Anda di halaman 1dari 43

RESUME SKENARIO 3 : GYNECOLOGIC DISCHARGE DISORDER

BLOK 12

TUTORIAL G

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JEMBER

1
DAFTAR ISI

1. Sifilis .......................................................................................................... 3
2. Toxoplasmosis ............................................................................................ 4
3. Gonore ...................................................................................................... 12
4. Herpes Simpleks Virus ............................................................................. 17
5. ISK ........................................................................................................... 18
6. Vulvitis ..................................................................................................... 20
7. Kondiloma Akuminata ............................................................................. 21
8. Vaginitis & Vaginosis Bakterialis ............................................................ 26
9. Servisitis ................................................................................................... 29
10. Salfingitis ................................................................................................. 29
11. Abses Tuboovarium ................................................................................. 31
12. Hiperplasi Endometrium .......................................................................... 33
13. Menopouse dan Perimenopousal Syndrome ............................................ 37
14. Polikistik Ovarium ................................................................................... 40
15. Kehamilan Ektopik ................................................................................... 41

SIFILIS

Sifilis adalah infeksi kronik yang disebabkan oleh Treponema Pallidum dan
merupakan penyakit menular sedang dengan derajat infektivitas 10% untuk setiap
kali hubungan seksual. Sifilis dapat menular pada satdium primer, sekunder,

2
ataupun masa laten tahun pertama. Organisme ini dapat menembus kulit dan
membaran mukosa dengan masa inkubasi 10-90 hari.

A. Sifilis primer
- Ulkus keras dan tidak terasa nyeri, biasanya sembuh spontan
- Biasanya soliter dan dapat timbul di vulva, vagina, serviks atau lesi
ekstragenital
- Adenopati regional yang tidak nyeri tekan.
- Terapi : Bensatin penisilin G 2,4 juta unit I.M. dalam dosis tunggal
B. Sifilis sekunder
- Penyakit sistemik yang terjadi setelah penyebaran hematogen organisme
dari 6 minggu hingga 6 bulan setelah ulkus primer
- Ruam makropapuler di telapak tangan dan kaki
- Di vulva timbul bercak mukosa dan kondiloma lata, dan juga lesi putih
abu-abu yang meninggi tanpa terasa nyeri
- Adenopati tidak terasa nyeri
- Gejala dapat hilang dalam 2 sampai 6 minggu
- Terapi : Bensatin penisilin G 2,4 juta unit I.M. dalam dosis tunggal
C. Sifilis stadium laten
- Terjadi setelah stadium sekunder yang tidak diobati dan dapat
berlangsung 2 sampai 20 tahun. Gejala sifilis sekunder dapat timbul
kembali
- Terapi :
Sifilis laten awal (< 1 tahun) : Bensatin penisilin G 2,4 juta unit I.M.
dalam dosis tunggal
Sifilis laten akhir (> 1 tahun) : Bensatin penisilin G 7,2 juta unit
diberikan dalam 3 dosis masing-masing 2,4 juta unit I.M. dengan
interval 1 minggu
D. Sifilis Tersier
- Terjadi pada epertiga pasien sifilis yang tidak diobati atau diobati tidak
adekuat
- Dapat meluas ke sistem kardivaskular (aneurisma aorta), syaraf pusat
(paresis generalisata), dan muskuloskeletal (gummata kulit dan tulang)
- Dilakukan uji DFA untuk identifikasi spiroketa dan dapat juga dilakukan
uji serologis nontreponemal dan treponemal
- Terapi : Bensatin penisilin G 7,2 juta unit diberikan dalam 3 dosis masing-
masing 2,4 juta unit I.M. dengan interval 1 minggu
E. Neurosifilis

3
Terapi : Penisilin G kristalin aqua 18-24 juta unit setiap hari diberikan dalam
3-4 juta I.V. setiap 4 jam atau diberikan infus berkelanjutan selama 10-14 hari
F. Sifilis dalam kehamilan
Terapi : Penisilin sesuai stadium dengan ditambahkan dosis kedua bensatin
penisilin G 2,4 juta unit I.M. dalam dosis tunggal setelah 1 minggu dosis
inisial terutama pada trimester ketiga dan untuk mereka yang menderita sifilis
sekunder selama kehamilan.

TOXOPLASMOSIS

A. Definisi

Infeksi yang disebabkan oleh Toxoplasma gondii.

B. Etiologi

Toxoplasmosis disebabkan oleh parasit obligat intraseluler yaitu Toxoplasma


gondii. Parasit ini merupakan golongan protozoa yang hidup bebas di alam,
dimana pertama kali ditemukan pada limpa dan hati hewan pengerat (rodensia)
Ctenodactyles gondii (gundi) di Sahara Afrika Utara (Sciammarella, 2001 dalam
Indrawati 2002). Toxoplasma termasuk dalam phylum Apicomplexa, kelas
Sporozoa dan Subkelas Coccidia. Genus Toxoplasma hanya terdiri dari satu
spesies yaitu Toxopasma gondii, parasit ini mempunyai sifat yang tidak umum
dibandingkan dengan genus lain, diantaranya dapat menginfeksi inang antara
dalam kisaran yang sangat luas ( tidak bersifat host spesifik ).

Dalam silkus hidupnya pada phylum Amplicomplexa mengenal 3 stadium yaitu


stadium takizoit yaitu stadium multiplikasi aktif dari tropozoit dan biasanya
teramati pada infeksi akut. Stadium ini paling sering dijumpai pada organ tubuh
khususnya otak, otot daging, otot jantung dan mata (Sciammarella 2001; Ghaffar
2001 dalam Indrawati 2002). Stadium bradizoit merupakan stadium dimana kista
tidak aktif dan berada dalam jaringan serta bersifat infektif dan stadium ketiga
adalah stadium ookista yang berada dalam kotoraran kucing. Dalam siklus

4
hidupnya diperantarai oleh sel inang ke intraselular inang dan kemudian
melakukan multiplikasi dan parasit ini mempunyai siklus hidup yang bersifat
obligat dengan fase seksual dan aseksual. Siklus seksual terjadi pada tubuh kucing
dan siklus aseksual terjadi pada berbagai inang antara yang sangat bervariasi.

Menurut Dirkesmavet Deptan (2005) terdapat tiga bentuk toxoplasmosis yaitu :


tropozoit, ditularkan secara transplasental kepada fetus maupun neonatal; kista,
lebih sering dijumpai pada daging babi dan kambing, daging sapi agaklebih
jarang; dan ookista, amat tahan terhadap lingkungan dan yang menulari manusia
dan bangsa burung.

Transmisi
Inang definitif yaitu kucing dan hewan berdarah panas lainnya dapat terinfeksi
melalui ookista yang tercerna dari daging mentah. Ookista ini kemudian akan
pecah dan berkembang menjadi bentuk yang invasif yaitu takizoit. Bentuk ini
kemudian secara aktif akan menyebar ke seluruh sel dan berproliferasi menginvasi
seluruh tubuh melalui pembuluh darah (Shakespeare 1998).

Sedangkan manusia dapat terinfeksi toxoplasmosis melalui berbagai jalan antara


lain melalui transplasental, transfusi darah, infeksi laboratorium, feses hewan
terinfeksi (kucing), mengkonsumsi daging terinfeksi yang kurang matang, melalui
makanan dan minuman atau inhalasi debu yang terkontaminasi ookista
(Dirkesmavet Deptan 2005).

C. Patogenesa

Toxoplasma gondii merupakan suatu prasit intraselular dan reproduksi terjadi


didalam sel. Kebanyakan kasus toksoplasmosis pada manusia didapat karena
mengkonsumsi jaringan yang mengandung kista yang ada pada daging yang
proses pemasakannya kurang sempurna atau daging mentah. Selain itu kontak
langsung dengan tanah atau air yang terkontaminasi oleh feses kucing yang
mengandung ookista yang secara tidak langsung kontak dengan makanan atau
minuman. Penularan bentuk lain adalah melalui plasenta ibu hamil yang

5
menderita toksoplasmosis (Indrawati 2002). Bradizoit yang ada dalam jaringan
ataupun tropozoit yang lepas dari ookista akan melakukan penetrasi ke sel epitel
usus dan melakukan multiplikasi. Toxoplasma akan menyebar secara lokal pada
limfoglandula mesenterika usus dan melalui pembuluh limfe dan darah akan
menyebar ke seluruh organ. Sebelum organ lain menjadi rusak, nekrosis akan
terjadi lebih dahulu pada usus dan limfoglandula mesenterika, baru kemudian
terjadi focal necrosis terjadi pada organ lain.

Gejala klinis akan tampak segera setelah beberapa waktu jaringan mengalami
kerusakkan khususnya organ mata, jantung, dan kelenjar adrenal. Kejadian
nekrosis pada organ-organ tersebut diakibatkan oleh adanya multiplikasi
intraselular dari takizoit ( Dubey 1999 dalam Indrawati 2002). Limabelas sampai
85% populasi anak-anak didunia secara kronis terinfeksi oleh toxoplasma
dipengaruhi oleh kondisi geografi temperatur ataupun kelembaban (Fuentes 2001
dalam Indrawati 2002). Dengan adanya faktor kelembaban dan temperatur yang
sesuai ookista akan mampu bertahan beberapa bulan sampai lebih dari satu tahun.
Lalat, cacing, kecoak dan serangga lain mungkin dianggap sebagai agen mekanis
dalam penyebaran parasit ini. Faktor lain yang berpengaruh adalah umur, menurut
penelitian para ahli zoonosis, bahwa usia berpengaruh secara serologi pada orang
yang mengkonsumsi daging babi yang proses pemasakannya tidak sempurna dan
pada orang yang selalu menangani daging mentah.

