KABUPATEN SIDOARJO
Oleh:
KELOMPOK 11
KABUPATEN SIDOARJO
Disusun oleh :
KELOMPOK 11
Septiani 15710046
M. Syafiqul U. 15710106
ii
KATA PENGANTAR
1. Prof. Dr. Sri Harmadji, dr., Sp.THT - KL (K), selaku rektor Universitas Wijaya
Kusuma Surabaya.
2. Prof. Soedarto, dr., DTM&H, Ph.D, Sp.Par (K), Dekan Fakultas Kedokteran
Universitas Wijaya Kusuma Surabaya.
3. Prof. Dr. Hj. Rika Subarniati Triyoga, dr., SKM, selaku Kepala Bagian
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran
Universitas Wijaya Kusuma Surabaya.
4. Sukma Sahadewa , dr M.Kes Selaku koordinator kepaniteraan klinik Ilmu
Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma
Surabaya.
5. Atik sri Wulandari, SKM,M.Kes. Selaku dosen pembimbing kepaniteraan klinik
Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma
Surabaya.
6. Zuhaida, dr.M.Kes. selaku Kepala Puskesmas Taman Kecamatan Taman
Kabupaten Sidoarjo.
7. Rachmat, dr. selaku dokter pembimbing di Puskesmas Taman Kecamatan Taman
Kabupaten Sidoarjo.
8. Seluruh staf Puskesmas Taman yang telah membantu kami hingga terlaksananya
kegiatan ini.
9. Semua pihak yang tidak mungkin penulis sebutkan satu persatu yang telah
membantu dalam menyelesaikan laporan ini.
Dalam penyusunan laporan ini, kami menyadari masih banyak terdapat
kekurangan. Oleh karena itu segala bentuk kritik dan saran yang membangun sangat
kami harapkan demi kesempurnaan penulisan laporan konsep penyelesaian masalah.
iii
Akhirnya, sebagai harapan dari kami semoga laporan konsep penyelesaian
masalah dalam rangka kegiatan kepaniteraan klinik bagian ilmu kesehatan masyarakat ini
dapat memberikan manfaat bagi kami dan pembaca semua. Amin.
Penulis
iv
DAFTAR ISI
COVER ........................................................................................................................... i
KATA PENGANTAR..................................................................................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN............................................................................................. iii
DAFTAR ISI ................................................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang ....................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah.................................................................................. 2
C. Tujuan Penulisan ................................................................................... 2
BAB II ANALISIS DAN PEMBAHASAN
A. Definisi .................................................................................................. 3
B. Etiologi .................................................................................................. 3
C. Patofisiologi ........................................................................................... 4
D. Gejala..................................................................................................... 5
E. Pencegahan ............................................................................................ 6
F. Tatalaksana............................................................................................. 6
G. Pembahasan ........................................................................................... 8
BAB III RENCANA PROGRAM
A. Edukasi dan Pelatihan Tenaga Kesehatan ............................................. 11
B. Penyuluhan Pentingnya Mengenai Cara Menurunkun angka Kejadian
Difteri ......................................................................................................... 12
C. Pemberdayaan Keluarga ........................................................................ 12
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan............................................................................................ 15
B. Saran ...................................................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................... 16
Lampiran .................................................................................................................... 17
v
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan umum :
Untuk mengetahui yang menyebabkan terjadinya kejadian penyakit menular
difteri di desa Kalijaten, kecamatan Taman, Sidoarjo
2. Tujuan khusus :
Untuk mengetahui program apa saja yang dapat direncanakan untuk
mencegah penyebaran penyakit menular difteri di desa Kalijaten, kecamatan
Taman, Sidoarjo
2
BAB II
A. Definisi
Difteri adalah suatu penyakit bakteri akut yang menyerang tonsil, faring,
laring, hidung, dan ada kalanya menyerang selaput lendir atau kulit serta kadang-
kadang konjungtiva atau vagina (Chin, 2000). Bakteri Corynebacterium
diphtheria merupakan bakteri berbentuk batang gram positif, tidak berspora, dan
bercampak atau kapsul. Memiliki 3 tipe varian yaitu type gravis, intermedius dan
mitis (Depkes RI, 2004).
B. Etiologi
3
sangat kuat, yang dapat menyebabkan kerusakan pada jantung dan otak. Masa
inkubasi 1-7 hari (rata-rata 3 hari). Bakteri difteria akan mati pada pemanasan
suhu 60C selama 10 menit, tetapi tahan hidup sampai beberapa minggu dalam
es, air, susu dan lendir yang telah mengering (Sumarmo, 2008).
