Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Tidak ada seni yang mudah dipelajari oleh pemerintah kecuali seni
menguras duit dari kantong penduduk. Kalimat di atas adalah sepenggal
pernyataan Adam Smith dalam bukunya the wealth of nations (Skousen,
2005:40). Di Indonesia pernyataan di atas menjadi justifikasi dari begitu banyak
tindakan korupsi yang kian merajalela dalam berbagai kehidupan, khususnya
kehidupan pemerintahan. Tidak dapat dipungkiri bahwa korupsi hari ini telah
menjadi problematika yang terlembagakan dan harus diatasi hingga ke akar-
akanya dikarenakan dampak yang ditimbulkannya sangat besar.
Berbicara mengenai korupsi maka kita akan dihadapkan dengan suatu
kondisi dimana ruang-ruang etika tidak dapat dielakkan. Korupsi hari ini
menurut hemat penulis lahir sebagai salah satu penyimpangan terhadap etika
yang selama ini diyakini oleh masyarakat sebagai hal yang negatif. Namun
penegakannya baru dimulai sejak teriakan masyarakat yang merasa tertindas
oleh rezim penguasa dilembagakan oleh demokrasi. Namun sebagaimana
kearifan Perancis,Historete Se-Repete (Sejarah mengulangi dirinya sendiri)
maka di era yang katanya demokrasi yang penuh dengan transparansi ini,
korupsi kian menjadi-jadi.
Berbagai kerugian Negara, kemiskinan yang tidak dapat dientaskan, serta
berbagai dampak negatif lainnya membuat upaya penanganannya tidak dapat
ditawar lagi. Berbagai upaya telah dilakukan mulai dari penerapan konsep clean
government, good governance, dan good corporate governance yang pada
initinya kesemuanya bertujuan untuk menciptakan suatu pemerintahan yang
baik, yang di Indonesia berkonsentrasi pada kepentingan rakyat, hingga pada
pembentukan lembaga formal dan non formal untuk memberantasnya. Namun
sekali lagi, korupsi masih terus terjadi. Berangkat dari berbagai polemik di atas,
maka penulis tertarik untuk mengkaji lebih jauh melalui makalah dengan
judul,Korupsi Sebagai Salah Satu Penyimpangan Etika ; Analisis Sebab dan
Solusi.

1
B. RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini yaitu :
1. Bagaimanak konsep korupsi?
2. Apa yang dimaksud dengan etika?
3. Bagaimana keterkaitan antara korupsi dan etika?
C. TUJUAN PEMBUATAN MAKALAH
Adapun tujuan penulisan dalam makalah ini yaitu :
1. Untuk mengetahui konsep korupsi.
2. Untuk mengetahui pengertian etika.
3. Untuk mengetahui hubungan korupsi dan etika.

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Korupsi
Konsep mengenai korupsi baru dikenal luas dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara sejak era modern mulai digulirkan oleh bangsa barat, di
mana pada saat itu korupsi didefinisikan sebagai penyalahgunaan kewenangan
demi kepentingan pribadi, khususnya yang menyangkut masalah keuangan.
Sekalipun konsepnya mulai baru dikenal pada era modern, namun praktiknya
jauh sebelumnya dimulai ketika konsep pembagian keuangan antara keuangan
pribadi penguasa dan negara. Sejarawan Onghokham menyebutkan bahwa
korupsi ada ketika orang mulai melakukan pemisahan antara keuangan pribadi
dan keuangan umum. Menurut Onghokham pemisahan keuangan tersebut tidak
ada dalam konsep kekuasaan tradisional. Dengan kata lain korupsi mulai dikenal
saat sistem politik modern dikenal. Konsepsi mengenai korupsi baru timbul
setelah adanya pemisahan antara kepentingan keuangan pribadi dari seorang
pejabat negara dan keuangan jabatannya.
Demokrasi yang muncul di akhir abad ke-18 di Barat melihat pejabat sebagai
orang yang diberi wewenang atau otoritas (kekuasaan), karena dipercaya oleh
umum. Penyalahgunaan dari kepercayaan tersebut dilihat sebagai penghianatan
terhadap kepercayaan yang diberikan. Konsep demokrasi sendiri mensyaratkan
suatu sistem yang dibentuk oleh rakyat, dikelola oleh rakyat dan diperuntukkan
bagi rakyat. Dengan demikian korupsi dapat didefiniskan sebagai suatu tindak
penyalahgunaan kekayaan negara (dalam konsep modern), yang melayani
kepentingan umum, untuk kepentingan pribadi atau perorangan. Akan tetapi
praktek korupsi sendiri, seperti suap atau sogok, kerap ditemui di tengah
masyarakat tanpa harus melibatkan hubungan negara. Istilah korupsi dapat pula
mengacu pada pemakaian dana pemerintah untuk tujuan pribadi. Definisi ini
tidak hanya menyangkut korupsi moneter yang konvensional, akan tetapi
menyangkut pula korupsi politik dan administratif. Seorang administrator yang
memanfaatkan kedudukannya untuk menguras pembayaran tidak resmi dari para
investor (domestik maupun asing), memakai sumber pemerintah, kedudukan,
martabat, status, atau kewenangannnya yang resmi, untuk keuntungan pribadi
dapat pula dikategorikan melakukan tindak korupsi. Definisi ini hampir sama
artinya dengan definisi yang dilontarkan oleh pemerintah Indonesia. Dalam
siaran pers yang dikeluarkan oleh Menko Wasbang tentang menghapus KKN