Tingkat mortalitas dan morbiditas dari parasit ini cukup tinggi pada pasien yang
imunocompromise ( AIDS, kanker, transplantasi ) dan pada anak anak yang
tertular melalui ibunya ( Dubey 1999 dalam Indrawati 2002 ). Kondisi yang
muncul pada penderita imunocompromise tersebut biasanya berupa peradangan
selaput otak ataupun adanya abses yang sifatnya multiganda.

D. Gejala Klinis

Penderita toxoplasmosis kongenital pada manusia umunya tidak menunjukkan


gejala klinis. Gejala serius muncul pada bayi yang dilahirkan abortus dan lahir

6
dini (1 : 10 bayi yang terinfeksi) dengan ditemukan gejala infeksi mata,
pembesaran hati dan limpa, kuning pada mata dan kulit dan pneumonia,
ensepalopati dan diikuti kematian. Sedangkan pada bayi yang lahir normal, gejala
akan tampak setelah beberapa minggu, bulan atau tahun setelah lahir. Gejala ini
banyak dijumpai setelah usia pubertas misalnya adanya gangguan pada mata
sampai terjadi kebutaan, kegagalan pada sistem syaraf, gangguan pendengaran
(bisu-tuli), deman, kuning akibat gangguan hati,erupsi kulit, gangguan pernafasan
(Anonim 2001 dalam Indrawati 2002). Pada bentuk laten biasanya berupa
kerusakan psikomotor, konvulsi dan pembesaran kepala (hidrosepalus). Pada
penderita imunocompromise, yaitu penderita AIDS, kanker ataupun transplantasi
organ gejala akan cepat terlihat yaitu adanya gangguan sistem syaraf, encepalitis,
pembesaran limfoglandula, gangguan mata, pendengaran, gangguan pernafasan
dan gangguan jantung dan angka kematian pada penderita diatas cukup tinggi.
Masa inkubasi sampai menunjukka gejala klinis adalah 1-2 hari (Werner 2004).

E. Diagnosa

Untuk melakukan diagnosa terhadap penyakit toxoplasmosis dapat dilakukan


beberapa cara yaitu bisa menggunakan cara serologi ataupun pemeriksaan
histopatologi. Dengan hanya melihat gejala klinik maka diagnosa kurang bisa
ditegakkan karena gejala yang tampak tidak spesifik (Dubey 1999 dalam
Indrawati 2002). Pemeriksaan langsung bisa dilakukan dengan cara melihat
adanya dark spot pada retina, melakukan pemeriksaan darah untuk melihat
apakah parasit sudah menyebar melalui darah dengan melihat perubahan yang
terjadi pada gambaran darahnya, serta bisa menggunakan CT scan, MRI untuk
menemukan lesi akibat parasit tersebut. Pemeriksaan juga bisa dilakukan dengan
biopsi dan dari sampel biopsi tersebut bisa dilakukan pengujian dengan
menggunakan PCR, isolasi pada hewan percobaan ataupun pembuatan preparat

7
histopatologi. Metode diagnosa lain yang sering digunakan adalah dengan
menggunakan Indirect aemaglutination (IHA), Immunoflourescence (IFAT)
ataupun dengan Enzym mmunoassay (Elisa) (Figueiredo et al 2001 dalam
Indrawati 2002).

F. Pengobatan Toksoplasmosis

Pengobatan TORCH secara medis diyakini bisa dengan menggunakan


obat-obatan seperti isoprinocin, repomicine, valtrex, spiromicine, spiradan,
acyclovir, azithromisin, klindamisin, alancicovir, dan lainnya. Namun tentu
pengobatannya membutuhkan biaya yang sangat mahal dan waktu yang cukup
lama. Selain itu, terdapat pula cara pengobatan alternatif yang mampu
menyembuhkan penyakit TORCH ini, dengan tingkat kesembuhan mencapai 90
%.

Berikut obat-obat :

1. Sulfonamida

Sulfonamida diklasifikasikan menjadi 5 kelompok berdasarkan waktu paruh dan


absorbsinya sebagai berikut:

1. Sulfonamida dengan masa kerja pendek: Sulphaurea (tidak ada di


Indonesia).

2. Sulfonamida dengan masa kerja medium: Sulphadiazine,


sulphamethoxazole.

3. Sulfonamida dengan masa kerja panjang: Sulphamethoxydiazine (tidak


ada di Indonesia).

4. Sulfonamida dengan masa kerja sangat panjang: Sulphadoxine.

5. Sulfonamida yang sulit diabsorbsi: Sulfaguanidine.

8
Mekanisme kerja: bakteriostatik dengan menghambat sintesa asam folat
memblokade enzim yang membentuk asam folat dari PABA (para-aminobenzoic
acid). Sebagian menginaktivasi enzim-enzim lain bakteri seperti dehydrogenase
atau carboxylase yang berperanan pada respirasi bakteri. Karena beberapa bakteri
mempunyai cara tertentu untuk menyuplai asam folat, biasanya mula kerja dari
sulfonamida akan selalu lambat. Golongan sulfonamida adalah obat antiparasit
yang sangat lemah, tetapi mempunyai efek antiparasit sinergistik yang cukup baik
dengan pyrimethamine.

Efek samping yang paling sering adalah reaksi alergi, kerusakan ginjal karena
deposit dari kristal sulfonamida yang sukar larut dalam air, gangguan
gastrointestinal, risiko hiperbilirubinaemia pada kelahiran prematur, abnormalitas
jumlah darah, cyanosis, dan cholestatic jaundice (jarang).

2. Pyrimethamine

Pyrimethamine merupakan antiparasit yang secara kimiawi dan farmakologi


menyerupai trimetropim. Mekanisme kerja: pyrimethamine mengganggu
metabolisme parasit seperti sulfonamida.

Untuk terapi infeksi toksoplasma, dosis oral untuk dewasa secara umum 50--
75 mg per oral sekali sehari, dikombinasi dengan 1--4 gram per hari sulfonamida,
selama 1 hingga 3 minggu. Kemudian kurangi dosis setiap obat setengah dosis
dari yang sebelumnya dan terapi dilanjutkan selama 4 hingga 5 minggu.

Efek samping yang paling sering adalah kerusakan sel-sel darah, khususnya
jika diberikan dalam dosis tinggi. Kekurangan asam folat akan memicu
agranulocytosis. Urtikaria dapat timbul selama terapi dengan pyrimethamine dan
dapat menjadi tanda awal dari efek samping yang lebih serius yaitu, Sindroma
Stevens-Johnson. Pyrimethamine harus digunakan sangat hati-hati pada
kehamilan (katagori kehamilan tipe C). Pada hewan percobaan, dijumpai adanya
efek teratogenik dan mutagenik. Pyrimethamine dapat menurunkan derajat
fertilitas.

9
3. Spiramycin (RovamycineR)

Spiramycin merupakan antibiotika makrolida yang paling aktif terhadap


toksoplasmosis di antara antibiotika lainnya yang mempunyai mekanisme kerja
yang serupa, seperti Clindamycin, Midecamycin, dan Josamycin21. Mekanisme
kerja Spiramycin menghambat pergerakan mRNA pada bakteri/parasit dengan
cara memblokade 50s Ribosome. Dengan begitu, sintesa protein bakteri/parasit
akan terhenti dan kemudian mati. Spiramycin merupakan antibiotika yang paling
banyak digunakan untuk menangani kasus toksoplasmosis di Eropa karena:

1. Aktivitas intraselularnya yang sangat tinggi.

2. Konsentrasi di plasenta yang sangat tinggi (6.2 mg/L), sehingga dapat


mencegah infeksi maternal infiltrasi ke janin.

3. Aman bagi fetus. Spiramycin sedikit sekali kadarnya yang dapat masuk ke
janin. Oleh sebab itu, pada janin yang sudah terinfeksi toksoplasma, efek
terapi Spiramycin tidak akan maksimal. Spiramycin tidak dapat mencegah
kerusakan yang sudah terjadi pada janin sebelum terapi Spiramycin
dimulai.

4. Ditoleransi dengan baik oleh ibu hamil.

5. Studi-studi pendukung yang sangat banyak sebagai evidence based


medicine22.

Dosis Spiramycin untuk profilaksis toksoplasmosis kongenital 3 kali sehari 3


juta Internasional Unit (3 MIU) selama 3 minggu, lalu diulang setelah interval 2
minggu hingga saat partus. Pengobatan harus terus dilakukan sepanjang
kehamilan untuk mencegah terjadinya infeksi primer Toxoplasma gondii pada
kongenital23,24,25,26.

10
4. Isoprinosine dan levamisol

Sebagai strategi baru untuk menanggulangi masalah infeksi toksoplasma yang


bersifat persisten ini, digunakan kombinasi imunoterapi dan pengobatan zat
antimikroba. Cacat imunologi seluler diobati dengan imunomodulator
(Isoprinosine atau levamisol), sedangkan infeksinya dikendalikan dengan
pemberian spiramisin. Kombinasi pnegobatan ini dimaksudkan untuk memberikan
dukungan bagi penderita dengan meningkatkan reaksi imunologik selulernya dan
sekaligus mengendalikan infeksi toksoplasmanya.