C. Patogenesis
4
atau secara tiba-tiba bisa terlepas dan menyumbat saluran udara, sehingga
mengalami kelsulitan bernapas. Berdasarkan gejala dan ditemukannya membran
inilah diagnosis dapat ditegakkan (Ditjen P2PL Depkes, 2003). Diagnosis
dikonfirmasi dari basil hasil swab hidung dan tenggorok (Kementerian
Kesehatan, 2013).
D. Gejala
a. Difteri hidung
Menyerupai common cold, gejalanya seperti pilek ringan dan disertai
gejala sistemik ringan. Sekret hidung berangsur menjadi serosanguinus dan
kemudian makropulen menyebabkan lecet pada nares dan bibir atas. Pada
pemeriksaan tampak membrane putih pada daerah septum nasi. Absorbs sangat
lambat dan gejala sistemik yang timbul tidak nyata sehingga lama terdiagnosis.
b. Difteri faring
Anoreksia, malaise, demam ringan dan nyeri telan. Dalam 1-2 hari
berikutnya akan timbul membrane yang melekat berwarna putih/kelabu dapat
menutupi tonsil dan dinding faring meluas ke uvula dan palatum molle atau ke
bawah laring trakea. Dapat terjadi limfadenitis servikalis dan submandibular, bila
limfadentid terjadi bersamaan dengan edema jaringan lunak leher yang luas,
maka akan timbul bersamaan dengan edema jaringan lunak leher yang luas, maka
akan timbul bullneck. Selanjutnya gejala tergantung pada derajat penetrasi toksin
dan luas membrane. Pada kasus berat dapat terjadi kegagalan pernapasan atau
sirkulasi. Stupor, koma, kematian bisa terjadi dalam 1 minggu sampai 10 hari.
c. Difteri laring
Biasanya merupakan perluasan dari difteri faring. Pada difteri laring
primer gejala toksik kurang nyata. Gejala klinis difteri laring sulit dibedakan dari
tipe infectious croups yang lain, seperti nafas berbunyi, stridor yang progresif,
suara parau dan batuk kering. Pada obstruksi laring berat terdapat retraksi
suprasental, interkostal dan supraklavikular. Bila terjadi peleasan membrane yang
menutup jalan napas, bisa terjadi kematian mendadak.
d. Difteri kulit, konjungtiva, dan telinga
Merupakan tipe difteri yang tidak lazim unusual. Difteri kulit berupa
tukak dikulit, tapi jelas dan terdapat membrane pada dasarnya, kelainan
5
cenderung menahun. Difteri pada mata dengan lesi pada konjungtiva berupa
kemerahan, edema dan membrane pada konjungtiva pelpebra. Pada telinga
berupa otitis eksterna dengan secret purulen dan berbau.
E. Pencegahan
a. Imunisasi DPT
Pencegahan paling efektif adalah dengan imunisasi bersamaan dengan
tetanus dan pertusis (DPT) sebanyak tiga kali sejak bayi berumur dua bulan
dengan selang penyuntikan satu dua bulan. Pemberian imunisasi ini akan
memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit difteri, pertusis dan tetanus dalam
waktu bersamaan. Efek samping yang mungkin akan timbul adalah demam, nyeri
dan bengkak pada permukaan kulit, cara mengatasinya cukup diberikan obat
penurun panas . Berdasarkan program dari Departemen Kesehatan RI imunisasi
perlu diulang pada saat usia sekolah dasar yaitu bersamaan dengan tetanus yaitu
DT sebanyak 1 kali. Sayangnya kekebalan hanya diperoleh selama 10 tahun
setelah imunisasi, sehingga orang dewasa sebaiknya menjalani vaksinasi booster
(DT) setiap 10 tahun sekali. (Wijaya, 2004)
F. Tatalaksana
a. Pengobatan umum
Pasien diisolasi sampai masa akut terlampaui dan biakan hapusan
tenggorok negatif 2 kali berturut-turut, pada umumnya pasien tetap diisolasi
selama 2-3 minggu.
1. Istirahat tirah baring selama kurang lebih 2-3 minggu
2. Pemberian cairan serta diet yang adekuat
6
3. Memberikan makanan lunak dan mudah dicerna, cukup mengandung protein
dan kalori.
