapat secara alami dalam bentuk nitrogen yang
berada baik ditanah atau permukaan air. Pemaparan dari nitrit atau nitrat dalam
tingkat yang melampaui batas dapat mengakibatkan sindrom akut dari
methemoglobinemia. Hal ini terjadi karena nitrit atau nitrat berikatan dengan
hemoglobin. Gejala-gejala yang ditimbulkan biasanya adalah tangan menjadi
menguning, bibir dan ujung kuku membiru, sakit kepala, pening, mual, dada sakit,
dan sulit berkonsentrasi (Berksun et al., 2008)

Kadar MetHb dalam darah < 4% untuk nilai normal. Kadar MetHb yang
melebihi persentase 15% pada keracunan nitrit dapat menyebabkan kulit akan
menjadi kebiruan, sebagai gejala kekurangan oksigen. Keracunan ini pun dapat
terjadi pada bayi yang menyebabkan penyakit blue babies, dengan kadar MetHb
>11% (Ariens et al., 1994). Pengukuran kadar MetHb dapat dilakukan dengan

18
spektrofotometer. Absorbansi maksimal untuk mengukur kadar MetHb sebesar
630 nm (Berksun et al., 2008).

Pembentukkan MetHb dapat disebabkan oleh berbagai macam zat kimia


melalui aksi stoikiometri searah dimana satu mol zat kimia, bereaksi dengan satu
mol Hb untuk membentuk satu MetHb atau melalui transformasi katabolik
turunannya (perubahan asetanilid menjadi fenilhidroksilamina) yang secara
langsung bereaksi pada Hb. Senyawa fenilhidroksilamina bereaksi dengan oksiHb
untuk membentuk nitrobenzene yang terkompleks dengan Hb dan hydrogen
peroksida dimana yang terakhir ini tidak stabil dan menghasilkan MetHb.
Nitrobenzene tersebut direduksi kembali oleh fenilhidroksilamina.

Nitrat dan nitrit dalam jumlah besar dapat menyebabkan gangguan diare,
campur darah, disusul oleh konsulvi, koma, dan bila tidak ditolong akan
meninggal. Keracunan nitrit pada bayi dengan kadar >11% akan menyebabkan
penyakit blue babies (methemoglobinemia). Hal ini disebabkan karena sistem
enzim (NADH dan NADPH) yang masih belum sempurna. Keracunan kronis
menyebabkan depresi umum, sakit kepala, dan gangguan mental. Nitrit terutama
akan bereaksi dengan hemoglobin membentuk methemoglobin. Kandungan
MetHb dalam darah 30-40% dapat menimbulkan gejala klinis dan bila
kandungannya mencapai 80-90% akan menyebabkan kematian. Beberapa hewan
dapa mentoleransi kandungan MetHb sampai 50% tanpa menimbulkan gejala
sakit. Namun, apabila kandungan MetHb melebihi 80% akan menyebabkan
kematian (Yuningsih, 2007).

Pencemaran lingkungan yang dapat menyebabkan terbentuknya MetHb


yaitu toksikan dalam jumlah besar yang dapat menyebabkan peningkatan MetHb,
adanya radikal-radikal bebas yang memacu oksidasi hemoglobin. Kurangnya
enzim glukosa 6-fosfat dehidrogenase yang dapat menyebabkan terbentuknya
MetHb. Prasetyastuti (2009), menambahkan radikal bebas baik yang ada
dilingkungan maupun di dalam tubuh akan menyebabkan kerusakan membran sel,
kerusakan protein, kerusakan DNA, lipid peroksida. Radikal bebas secara terus
menerus diproduksi dalam eritrosit akibat tingginya tekanan oksigen dan besi

19
heme. Secara spontan hemoglobin akan menghasilkan superoksida yang diikuti
dengan proses oksidasi hemoglobin menjadi methemoglobin.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kadar MetHb dalam darah manusia menurut