G. Toksoplasmosis pada ibu hamil

Toksoplasma pada ibu hamil perlu diobati untuk menghindari


toksoplasmosis bawaan pada bayi. Obat-obat yang dapat digunakan untuk ibu
hamil adalah spiramisin 3 gram/hari yang terbagi dalam 3-4 dosis tanpa
memandang umur kehamilan, atau bilamana mengharuskan maka dapat diberikan
dalam bentuk kombinasi pirimetamin dan sulfadiazin setelah umur kehamilan di
atas 16 minggu.

H. Tokoplasma Pada bayi

Bayi yang menderita toksoplasma bawaan baik bergejala atau tidak,


sebaiknya diberikan pengobatan untuk menghindari kelainan lanjutan. Obat-
obatan yang digunakan adalah:

Pirimetamin 2 mg/kg selama dua hari, kemudian 1 mg/kg/hari


selama 2-6 bulan, dikikuti dengan 1 mg/kg/hari 3 kali
seminggu, ditambah

Sulfadiazin atau trisulfa 100 mg/kg/hari yang terbagi dalam


dua dosis, ditambah lagi

11
Asam folinat 5 mg/dua hari, atau dengan pengobatan
kombinasi:

Spiramisin dosis 100 mg/kg/hari dibagi 3 dosis, selang-seling


setiap bulan dengan pirimetamin,

Prednison 1 mg/kg/hari dibagi dalam 3 dosis sampai ada


perbaikan korioreti-nitis. Perlu dilakukan pemeriksaan
serologis ulangan untuk menentukan apakah pengobatan masih
perlu diteruskan.

SYNDROME DUH GENITAL & GONORE

Sindrom duh genital merupakan discharge yang keuar dari vagina


(vaginal discharge), disebut juga duh tubuh vagina. Duh tubuh vagina bersifat
umu dan sering ditemukan, baik fisiologis maupun patologis. Duh tubuh abnormal
merupakan pertanda suatu penyakit, maka wajib dilakukan skrining setelah
ditemukan duh tubuh abnormal. Penyebabnya antara lain: kandidiasis
vulvovaginal, vaginosis bakterialis, trikomonisiasis, klamidia trackomatis,
N.gonorrhoeae, dan non-infeksi.

A. Definisi
Gonore (Gonorrhoea) adalah infeksi bakteri yang disebabkan oleh kuman
Neisseria gonorrhoeae, suatu diplokokus gram negatif. Penyakit ini sering terjadi.
Infeksi umumnya terjadi karena aktivitas seksual secara genito-genital, namun
dapat juga melalui kontak seksual secara oro-genital dan ano-genital. Pada laki-
laki umumnya menyebabkan uretritis akut, sementara pada perempuan
menyebabkan servisitis yang mungkin saja asimptomatis.

12
B. Etiologi
Neisseria gonorrhoeae adalah kokus gram negatif, diameter 0,6-1,0 m,
biasanya terlibat berpasangan dengan sisi datar yang berdekatan. Organisme ini
sering kali ditemukan intraseluler dalam leukosit polimorfonuklear (neutrofil) dari
bahan eksudat pustular. Fimbriae, yang memainkan peranan yang penting pada
proses perlekatan, memanjang beberapa mikrometer dari permukaan sel.
Neisseria gonorrhoeaemempunyai membrane luar yang khastersusundari
protein, fosfolipiddanlipopolisakharida. LipopolisakharidaN.
gonorrheaedisebutsebagailipooligosakharida (LOS) selamapertumbuhannya.
Neisseria gonorrhoeae merupakan organisme yang relatif fragil, rentan
terhadap perubahan suhu, kering, sinar ultraviolet dan kondisi lingkungan lainnya.
Media yang berisi hemoglobin, NAD, ekstrak jamurdan suplemen lainnya
diperlukan untuk isolasi dan pertumbuhan organisme ini. Kultur tumbuh pada
suhu 35-36 oC, dan tambahan 3-10% CO2.

Patogenesis
Gonore pada dewasa sebagian besar ditularkan melalui kontak seksual.
Bakteri melekat pada sel epitel kolumnar, melakukan penetrasi dan
bermultiplikasi di basement membrane. Perlekatan ini diperantarai melalui
fimbriae dan protein opa (P.II). Bakteri melekat hanya pada mikrovili dari sel
epitel kolumnar yang tidak bersilia. Perlekatan pada sel epitel yang tidak bersilia
tidak terjadi. Setelah itu bakteri dikelilingi oleh mikrovili yang akan menariknya
ke permukaan sel mukosa. Bakteri masuk ke sel epitel melalui proses yang
dinamakan parasite-directed endocytosis. Selama endositosis, membran sel
mukosa menarik dan memetik sebuah vakuola yang berisikan bakteri. Vakuola ini
ditransportasikan ke dasar sel di mana bakteri akan dilepaskan melalui eksositosis
ke dalam jaringan subepitelial. Neisseria tidak dirusak dalam vakuola endositik
ini, tetapi tidak jelas apakah bakteri-bakteri ini bereplikasi dalam vakuola sebagai
parasit intraseluler. Proteinporin yang utama, P.I (Por) yang terdapat pada

13
membran luar merupakan protein yang memerantarai penetrasi pada sel hospes.
Masing-masing strain dari N.gonorrhoea hanya mengekspresikan satu tipe Por.
Dengan alasan yang tidak diketahui,beberapa gonokokus mampu bertahan
hidup dalam fagositosis, setidaknya sampai neutrofil mati dan melepaskan bakteri
yang di cerna.

C. Diagnosis dan Gejala Klinis


Masa tunas pada wanita sulit ditentukan karena pada umumnya asimtomatis.
Gejala utama meliputi duh tubuh vagina yang berasal dari endoservisitis
dimana bersifat purulen, tipis dan agak berbau. Beberapa pasien dengan
servisitis gonore terkadang mempunyai gejala yang minimal.
Disuria atau keluar sedikit duh tubuh dari uretra yang mungkin disebabkan
oleh uretritis yang menyerupai servisitis.
Dispareunia dan nyeri perut bagian bawah. Jika servisitis gonore tidak
diketahui atau asimtomatis, maka dapat berkembang menjadi PID. Nyeri
ini bisa merupakan akibat dari menjalarnya infeksi ke endometrium, tuba
falopi, ovarium, dan peritoneum. Nyeri bisa bilateral, unilateral dan tepat
garis tengah. Dapat disertai panas badan, mual dan muntah.
Nyeri perut bagian kanan atas dari perihepatitis (Fitz-Hugh Curtis
syndrome) bisa melalui penyebaran bakteri ke atas lewat peritoneum.
Pada pemeriksaaan fisik ditemukan :
1. Saluran urogenital bawah :
Sekret mukopurulen atau purulen dari serviks
Sekret atau perdarahan vagina
2. Saluran urogenital bagian atas :
PID
Nyeri abdomen bagian bawah dengan atau tanpa penyebaran
nyeri
Nyeri pada waktu serviks digerakkan
Nyeri tekan adneksa
Panas badan
Nyeri tekan abdomen bagian kanan atas

D. Pemeriksaan Penunjang

14
Pengambilan spesimen
Pada pasien wanita dengan status sudah menikah dilakukan pemeriksaan in
spekulum. Pada pasien dengan status belum menikah tidak dilakukan pemeriksaan
dengan spekulum, karena akan merusak selaput daranya sehingga bahan hanya
diambil dengan sengkelit (ose) steril dari vagina dan uretra.
Pemeriksaan Laboratorium
1. Pengecatan Gram
Pengecatan gram adalah tes yang cepat dan tidak mahal.
Pada wanita dengan hasil kultur serviks yang positif, hasil pengecatan
gram dari endoserviks mempunyai sensitifitas 50-60% dan spesifisitas 82-
97%. Adanya lebih dari 30 sel PMN per high-power field dari hapusan
endoserviks mencerminkan adanya servisitis.
Sensivisitas dan spesifisitas pengecatan gram lebih rendah pada spesimen
endoservikal dan rektal.
2. Kultur
Kultur spesifikhapusan dari tempat infeksi merupakan kriteria standar
diagnosis dan juga dapat digunakan sebagai pedoman pengobatan dengan
memperoleh informasi mengenai kerentanan antibiotik terhadap organisme
tersebut.
Kultur dari endoserviks melalui media selektif mempunyai sensitivitas 80-
90%.
Pada wanita dengan riwayat histerektomi dapat menggunakan kultur dari
uretra untuk membuat diagnosis.
Kultur sangat berguna pada saat diagnosis tidak jelas atau ketika terjadi
kegagalan pengobatan .
3. Tes nucleic acid amplification
Tes ini lebih sensitif dan spesifik daripada tehnik non-amplifikasi.
Didesain untuk memperkuat rangkaian DNA.
Untuk mendeteksi N.gonorrhoea pada spesimen hapusan uretra yang
diperoleh dari pria dan spesimen urine yang diperoleh dari pria dan wanita.
Tes ini lebih cepat dari kultur, lebih spesifik daripada immunoassay dan
tidak memerlukan viabilitas organisme.
4. Tes Lainnya
Florecin conjugated mononucleal antibodies
Enzyme-linked immunoassays

15
Polymerase chain reaction test

E. Diagnosis Banding
Infeksi Chlamydia
Vaginosis Bakterial
Mukopurulen servisitis

F. Tata laksana
Padaservisitis yang tidakadakomplikasi : (serviks, uretra, rectum dan faring)
Ciprofloxacin 500 mg oral dosis tunggal
Ofloxacine 400 mg oral dosis tunggal
Cefixime 400 mg oral dosis tunggal
Ceftriaxone 125 mg i.m dosis tunggal

G. Komplikasi
Pelvic Inflamatory Disease
Bartholinitis

H. Prognosis
Sebagian besar infeksigonorhememberikan respon yang cepat terhadap
pengobatan dengan antibiotik.
Prognosis baik jika diobati dengan cepat dan lengkap.