3
dari perekonomian nasional, tanggal 15 Juni 1999, pengertian KKN
didefinisikan sebagai praktek kolusi dan nepotisme antara pejabat dengan swasta
yang mengandung unsur korupsi atau perlakuan istimewa. Sementara itu batasan
operasional KKN didefinisikan sebagai pemberian fasilitas atau perlakuan
istimewa oleh pejabat pemerintah/BUMN/BUMD kepada suatu unit
ekonomi/badan hukum yang dimiliki pejabat terkait, kerabat atau konconya.
Menurut Onghokham ada dua dimensi dimana korupsi bekerja. Dimensi yang
pertama terjadi di tingkat atas, dimana melibatkan penguasa atau pejabat tinggi
pemerintahan dan mencakup nilai uang yang cukup besar. Para diktator di
Amerika Latin dan Asia Tenggara misalnya berhasil mengumpulkan uang jutaan
dollar dari sumber alam dan bantuan luar negeri.
Sementara itu dalam dimensi yang lain, yang umumnya terjadi di kalangan
menengah dan bawah, biasanya bersentuhan langsung dengan kepentingan
rakyat atau orang banyak. Korupsi yang terjadi di kalangan menengah dan
bawah acap menghambat kepentingan kalangan menengah dan bawah itu
sendiri, sebagai contoh adalah berbelitnya proses perizinan, pembuatan Kartu
Tanda Penduduk (KTP), Surat Izin Mengemudi (SIM), proses perizinan di
imigrasi, atau bahkan pungutan liar yang dilakukan oleh para polisi di jalan-jalan
yang dilalui oleh kendaraan bisnis, dan lain sebagainya.
Sebab-Sebab Potensial Korupsi
Menurut hemat penulis, korupsi khususnya di Indonesia telah tersistematisasi
dalam artian telah bermain dalam suatu sistem yakni Organisasi Pemerintahan
atau spesifiknya birokrasi. Sebab-sebabnya dapat diuraikan sebagai berikut.
Penyusunan Personalia (Rekruitmen)
Rekruitmen yang dimaksud di sini dalam arti luas, yakni dimulai dari proses
penerimaan hingga penentuan posisi dalam organisasi pemerintahan. Di
Indonesia khususnya, banyak terjadi berbagai penyimpangan, di mana proses
penerimaan pegawainya kurang selektif, yaitu didominasi oleh Korupsi dan
Kolusi. Tidak jarang terjadi dalam proses penerimaannya banyak terjadi
tindakan penyuapan/ praktik percaloan. Selain itu juga, pimpinan dalam suatu
organisasi terkadang menyusupkan orang-orang tertentu yang mempunyai
kedekatan emosional sehingga diterima tanpa fit and proper test terlebih dahulu.
Hal di atas diperparah dengan proses politik yang merasuki wajah birokrasi kita,
di mana pejabat politik memanfaatkan otoritasnya untuk mengisi posisi dalam
birokrasi dengan orang-orang yang telah berjasa padanya dala pertarungan

