Anda di halaman 1dari 11

I.

Definisi

Penyembuhan fraktur adalah suatu proses regenerasi sel tulang setelah terputusnya
kontinuitas jaringan tulang yang umumnya disebabkan oleh trauma, dimana proses ini sangat
dipengaruhi oleh aliran pembuluh darah dan stabilitas fragmen fraktur. Penyembuhan fraktur
merupakan suatu proses biologis yang menakjubkan. Tidak seperti jaringan lainnya, tulang yang
mengalami fraktur dapat sembuh tanpa jaringan parut. Pengertian tentang reaksi tulang yang
hidup dan periosteum pada penyembuhan fraktur merupakan dasar untuk mengobati fragmen
fraktur. Proses penyembuhan pada fraktur mulai terjadi segera setelah tulang mengalami
kerusakan apabila lingkungan untuk penyembuhan memadai sampai tejadi konsolidasi. Factor
mekanis yang penting seperti imobilisasi fragmen tulang secara fisik sangat penting dalam
penyembuhan, selain factor biologis yang juga merupakan suatu factor yang sangat essential
dalam penyembuhan fraktur.

II. Proses penyembuhan fraktur

Proses penyembuhan fraktur tulang meliputi berbagai jaringan yaitu hematoma yang
disertai dengan proses inflamasi, jaringan granulasi, jaringan ikat, jaringan fibrokartilago, proses
mineralisasi dan proses pembentukan tulang, serta tulang yang mengalami remodeling. Dengan
demikian proses penyembuhan tulang tidak lain juga merupakan suatu proses penyembuhan luka
yang melibatkan berbagai jaringan. Proses tersebut merupakan proses yang kompleks dan
berjalan secara bertahap dan simultan yang menghasilkan suatu jaringan yang semula lebih
elastic dan tidak rigid menjadi jaringan tulang yang keras, rigid, dan kurang elastic. Proses ini
merupakan rangkaian perubahan seluler, matriks tulang, dan vaskuler yang melibatkan mediator
kimiawi sebagai respon inflamasi terhadap trauma.

a. Hematoma

Hematoma timbul beberapa detik setelah terjadi trauma. Menyebabkan fraktur dan
rupture pembuluh darah yang akan menimbulkan perdarahan, baik disekitar tulang maupun di
ujung-ujung fragmen tulang itu sendiri. Pembuluh darah yang rupture akan vasokontriksi akibat
pelepasan bradykinin, katekolamin, dan serotonin oleh sel mast yang berada dijaringan sekitar.
Dan terjadi pelepasan faktor-faktor pembekuan oleh trombosit yang kemudian akan terbentuk
benang-benang fibrin yang akan membentuk hematoma pada celah-celah di antara fragmen
fraktur.

Bersamaan dengan proses ini reaksi inflamasi mulai timbul dengan dilepaskannya
mediator oleh trombosit, sel-sel yang mati dan mengalami kerusakan. Mediator-mediator
tersebut akan menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah dan eksudasi cairan plasma yang berisi
sel-sel inflamasi ke tempat yang mengalami fraktur. Sel-sel inflamasi itu meliputi sel-sel
leukosit PMN, makrofag, dan limfosit. Disamping itu pula sel-sel mesenkim (sel-sel
osteoprogenitor) turut bermigrasi.Mediator-mediator kimiawi yang berperan dalam proses
inflamasi tersebut yang pertama berupa Cytokine yang dilepaskan oleh trombosit yang berada
didalam bekuan darah tersebut adalah PDGF (platelet derived growth factor) dan TGF-beta
(transforming growth factor) yang berfungsi merangsang sel-sel mesenkim untuk berdiferensiasi
menjadi fibroblast, osteoblast, dan chondrocyte dan yang kedua adalah zat-zat eicosanoid seperti
Prostaglandin (PGE2) yang berfungsi meningkatkan pembentukan tulang dengan cara
melepaskan cAMP, cGMP, dan growth factor yg mengatur proses resorpsi dan deposisi tulang
pada fase remodeling. Prostaglandin juga mempunyai efek merangsang migrasi sel dan
pembentukan pembuluh darah.