Harrison (1996), yaitu

1. Adanya keracunan zat kimia tubuh yang terikat pada Hb,

2. Adanya kenaikan gula darah,

3. Adanya radikal-radikal bebas di udara,

4. Tidak adanya enzim atau koenzim, dan

5. Faktor usia (pada bayi sistem enzim belum sempurna).

Penyakit yang timbul akibat kadar methemoglobin dalam darah

1. Methemoglobinemia

Methemoglobinemia adalah kelainan darah yang terjadi karena


pembentukan methemoglobin akibat interaksi antara nitrit denganhemoglobin
dalam sel darah merah. Methemoglobin yang terbentuk, tidak seperti hemoglobin,
tidak bisa mengangkut oksigen ke jaringan tubuh.Methemoglobinemia bisa terjadi
karena keturunan (inherited) dan bisa juga karena obat-obatan, bahan kimia, dan
makanan (acquired). Ada 2 jenis methemoglobinemia yang diturunkan. Jenis
pertama diturunkan olehkedua orang tua carrier secara autosomal resesif kepada
anaknya. Hal initerjadi jika ada masalah dengan enzim sitokrom b5
reduktasenya.Jenis kedua disebut penyakit HbM, yaitu hemoglobin abnormal
yangsebenarnya jarang menyebabkan methemoglobinemia. Untuk mengobati
penderita methemoglobinemia serius dapat diberikan methylene blue. Namun,
methylene blue akan menjadi zat yang berbahaya bagi orangdengan defisiensi
G6PD sehingga penggunaannya harus selektif. Ascorbicacid juga bisa digunakan
untuk mengurangi jumlah metHb. Alternatif lainyang dapat digunakan adalah
dengan terapi oksigen hiperbarik dantransfusi tukar. (Bayard, m , 2009)

20
2. Sianosis

Sianosis adalah peristiwa berubahnya warna kulit dan mukosamenjadi


kebiruan karena pengaruh terjadinya peningkatan kadar methemoglobin dalam
eritrosit sehingga kadar oksigen dalam darah pun berkurang. Gejala sianosis
biasanya baru tampak jika kadar methemoglobin dalam darah sudah mencapai
lebih dari 10 %.Pada umumnya, sianosis muncul apabila darah pada pembuluh
arteri berisi lebih dari 5 gram hemoglobin yang tidak mengandung oksigendalam
setiap desiliter darah. Penderita penyakit anemia hampir tidak pernah mengalami
sianosis karena dalam darah arterinya tidak terdapatcukup banyak hemoglobin
yang tidak mengandung oksigen. Sebaliknya, pada penderita yang mengalami
kelebihan eritrosit dengan Hb yang jumlahnya banyak itu seringkali menyebabkan
sianosis

3. Hipoksia

Hipoksia adalah kurangnya jumlah oksigen sehingga tidak bisamemenuhi


kebutuhan tubuh. Secara tradisional hipoksia dibagi dalam empat jenis. Berbagai
klasifikasi lain telah digunakan namun sistem empat jenis ini tetap sangat berguna
apabila definisi masing-masing istilah tetapdiingat. Keempat jenis hipoksia
tersebut yaitu :

a) Hipoksia hipoksik, terjadi karena adanya defisiensi pertukaran oksigen di


paru. Hal ini dapat disebabkan oleh penurunantekanan parsial oksigen
(PO 2 ) atau kondisi yang menghambat pertukaran udara di kapiler alveoli
(misalnya pneumonia, edema paru,asma, tenggelam).
b) Hipoksia anemik, terjadi karena hemoglobin tidak mampumengangkut
oksigen yang tersedia ke jaringan target.Hal inidisebabkan antara lain oleh
anemia, keracunan CO, penggunaan obat-obatan (aspirin, sulfonamide,
nitrit), methemoglobinemia, dan sicklecell disease.
c) Hipoksia stagnan, terjadi karena tidak cukupnya alirandarah. Hal ini
disebabkan antara lain oleh gagal jantung, penurunanvolume sirkulasi
darah, dan vasodilatasi.

21
d) Hipoksia histotoksik, terjadi karena ketidakmampuan sel untuk
menggunakan oksigen yang telah tersedia. Hal ini dapat disebabkan antara
lain oleh keracunan sianida, konsumsi alkohol, dan narkotika. (Joseph,
2009)

Pengobatan yang dapat dilakukan apabila keracunan MetHb yaitu dengan


menginjeksikan larutan 1% methyleneblue dalam akuades (secara intravenous)
pada dosisi 4-15 mg/kg bobot badan. Methyleneblue akan mengembalikan MetHb
ke Hb sehingga darah dapat berfungsi dalam transportasi oksigen (perubahan
warna sebagai indikatornya) (Yuningsih, 2007).

22
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Sel darah merah merupakan sel darah yang paling banyak yang berada
dalam tubuh yang membawa oksigen dan zat-zat lainnya yang dimana sel darah
merah merupakan sel-sel mikroskopis dan tidak mempunyai inti sel. Sel darah
merah disebut juga eritrosit, Eritrosit berasal dari bahasa Yunani yakni Erythros
yang berarti merah dan kytos yang berarti selubung sel darah.

Fungsi eritrosit yaitu ;

a. Mengantarkan oksigen keseluruh tubuh

b. Penentuan Golongan Darah

c. Menjaga Sistem Kekebalan Tubuh ( Antibodi )

d. Pelebaran Pembuluh Darah

Proses terbentunya sel darah merah berdasarkan tahapan-tahapannya yaitu :

a. Darah terbentuk atau diproduksi dalam sumsum merah tulang pipih. Setiap
detik sumsum merah tulang pipih membentuk sekitar dua juta sel.

b. Sel-sel yang telah diproduksi oleh sumsum merah tulang pipih dan dikeluarkan
dinamakan retikulosit, Retikulosit memiliki kurang lebih 1% dalam dari sirkulasi
darah

c. Sel-sel yang mulai matang akan mengalami perubahan pada selpaut plasmanya
sehingga fagosit dapat mengetahui sel-sel yang sudah tua yang akan menghasilkan
fagositosis

d. Hemoglobin diubah menjadi zat warna empedu ( bilirubin ) yang kemudian


ditampung dalam kantong empedu.