4
politik. Oleh karena itu tidaklah mengherankan ketika seorang pejabat politik
selesai dilantik, maka program kerja yang pertama kali dilaksanakan adalah
mutasi.Adanya proses rekruitmen yang kurang selektif di atas mengakibatkan
pembentukan mental korupsi di tubuh birokrasi, sehingga korupsi kian
terlembagakan. Contoh kasus di beberapa daerah di mana dalam proses
penerimaannya ada praktik percaloan, suap menyuap yang dibuktikan dengan
daftar kelulusan pegawai yang nomor seleksinya tidak sesuai dengan nama yang
bersangkutan (tribun-timur.com).
Faktor Ekonomi (Remunisasi)
Ada juga temuan bahwa latar belakang ekonomi (gaji/pendapatan) menjadi salah
satu faktor terjadinya tindak korupsi. Banyak orang beralasan bahwa mereka
melakukan korupsi karena dilatarbelakangi oleh pendapatan yang kurang.
Namun di Indonesia, ada suatu hal yang mengherankan di mana korupsi juga
dilakukan oleh pejabat-pejabat yang justru gajinya boleh dikatakan tinggi.
Sistem Pengawasan
Lemahnya sistem pengawasan juga merupakan salah satu faktor terjadinya
korupsi. Lord Ashton pernah mengatakan bahwa Power tends to corrupt, but
absolute power corrupt absolutely. Lagi-lagi terjadi hal yang unik di Indonesia di
mana lembaga-lembaga pengawasan justru merekalah yang harus diawasi. The
top leader yang seharusnya melakukan pengawasan, mereka korupsi. Inspektorat
yang mengawasi, mereka menerima suap. Berbagai fenomena inilah yang
hingga kini menyuramkan wajah birokrasi.
Solusi
Berbagai polemik di atas dapat dimimalisir dengan beberapa solusi sebagai
berikut.
Rekruitment
Dalam proses rekruitmen hendaknya diterapkan merit sistem, di mana sejak dari
penerimaan pegawai hingga penempatan posisi (selektif) dalam artian
menempatkan orang sesuai dengan kemampuannya. Dalam era birokrasi modern
yang dikenal dengan birokrasi rasional menurut Weber, maka penerimaannya
harus melewati seleksi kompetensi yang transparan dan akuntabel, seperti fit and
proper test atau mekanisme seleksi lainnya. Selain itu juga, dalam pengisian
posisi dalam birokrasi, harus diterapkan hal yang sama guna mencegah
penyimpangan-penyimpangan lainnya. Di Ambon misalnya, sistem demikian
mulai diterapkan di mana dalam proses rekruitmen ada suatu kerja sama dengan
Perguruan Tinggi, pemuka agama, tokoh masyarakat, tokoh adat dan orang-

5
orang yang dipandang ahli dalam bidangnya sebagai tim independen guna
melakukan proses seleksi yang transparan dan akuntabel, sehingga masyarakat
dengan jelas memahami bahwa orang-orang yang kemudian duduk di birokrasi
adalah orang-orang yang professional (tribun-timur.com).
Remunisasi
Dalam sistem penggajian, harus disesuaikan antara gaji/pendapatan dengan
kondisi ekonomi yang sedang berlangsung, bahkan kalau perlu ada kenaikan
gaji/ insentif bagi pegawai yang kinerjanya di atas rata-rata sehingga
meminimalisir korupsi. Namun dalam proses penaikan gaji pegawai harus
melalui suatu pengkajian yang lebih mendalam, di mana dalam prosesnya harus
melihat bukan saja dari kacamata pemerintah, tetapi juga dari dari perspektif
publik dikarenakan keduanya berbeda pandangan. Jikalau demikian, tidak akan
terjadi kontroversi sebagaimana yang terjadi saat ini, di mana sejumlah kritikan
pedas bergulir ketika ada isu untuk menaikkan gaji menteri atau yang pernah
terjadi pada tahun 2000 di mana ada kenaikan gaji eselon I samai IV yang
bervariasi dari 400% hingga 2000% (kompas 21 Maret 2000). Hal ini
disebabkan korupsi dianggap korelatif dengan rendahnya gaji pegawai dan
besarnya tanggungjawab pejabat.
Sistem Pengawasan
Pengawasan dalam organisasi pemerintahan merupakan suatu kemutlakan dalam
proses manajemen. Di Indonesia, pengawasan telah berlangsung baik oleh
atasan pada bawahan (waskat), pengawasan fungsional, politik, dan sosial
namun kurang efektif. Oleh karena itu, harus dilakukan suatu pengawasan yang
lebih efektif yakni transparan dan akuntabel berdasarkan prinsip good
governance baik preventif (sebelum) maupun korektif (setelah terjadi) terhadap
proses-proses pemerintahan sehingga tidak terjadi korupsi.