Hematoma diduga pula berfungsi sebagai media atau ruang yang dibentuk oleh spasme
dan kontraktur jaringan sekitar fraktur sehingga nantinya oleh callus akan menempati tempat
tersebut. Ukuran besarnya hematoma menentukan pula ukuran callus yang akan terbentuk.
Reaksi inflamasi ini akan berlangsung 4 hari sampai 1 minggu.

b. Jaringan granulasi

Setelah fase hematoma maka fase selanjutnya terbentuk jaringan granulasi. Bersamaan
dengan ini sel-sel nekrotik dan eksudat akan direapsorpsi dan digantikan oleh sel-sel fibroblast,
fibrocyte, sel-sel mononuklear, dan endotel pembuluh darah kapiler. Jaringan granulasi lebih
kuat dan kaku.

Pada tahap ini proses nevaskularisasi berlangsung dengan bantuan angiogenetic factor
endotel pembuluh darah di sekitar fraktur akan membentuk tonjolan sitoplasma sehingga
pembuluh darah baru terbentuk dengan cara migrasi dan reduplikasi. Pembuluh darah berjalan
paralel dan tegak lurus terhadap fraktur. Pada fase awal neovaskularisasi tersebut lebih banyak
disekitar pembuluh darah periosteum, sedangkan pada fase selanjutnya pembuluh darah arteri
nutricia dari medulla lebih memegang peranan penting. Fibroblast Growth Factor adalah
mediator yang terpenting pada proses angiogenesis penyembuhan fraktur tulang dan dihasilkan
oleh makrofag.

c. Jaringan ikat

Proses penyembuhan tulang berlagsung terus dan jaringan granilasi mengalami transformasi
menjadi jaringan ikat yang tediri dari serabut-serabut kolagen. Jaringan ikat ini lebih kuat lagi
dibandingkan dengan jaringan granulasi.

Fase ini dikenal dengan fase masenkimal karena sel-sel yang dominan adalah sel-sel
chondroblast, fibroblast, dan makrofag. Chondrocyte yang pertama kali terbentuk adalah yang
terletak didekat tuilang kortikal dan berasal dari diferensiasi sel-sel mesenkim yang berasal dari
lapisan periosteum. Serabut kolagen yang disintesa adalah serabut kolagen tipe III dan tipe V.
Kolagen yang paling dominan pada tahap ini adalah kolagen tipe I .

d. Jaringan fibrokartilago

Secara biomolekuler fase ini merupaka kelanjutan dari fase mesenkimal yaitu fase chondroid
dan chondroid-osteoid. Setelah jaringan ikat terbentuk amak secara bertahap sel-sel mesenkim
yang telah berdiferensiasi berubah menjadi chondroblast yang kemudian mendeposisi matriks
kolagen dan berubah menjadi chondrocyte yang merupakan sel yang dominan disekitar fraktur.
Serabut kolagen yang dominan disintesa pada fase ini adalah serabut kolagen tipe II dan IX.
Kolagen tipe II akan dideposisi pada are kartilago yang telah matur sedangkan tipe IX berfungsi
menstabilisasi serabut-serabut kolagen II. Dengan terbentuknya jaringan kolagen yang matur dan
sel-sel osteoid pada fase ini, maka pada daerah fraktur mulai terbentuk jaringan kallus yang
dibagi menjadi : soft callus dan hard callus. Kalsium yang mulai terdaat pada fraktur callus
ternyata banyak ditemukan pada mitochondria selsel chondrocyte. Sel-sel ini menjadi reservoir
kalsium dan sejalan dengan dimulainya proses mineralisasi kartilago kalsium secara bertahap
akan dilepaskan oleh mitochondria. Kalsifikasi ini dimulai di antara dan pada vesikel matriks,
serabut kolagen, dan agregat proteoglikans yang mulai kolaps atau terpisah.
Soft callus Terbentuk pada daerah sentral inflamasi yaitu disekitar medulla dan daerah
interfragmen fraktur dan jaringan kartilago merupakan bagian lebih dominan. Daerah-daerh ini
memiliki tekananoksigen yang rendah. Tulang selanjutnya pada bagian ini akan terbentuk
melalui proses endhocondral. Pada proses ini sel-sel mesenkim yang telah bermigrasi dari
jaringan lunak disekitar fraktur mengalami diferensisasi menjadi sel-sel chondroid dan dikenal
sebagai inducible progenitor cells. Disini akan terbentuk kartilago jenis hialin kemudian saat
proses mineralisasi akan terbentuk tulang immatur/ woven bone yang selanjutnya akan
mengalami remodelling menjadi tulang yg lebih matang/lamellar bone.