I. Pencegahan dan Edukasi


Semua pasien dengan infeksi gonore seharusnya melibatkan pasangan
seksualnya dalam evaluasi dan pengobatan.
Penggunaan kondom untuk proteksi.
Pasien hendaknya diberikan edukasi mengenai resiko dan komplikasiinfeksi
gonore.
Pasien harusnya menghindari kontak seksual sampai pengobatan selesai dan
juga sampai pasangan seksualnya selesai dievaluasi dan diobati.

16
HERPES SIMPLEKS VIRUS

A. Definisi
Merupakan ulkus pada genital yang disebabkan oleh virus herpes simplex
(HSV) Tipe 2.
B. Etiologi
Herpes Simpleks Virus tipe 2, namun akibat penyimpangan perilaku seksual
dapat juga terjadi akibat herpes simpleks virus tipe 1.

C. Gambaran Klinis dan Diagnosis


Pasien merasa tidak enak baan, demam, parestesia di vulva, nyeri di vagina.
Diagnosis pasti dengan ditemukannya virus dalam biakan/ dengan ditemukannya
marker antigen Herpes Simpleks Virus

D. Pemeriksaan Penunjang
- Pemeriksaan serologi
- isolasi virus
- Pemeriksaan dengan metode ELISA

E. Tata Laksana
-Asiklovir intravena 5 mg/kg
-Asiklovir 200 mg per oral

F. Prognosis
Penderita HSV dapat pulih setelah diterapi dengan antiviral secara dini.
Namun dibeberapa kejadian ada komplikasi HSV pada orang dewasa yaitu aseptic
meningitis, disfungsi sistem saraf autonom dan dapat pula menginfeksi bagian
tubuh lainnya terutama alat-alat dalam tubuh. Dan yang paling parah akan

17
menimbulkan komplikasi yang serius pada penderita dengan gangguan imunitas
bahkan bisa sampai mengakibatkan kematian

ISK

A. Definisi

Infeksi saluran kemih adalah infeksi yang terjadi pada saluran kemih. Batasan
dalam bahasan kali ini adalah infeksi saluran kemih bagian bawah.

B. Epidemiologi

Pada wanita isidensi ISK sangat besar yakni 20-30% wanita di dunia pernah
mengidap ISK mengingat saluran uretra lebih lebar dan pendek. ISK Bawah
biasanya terjadi akibat pemasangan kateter dan lama pemasangan menjadi factor
risiko peningkatan penyakit ini. Pada perempuan hamil, ISK dengan bakteriuria
tanpa gejala terdapat risiko komplikasi perinatal seperti persalinan preterm hingga
pielonefritis di kemudian hari.

C. Patogenesis

Saluran kemih umumnya steril. Infeksi terjadi melalui fekal-perineal-uretral


merupakan alternative masuknya E. Coli. Selain itu sering juga dijumpai pasca
coitus ataupun katerisasi. Koloni besar yang berada pada periuretrum akan masuk
kandung kemih dan melekat pada urotelium

D. Diagnosis

Disuri, Frequency, urgency

Biakan urin ditemukan 10-5 bakteri atau 10-4 dengan gejala nyata

E. Pencegahan

18
Menjaga hygine

Pada wanita yang mengidap ISK pasca coitus berulang dianjurkan menggunakan
antibiotic sebelum coitus

F. Tata Laksana

Trimetrophim Sulfametoxazole

Sebagai obat utama ISK karena focus pada saluran kencing. Tapi harus dihindari
pada kehamilan akibat efek teratogeniknya karena obat ini merupakan antagonis
asam folat yang pada trimester I kehamilan dibutuhkan untuk menunjang
organogenesis

Nitrofurantoin

Baik karena dapat mencapai konsentrasi tinggi di urin. Berbahaya bagi Ibu hamil
trimester III karena dapat menyebabkan anemia hemolisis

Amoksisilin

Paling aman digunakan ibu hamil. Akibat seringnya resistensi, penggunaannya


harus dibarengi asam klavulanat (amoksiklav)

VULVITIS

B. Definisi

Vulvitis adalah inflamasi dari vulva

C. Etiologi

bermacam-macam bisa N.gonorrhea, Trichomonas sp., Candida, iritasi bahan


kimia, laserasi, dll.

19
Faktor predisposisi: diabetes, obesitas, kehamilan, berdiri lama, periode
menstruasi, dll.

C. Tanda dan Gejala

1. Akut : kemerahan hingga labia, panas, gatal, sensitivitas tinggi hingga sakit,
bengkak terkadang sampai kelenjar inguinal, discharge mukoprulen. Jika tidak
diobati vulvitis akut dapat menjadi supuratif dan gangren.

2. Kronis : gejala sama dengan akut hanya lebih ringan, tidak terlalu tampak
kemerahan dan bengkak hanya terasa panas dan sangat gatal.

D. Tata Laksana

- Antibiotik spektrum luas diberikan tergantung penyebab

KONDILOMA AKUMINATA

Kondiloma Akuminata merupakan salah satu penyakit menular seksual.


Selain Gonore (GO), Sifilis,Chlamydia, Herpes Genetalis, kutu kemaluan (pubic
lice), Vaginitis.

Penularan penyakit menular seksual umumnya adalah melalui hubungan


seksual, sedangkan cara lainnya yaitu melalui transfusi darah, jarum suntik, ibu
hamil kepada bayi yang dikandungnya, dan lain-lain.

Di Amerika Serikat cenderung meningkat 4-5 kali lipat dalam dua dekade
terakhir, insidensi tertinggi pada wanita usia 20-30 tahun. Setiap tahun ada
500.000-1.000.000 kasus baru yang ditemukan di Amerika Serikat. Laporan lain
telah mencatat bahwa prevalensi penyakit ini empat kali lebih tinggi dalam dua
dekade terakhir ini. Laporan dari klinik penyakit menular seksual (PMS) di
Inggris, bahwa jumlah kasus baru meningkat dua kali lipat dalam dekade terakhir
ini.Di negara Hongkong penyakit ini menduduki peringkat kedua PMS, dan akhir-
akhir ini insidensi penyakit ini meningkat terus.Data rumah sakit di Indonesia
menunjukkan bahwa penyakit ini menduduki peringkat ketiga diantara penyakit

20
penular seksual, sesudah uretritis gonore dan non gonore.

Condyloma accuminatum [Kondiloma akuminata ] juga dikenal sebagai:


1. Kutil kelamin
2. Kutil kemaluan
3. Kutil genital (kutil genitalia)
4. Genital warts
5.Veruka akuminata
6.Venereal wart
7. Jengger ayam

A. Definisi

Kondiloma akuminata adalah:


1. Tumor pada genitalia yang ditemukan pada laki-laki maupun perempuan dan
bersifat lunak seperti jengger ayam.
2. Pertumbuhan jaringan yang bersifat jinak, superfisial, terutama di daerah
genitalia (kelamin)
3. Penyakit Menular Seksual disebabkan infeksi virus papiloma human (VPH)
tipe 6 dan 11.Pertumbuhan nya mula mula kecil, kemudian cenderung
berkelompok dan menyatu membentuk suatu benjolan yang besar yang
menyerupai bunga kol [seperti jengger ayam atau brokoli].

B. Etiologi
Virus DNA golongan Papovavirus, yaitu: Human Papilloma Virus (HPV). HPV
tipe 6 dan 11 menimbulkan lesi dengan pertumbuhan (jengger ayam).HPV tipe 16,
18, dan 31 menimbulkan lesi yang datar (flat).HPV tipe 16 dan 18 seringkali
berhubungan dengan karsinoma genitalia (kanker ganas pada kelamin).Masa
inkubasi Kondiloma akuminata berlangsung antara 1-8 bulan (rata-rata 2-3
bulan).VPH (virus papiloma humanus) masuk ke dalam tubuh melalui mikrolesi

21
pada kulit, sehingga kondiloma akuminata sering timbul di daerah yang mudah
mengalami trauma pada saat hubungan seksual.Pada pria, tempat yang sering
terkena adalah glans penis, sulkus koronarius, frenulum dan batang penis, sedang
pada wanita adalah fourchette posterior, vestibulum, dll.

C. Patofisiologi
Sel dari lapisan basal epidermis diinvasi oleh HPV.Hal ini berpenetrasi melalui
kulit dan menyebabkan mikro abrasi mukosa. Fase virus laten dimulai dengan
tidak ada tanda atau gejala dan dapat berakhir hingga bulan dan tahun. Mengikut
fase laten, produksi DNA virus, kapsid dan partikel dimulai. Sel Host menjadi
terinfeksi dan timbul atipikal morfologis koilocytosis dari kondiloma
akuminata.Area yang paling sering terkena adalah penis, vulva, vagina, serviks,
perineum dan perineal.Lesi mukosa yang tidak biasa adalah di oropharynx,
larynx, dan trachea telah dilaporkan. HPV-6 bahkan telah dilaporkan di area lain
yang tidak biasa (ekstremitas). Lesi simultan multiple juga sering dan melibatkan
keadaan subklinis sebagaimana anatomi yang berdifferensiasi dengan baik. Infeksi
subklinis telah ditegakkan dalam membawa keadaan infeksi dan potensi akan
onkogenik.