4. Penderita diawasi ketat kemungkinan terjadinya komplikasi antaralain
dengan pemeriksaan EKG pada hari 0, 3, 7 dan setiap minggu selama 5
minggu.
5. Khusus pada difteri laring dijaga agar nafas tetap bebas serta dijaga
kelembaban udara dengan menggunakan nebulizer. (Sing A, 2005)
b. Pengobatan Khusus
1. Antitoksin : Anti Difteri Serum (ADS)
Antitoksin harus diberikan segera setelah diagnosis difteri. Dengan pemberian
antitoksin pada hari pertama, angka kematian pada penderita kurang dari 1%.
Namun dengan penundaan lebih dari hari ke-6, angka kematian ini bisa
meningkat sampai 30%. (Sing A, 2005)
2. Antibiotik
Antibiotik diberikan bukan sebagai pengganti antitoksin melainkan untuk
membunuh bakteri, menghentikan produksi toksin dan mencegah penularan
organisme pada kontak. C. Diphtheriae biasanya rentan terhadap berbagai agen
in vitro, termasuk penisilin, eritromisin, klindamisin, rifampisin dan tetrasiklin.
Sering ada resistensi terhadap eritromisin pada populasi yang padat jika obat
telah digunakan secara luas. Yang dianjurkan hanya penisilin atau eritromisin.
Eritromisin sedikit lebih unggul daripada penisilin untuk terapi difteri
7
nasofaring.4. Terapi diberikan selama 14 hari. Tidak adanya organisme diperoleh
sekurang kurangnya dua biakan berturut-turut dari hidung dan tenggorok yang
diambil berjarak 24 jam sesudah selesai terapi (Detending RR, 2007).
3. Kortikosteroid
Belum ada persamaan pendapat mengenai kegunaan obat ini pada difteri.
Dianjurkan kortikosteroid diberikan kepada kasus difteri yang disertai dengan
gejala obstruksi saluran nafas bagian atas dapat disertai atau tidak disertai
bullneck dan bila terdapat penyulit miokarditis, namun pemberian kortikosteroid
untuk mencegah miokarditis ternyata tidak terbukti. Dosis : Prednison 1,0-1,5
mg/kgBB/hari, p.o. tiap 6-8 jam pada kasus berat selama 14 hari (Detending RR,
2007)
c. Pengobatan Penyulit
Pengobatan terutama ditujukan untuk menjaga agar hemodinamika tetap
baik. Penyulit yang disebabkan oleh toksin yang pada umumnya reversibel. Bila
pasien mulai gelisah, iritabilitas meningkat serta gangguan pernafasan yang
progresif merupakan indikasi tindakan trakeotomi (Maloney Dowel, 2011).
Pengobatan terhadap miokarditis adalah dengan istirahat total, tidak boleh ada
aktivitas, diet lunak dan mudah dicerna, dan pemberian digitalis. Sedangkan
pengobatan terhadap neuritis yang mengakibatkan terjadi paralisis otot
pernafasan dilakukan artifisial respirasi dengan menggunakan intermitten positive
pressure dan jalan nafas harus selalu dijaga. (Maloney Dowel, 2011).
G. Pembahasan
a. Lingkungan
Mencegah penyakit difteri penting pula untuk menjaga kebersihan badan,
pakaian dan lingkungan. Penyakit menular seperti difteri mudah menular
dalam lingkungan yang buruk dengan tingkat sanitasi rendah. Oleh karena
itulah, selain menjaga kebersihan diri, kita juga harus menjaga kebersihan
lingkungan sekitar. Di samping itu juga perlu diperhatikan makanan yang kita
konsumsi. Jika kita harus membeli makanan di luar, pilihlah warung yang
bersih. Jika telah terserang difteri, penderita sebaiknya dirawat dengan baik
untuk mempercepat kesembuhan dan agar tidak menjadi sumber penularan
bagi yang lain.
b. Masukan
8
Salah satu faktor penyebab masih tingginya angka kejadian DHF yaitu dari
masukan yang ada. Faktor-faktor yang berperan antara lain yaitu kurangnya
tenaga kesehatan untuk memberikan pengarahan, social ekonomi keluarga
yang kurang sehingga bila mulai sakit tidak segera di bawa ke fasilitas
kesehatan.
c. Alternatif Penyelesaian Masalah dan Prioritas Pemecahan Masalah
Alternatif penyelesaian masalah antara lain :
1) Meningkatkan promosi kesehatan dan penyuluhan