Hard callus terbentuk sebagai respon dari kallus primer yaitu dengan proses ploriferasi sel-
sel osteoprogenitor didaerah periosteum dan sum-sum tulang. Sel-sel ini secara langsung
membentuk ossifikasi intramembranosa dan tulang yang dibentuk berupa mineralised bone
trabecula

e. Proses mineralisasi dan ossifikasi

Fase berikutnya adalah Fase osteogenik , yaitu fase kallus fraktur mengalami mineralisasi.
Proses ini dimulai pada minggu ketiga setelah fraktur terjadi yaitu dengan dimulai dilepaskannya
kalsium oleh mitochondria.

Selama proses mineralisasi berlangsung,ujung-ujung fragmen tulang berangsur-angsur akan


diselimuti oleh massa kallus yang fusiformis yang berisi woven bone yang terus meningkat.
Semakin banyak mineral yang dideposisi semakin keras kallus yang terbenuk. Stabilitas fragmen
fraktur akan terus meningkat dan clinical unionterjadi, yaitu bagian yang fraktur tidak nyeri
lagi dan secara radiologis sudah terlihat tulang yang menghubungkan fragmen-fragmen fraktur.
Meskipun demikian proses penyembuhan belum selesai karena bagian ini masih lebih lemah
dibandingkan dengan tulang yang normal. Kekuatan sama dengan tulang normal akan tercapai
setelah proses remodeling berlangsung.

f. Proses remodeling

Pada tahap akhir penyembuhan tulang akan terbentuk lamellardisertai dengna resrpsi kallus
yang tidak diperlukan. Proses remodeling ini berlangsung bertahun-tahun, lama setelah pasien
memperoleh kembali fungsinya yang normal dan secara radiologis sudah tampak union yang
lengkap dan terjadi periosteum, endosteum, tulang kortikal, dan trabeculea. Pada pergantian
wove bone menjadi lamellar bone terdiri dari proses proses resorpsi osteoklastik pada
trabekula tulang yang berlebihan dan lokasi yang tidak benar dan pembentukan tulang sesuai
dengan garis gaya yang bekerja pada tulang osteoblast pada daerah yang telah direarpsorpsi.
Disamping itu kanal medulla terbentuk kembali. Selanjutnya osteoblast akan tertanam didalam
matriks osteocyte. Bone Modelling Unit adalah suatu grup sel-sel yang saling terkait dan
berpartisipasi didalam remodelling pada suatu area tulang tertentu melalui aktivitas, resorpsi,
dan formasi

III. Waktu penyembuhan fraktur

Waktu penyembuhan fraktur bervariasi secara individual dan berhubungan dengan


beberapa factor penting pada penderita, antara lain:

1. Umur penderita
Waktu penyembuhan tulang pada anak anak jauh lebih cepat pada orng dewasa.
Hal ini terutama disebabkan karena aktivitas proses osteogenesis pada daerah periosteum
dan endoestium dan juga berhubungan dengan proses remodeling tulang pada bayi pada
bayi sangat aktif dan makin berkurang apabila unur bertambah
2. Lokalisasi dan konfigurasi fraktur
Lokalisasi fraktur memegang peranan sangat penting. Fraktur metafisis
penyembuhannya lebih cepat dari pada diafisis. Disamping itu konfigurasi fraktur seperti
fraktur tranversal lebih lambat penyembuhannya dibanding dengan fraktur oblik karena
kontak yang lebih banyak.
3. Pergeseran awal fraktur
Pada fraktur yang tidak bergeser dimana periosteum intak, maka
penyembuhannya dua kali lebih cepat dibandingkan pada fraktur yang bergeser.
Terjadinya pergeseran fraktur yang lebih besar juga akan menyebabkan kerusakan
periosteum yang lebih hebat.
4. Vaskularisasi pada kedua fragmen
Apabila kedua fragmen memiliki vaskularisasi yang baik, maka penyembuhan
biasanya tanpa komplikasi. Bila salah satu sisi fraktur vaskularisasinya jelek sehingga
mengalami kematian, maka akan menghambat terjadinya union atau bahkan mungkin
terjadi nonunion.
5. Reduksi dan Imobilisasi
Reposisi fraktur akan memberikan kemungkinan untuk vaskularisasi yang lebih
baik dalam bentuk asalnya. Imobilisasi yang sempurna akan mencegah pergerakan dan
kerusakan pembuluh darah yang akan mengganggu penyembuhan fraktur.
6. Waktu imobilisasi
Bila imobilisasi tidak dilakukan sesuai waktu penyembuhan sebelum terjadi
union, maka kemungkinan untuk terjadinya nonunion sangat besar.
7. Ruangan diantara kedua fragmen serta interposisi oleh jaringan lemak.
Bila ditemukan interposisi jaringan baik berupa periosteal, maupun otot atau
jaringan fibrosa lainnya, maka akan menghambat vaskularisasi kedua ujung fraktur.
8. Adanya infeksi
Bila terjadi infeksi didaerah fraktur, misalnya operasi terbuka pada fraktur
tertutup atau fraktur terbuka, maka akan mengganggu terjadinya proses penyembuhan.
9. Cairan Sinovia
Pada persendian dimana terdapat cairan sinovia merupakan hambatan dalam
penyembuhan fraktur.
10. Gerakan aktif dan pasif anggota gerak
Gerakan pasif dan aktif pada anggota gerak akan meningkatkan vaskularisasi
daerah fraktur tapi gerakan yang dilakukan didaerah fraktur tanpa imobilisasi yang baik
juga akan mengganggu vaskularisasi.

Penyembuhan fraktur berkisar antara 3 minggu 4 bulan. Waktu penyembuhan pada anak secara
kasar setengah waktu penyembuhan daripada orang dewasa.
Perkiraan penyembuhan fraktur pada orang dewasa dapat di lihat pada table berikut :

LOKALISASI WAKTU PENYEMBUHAN (minggu)

Phalang / metacarpal/ metatarsal / kosta 36

Distal radius 6

Diafisis ulna dan radius 12

Humerus 10 12

Klavicula 6

Panggul 10 12

Femur 12 16

Condillus femur / tibia 8 10

Tibia / fibula 12 16

Vertebra 12

IV. Penilaian penyembuhan fraktur

Penilaian penyembuhan fraktur (union) didasarkan atas union secara klinis dan union
secara radiologik. Penilaian secara klinis dilakukan dengan pemeriksaan daerah fraktur dengan
melakukan pembengkokan pada daerah fraktur, pemutaran dan kompresi untuk mengetahui
adanya gerakan atau perasaan nyeri pada penderita. Keadaan ini dapat dirasakan oleh pemeriksa
atau oleh penderita sendiri. Apabila tidak ditemukan adanya gerakan, maka secara klinis telah
terjadi union dari fraktur. Union secara radiologik dinilai dengan pemeriksaan roentgen pada
daerah fraktur dan dilihat adanya garis fraktur atau kalus dan mungkin dapat ditemukan adanya
trabekulasi yang sudah menyambung pada kedua fragmen. Pada tingkat lanjut dapat dilihat
adanya medulla atau ruangan dalam daerah fraktur.