Kondiloma akuminata dibagi dalam 3 bentuk:


1. Bentuk akuminata
Terutama dijumpai pada daerah lipatan dan lembab. Terlihat vegetasi bertangkai
dengan permukaan berjonjot seperti jari.Beberapa kutil dapat bersatu membentuk
lesi yang lebih besar sehingga tampak seperti kembang kol.Lesi yang besar ini
sering dijumpai pada wanita yang mengalami fluor albus dan pada wanita hamil,
atau pada keadaan imunitas terganggu.
2. Bentuk papul
Lesi bentuk papul biasanya didapati di daerah dengan keratinisasi sempurna,
seperti batang penis, vulva bagian lateral, daerah perianal dan perineum. Kelainan
berupa papul dengan permukaan yang halus dan licin, multipel dan tersebar secara
diskret.

22
3. Bentuk datar
Secara klinis, lesi bentuk ini terlihat sebagai makula atau bahkan sama sekali tidak
tampak dengan mata telanjang, dan baru terlihat setelah dilakukan tes asam asetat.
Dalam hal ini penggunaan kolposkopi sangat menolong.

Gejala Klinis
a. Terdapat papul atau tumor (benjolan), dapat soliter (tunggal) atau multipel
(banyak) dengan permukaan yang verukous atau mirip jengger ayam.
b. Terkadang penderita mengeluh nyeri. Jika timbul infeksi sekunder berwarna
kemerahan akan berubah menjadi keabu-abuan dan berbau tidak sedap.
c. Umumnya di daerah lipatan yang lembab pada genitalia eksterna. Pada pria,
misalnya di: perineum dan sekitar anus, sulkus koronarius, gland penis, muara
uretra eksterna, prepusium, korpus dan pangkal penis. Pada wanita, misalnya di:
vulva dan sekitarnya, introitus vagina, labia mayor, labia minor, terkadang pada
porsio uteri.

D. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis. Dapat dilakukan pemeriksaan
penunjang dengan:
1. Tes asam asetat
Bubuhkan asam asetat 5% dengan lidi kapas pada lesi yang dicurigai. Dalam
beberapa menit lesi akan berubah warna menjadi putih (acetowhite). Perubahan
warna pada lesi di daerah perianal perlu waktu lebih lama (sekitar 15 menit).
2. kolposkopi
merupakan tindakan yang rutin dilakukan di bagian kebidanan. Pemeriksaan ini
terutama berguna untuk melihat lesi kondiloma akuminata subklinis, dan kadang-
kadang dilakukan bersama dengan tes asam asetat.
3. Histopatologi
Pada kondiloma akuminata yang eksofitik, pemeriksaan dengan mikroskop
cahaya akan memperlihatkan gambaran papilomatosis, akantosis, rete ridges yang
memanjang dan menebal, parakeratosis dan vakuolisasi pada sitoplasma.

23
E. Diagnosis Banding
1.Kondiloma lata atau kondiloma latum (pada sifilis).
2. Moluskum kontagiosum.
3. Veruka vulgaris.
4. Karsinoma sel skuamos
5. Rhabdomyolysis

Masalah lain yang dipertimbangkan


a. Bowen disease
b. Condyloma lata
c. Darier disease
d. Fibroepitheliomas
e. Hailey-Hailey disease
f. Neoplasia
g. Nevi
h. Pearly penile papules
i. Squamous cell carcinoma in situ
j. Vulvar neurofibromatosis
k. Vulvar vestibular papillae

F. Tata Laksana
1. Tutul (olesi sedikit) dengan tinctura podofilin 20-25% (ini tidak boleh diberikan
pada wanita hamil, karena dapat terjadi kematian fetus/janin).
2. Pada wanita hamil, tutul dengan asam triklorasetat (TCA) 80-90%. Atau
digunakan larutan dengan konsentrasi 50%, dioleskan setiap minggu.
3. Salep 5-fluorurasil 1-5% diberikan setiap hari sampai lesi hilang.
4. Bedah listrik (elektrokauterisasi).
5. Bedah beku dengan nitrogen cair.
6. Bedah skalpel.
7. Laser karbondioksida.

24
8. Interferon (suntikan i.m. atau intralesi) atau topikal (krim).
a. Interferon alfa diberikan dengan dosis 4-6 mU i.m. 3 x seminggu selama 6
minggu atau
dengan dosis 1-5 mU i.m. selama 6 minggu.
b. Interferon beta diberikan dengan dosis 2x10 g unit i.m. selama 10 hari berturut-
turut.
9. Pada pria yang tidak dikhitan (disunat) dapat dilakukan eksisi dan sirkumsisi
(khitan).

G. Prognosis
Penyakit ini dapat disembuhkan total, namun kadang kadang dapat kambuh
setelah pengobatan karena adanya infeksi ulang atau timbulnya penyakit yang
masih laten. Mengingat virus ini juga meningkatkan resiko terjadinya penyakit
kanker serviks [kanker mulut rahim], maka jika memang seseorang sudah positif
terkena kondiloma akuminata sebaiknya dilakukan test pap smear juga. Test ini
juga dianjurkan bagi wanita paling tidak setiap 1 tahun setelah aktif secara
seksual.

VAGINITIS DAN VAGINOSIS BAKTERIALIS

A. Definisi
Vaginosis Bakterial VB seringkali disebut sebagai vaginal bacteriosis adalah
penyakit pada vagina yang disebabkan oleh bakteri. Oleh CDC-centre of disease
control tidak dimasukkan kedalam golongan IMS-Infeksi Menular Seksual . VB
disebabkan oleh gangguan kesimbangan flora bakteri vagina dan seringkali
dikacaukan dengan infeksi jamur (kandidiasis) atau infeksi trikomonas.

B. Etiologi
Pada vagina normal, terdapat sejumlah mikroorganisme ; diantaranya
adalah Lactobacillus crispatus danLactobacillus jensenii. Laktobasilus adalah
spesies penghasil hidrogen peroksidase yang mampu mencegah pertumbuhan
mikroorganisme vagina lain. Mikroorganisme yang terkait dengan VB sangat

25
beragam dan diantaranya adalahGardnerella vaginalis, Mobiluncus, Bacteroides,
dan Mycoplasma Perubahan dalam flora vagina normal antara lain adalah
berkurangnya laktobasilus akibat penggunaan antibiotika atau gangguan
keseimbangan pH sehingga terjadi pertumbuhan berlebihan dari bakteri lain.
Meskipun VB berhubungan dengan aktivitas seksual, tidak ada bukti jelas
mengenai adanya penularan seksual. Pada pasien yang tidak memiliki aktivitas
seksual aktif dapat pula terjadi VB. VB merupakan gangguan keseimbangan
biologi dan kimiawi dari flora normal vagina. Penelitian akhir meneliti hubungan
antara pengobatan pasangan seksual dan eradikasi VB berulang. Ibu hamil dan
wanita dengan IMS memiliki resiko tinggi menderita VB. Kadang-kadang VB
terjadi pada pasien pasca menopause. Anemia defisiensi zat besi merupakan
prediktor kuat adanya VB pada ibu hamil.

C. Epidemiologi
Diperkirakan 1 dari 3 wanita terserang dengan VB dalam satu episode kehidupan
mereka 18

D. Gambaran Klinis dan Diagnosis


Diagnosa VB atas dasar Kriteria Amsel:9

1. Cairan vagina berwarna putih kekuningan, encer dan homogen


2. Clue cells pada pemeriksaan mikroskopik
3. pH vagina >4.5
4. Whiff Test positif (bau amis timbul setelah pada cairan vagina diteteskan
larutan KOH - potassium hydroxide
Konfirmasi diagnosis ditegakkan bila ditemukan 3 dari 4 kriteria diatas2
Pengecatan Gram
Alternatif diagnosis adalah dengan melakukan pengecatan gram pada hapusan

26
vagina dengan kriteria Hay/Ison atau Kriteria Nugent.10
Kriteria Hay/Ison : (Hay et al., 1994)

Grade 1 (normal) : predominasi dari morfotipe laktobasilus

Grade 2 (intermediate) : Flora campuran dengan sejumlah kecil


laktobasilus dan Gardnerella dan Mobiluncus

Grade 3 (vaginosis bakterial) : predominasi dari Gardnerella dan atau


morfotipe Mobiluncus. Latobasilus minimal atau tak ditemukan

Gejala utama VB adalah keputihan homogen yang abnormal (terutama pasca


sanggama) dengan bau tidak sedap.5
Cairan keputihan berada di dinding vagina dan tidak disertai iritasi, nyeri atau
eritema.
Tak seperti halnya dengan keputihan vagina normal, keputihan pada VB
jumlahnya bervariasi dan umumnya menghilang sekitar 2 minggu sebelum haid.

Untuk menegakkan diagnosis VB harus dilakukan hapusan vagina yang


selanjutnya diperiksa mengenai :

1. Bau khas fishy odor pada preparat basah yang disebut sebagai whiff
test yang dilakukan dengan meneteskan potassium hydroxide-
KOH pada microscopic slide yang sudah ditetesi dengan cairan keputihan.
2. Hilangnya keasaman vagina. Seperti diketahui, bahwa untuk
mengendalikan pertumbuhan bakteri, pH vagina berkisar antara 3.8 4.2.
Pemeriksaan dengan kertas lakmus yang memperlihatkan adanya pH > 5
memperlihatkan terjadinya VB.
3. Adanya clue cells . Cara pemeriksaan adalah dengan meneteskan larutan
NaCl pada microscop slide yang telah dibubuhi dengan cairan keputihan. Clue
cell adfalah sel epitel yang dikelilingi oleh bacteria Clue Cell

E. Diagnosa Banding :

27
Keputihan normal.

Kandidiasis (infeksi jamur).