6
B. Korupsi dan Etika Pemerintahan
Etika sebagai Moralitas, Etika (Yunani=ethos) dapat diartikan kebiasaan hidup /
adat istiadat, berkaitan dengan nilai-nilai. Moralitas (latin=mos)=adat /
kebiasaan. Jadi etika adalah suatu sitem nilai tentang bagaimana manusia harus
hidup yang terwujud dalam pola perilaku dan terulang dalam kurun waktu lama
sebagai kebiasaan. Moralitas merupakan dorongan nurani dari individu yang
dijewantahkan dalam tingkah laku yang kemudian berinteraksi dengan
lingkungan menjadi suatu sistem nilai, itulah etika. Etika kemudian menjadi
suatu kebiasaan/ turun temurun sehingga menjadi norma dan kemudian
dilembagakan menjadi hukum formal.
Etika pemerintahan menjadi semakin penting ketika sistem pemerintahan sendiri
memberikan tempat bagi adanya korupsi, campur tangan politik atas birokrasi
dan sebagainya. Dalam bahasa Kant, etika berusaha menggugah kesadaran
manusia untuk bertindak secara otonom dan bukan secara heteronom.
Dalam bukunya yang berjudul Etika Bisnis : Tuntutan dan Relevansinya, DR.
A. Sonny Keraf membagi etika dalam tiga norma umum yaitu : Norma sopan
santun, norma hukum dan ketiga adalah norma moral. Rendahnya etika para
pelaku bisnis terjadi karena rendahnya pemahaman dari norma norma umum
yang sangat mendasar tersebut. Etika adalah suatu yang terbentuk dari proses
yang cukup panjang, bahkan sepanjang dari usia seseorang itu sendiri. Etika
adalah pelajaran yang di peroleh seseorang mulai dari lahir, sampai tingkat
dewasa.
Jadi untuk mendapatkan suatu hasil yang baik dari wujud etika dari seseorang
harus mulai di pupuk dari usia kecil. Pelajaran tentang norma-norma dasar harus
mulai ditanamkan mulai dari anak usia balita dan berkesinambungan sampai usia
dewasa. Dari usia diman ia belum bisa membedakan mana benar mana
salah,sampai dengan usia dimana ia dapat membedakan mana yang benar mana
yang salah.
Sehubungan dengan korupsi, etika kemudian lahir sebagai alat kontrol dalam
menjalankan pemerintahan. Hal ini dikarenakan ada seperangkat nilai yang
kemudian diyakini bahkan diamanahkan kepada pemerintah untuk dipegang
teguh dalam setiap tingkah laku pemerintahan. Jikalau etika yang kemudian
dilembagakan dalam kode etik dipegang dengan teguh, maka penyimpangan
seperti korupsi tidak akan terjadi. Misalnya kode etik PNS yang merupakan
norma-norma sebagai pedoman sikap, tingkah laku dan perbuatan PNS yang

7
diharapkan dan dipertangung jawabkan dalam melaksanakan tugas
pengabdiannya kepada bangsa, negara dan masyarakat dan tugas-tugas
kedinasan, organisasinya serta pergaulan hidup sehari-hari sesama PNS dan
individu-individu di dalam masyarakat. Lebih jauh ada etika yang kemudian
terlembagakan dalam hukum, seperti Asas Penyelenggara Negara Yang Bersih &
Bebas KKN UU No 28 tahun 2000, etika dalam jabatan UU No. 28/2000 psl 5
mengenai kewajiban dan larangan PNS, etika PNS PP No 21 th 1975 tentang
sumpah dan janji PNS dengan PP No 30 th 1980. Keseluruhan nilai etis di atas
pada umumnya berisi mengenai petunjuk dalam tingkah laku pemerintahan baik
sejak disumpah hingga kewajiban dan larangan. Sejak disumpah seorang
birokrat telah mendapatkan amanah dari publik dan oleh karenanya harus
bertanggung jawab kepada publik. Bahkan, ketika hal itu dipegang teguh dan
diyakini sebagai suatu amanah, maka pertanggungjawabannya bukan hanya pada
public melainkan juga kepada Tuhan dan pribadi. Oleh karena itu, jika etika
dipegang teguh maka tindakan penyalahgunaan wewenang seperti korupsi tidak
akan terjadi dan sebagai suatu konsekuensi logis maka setiap tindakan korupsi
dalam bentuk apapun/ alasan apapun tidak dapat dibenarkan/ menyalahi etika.
Beberapa konsep mengenai etika pelayanan publik dapat disimak dari
pendapat-pendapat berikut ini:
1. Etika pelayanan publik adalah: suatu cara dalam melayani publik dengan
menggunakan kebiasaan-kebiasaan yang mengandung nilai-nilai hidup dan
hukum atau norma-norma yang mengatur tingkah laku manusia yang
dianggap baik (Kumorotomo, 1996:7).
2. Lebih lanjut dikatakan oleh Putra Fadillah (2001:27), etika pelayanan publik
adalah: suatu cara dalam melayani publik dengan menggunakan kebiasaan-
kebiasaan yang mengandung nilai-nilai hidup dan hukum atau norma yang
mengatur tingkah laku manusia yang dianggap baik.
3. Sedangkan etika dalam konteks birokrasi menurut Dwiyanto (2002:188):
Etika birokrasi digambarkan sebagai suatu panduan norma bagi aparat
birokrasi dalam menjalankan tugas pelayanan pada masyarakat. Etika
birokrasi harus menempatkan kepentingan publik di atas kepentingan pribadi,
kelompok, dan organisasnya. Etika harus diarahkan pada pilihan-pilihan
kebijakan yang benar-benar mengutamakan kepentingan masyarakat luas.
4. Darwin (1999) mengartikan etika birokrasi (administrasi negara) sebagai
seperangkat nilai yang menjadi acuan atau penuntun bagi tindakan manusia