V. Problem dalam proses penyembuhan tulang


1. Compartment syndrome
Setelah terjadi fraktur terdapat pembengkakan yang hebat di sekitar fraktur yang
mengakibatkan penekanan pada pembuluh darah yang berakibat tidak cukupnya supply
darah ke otot dan jaringan sekitar fraktur.
2. Neurovascular injury
Pada beberapa fraktur yang berat dapat mengakibatkan arteri dan saraf
disekitarnya mengalami kerusakan.
3. Post traumatic arthritis
Fraktur yang berhubungan dengan sendi (intra artikuler fraktur) atau fraktur yang
mengakibatkan bertemunya tulang dengan sudut abnormal di dalam sendi yang dapat
mengakibatkan premature arthritis dari sendi.
4. Growth abnormalities
Fraktur yang terjadi pada open physis atau growth plate pada anak anak dapat
menyebabkan berbagai macam masalah. Dua dari masalah ini adalah premature partial
atau penutupan secara komplit dari physis yang artinya salah satu sisi dari tulang atau
kedua sisi tulang berhenti tumbuh sebelum tumbuh secara sempurna. Jika seluruh tulang
seperti tulang panjang berhenti tumbuh secara premature dapat mengakibatkan
pendeknya salah satu tulang panjang dibandingkan tulang panjang lainnya, membuat
salah satu tulang kaki lebih pendek dibandingkan tulang kaki lainnya.

VI. Penyembuhan abnormal pada fraktur

a. Malunion

Malunion adalah keadaan dimana fraktur menyembuh pada saatnya, tetapi terdapat
deformitas yang terbentuk angulasi, varus / valgus, rotasi, kependekan atau union secara
menyilang misalnya pada fraktur radius dan ulna.

Etiologi

Fraktur tanpa pengobatan


Pengobatan yang tidak adekuat
Reduksi dan imobilisasi yang tidak baik
Pengambilan keputusan serta teknik yang salah pada awal pengobatan
Osifikasi premature pada lempeng epifisis karena adanya trauma

Gambaran klinis
Deformitas dengan bentuk yang bervariasi
Gangguan fungsi anggota gerak
Nyeri dan keterbatasan pergerakan sendi
Ditemukan komplikasi seperti paralysis tardi nervus ulnaris
Osteoarthritis apabila terjadi pada daerah sendi
Bursitis atau nekrosis kulit pada tulang yang mengalami deformitas
Pemeriksaan radiologist
Pada foto roentgen terdapat penyambungan fraktur tetapi pada posisi yang tidak sesuai
dengan keadaan yang normal.

Pengobatan

Konservatif
Dilakukan refrakturisasi dengan pembiusan umum dan imobilisasi sesuai dengan fraktur
yang baru. Apabila ada kependekan anggota gerak dapat digunakan sepatu orthopedic.
Operatif
- Osteotomi koreksi (osteotomi Z) dan bone graft disertai dengan fiksasi interna
- Osteotomi dengan pemanjangan bertahap, misalnya pada anak anak
- Osteotomi yang bersifat baji

b. Delayed Union

Delayed union adalah fraktur yang tidak sembuh setelah selang waktu 3 -5 bulan (3 bulan
untuk anggota gerak atas dan 5 bulan untuk anggota gerak bawah)

Etiologi

Etiologi delayed union sama dengan etiologi pada nonunion

Gambaran klinis

Nyeri anggota gerak pada pergerakan dan waktu berjalan.