Trikomoniasis, yang disebabkan oleh Trichomonas vaginalis.

F. Tata Laksana
Antibiotika
Metronidazole atau clindamycin peroral atau lokal adalah trerapi yang
efektif13 Namun angka kekambuhan juga cukup tinggi 6
Regimen medikamentosa umum adalah Metronidazol 500 mg 2 dd 1 (setiap 12
jam) selama 7 hari14 Dosis tunggal tidak dianjurkan oleh efektivitasnya erendah.
Tidak diperlukan terapi pada pasangan seksual.

F. Komplikasi
Meningkatnya kepekaan terhadap IMS termasuk infeksi HIV dan komplikasi pada
ibu hamil.

SERVISITIS

Merupakan suatu kondisi medis yang ditandai dengan peradangan di selaput


lendir canalis cervicalis akibat infeksi, seperti infeksi bakteri atau karena cedera
pada serviks akibat benda asing, seperti tampon dan diafragma serviks, yang
dimasukan ke dalam vagina.

Diagnosis Klinis:

-dispareunia

-cairan vagina tidak normal

-disuria

-perdarahan pervaginam

28
-nyeri panggul

Diagnosis Penunjang: didapatkan sel inflamasi, papsmear abnormal

Terapi: antibiotic spectrum luas

SALFINGITIS

A. Definisi

Merupakan peradangan yang terjadi di salphing atau tuba uterine

B. Etiologi

Dapat disebabkan oleh infeksi ascending dari bakteri Neisseria gonorrhea,


Chlamydia trachomatis, T. vaginalis, E. coli.

C. Tanda dan Gejala

Mual muntah, nyeri perut bagian bawah, perdarahan, nyeri koitus, demam >38OC,
nyeri tekan pada suprasimfisis, takikardi, peritonitis yang menyebabkan nyeri
tekan-lepas dan tanda-tanda ileus paralitik.

D. Pemeriksaan penunjang

Leukosit > 10.000 mm3, adanya bakteri diplococcus gram (-), kuldosentesisi
positif, USG akan menampilkan gambaran abses.

E. Klasifikasi

Derajat 1: tanpa adanya penyulit (ex abses)

Derajat 2: dengan disertai penyulit

Derajat 3: penyebaran infeksi telah menyebar di luar organ genitalia interna

F. Penatalaksanaan

29
Pada pasien dengan derajat 1, bisa dilakukan penatalaksanaan rawat jalan dengan
memberikan antibiotik ampicilin (500mg tiap 6 jam selama 7 hari) atau
amoxicillin (500mg tiap 8 jam selama 7 hari). Selain itu juga dapat diberikan
analgetik atau antipiretik.

Pada pasien dengan derajat 2 bisa dilakukan penatalaksanaan di RS dengan


menggunakan antibiotik kombinasi beta laktam, gentamycin, dan metronidazole.

ABSES TUBOOVARIUM

A. Pengertian
a. Tuba adalah saluran (kamus kedokteran)
b. Tuba uterine/fallopi adalah saluran telur, berjalan di sebelah kiri dan sebelah
kanan sebuah dari sudut uterus ke samping, di tepi atas ligament lebar kea arah
sisi pelvis.
c. Ovarial adalah indung telur.
Ovarial/ovarium adalah alat kelamin wanita yang berbentuk biji kenali, terletak di
kanan dan kiri uterus di bawah tuba uterine dan terikat di sebelah belakang oleh
ligamentum latum uteri.
d. Abses adlaah rongga yang terjadi karena kerusakan jaringan/bengkak

B. Etiologi

Paling sering disebabkan oleh gonococcus, di samping itu oleh staphylococcus


dan bakteri.
Infeksi dapat terjadi sebagai berikut:
Menjalar dari alat yang berdekatan seperti dari ovarium yang meradang

Naik dari cavum uteri

30
a. Batasan

Abses Tuba Ovarial (ATO) adalah radang bernanah yang terjadi pada ovarium dan
atau tuba fallopi pada satu sisi atau kedua sisi adneksa
b. Gejala-gejala

Demam tinggi dengan menggigil.

Nyeri kiri dan kanan di perut bagian bawah terutama kalau ditekan

Mual dan muntah, jadi ada gejala abdomen akut karena terjadi perangsang
peritoneum

Kadang-kadang ada tanesmi adalah anum karena proses dekat rectum dan
sigmoid

Toucher :

Nyeri kalau portio digoyangkan

Nyeri kiri dan kanan dari uterus

Kadang-kadang ada penebalan dari tuba. Tuba yang sehat tak teraba.

Nyeri pada ovarium karena meradang.

C. Patofisiologi

Dengan adanya penyebaran bakteri dari vagina ke uterus lalu tuba dan atau
parametrium, terjadilah salpingitis dengan atau tanpa ooforitis, keadaan ini bisa
terjadi pada pasca abortus, pasca persalinan atau setelah tindakan genekologik
sebelumnya.
Mekanisme pembentukan ATO yang pasti sukar ditentukan, tergantung sampai di
mana keterlibatan tuba infeksinya sendiri. Pada permulaan proses penyakit, lumen
tuba masih terbuka mengeluarkan eksudat yang purulen dari febriae dan
menyebabkan peritonitis, ovarium sebagaimana struktur lain dalam pelvis
mengalami keradangan, tempat ovulasi dapat sebagai tempat masuk infeksi. Abses

31
masih bisa terbatas mengenai tempat masuk infeksi. Abses masih bisa terbatas
mengenai tuba dan ovarium saja, dapat pula melibatkan struktur pelvis yang lain
seperti usus besar, buli-buli atau adneksa yang lain.
Proses peradangan dapat mereda spontan atau sebagai respon pengobatan,
keadaan ini biasanya memberi perubahan anatomi disertai perlekatan fibrin
terhadap organ terdekatnya. Apabila prosesnya menghebat dapat terjadi pecahnya
abses.

D. Pemeriksaan dan Diagnosa


a. Berdasarkan gejala klinis dan anamnesispernah infeksi darah panggul dengan
umur antara 30-40 tahun, dimana 25-50% nya adalah nulipara.
b. Peeriksaan laboratorium, lekositosis (60-80% dari kasus), peningkatan Leo
c. Foto abdomen dilakukan bila ada tanda-tanda ileus, dan atau curiga adanyamasa
di adneksa.
d. Ultrasonografi, bisa dipakai pada kecurigaan adanya ATO atau adanya masa di
adneksa melihat ada tidaknya pembentukan kantung-kantung pus, dapat untuk
evaluasi kemajuan terapi.

E. Penatalaksanaan

ATO yang pecah, merupakan kasus darurat : dilakkukan laparatomi pasang drain
kultur nanah. Setelah dilakukan laparatomi, diberikan sefalosporin generasi III
dan metronidazol 2 X 1 gr selama 7 hari ( 1 minggu )
F. Prognosis

ATO yang pecah : kemungkinan septisemia besar oleh karenanya perlu


penanganan dini dan tindakan pembedahan untuk menurunkan angka
mortalitasnya.
i Fisiologi. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama

32
HIPERPLASI ENDOMETRIUM

A. Definisi

Hiperplasia endometrium adalah proliferasi kelenjar dengan bentuk dan


ukuran tidak teratur (ireguler) serta memiliki rasio kelenjar-stroma yang
meningkat.Hiperplasia endometrium adalah kondisi abnormal berupa
pertumbuhan berlebihan endometrium. Kelainan ini merepresentasikan spektrum
perubahan biologis dan morfologis dari kelenjar dan stroma endometrium yang
bervariasi antara proliferasi normal endometrium dan adenokarsinoma in situ.
Pertumbuhannya berlebihan atau penebalan pada dinding uterus yang dapat terjadi
pada semua bagian endometrium. Kelainan ini bersifat benigna ( jinak ), akan
tetapi pada sejumlah kasus dapat berkembang kearah keganasan uterus atau
cancer rahim. Sejumlah wanita berada pada resiko tinggi menderita hiperplasia
endometrium.

Endometrium merupakan lapisan paling dalam dari rahim. Lapisan ini


tumbuh dan menebal setiap bulannya dalam rangka mempersiapkan diri terhadap
terjadinya kehamilan, agar hasil konsepsi bisa tertanam. Jika tidak terjadi
kehamilan, maka lapisan ini akan keluar saat menstruasi.

Hormon yang ada di tubuh wanita: estrogen dan progesteron mengatur


perubahan endometrium, dimana estrogen merangsang pertumbuhannya dan
progesteron mempertahankannya. Sekitar pertengahan siklus haid, terjadi ovulasi
(lepasnya sel telur dari indung telur). Jika sel telur ini tidak dibuahi (oleh sperma),
maka kadar hormon (progesteron) akan menurun, sehingga timbullah
haid/menstruasi.

Pada saat mendekati menopause, kadar hormon-hormon ini berkurang.


Setelah menopause wanita tidak lagi haid, karena produksi hormon ini sangat
sedikit sekali. Untuk mengurangi keluhan atau gejala menopause sebagian wanita
memakai hormon pengganti dari luar tubuh (terapi sulih hormon), bisa dalam
bentuk kombinasi estrogen ditambah progesteron ataupun estrogen saja. Estrogen

33
tanpa pendamping progesteron (unoppesd estrogen) akan menyebabkan penebalan
endometrium. Pada beberapa kasus sel-sel yang menebal ini menjadi tidak
normal yang dinamakan Hiperplasis atipik yang merupakan cikal bakal kanker
rahim.