23
Hematokrit biasa juga disebut dengan Packed Cell Volume (PCV). PCV
merupakan presentase sel darah merah dalam cairan darah, nilai hematokrit 40
berarti 40% volume darah adalah sel darah merah dan sisanya adalah plasma.

Hemoglobin adalah protein yang kaya akan zat besi. Memiliki afinitas
(daya gabung) terhadap oksigen dan dengan oksigen itu membentuk
oxihemoglobin di dalam sel darah merah. Dengan melalui fungsi ini maka oksigen
dibawa dari paruparu ke jaringan-jaringan (Evelyn, 2009).

Hemoglobin janin (Hemoglobin F atau HbF) (22) merupakan


komponen hemoglobin utama dalam aliran darah janin. Setelah lahir, ia akan
menurun dengan cepat dan segera setelah itu diganti dengan hemoglobin dewasa
(hemoglobin A).

Methemoglobin (metHb) adalah bentuk teroksidasi dari hemoglobin yang


tidak mampu mengangkut oksigen. Methemoglobinemia didefinisikan sebagai
lebih tinggi dari tingkat methemoglobin normal dan dapat disebabkan oleh
anesthestics topikal umum (misalnya benzokain, Cetacaine, prilokaina, Lidokain)
dan lebih dari 30 obat terapi lainnya lazim baik di rumah sakit dan pengaturan
rawat jalan.

B. Saran

Dalam penyusunan makalah ini kami sebagai penulis masih merasa kurang
dalam banyaknya sumber materi dan isi dari pembahasan makalah ini. Oleh
karena itu kami menyarankan agar pembaca menambah pembahasan makalah
kami dengan pembahasan dari referensi yang lain.

24
Daftar Pustaka

Arisman. 2007. Gizi dalam Daur Kehidupan Buku Ajar Ilmu Gizi. Buku
Kedokteran EGC. Jakarta

Bayard, M., J. Farrow, and F. Tudiver. 2009. Acute Methemoglobinemia


after Endoscopy. The Journal of the American Board of Family
Practice.17 : 227-229.

Brooker, C.. (2001). Kamus saku keperawatan. (edisi 31). Jakarta. EGC

Darmawan.2008. Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: Salemba Medika.

Depkes RI. 2003. Anemia Gizi Pada WUS. Jakarta

Joseph, Lynne. 2009. Alaska Air Medical Escort Training Manual . Ed


4.Juneau : Alaska Department of Health and Social Services. pp.72-73.

Kwok, S., J.L. Fischer, and J.D. Rogers. 2008. Benzocaine and Lidocaine
Induced Methemoglobinemia after Bronchoscopy : A Case Report.Journal of
Medical Case Reports. 2:16

Mehta Atul, Victor Hoffbrand. 2006. At a Galance Hematology. Jakarta:


Erlangga

Pearce, Evelyn. 2009. Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis. PT.


Gramedia Pustaka Utama. Jakarta

Shinta, Annisa. 2005. Hubungan Antara Kadar Hemoglobin Dengan


Prestasi Belajar Siswi SMP Negeri 25 Semarang. Skripsi Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Negeri Semarang.
http://digilib.unnes.ac.id/gsdl/collect/skripsi/archives/HASH5363/e10abea1.dir/do
c.pdf diakses pada 16 maret 2017 pukul 12.47

Watwrbury larry. Buku saku hematologi. Jakarta: Egc

25
Widayanti, Sri. 2008. Analisis Kadar Hemoglobin Pada Anak Buah Kapal
PT. Salam Pacific Indonesia Lines Di Belawan Tahun 2007. Skripsi Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Yuningsih. 2007. Keracunan nitrat-nitrit pada ternak ruminansia dan upaya


pencegahannya. Balai Besar Penelitian Veteriner. Bogor. J. Litbang Pertanian.

Zarianis. 2006. Efek Suplementasi Besi-Vitamin C dan Vitamin C


Terhadap Kadar Hemoglobin Anak Sekolah Dasar Yang Anemia Di Kecamatan
Sayung Kabupaten Demak. Tesis Program Magister Gizi Masyarakat Universitas
Diponegoro. http://eprints.undip.ac.id/15967/1/Zarianis.p diakses pada 16 maret
2017 pukul 12.45

26

Anda mungkin juga menyukai