Terdapat pembengkakan
Nyeri tekan
Terdapat gerakan yang abnormal pada daerah fraktur
Pertambahan deformitas

Pemeriksaan radiologist

Tidak ada gambaran tulang baru pada ujung daerah fraktur


Gambaran kista pada ujung ujung tulang karena adanya dekalsifikasi tulang
Gambaran kalus yang kurang disekitar fraktur.

Pengobatan

Konservatif : Pemasangan plester untuk imobilisasi tambahan selama 2 3 bulan.


Operatif : Bila union diperkirakan tidak akan terjadi, maka segera dilakukan fiksasi
interna dan pemberian bone graft.

c. Nonunion

Disebut nonunion apabila fraktur tidak menyembuh antara 6 8 bulan dan tidak didapatkan
konsolidasi sehingga didapat pseudoarthrosis (sendi palsu). Pseudoarthrosis dapat terjadi tanpa
infeksi tetapi dapat juga terjadi sama sama dengan infeksi disebut infected pseudoarthrosis.

Beberapa jenis nonunion terjadi menurut keadaan ujung ujung fragmen tulang :

Hipertrofik

Ujung ujung tulang bersifat sklerotik dan lebih besar dari normal yang disebut
gambaran elephants foot. Garis fraktur tampak dengan jelas. Ruangan antar tulang diisi
dengan tulang rawan dan jaringan ikat fibrosa. Pada jenis ini vaskularisasinya baik
sehingga biasanya hanya diperlukan fiksasi yang rigid tanpa pemasangan bone graft.

Atrofik (Oligotrofik)

Tidak ada tanda tanda aktivitas seluler pada ujung fraktur. Ujung tulang lebih kecil dan
bulat serta osteoporotik dan avaskular. Pada jenis ini disamping dilakukan fiksasi rigid
juga diperlukan pemasangan bone graft.

Gambaran klinis

Nyeri ringan atau sama sekali tidak ada


Gerakan abnormal pada daerah fraktur yang membentuk sendi palsu yang disebut
pseudoarthrosis.
Nyeri tekan atau sama sekali tidak ada.
Pembengkakan bisa ditemukan dan bisa juga tidak terdapat pembengkakan sama sekali
Pada perabaan ditemukan rongga diantara kedua fragmen.
Pemeriksaan radiologist

Terdapat gambaran sklerotik pada ujung ujung tulang


Ujung ujung tulang berbentuk bulat dan halus
Hilangnya ruangan meduler pada ujung ujung tulang
Salah satu ujung tulang dapat berbentuk cembung dan sisi lainnya cekung
(psedoarthrosis)

Pengobatan

Fiksasi interna rigid dengan atau tanpa bone graft


Eksisi fragmen kecil dekat sendi. Misalnya kepala radius, prosesus stiloid ulna
Pemasangan protesis, misalnya pada fraktur leher femur
Stimulasi elektrik untuk mempercepat osteogenesis.

VII. Penyebab Nonunion dan Delayed union

Vaskularisasi pada ujung ujung fragmen yang kurang


Reduksi yang tidak adekuat
Imobilisasi yang tidak adekuat sehingga terjadi gerakan pada kedua fragmen.
Waktu imobilisasi yang tidak cukup
Infeksi
Distraksi pada kedua ujung karena adanya traksi yang berlebihan
Interposisi jaringan lunak diantara kedua fragmen tulang
Terdapat jarak yang cukup besar antara kedua fragmen
Destruksi tulang misalnya oleh karena tumor atau osteomielitis (fraktur patologis)
Disolusi hematoma fraktur oleh jaringan sinovia (fraktur intrakapsuler)
Kerusakan periosteum yang hebat sewaktu terjadi fraktur atau operasi
Fiksasi interna yang tidak sempurna
Delayed union yang tidak diobati
Pengobatan yang salah atau sama sekali tidak dilakukan pengobatan
Terdapat benda asing diantara kedua fraktur, misalnya pemasangan screw diantara kedua
fragmen

Anda mungkin juga menyukai