B. Epidemiologi

Hiperplasia endometrium ialah lesi yang dapat menjadi prekursor kanker


endometrium. Sementara kanker endometrium adalah keganasan ginekologi yang
sering ditemukan. Sebanyak 40.000 kasus terdiagnosis di Amerika pada tahun
2005. Hiperplasia endometrium sering ditemukan pada wanita pascamenopause.
Kelainan ini sering dihubungkan dengan perdarahan pervaginam yang banyak
atau ireguler. Meski banyak pada pascamenopause, namun wanita pada usia
berapa pun dapat berisiko jika terpapar dengan estrogen eksogen. Kelainan ini
cukup sering ditemukan pada wanita muda dengan anovulasi kronik.

C. Etiologi

Hiperplasia endometrium biasa terjadi akibat rangsangan / stimulasi


hormon estrogen yang tidak diimbangi oleh progesteron. Pada masa remaja dan
beberapa tahun sebelum menopause sering terjadi siklus yang tidak berovulasi
sehingga pada masa ini estrogen tidak diimbangi oleh progesteron dan terjadilah
hiperplasia. Kejadian ini juga sering terjadi pada ovarium polikistik yang ditandai
dengan kurangnya kesuburan (sulit hamil).

Klasifikasi secara Histopatologis


- Simple Hiperplasia : gambaran swiss cheese pattern.
- Complex hiperplasia
- Atopik hiperplasia

Faktor Resiko
Risiko terjadinya kelainan Hiperplasia endometrium meningkat pada
wanita dengan factor sebagai berikut:

34
- Usia sekitar menopause.
- Menstruasi yang tidak beraturan atau tidak ada haid sama sekali.
- Overweight.
- Diabetes.
- Polycystic ovary syndrome.
- Mengkonsumsi estrogen tanpa progesteron untuk mengganti estrogen
yang sudah tidak diproduksi lagi dan untuk mengurangi gejala dari
menopause

D. Pemeriksaan

- USG: Terutama yang transvaginal.


- Biopsi : pengambilan sampel endometrium, selanjutnya di periksa
dengan mikroskop (PA)
- Dilatasi dan Kuretase (D&C): leher rahim dilebarkan dengan dilatator
kemudian hiperplasianya dikuret. Hasil kuret lalau di PA-kan.
- Hysteroscopy: memasukkan kamera (endoskopi) kedalam rahim lewat
vagina. Dilakukan juga pengambilan sampel untuk di PA-kan

Pada kebanyakan kasus hiperplasisa dapat diobati dengan obat2an yaitu


dengan memakai progesteron. Progesteron menipiskan/menghilangkan penebalan
serta mencegahnya tidak menebal lagi. Namun pemakain progesteron ini
menimbulkan bercak (spotting).

Setelah mengkonsumsi progeteron dalam waktu tertentu, dilakukan


evaluasi kembali endometriumnya dengan cara di biopsi atau metode sampling
lainnya. Jika tidak ada perbaikan, dilakukan dapat diberikan obat lagi.
Histerektomi atau pengangkatan rahim dilakukan jika anak sudah cukup atau
hiperplasia nya jenis atipik. Namun jika masih ingin punya anak maka masih ada
pilihan dilakukan terapi hormonal.

Hal hal yang dapat mengurangi risiko terjadinya hiperplasia endometrium:

35
- Terapi sulih hormon yang seimbang (estrogen plus progesteron).
- Jika haid tidak teratur (tidak tiap bulan ada), dapat diberikan
progesteron agar tidak terjadi penebalan endometrium. Pil KB yang
mengandung kombinasi estrogen-progesteron dapat memncegah
hiperplasia pada wanita dengan haid yang tidak teratur.
- Jika overweight, kurangi BB.

MENOPOUSE DAN PERIMONOPOUSAL SYNDROME

A. Pengertian
Kata Menopause berasal dari bahasa Yunani, yaitu men yang berati
bulan dan peusis artinya penghentian sementara yang digunakan untuk
menggambarkan berhentinya haid. Sebenarnya secara linguistic yang lebih tepat
adalah Menocease yang berarti berhentinya masa
menstruasi Menopause diartikan sebagai suatu masa ketika secara fisiologis siklus
menstruasi berhenti, hal ini berkaitan dengan tingkat lanjut usia perempuan

B. Etiologi
Penyebab menopause adalah matinya (burning out) ovarium. Sepanjang
kehidupan seksual seorang wanita kira kira 400 folikel primodial tubuh menjadi
folikel vesikuler dan berevulasi. Sementara beratus ratus dan ribuan ovum
berdegenerasi. Pada usia sekitar 45 tahun,
hanya tinggal beberapa folikel primodial tetap tertinggal untuk dirangsang oleh
FSH dan LH, dan pembentukan estrogen oleh ovarium berkurang bila jumlah
folikel primodial mendekati nol. Bila pembentukan estrogen turun sampai tingkat
kritis, estrogen tidak dapat lagi menghambat pembentukan FSH dan LH yang
cukup untuk menyebabkan siklus ovulasi. Akibatnya, FSH dan LH (terutama
FSH) setelah itu dihasilkan dulu jumlah besar dan tetap. Estrogen dihasilkan
dalam jumlah subkritis dalam waktu pendek setelah menopause, tetapi setelah
beberapa tahun, waktu sisa terakhir. Folikel primodial menjadi atretis,
pembentukan estrogen oleh ovarium turun sampai nol (Guyton, 2002, p.150)

36
3. Periode Menopause
a. Pre menopause (klimakterium)
1) Pengertian
Merupakan masa perubahan antara pramenopause dan pasca menopause.
Fase ini ditandai dengan siklus haid yang tidak teratur. hari. Sebanyak 40% wanita
mengalami siklus haid yang anovulatorik.

2) Tanda tanda pre menopause


Wanita yang mengalami masa menopause, baik menopause dini, pre-
menopause dan post menopause, umumnya mengalami gejala puncak
(klimakterium) dan mempunyai masa transisi atau masa peralihan. Fase ini
disebut dengan periode klimakterium (climacterium= tahun perubahan, pergantian
tahun yang berbahaya). Periode klimakterium ini disebut pula sebagai periode
kritis yang ditandai dengan rasa terbakar (hot flush), haid tidak teratur, jantung
berdebar dan nyeri saat berkemih. Hal ini disebabkan karena keluarnya hormon
dari ovarium (indung telur) berkurang, masa haid menjadi tidak teratur dan
kemudian hilang sama sekali. Perubahan-perubahan dalam system hormonal ini
mempengaruhi segenap konstitusi psikosomatis (rohani dan perubahan dan
kemunduran tersebut menimbulkan krisis dalam kehidupan psikis pribadi yang
bersangkutan Pada umumnya, menopause ini diawali dengan suatu proses
pengakhiran maka munculah tanda tanda .antara lain:
a) Menstruasi menjadi tidak lancar dan tidak teratur
b) Kotoran haid yang keluar banyak sekali,ataupun sangat sedikit.
c) Muncul gangguan-gangguan vasomotoris berupa penyempitan atau pelebaran
pada pembuluh-pembuluh darah
d) Merasa pusing disertai sakit kepala
e) Berkeringat tiada hentinya
f) Neuralgia atau gangguan/sakit syaraf.
Semua keluhan ini disebut fenomena klimakteris, akibat dari timbulnya
modifikasi atau perubahan fungsi kelenjar-kelenjar selain terjadi perubahan-

37
perubahan fisik, pada tahap pre menopause terjadi pula pergeseran atau erosi
dalam kehidupan psikis pribadi yang
b. Menopause
Jumlah folikel yang mengalami atresia semakin meningkat. Hingga pada
suatu ketika tidak tersedia lagi folikel yang cukup. Produksi estrogen berkurang
dan haid tidak terjadi lagi. Yang berakhir dengan terjadinya menopause. Setelah
memasuki usia menopause selalu ditemukan kadar FSH yang tinggi (>35
mIU/ml). Perubahan dan keluhan psikologi baik fisik makin menonjol. Terjadi
pada usia 56-60 tahun
- Pada Fisik terjadi : ketidakteraturan siklus haid, gejolak panas, kekeringan
vagina, perubahan kulit, keringat dimalam hari, sulit tidur, perubahan pada mulut,
kerapuhan tulang, penyakit mulai muncul.
- Pada psikologis terjadi : Ingatan menurun, kecemasan, mudah tersinggung,
stress, depresi. Terjadi pada usia 56-60 tahun. Tanda tanda terjadinya menopause
antara lain Perdarahan, Rasa panas dan keringat malam, gangguan berkemih,
gejala emosional, perubahan fisik yang lain
c. Pasca Menopause
Adalah setelah menopause sampai senium yang dimulai setelah 12 bulan
amenorea. Kadar FSH dan LH sangat tinggi (>35mIU) dan kadar estradiol sangat
rendah (<30pg/ml). Rendahnya kadar estradiol mengakibatkan endometrium
menjadi atropi sehingga haid tidak mungkin terjadi lagi
d. Senium
Seorang wanita dikatakan senium bila telah memasuki usia
pascamenopause lanjut sampai usia >65 tahun.
Perubahan perubahan yang terjadi akibat berhentinya haid,sebagai
berikut :
a. Uterus
Uterus mengecil selain disebabkan oleh menciutnya selaput lender rahim (Atrofi
endometrium ) juga disebabkan hilangnya cairan dan perubahan bentuk jaringan
ikat antar sel.
b. Tuba falopi

38
Lipatan-lipatan tuba menjadi lebih pendek, menipis, dan mengerut ,
endosalping menipis, mendatar serta rambut getar dalam tuba (silia) menghilang
c. Ovarium (indung telur)
Semakin tua jumlah folikel primodial tersebut akan makin berkurang
sehingga siklus haid menjadi anovulasi
d. Serviks
Servik akan mengerut sampai terselubung oleh dinding vagina, kripea servikal
menjadi atropik, kanalis servikalis memendek.
POLIKISTIK OVARIUM

A. Definisi

Polikistik ovarium adalah kumpulan kista yang terdapat di ovarium.