8
organisasi. Selanjutnya dikatakan bahwa etika (termasuk etika birokrasi)
mempunyai dua fungsi yaitu: pertama, sebagai pedoman, acuan, referensi
bagi administrasi negara (birokrasi publik) dalam menjalankan tugas dan
kewenangannya agar tindakannya dalam organisasi tadi dinilai baik, terpuji,
dan tidak tercela; kedua, etika birokrasi sebagai standar penilaian mengenai
sifat, perilaku, dan tindakan birokrasi publik dinilai baik, tidak tercela dan
terpuji. Seperangkat nilai dalam etika birokrasi yang dapat digunakan sebagai
acuan, referensi, penuntun bagi birokrasi publik dalam melaksanakan tugas
dan kewenangannya
5. Menurut Widodo (2001:241), Etika administrasi negara adalah merupakan
wujud kontrol terhadap administrasi negara dalam melaksanakan apa yang
menjadi tugas pokok, fungsi dan kewenangannya. Manakala administrasi
negara menginginkan sikap, tindakan dan perilakunya dikatakan baik, maka
dalam menjalankan tugas pokok, fungsi dan kewenangannya harus
menyandarkan pada etika administrasi negara.

9
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Adapun kesimpulan makalah ini yaitu :
1. Korupsi merupakan penyalahgunaan wewenang demi kepentingan pribadi,
khususnya yang berkaitan dengan masalah keuangan.
2. Etika merupakan seperangkat nilai yang diyakini sebagai pedoman tingkah
laku dalam kehidupan yang senantiasa terpola dan terulang menjadi suatu
kebiasaan.
3. Hubungan korupsi dan etika dapat dipahami dalam kehidupan pemerintahan
sebagai suatu singkronisasi, di mana jikalau etika dipegang teguh sebagai
landasan tingkah laku dalam pemerintahan, maka penyimpangan seperti
korupsi tidak akan terjadi.
B. Saran
1. Dalam melakukan proses rekrutimen hendaknya diterapkan proses merit
sistem dengan prinsip good governance untuk meminimalisir tindak korupsi.
2. Pemerintah hendaknya memaksimalisasi kinerja lembaga pengawasan,
sehingga kontrol pemerintahan dapat berjalan dengan efektif.
3. Setiap birokrat hendaknya memegang teguh kode etiknya dalam setiap
tingkah laku, sehingga korupsi tidak akan terjadi.

10
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Dunn, William N. 1981. Public Policy Analysis. New Jersey : Prentice-Hall..
Keraf, A. Sonny. 2001. Etika Bisnis. Jakarta : Balai Pustaka.
Lubis, Mochtar dan James E. Scott. 1977. Etika Pegawai Negeri. Jakarta :
Bharatara Karya Aksara.
Nugroho, Alois A. 2000. Etika Administrasi Bisnis. Jakarta : FKK UAJ.
Soewargono. 1997. Kapita Selekta Etika Pemerintahan. Jakarta : Institut Ilmu
Pemerintahan.
Taliziduhu Ndraha. 2003. Kybernologi. Jakarta : P.T Rineka Cipta.
Website
http://organisasi.org/praktek-kkn-korupsi-kolusi-dan-nepotisme-di-indonesia-
dilihat-dari-sudut-pandang-etika-bisnis#comment-23963, Download 12
November 2009, Search engine google.com
http://www.klik-galamedia.com/indexnews.php?idkolom=beritautama,
Download 12 November 2009, Search engine google.com
http://www.kompas.com
http://www.tribun-timur.com

11

Anda mungkin juga menyukai