B. Etiologi

Belum diketahui secara pasti penyebab dari polikistik ovarium, diduga terdapat
peran genetik.

C. Gambaran Klinis dan Diagnosis

Polikistik ovarium dutandai dengan pasien yang mengalami gangguan haid


sampai amenorrhoe, hirsutisme (akibat hiperandrogenisme), obesitas, serta dapat
terjadi infertilitas. Diagnosis dapat ditegakkan berdasar gambaran klinis yang ada
didukung oleh pemeriksaan USG dan biokimia hormon.

D. Pemeriksaan Penunjang

1. USG : ditemukan adanya massa dengan ukuran >2 cm berjumlah lebih dari 1.

2. Pemeriksaan hormon : dapat berupa pemeriksaan FSH/LH, DHEA, testosteron,


prolaktin.

E. Tata Laksana

39
Tujuan dari tata laksana adalah mengembalikan siklus haid menjadi normal,
memperbaiki fertilitas, serta menghilangkan gejala dan tanda hiperandrogenisme.
Tata laksana non farmakologi yang dapat dilakukan adalah menurunkan berat
badan. Tatalaksana farmakologis yang dapat dilakukan dengan pemberian
kontrasepsi progestin dengan dosis 150 mg IM tiap 6 minggy selama 3 bulan atau
20-40 mg per hari. Selain itu juga dapat diberikan anti androge dosis 100 mg/hari
pada hari 5-15 siklus haid. Pemberian GnRh juga menunjukkan pengaruh
perbaikan dengan memperbaiki sekresi LH sehingga tidak terbentuk folikel
prematur. Tindakan operatif dapat berupa ovarian wedge resection, laparoscopy
laser ovarian drilling, laparotomi serta histerektomi.

KEHAMILAN EKTOPIK

A. Definisi
Pada kehamilan normal, telur yang
sudah dibuahi akan melalui tuba falopi
(saluran tuba) menuju ke uterus
(rahim). Telur tersebut akan
berimplantasi (melekat) pada rahim dan
mulai tumbuh menjadi janin. Pada
kehamilan ektopik, telur yang sudah
dibuahi berimplantasi dan tumbuh di
tempat yang tidak semestinya.
Kehamilan ektopik paling sering terjadi
di daerah tuba falopi (98%), meskipun
begitu kehamilan ektopik juga dapat terjadi di ovarium (indung telur), rongga
abdomen (perut), atau serviks (leher rahim).

40
Kehamilan ektopik terjadi pada 1 dari 50 kehamilan. Hal yang menyebabkan
besarnya angka kematian ibu akibat kehamilan ektopik adalah kurangnya deteksi
dini dan pengobatan setelah diketahui mengalami kehamilan ektopik. Kehamilan
ektopik merupakan salah satu penyebab terbesar kematian ibu pada triwulan
pertama dari kehamilan. Resiko kehamilan ektopik sangat besar karena kehamilan
ini tidak bisa menjadi normal. Bila telur tersebut tetap tumbuh dan besar di
saluran tuba maka suatu saat tuba tersebut akan pecah dan dapat menyebabkan
perdarahan yang sangat hebat dan mematikan. Apabila seseorang mengalami
kehamilan ektopik maka kehamilan tersebut harus cepat diakhiri karena besarnya
risiko yang ditanggungnya.

B. Etiologi
Ada berbagai macam faktor yang dapat menyebabkan kehamilan ektopik. Namun
perlu diingat bahwa kehamilan ektopik dapat terjadi pada wanita tanpa faktor
risiko. Faktor risiko kehamilan ektopik adalah :
1. Riwayat kehamilan ektopik sebelumnya
Risiko paling besar untuk kehamilan ektopik. Angka kekambuhan sebesar 15%
setelah kehamilan ektopik pertama dan meningkat sebanyak 30% setelah
kehamilan ektopik kedua.
2. Penggunaan kontrasepsi spiral dan pil progesteron
Kehamilan ektopik meningkat apabila ketika hamil, masih menggunakan
kontrasepsi spiral (3 4%). Pil yang mengandung hormon progesteron juga
meningkatkan kehamilan ektopik karena pil progesteron dapat mengganggu
pergerakan sel rambut silia di saluran tuba yang membawa sel telur yang sudah
dibuahi untuk berimplantasi ke dalam rahim
3. Kerusakan dari saluran tuba
Telur yang sudah dibuahi mengalami kesulitan melalui saluran tersebut sehingga
menyebabkan telur melekat dan tumbuh di dalam saluran tuba.

41
Beberapa faktor risiko yang dapat menyebabkan gangguan saluran tuba
diantaranya adalah :
- Merokok : kehamilan ektopik meningkat sebesar 1,6 3,5 kali
dibandingkan wanita yang tidak merokok. Hal ini disebabkan karena
merokok menyebabkan penundaan masa ovulasi (keluarnya telur dari
indung telur), gangguan pergerakan sel rambut silia di saluran tuba,
dan penurunan kekebalan tubuh
- Penyakit Radang Panggul : menyebabkan perlekatan di dalam saluran
tuba, gangguan pergerakan sel rambut silia yang dapat terjadi karena
infeksi kuman TBC, klamidia, gonorea Endometriosis : dapat
menyebabkan jaringan parut di sekitar saluran tuba
- Tindakan medis : seperti operasi saluran tuba atau operasi daerah
panggul, pengobatan infertilitas seperti bayi tabung --> menyebabkan
parut pada rahim dan saluran tuba.
C. Tanda dan Gejala
Pada minggu-minggu awal, kehamilan ektopik memiliki tanda-tanda seperti
kehamilan pada umumnya, yaitu terlambat haid, mual dan muntah, mudah lelah,
dan perabaan keras pada payudara.

Tanda-tanda yang harus diperhatikan pada kehamilan ektopik adalah :


- Nyeri hebat pada perut bagian bawah, nyeri tersebut dapat terasa tajam
awalnya kemudian perlahan lahan menyebar ke seluruh perut. Nyeri
bertambah hebat bila bergerak
- Perdarahan vagina (bervariasi, dapat berupa bercak atau banyak seperti
menstruasi)
- Khas gejala KET : nyeri tiba tiba disertai syok / pingsan.
- Dikatakan KE Terganggu jika sampai terjadi ruptur dan perdarahan.

D. Pemeriksaan penunjang
- Pemeriksaan panggul untuk mengkonfirmasi ukuran rahim dalam masa
kehamilan dan merasakan perut yang keras.
- Pemeriksaan darah untuk mengecek hormon -hCG. Pemeriksaan ini
diulangi 2 hari kemudian. Pada kehamilan muda, level hormon ini

42
meningkat sebanyak 2 kali setiap 2 hari. Kadar hormon yang rendah
menunjukkan adanya suatu masalah seperti kehamilan ektopik.
- Pemeriksaan ultrosonografi (USG). Pemeriksaan ini dapat
menggambarkan isi dari rahim seorang wanita. Pemeriksaan USG
dapat melihat dimana lokasi kehamilan seseorang, baik di rahim,
saluran tuba, indung telur, maupun di tempat lain
-
E. Tata laksana
Karena kehamilan ektopik dapat mengancam nyawa, maka deteksi dini dan
pengakhiran kehamilan adalah tatalaksana yang disarankan. Pengakhiran
kehamilan dapat dilakukan melalui :
1. Obat-obatan
Dapat diberikan apabila kehamilan ektopik diketahui sejak dini. Obat yang
digunakan adalah methotrexate (obat anti kanker)
2. Operasi
Untuk kehamilan yang sudah berusia lebih dari beberapa minggu, operasi adalah
tindakan yang lebih aman dan memiliki angka keberhasilan lebih besar daripada
obat-obatan. Apabila memungkinkan, akan dilakukan operasi laparaskopi

Prognosis
Seseorang yang mengalami kehamilan ektopik bukan berarti tidak dapat
mengalami kehamilan normal namun berarti seseorang memiliki kemungkinan
untuk mengalami kehamilan ektopik lagi di masa depan.
Apabila saluran tuba ruptur (pecah) akibat kehamilan ektopik dan diangkat
melalui operasi, seorang wanita akan tetap menghasilkan ovum (sel telur) melalui
saluran tuba sebelahnya namun kemungkinan hamil berkurang sebesar 50 %.
Apabila salah satu saluran tuba terganggu (contoh karena perlekatan) maka
terdapat kemungkinan saluran tuba yang di sebelahnya mengalami gangguan juga.
Hal ini dapat menurunkan angka kehamilan berikutnya dan meningkatkan angka
kehamilan ektopik selanjutnya.

43

Anda mungkin juga menyukai